commit to user
i
PEMBELAAN PENASIHAT HUKUM PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN TERDAKWA LANJAR SRIYANTO ( STUDI KASUS DI LAW FIRM MUHAMMAD TAUFIQ, S.H,M.H
& PARTNERS SURAKARTA )
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun Dan Diajukan Untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
FITRIA PRISTIHARTANTI
NIM : E0006129
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PEMBELAAN PENASIHAT HUKUM PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN TERDAKWA LANJAR SRIYANTO ( STUDI KASUS DI LAW FIRM MUHAMMAD TAUFIQ, S.H,M.H
& PARTNERS SURAKARTA )
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun Oleh :
FITRIA PRISTIHARTANTI NIM : E0006129
Disetujui untuk dipertahankan
Dosen Pembimbing
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PEMBELAAN PENASIHAT HUKUM PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN TERDAKWA LANJAR SRIYANTO ( STUDI KASUS DI LAW FIRM MUHAMMAD TAUFIQ, S.H,M.H
& PARTNERS SURAKARTA )
Disusun Oleh :
FITRIA PRISTIHARTANTI NIM : E0006129
Telah diterima dan disahkan olah Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari :
Tanggal :
TIM PENGUJI
1. Kristiyadi, S.H, M.Hum__ : ...
Ketua
2. Bambang Santoso, S.H, M.Hum : ...
Sekretaris
3. Edy Herdyanto, S.H, M.H : ...
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
Moh. Jamin, S.H., M.Hum
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : FITRIA PRISTIHARTANTI
Nim : E0006129
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PEMBELAAN PENASIHAT HUKUM PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN TERDAKWA LANJAR SRIYANTO ( STUDI KASUS DI LAW FIRM MUHAMMAD TAUFIQ, S.H,M.H & PARTNERS SURAKARTA )
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Januari 2011
Yang Membuat Pernyataan
FITRIA PRISTIHARTANTI
commit to user
v ABSTRAK
FITRIA PRISTIHARTANTI, E.0006129. 2011. PEMBELAAN PENASIHAT HUKUM PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN TERDAKWA LANJAR SRIYANTO (STUDI KASUS DI LAW FIRM MUHAMMAD TAUFIQ, S.H, M.H & PARTNERS SURAKARTA), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui tentang pembelaan Penasihat Hukum pada perkara kecelakaan lalu lintas dengan Terdakwa Lanjar Sriyanto yang dilakukan baik di dalam persidangan maupun di luar persidangan , dasar hukum dari pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa serta teknik-teknik pembelaan hukum yang digunakan oleh Penasihat Hukum pada saat perkara Terdakwa menjalani proses pemeriksaan di peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri, yakni tepatnya di Pengadilan Negeri Karanganyar. Serta mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh Penasihat Hukum Terdakwa sehubungan dengan perkara klien yang ditanganinya yakni Terdakwa Lanjar Sriyanto.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dengan pendekatan studi kasus (case approach). Sumber data yang Penulis gunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan Penulis, yakni dengan cara wawancara dan studi pustaka. Sedangkan analisis data yang digunakan Penulis adalah Interactive Model Of Analysis.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa dalam melakukan upaya pembelaan di dalam persidangan Penasihat Hukum Terdakwa mempunyai dasar hukum pembelaan dan teknik pembelaan tersendiri, sedangkan untuk pembelaan yang dilakukan di luar persidangan, Penasihat Hukum Terdakwa juga menggunakan teknik pembelaan yang sesuai dengan kebutuhan bantuan hukum Terdakwa yang menjadi kliennya. Teknik pembelaan yang digunakan Penasihat Hukum Terdakwa di dalam persidangan tentu berbeda dengan teknik pembelaan yang digunakan di luar persidangan dimana teknik pembelaan di luar persidangan menggunakan peran legal media. Hambatan yang dihadapi oleh Penasihat Hukum Terdakwa hanya bersifat non teknis saja sehingga mudah dalam mendapatkan pemecahannya.
commit to user
vi ABSTRACT
FITRIA PRISTIHARTANTI, E.0006129. 2011. LEGAL ADVISER DEFENCE IN TRAFFIC ACCIDENT LAW SUIT WITH LANJAR SRIYANTO ACCUSED (CASE STUDY IN LAW FIRM MUHAMMAD TAUFIQ, S.H, M.H & PARTNERS SURAKARTA). Faculty of Law, Sebelas Maret University.
The purposes of this law research is to know about Legal Adviser defence in traffic accident law suit with Lanjar Sriyanto Accused which had done in the trial either out of the trial, law principles of the accused Legal Adviser defence and also law defence technics are used by Legal Adviser that the accused moment of law suit to tread inquiry process in first layer court that is in the Karanganyar State Court. And also to know the obstacles which regarded by Legal Adviser of the Accused that’s connected with client law suit his handled that is Lanjar Sriyanto Accused.
The methode of this law research is emphirys law based research with descriptive characteristic with case appoarch approximation. The data base that Writer used is primary and secondary data base. The technics of data’s gathering used by Writer are interview and library study. Even though the data’s analysis used by Writer is interractive model of analysis.
Based on law research result and examination is knowed that in doing expendient in the trial defence, Legal Adviser of the accused have legal principles in defense and have tehnics a part, wheter for defense in used to out of trial, legal advised of the accused also use defence technic’s to macth with reqursited the accused of law further which be their client. the defence technic’s which used by legal advised in the trial of course very deferent with the defense technic’s which used in out of the trial , in out of trial Legal Adviser use legal media as publicity. The obstacles that regarded by legal adviser of the accused only to have character of non tehcnis and it will be easy to get solution.
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah atas segala limpahan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kekuatan untuk menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pembelaan Penasihat Hukum Pada Perkara Kecelakaan Lalu
Lintas Dengan Terdakwa Lanjar Sriyanto (Studi Kasus Di Law Firm Muhammad. Taufiq, S.H, M.H & Partners Surakarta)”.
Penulisan hukum ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas serta untuk
memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidaklah berlebihan bahwa penulisan hukum ini
Penulis kerjakan dengan ketekunan dan telah mencurahkan segala kemampuan yang
ada, namun karya ilmiah ini sangat sederhana dan mungkin masih banyak
kekurangan-kekurangan. Untuk itu Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan
hukum ini banyak kekurangan serta Penulis mohon saran dan kritik yang membangun
dari pembaca sekalian.
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, Penulis tidak dapat menyelesaikan
dari awal sampai akhir tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Ibu Sri Kiswanti dan Bapak Suharman. Terima kasih Penulis ucapkan atas doa,
harapan, nasihat dan semangat yang diberikan. Ayah dan Ibu terbaik bagi
Penulis.
2. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang
telah memberikan ijin dan kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan
penulisan hukum ini.
3. Bapak Edi Herdyanto, S.H, M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah
commit to user
viii
hukum yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.
4. Bapak Yudo Taruno M, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing Penulis selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Muhammad Taufiq, S.H, M.H selaku pemilik Law Firm Muhammad Taufiq, S.H, M.H & Partners Surakarta yang telah memberikan data penelitian untuk penulisan hukum ini, beserta Mbak Ria Ratnasari selaku sekretaris dan
Mas Kelik selaku staff yang telah membantu Penulis dalam memperoleh data
penelitian.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan
hukum ini, serta Bapak dan Ibu staf karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah
berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar di Fakultas Hukum
UNS.
7. Adikku, Olla Dyah Mayerzan dan Fadhil Riskyanto yang selalu menemani dan
membantu di saat Penulis kesulitan mengerjakan skripsi.
8. Kanda Made Putera Sanjaya yang telah mendukung dan memberi semangat
kepada Penulis. “U are so special in my live”. Bagi dunia kau terlahir seseorang, namun bagi seseorang kaulah dunianya. Terima kasih atas kebaikan hatimu
dengan meminjami Penulis Laptop mini HP kepunyaanmu yang bisa Penulis
gunakan dalam menyimpan data penelitian dan membantu mencari data dengan
wi-fi. Kasihku menyertaimu senantiasa.
9. Terkhusus untuk Om Nono terkasih, tanpamu Penulis tidak bisa kuliah.
Masa-masa indah menjadi semakin berarti dan membuat hari-hari menjadi semakin
berwarna karena kau selalu mendukung Penulis. Engkaulah pamanku yang
selalu mendanaiku dalam mengeprint skripsi.
10. Sahabat terbaik Penulis, Kikie Permanasari dan Indah Tri Ratna “Chicho”, yang
masa-commit to user
ix
masa perkuliahan, menolong dan menyemangati Penulis untuk segera
menyelesaikan penulisan hukum ini. Tidak lupa semua teman-teman terbaik
Penulis di Fakultas Hukum UNS, yang tak dapat Penulis sebutkan satu persatu
yang sudah dengan senang hati membantu memberikan informasi kepada
Penulis dan meluangkan waktunya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
Tanpa kalian aku bukan apa-apa.
11. Bapak Anthonius Antuk Wibowo dan Ibu Hana Kristia Nawang Wibowo,
Gembala Sidang Jemaat GBI RHEMA Surakarta, yang senantiasa membimbing
jiwa dan iman Penulis, menambah semangat tatkala Penulis lemah dan tiada
berdaya dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam mengerjakan skripsi.
12. Yayasan Berita Hidup Indonesia dan KINDER NOT HILFE (KNH) Germany selaku yayasan sosial yang telah mensponsori pendidikan Penulis dari TK
sehingga Penulis bisa terus sekolah hingga ke jenjang Perguruan Tinggi. Terima
kasih atas dukungan doa dan dana yang diberikan. Tanpamu Penulis tidak bisa
kuliah.
13. Orang Tua Asuh Sponsor Penulis terkasih yang saat ini berada di Jerman.
Apalah arti sebuah nama jika tanpa nama pun, kau selalu mencurahkan segala
yang terbaik untuk biaya sekolah dan biaya kuliah yang Penulis perlukan. Dan
sejujurnya Penulis ingin sekali mengetahui nama orang tua asuh sponsor yang
selama ini Penulis tidak mengetahuinya.
14. Kepala Departemen Pengembangan Masyarakat Berita Hidup Indonesia, Bapak
Wusana Hutama Wardhana, beserta staffnya Ibu Dina Paulus, S.Th, M.Th,
Bapak Stevanus Sugito, Bapak Boekit serta mantan Kepala Departemen
Pengembangan Masyarakat Berita Hidup Bapak Etika Saragih, S.Th, M.Pd ,
mantan staff Ibu Eli Mei A, yang telah mendukung, menyemangati Penulis
commit to user
x
15. Ibu Eunike Sutinah, Bapak Nurwadi, Bapak Joel Yadi Jeremieh selaku guru
pembimbing dan pengasuh di Day Care Centre Berita Hidup Mojosongo 28007 yang telah member Penulis kesempatan untuk mengajar anak-anak asuh dari
keluarga kurang mampu dan belajar dalam segala hal. Terima kasih atas
dukungan doa yang ibu Eunike berikan sehingga Penulis bisa menyelesaikan
penulisan hukum ini. Tuhan Memberkati.
16. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam menyelesaikan penyusunan penulisan hukum (Skripsi) ini,
terima kasih yang setulusnya.
Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan yang Penulis miliki, maka
dalam penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang menunjang bagi kesempurnaan penulisan hukum
ini.
Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, almamater, masyarakat serta pihak-pihak yang memerlukan,
sehingga tidak menjadi suatu karya yang sia-sia nantinya.
Surakarta, Januari 2011
commit to user
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 16
1. Tinjauan tentang Penasihat Hukum ... 16
a. Pengertian Penasihat Hukum ... 16
b. Kedudukan Penasihat Hukum……… 17
c. Fungsi Penasihat Hukum……….. 18
d. Hak-Hak dan Kewajiban Penasihat Hukum………….. … 20
e. Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma……… 24
commit to user
xii
2. Tinjauan tentang Pembelaan Penasihat Hukum
Dalam Hukum Acara Pidana... 34
3. Tinjauan tentang Terdakwa ... 36
4. Tinjauan tentang Teori-Teori Pemidanaan... 40
a. Teori Absolut... 40
b. Teori Relatif... 41
c. Teori Gabungan ... 42
B. Kerangka Pemikiran ... 44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 47
1. Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto ... 50
A. Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa di Dalam Persidangan ... 50
1. Dasar Hukum Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa ... 51
2. Teknik Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa... 59
B Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa di Luar Persidangan ... 64
2. Hambatan yang Dihadapi Penasihat Hukum Terdakwa dan Cara Mengatasinya ... 69
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 71
B. Saran……….75
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum. Prinsip ini selanjutnya secara tegas
dituangkan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 amandemen ketiga yang menegaskan bahwa
Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum, negara mengakui
dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar
belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan
sama di hadapan hukum (equality before the law). Menurut Jimly
Asshiddiqie, idealnya dalam negara hukum (rechtsstaat) negara mengakui
dan melindungi hak asasi manusia setiap individu. Dalam suatu negara
hukum semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality
before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga
dengan persamaan perlakuan (equal treatment). Pengakuan negara
terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di
hadapan hukum bagi semua orang (Jimly Asshiddiqie, 2008 : 3).
Hukumlah yang menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia bertindak
dalam segala segi kehidupannya.
“Sebagai negara hukum, Indonesia berusaha untuk menegakkan supremasi hukum, dimana segala persoalan harus ditangani sesuai dengan hukum yang berlaku. Demikian juga apabila terjadi pertentangan individu dalam masyarakat yang juga melanggar ketentuan dalam aturan hukum atau yang sering juga disebut dengan kejahatan. Dilihat secara sosio kriminologis kejahatan adalah suatu gejala normal dalam setiap masyarakat, bagaimanapun bentuknya masyarakat itu, dimana saja dan kapan saja” (Djoko Prakoso, 1988 : 18).
Salah satu pelanggaran hukum yang banyak terjadi di Indonesia
commit to user
diajukan ke muka pengadilan tetapi banyak juga yang diselesaikan secara
“damai” di tempat kejadian perkara pelanggaran. Peristiwa dalam lalu
lintas bukan hanya semacam pelaggaran saja, akan tetapi dapat pula
terjadi tindak pidana kejahatan yang salah satunya mengakibatkan matinya
nyawa orang lain entah itu karena sengaja (tabrak lari) atau pun tidak
sengaja (http://www.detiknews.com/read/2010/01/11/164410/1276051/10/
polisi-karanganyar-penanganan-kasus-lanjar-sesuai prosedur> [20 Juni
2010 pukul 14.24]).
Pidana kejahatan dalam berlalu lintas, khususnya yang tidak
disengaja dialami oleh Lanjar Sriyanto. Dalam hal ini Lanjar Sriyanto
mengalami kecelakaan yang mengakibatkan istrinya meninggal dunia
sehingga Lanjar dianggap sebagai tersangka atas kematian istrinya. Kasus
bermula saat Lanjar bersama istrinya (korban Saptaningsih) dan seorang
anaknya (Samto Warih Waluyo) berboncengan menggunakan sepeda
motor lalu tertabrak mobil. Istri Lanjar Sriyanto tewas dan anaknya
luka-luka, sehingga polisi memperkarakan Lanjar Sriyanto dengan tuduhan
berbuat lalai hingga menghilangkan nyawa orang lain, padahal Lanjar
Sriyanto sendiripun juga menjadi korban. Setelah Penyidik mendapatkan
bukti-bukti yang cukup, diketahui bahwa yang menjadi penyebab
meninggalnya istri Lanjar Sriyanto ( korban Saptaningsih) adalah di tabrak
mobil roda empat (Suzuki Panter) yang melaju dari arah berlawanan,
bukan dari jatuhnya korban ke aspal jalan raya. Hal tersebut di kuatkan
oleh Visum Et Repertum nomor: VER/ 14/X/ 2009 tanggal 16 Oktober
2009 atas nama Saptaningsih, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. C.
Kunto Aji TS, dokter pada Rumah Sakit TNI AU Lanud. Adi Soemarmo
Surakarta. Lanjar Sriyanto kemudian ditetapkan sebagai Tersangka atas
tewasnya istri dalam kecelakaan di jalan Colomadu-Solo, desa Gajahan,
Colomadu, Karanganyar, September 2009 silam. Anehnya, Lanjar
Sriyanto yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas justru ditetapkan
commit to user
KUHP yakni berbuat lalai yang menyebabkan kematian seseorang.
Sementara pengemudi mobil Suzuki Panther yang telah menabrak korban
tidak ikut terseret dalam kasus hukum tersebut.
Kasus Lanjar Sriyanto merupakan gambaran dari sisi masyarakat
yang memiliki nilai kehidupan kelas bawah yang artinya dari segala aspek
kehidupannya baik dalam aspek hukum, ekonomi, sosial dan pendidikan
tidak tercukupi dengan baik. Lanjar Sriyanto saat dihadapkan ke depan
persidangan, dia tidak memiliki pengatahuan apa-apa mengenai hukum
dan bagaimana menghadapi hukum itu sendiri. Masyarakat yang tidak
mengerti hukum seperti Lanjar Sriyanto merupakan komoditi yang sangat
“empuk” bagi oknum-oknum penegak hukum yang tidak bertanggung
jawab. “Pendukung Lanjar menuding peradilan kasus yang menewaskan
istri Lanjar, Saptaningsih, itu sarat manipulasi. Mereka bahkan menuding
para jaksa sebagai mafia peradilan” (metrotvnewscom tanggal 19 Februari
2010).
Kasus Lanjar Sriyanto diatas tidak sesuai dengan apa yang
tercantum dalam pasal 28 D ayat 1, yang berbunyi : “Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kasus yang menimpa
Lanjar Sriyanto tersebut adalah salah satu contoh dari ketidakadilan
hukum di Indonesia. Peristiwa tersebut menjadikan negara Indonesia saat
ini salah satu negara yang dianggap telah banyak melakukan pelanggaran
hukum dan HAM pada masa era reformasi.
Kasus kecelakaan lalu lintas yang menimpa Terdakwa Lanjar
Sriyanto tersebut menyita banyak perhatian publik, dugaan adanya mafia
peradilan yang dilakukan oleh oknum Polres Karanganyar dan Kajaksaan
Karanganyar kian terekpose di media massa. Kasus unik inilah yang
membuat Muhammad Taufiq, S.H, M.H selaku pemilik Law Firm
commit to user
menjadi Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto secara Probono
(cuma-cuma) (www.hukumonline.com-pernyataan-pengacara-lanjar-pers-
>5 Agustus 2010 pukul 17.43]).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang pembelaan hukum yang dilakukan oleh
Penasihat Hukum Lanjar Sriyanto baik di dalam persidangan dan di luar
persidangan beserta dasar hukum pembelaan hukum yang digunakan serta
berbagai hambatan yang dihadapi oleh Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar
Sriyanto sehubungan dengan perkara pidana kliennya, dalam penelitian
hukum dengan judul : ”PEMBELAAN PENASIHAT HUKUM PADA
PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN TERDAKWA
LANJAR SRIYANTO ( STUDI KASUS DI LAW FIRM MUHAMMAD
TAUFIQ, S.H, M.H & PARTNERS SURAKARTA )’’.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk
mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti
sehingga tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan
mendapatkan hasil yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang yang
dikemukakan sebelumnya, Penulis merumuskan permasalahan untuk
dikaji lebih rinci. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto
baik di dalam persidangan dan di luar persidangan pada saat perkara
diperiksa di pengadilan tingkat pertama yakni di Pengadilan Negeri ?
2) Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi Penasihat Hukum
Terdakwa Lanjar Sriyanto sehubungan dengan perkara hukum klien
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian tentunya harus mempunyai
tujuan-tujuan tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam
melangkah sesuai dengan maksud penelitian sehingga dari penelitian yang
dilakukan dapat memberikan data yang akurat sehingga dapat memberikan
manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berdasarkan landasan
tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk memperoleh gambaran jelas tentang bagaimana pembelaan
yang dilakukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto
baik di dalam persidangan maupun di luar persidangan pada saat
perkara diperiksa di pengadilan tingkat pertama yakni di
Pengadilan Negeri, guna mengetahui dasar hukum pembelaan
Penasihat Hukum di dalam persidangan serta teknik-teknik
pembelaan apa yang digunakan.
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi
Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto sehubungan dengan
perkara pidana klien yang ditanganinya serta bagaimana cara
mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun karya ilmiah untuk memenuhi persyaratan yang
diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat diambil
manfaatnya, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberi sumbangan pikiran dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada
khususnya.
b. Untuk mendalami teori-teori yang telah Penulis peroleh selama
menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta serta memberikan landasan untuk
penelitian lebih lanjut.
c. Salah satu usaha memperbanyak wawasan dan pengalaman
serta menambah pengetahuan tentang Hukum Acara pidana,
Hukum Pembuktian serta Hukum Acara Pidana Khusus.
d. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang sejenis
berikutnya, disamping itu sebagai pedoman bagi penelitian yang
lain.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok bahasan
dalam penelitian.
b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
dinamis sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan Penulis dalam bidang hukum
sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
d. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi
masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak
commit to user
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian.
Mengacu pada perumusan masalah, maka penelitian ini
termasuk penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris
merupakan penelitian-penelitian yang berupa studi-studi empiris yang
bertujuan menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan
mengenai proses bekerjanya hukum dalam masyarakat (Joko Purwono,
1993:17-18). Dalam penelitian ini, Penulis meneliti mengenai
pembelaan Penasihat Hukum pada kasus kecelakaan lalu lintas dengan
Terdakwa Lanjar Sriyanto yang ditangani oleh Muhammad Taufiq,
S.H, M.H, selaku pemilik Law Firm Muhammad Taufiq, S.H, M.H &
Patners, Advocates & Counsellors at Law Surakarta, Yossy Eka
Rahmanto, S.H sebagai advokat yang berkantor di Law Firm
Muhammad Taufiq, S.H, M.H & Partners Surakarta dan Budhi
Kuswanto, S.H, yang berkantor di “AKASYAF” Law Firm, Sumber,
Surakarta. Namun Penulis hanya melakukan penelitian di Law Firm
Muhammad Taufiq, S.H, M.H & Patners, Advocates & Counsellors at
Law karena di kantor advokat inilah 2 Penasihat Hukum Terdakwa
Lanjar Sriyanto yakni Muhammad Taufiq, S.H, M.H, dan Yossy Eka
Rahmanto, S.H berkantor dan sekaligus semua data dan berkas-berkas
pembelaan disimpan di kantor tersebut.
2. Sifat Penelitian
Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang
digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya.
Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa,
commit to user
menyusun teori-teori baru. Dari pengertian tersebut dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek yang
diteliti pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya. Jadi dari pengertian tersebut Penulis berusaha
untuk melukiskan mengenai pembelaan hukum yang dilakukan oleh
Penasihat Hukum untuk membela kepentingan kliennya pada kasus
kecelakaan lalu lintas dengan Terdakwa Lanjar Sriyanto.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum
ini bersifat kualitatif, yaitu pendekatan kasus (case approach) yang
digunakan oleh Penulis dengan mendasarkan pada data-data yang
dinyatakan oleh nara sumber secara lisan atau tertulis, dan juga
perilakunya yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh.
4. Jenis Data
Dalam penelitian hukum, data yang digunakan dapat dibedakan
antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan
bahan-bahan kepustakaan. Data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat dinamakan data primer (data dasar), sedangkan yang
diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data
sekunder, (Soerjono Soekanto, 2001:12). Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer.
Merupakan data atau fakta-fakta yang diperoleh langsung melalui
penelitian di lapangan termasuk keterangan dari responden yang
berhubungan dengan obyek penelitian dan praktek yang dapat
dilihat serta berhubungan dengan objek penelitian. Adapun yang
termasuk dalam data primer dalam penelitian ini adalah hasil
wawancara terhadap advokat dari Law Firm Muhammad Taufiq,
commit to user
Terdakwa Lanjar Sriyanto, sehingga diharapkan dapat memperoleh
hasil yang sebenarnya dari obyek yang diteliti.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang tidak secara langsung diperoleh dari lokasi
penelitian, atau keterangan-keterangan yang secara tidak langsung
diperoleh tetapi cara diperolehnya melalui studi pustaka,
buku-buku literatur, surat kabar, dokumen-dokumen, peraturan
perundang-undangan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang
berkaitan dengan penelitian hukum ini.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Law Firm Muhammad
Taufiq, S.H, M.H & Patners, Advocates & Counsellors at Law yang
beralamat di Jalan Dr. Rajiman Nomor 452 D Surakarta (Jalan
Songgorunggi Nomor 17 A, Surakarta), dimana 2 Penasihat Hukum
Terdakwa Lanjar Sriyanto yakni Muhammad Taufiq, S.H, M.H, dan
Yossy Eka Rahmanto, S.H berkantor dan sekaligus semua data dan
berkas-berkas pembelaan disimpan di kantor tersebut.
6. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh.
Berdasarkan jenis data, maka dapat ditentukan sumber data yang
digunakan untuk penelitian, sehingga untuk memperoleh data dan
informasi yang berkaitan dengan arah penelitian ini, sumber data yang
penulis gunakan adalah:
a. Sumber data primer.
Sumber data primer merupakan sumber data yang terkait langsung
dengan permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini yang menjadi
commit to user
advokat dari Law Firm Muhammad Taufiq, S.H, M.H & Partners
Surakarta sebagai Penasihat Hukum dari Terdakwa Lanjar
Sriyanto.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak
langsung memberikan keterangan dan bersifat melengkapi sumber
data primer. Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder
adalah buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, surat
kabar, dokumen-dokumen, dan sumber-sumber yang lain yang
mendukung penelitian. Adapun sumber data sekunder dalam
penelitian ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian :
1) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang
bersifat mengikat (Soerjono Soekanto, 2001:13). Dalam hal
ini adalah Undang Dasar 1945, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,
Kode Etik Advokat serta Peraturan Pemerintah Nomor 83
Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dan Putusan Pengadilan
Negeri Karanganyar Nomor 249/Pid.B/2009/PN.Kray atas
nama Lanjar Sriyanto tertanggal 04 Maret 2010.
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer
(Soerjono Soekanto, 2001:13). Bahan hukum sekunder ini
meliputi : jurnal-jurnal hukum, buku-buku mengenai hukum
commit to user
penulis peroleh dari perpustakaan pusat dan perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
3) Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder (Soerjono Soekanto, 2001:13). Bahan hukum tersier
seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan
Ensiklopedia.
7. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka mendapatkan data yang tepat, penulis
menggunakan tekhnik pengumpulan data, sebagai berikut:
a. Interview (wawancara)
Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika
seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan
dengan masalah yang penelitian kepada seorang responden.
(Amiruddin, 2006 : 82). Jenis wawancara dalam penelitian ini
adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan menggunakan
catatan-catatan dan kerangka pertanyaan yang telah ditentukan
pokok permasalahannya, namun masih dimungkinkan adanya
variasi pengujian dan kebebasan dalam memberikan pertanyaan
dengan mendasarkan pada situasi yang ada sehingga dapat digali
secara mendalam mengenai suatu masalah yang peneliti lakukan.
Wawancara langsung dilakukan terhadap narasumber, yaitu para
Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto selaku advokat yang
berkantor di Law Firm Muhammad Taufiq, S.H, M.H & Partners
Surakarta.
commit to user
Studi Kepustakaan yaitu cara memperoleh data dengan
mempelajari data dan menganalisa atas keseluruhan isi pustaka
dengan mengkaitkan pada permasalahan yang ada. Adapun pustaka
yang menjadi acuan adalah buku-buku/literatur, kamus hukum,
peraturan perundang-undangan, maupun dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan hukum ini.
F. Tehnik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses
pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori, dan uraian
dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong,
2002:183). Teknik analisis data merupakan suatu uraian tentang cara-cara
analisis, yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan
pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan
analisis yang sifatnya kualitatif. Dalam kaitannya untuk mencari jawaban
masalah penelitian, penulis mempergunakan model analisis interaktif
(interactive model of analysis). Analisis dalam penelitian kualitatif ini
terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu: reduksi data, sajian data, dan
penarikan simpulan dengan verifikasinya (H.B. Sutopo, 2002 : 91).
Selain itu dilakukan pula suatu proses antara tahap-tahap tersebut sehingga
yang terkumpul berhubungan satu sama lain secara otomatis dan
sistematis. Kegiatan tersebut terus-menerus, diulang-ulang sehingga
membentuk siklus yang memungkinkan menghasilkan kesimpulan akhir
yang memadai. Untuk lebih jelasnya teknik analisa data tersebut dapat
commit to user
(HB. Sutopo, Metoda Penelitian Hukum Kualitatif, 2002:13)
Keterangan :
a. Sistematika Pengumpulan Data
Merupakan proses pengumpulan data yang berupa data primer
yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian
dilapangan berupa hasil wawancara, informasi, keterangan, dan
sikap atau perilaku serta segala hal yang berhubungan dengan
pembelaan Penasihat Hukum maupun teknik-teknik pembelaan
hukum yang digunakan dalam perkara pidana kecelakaan lalu lintas
yang menimpa kliennya yakni Terdakwa Lanjar Sriyanto. Selain itu
digunakan pula data sekunder berupa peraturan
perundang-undangan, literatur, jurnal hukum, serta ensiklopedi untuk
menunjang kebutuhan data yang diperlukan Penulis.
b. Reduksi Data
Merupakan proses pemulihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transportasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data PENGUMPULAN DATA
PENYAJIAN DATA
commit to user
berupa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi data.
c. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan informasi deskripsi dalam
bentuk narasi yang memungkinkan dilakukannya penarikan
kesimpulan penelitian.
d. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Penarikan kesimpulan ini dilakukan setelah memahami arti dari
berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan
melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat.
Dengan model analisis ini maka Penulis harus bergerak diantara
empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data. Aktivitas yang
dilakukan dengan proses itu akan didapat yang benar-benar mewakili dan
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai,
maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan jalan
menjelaskan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data
yang diperoleh. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian Penulis
mengambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi
berhubungan terus menerus sehingga membuat siklus (H.B.Sutopo,
2002:94).
G. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh yang sesuai
dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka Penulis
menyiapkan suatu sistematika dalam penyusunan penulisan hukum.
Adapun sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab, dimana
commit to user
memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.
sistematika dalam penulisan hukum ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I dalam penulisan hukum ini terdiri dari Sub Bab Latar
Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian dan Metode Penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka dalam penulisan hukum ini adalah berisi
mengenai Tinjauan Tentang Penasihat Hukum, Tinjauan
Tentang Pembelaan Dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia, Tinjauan Tentang Tindak Pidana Yang
Diakibatkan Oleh Pelanggaran Lalu Lintas, Tinjauan
Tentang Terdakwa dan Tinjauan Tentang Teori-Teori
Pemidanaan.
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjawab pertanyaan yang telah disusun oleh
penulis dalam perumusan masalah. Bab ini memuat
berbagai pembelaan yang digunakan Penasihat Hukum
Terdakwa Lanjar Sriyanto serta dasar hukum pembelaannya
termasuk teknik-teknik pembelaan yang digunakan
Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar Sriyanto baik di dalam
persidangan maupun upaya lain di luar persidangan serta
cara-cara yang dipakai untuk mengatasi hambatan yang
timbul yang dihadapi Penasihat Hukum Terdakwa Lanjar
Sriyanto sehubungan dengan perkara pidana klien yang
ditanganinya.
BAB IV: PENUTUP
Bab ini memuat simpulan dan saran hasil penelitian dan
pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penasihat Hukum
a. Pengertian Penasihat Hukum
Dalam Pasal 1 angka 13 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) disebutkan “Penasihat Hukum adalah seorang yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar Undang-Undang
untuk memberi bantuan hukum atau jasa hukum” sedangkan
pengertian dari jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa
memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan hukum Klien, termasuk di dalamnya untuk
kepentingan dirinya sendiri. Menurut Mardjono Reksodipuro, Advokat
diambil dari kata Belanda advocaat yang diartikan sebagai seorang
penasihat dalam perkara hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan (Mardjono Reksodipuro, 2010:25).
Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat maka Undang-Undang inilah yang menjadi acuan,
sehingga definisi Penasihat Hukum adalah seseorang atau mereka yang
melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum
yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan dan
atau di dalam pengadilan bagi Klien sebagai mata pencahariannya
(Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat). Beberapa
definisi lagi mengenai pengertian Penasihat Hukum, antara lain:
1) Penasihat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang
commit to user
bantuan hukum (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 12, 2002:
143)
2) Penasihat Hukum (Advokat atau Pembela Perkara) adalah ahli
hukum yang memberi bantuan hukum dengan nasihat ataupun
langsung memberikan pembelaan kepada orang yang tersangkut
perkara di dalam persidangan. Jadi selaku pembela ia dapat
berpekara baik di dalam maupun di luar peradilan. (Ensiklopedi
Nasional Indonesia Jilid 14, 2004:205).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang digunakan di
Indonesia sebenarnya istilah yang baku dipakai adalah Penasihat
Hukum. Oleh sebab itu dari beberapa definisi yang dipaparkan di atas
mengenai Advokat (Penasihat Hukum), istilah yang Penulis pakai
dalam penulisan hukum ini adalah Penasihat Hukum.
b. Kedudukan Penasihat Hukum
Penasihat Hukum merupakan pengawal konstitusi dan hak asai
manusia, sehingga dalam menjalankan fungsinya mempunyai
kedudukan sebagai berikut :
1) Sebagai Penasihat Hukum (legal adviser)
Kedudukan Penasihat Hukum dapat terlihat dalam pemeriksaan
Tersangka oleh penyidik. pada tahap pemeriksaan ini hak dan
wewenang Penasihat Hukum sangat dibatasi, yakni hanya boleh
berhubungan dan berbicara dengan Tersangka atau Terdakwa,
namun tidak dibenarkan mengajukan interupsi terhadaap
pertanyaan penyidik. meskipun demikian apabila Tersangka atau
Terdakwa menghadapi kesulitan yang bersifat yuridis sebelum
Tersangka atau Terdakwa memberikan keterangan atas pertanyaan
penyidik dapat berkonsultasi lebih dulu dengan Penasihat
commit to user
memberikan bantuan hukum, namun terbatas pada pemberian
nasihat dalam persoalan hukum belaka.
2) Sebagai Pembela (pleite atau pleader)
Jika dalam pemeriksaan pendahuluan hak dan wewenang Penasihat
Hukum terbatas maka dalam pemeriksaan di sidang pengadilan
tidak lagi terbatas sebab pada tahap ini Penasihat Hukum dapat
menggunakan haknya seperti yang dimiliki oleh jaksa, misal hak
bertanya jawab, hak mengajukan pembuktian (termasuk saksi a
charge), surat surat dan alat bukti lainnya, dan hak mengajukan
pembelaan (pledoi).
3) Sebagai Penegak Hukum
Kedudukan Penasihat Hukum sebagai penegak hukum dapat
dikatakan demikian karena di samping kewajibannya menegakkan
hukum tapi juga karena adanya surat keputusan Mahkamah Agung
Nomor 1291/5/1990 yang menetapkan bahwa kedudukan
Penasihat Hukum adalah sejajar dengan alat penegak hukum
lainnya. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat maka jelas sudah posisi Penasihat
Hukumkhususnya Penasihat Hukum yang telah berpredikat mereka
telah memiliki status sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri
yang dijamin oleh hukum dan peraturan perUndang-Undangan,
(Ropaun Rambe, 2001:30).
c. Fungsi Penasihat Hukum
Secara garis besar fungsi Penasihat Hukum antara lain sebagai
berikut:
a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia; b. Memperjuangkan hak asasi manusia;
c. Melaksanakan Kode Etik Advokat;
commit to user
e. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan,kebenaran dan moralitas);
f. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat Advokat;
g. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus-menerus (continuous legal education) untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum;
h. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik Advokat, baik secara nasional maupun secara internasional; i. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang
merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi Advokat melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;
j. Memelihara kepribadian Advokat karena profesi Advokat yang terhormat (officium nobile);
k. Menjaga hubungan baik dengan Klien maupun dengan teman sejawat;
l. Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi Advokat;
m. Memberi pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal advice), konsultan hukum (legal consultation), pendapat hukum (legal opinion), informasi hukum (legal
information) dan menyusun kontrak-kontrak (legal
drafting);
n. Membela kepentingan Klien (litigasi) dan mewakili Klien di muka pengadilan (legal representation);
o. Memberikan bantuan hukum dengan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (melaksanakan Probono publico), (Daniel S.Lev, 2001:89-98).
Kendati keberadaan dan fungsi Penasihat Hukum sudah
berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan
perUndang-Undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat masih
berdasarkan pada peraturan perUndang-Undangan peninggalan jaman
kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement op de Rechterlijke
Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847: 23 jo
Stb 1848:57) Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan
penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der
commit to user
Dewuwaarders (Stb 1848: 8), Bevoegdheid department hoofd in
burgelijke zaken van land (Stb 1910 : 446 jo. Stb 1922: 523) dan
Vetegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S. 1922: 522),
(PERADI, 2007:21).
d. Hak-Hak Dan Kewajiban Penasihat Hukum
Penasihat Hukum dalam membela perkara hukum Kliennya
melekat segala kewajiban dan hak-haknya. Penasihat Hukum
mempunyai hak-hak dalam melakukan pembelaan dan diatur dalam
Pasal 69-73 KUHAP dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Hak untuk mendampingi Klien selama proses penyelidikan dan penyidikan.
2. Penasihat Hukum berhak menghubungi Tersangka atau Terdakwa sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan (Pasal 69 KUHAP).
3. Penasihat Hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan Tersangka atau Terdakwa pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya (Pasal 70 KUHAP).
4. Penasihat Hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan Tersangka atau Terdakwa diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan (Pasal 71 KUHAP).
5. Penasihat Hukum berhak mendapat turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pernbelaannya dari pejabat yang bersangkutan (Pasal 72).
6. Tersangka atau Terdakwa setiap kali dikehendaki olehnya Penasihat Hukum berhak mengirim dan menerima surat (Pasal 73 KUHAP).
7. Hak untuk maju di muka pengadilan.
8. Hak atas kebebasab dan perlindungan dalam menjalankan fungsinya.
9. Hak untuk ikut menentukan kebijakan dalam sistem peradilan.
10. Hak untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penanganan perkara.
commit to user
12. Hak untuk mewakili Klien dalam pelaksanaan putusan hakin.
13. Hak untuk menjalankan fungsi arbitrase dan mediasi dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
14. Hak atas rahasia jabatan, (Rusli Muhammad, 2006:68-70).
Menurut Ropaun Rambe, selain hak-hak Penasihat Hukum di atas,
hak-hak Penasihat Hukum dapat ditambah lagi menjadi :
1. Hak retensi agar diindahkan sepanjang tidak merugikan orang lain.
2. Honorarium dalam batas kelayakan sesuai kemampuan Klien
(Ropaun Rambe, 2001:59).
Hubungan hak antara Penasihat Hukum dengan Terdakwa dapat
diperinci sebagai berikut:
1. Hak Penasihat Hukum untuk:
a. Menghubungi Terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan.
b. Hak berbicara dengan Terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan.
c. Hak menghubungi dan berbicara tersebut dapat dilakukan Penasihat Hukum pada setiap saat demi kepentingan pembelaannya.
Dari ketentuan Pasal 69 dan 70 hak Penasihat Hukum menghubungi dan berbicara dengan Terdakwa telah dapat dilakukan sejak pemeriksaan penyidikan, penangkapan atau penahanan. Tidak lagi seperti ketentuan HIR yang hanya member hak bagi Penasihat Hukum menghubungi dan Berbicara kepada Terdakwa setelah sampai pada taraf pemeriksaan proses peradilan.
2. Setiap hubungan dan pembicaraan antara Penasihat Hukum dengan Terdakwa:
a. Dilakukan secara bebas tanpa pengawasan dari pejabat penyidik atau petugas Rutan selama pemeriksaan perkara dalam tingkat penyidikan atau penuntutan. b. Peringatan atas hubungan pembicara boleh dilakukan
oleh pejabat yang bersangkutan apabila terdapat bukti bahwa hubungan pembicaraan tersebut telah disalahgunakan oleh Penasihat Hukum.
commit to user
menyalahgunakan haknya, barulah hubungan pembicaraan “diawasi” oleh pejabat yang bersangkutan. d. Apabila setelah diawasipun ternyata Penasihat Hukum masih tetap menyalahgunakan haknya maka hubungan pembicaraan tersebut “disaksikan” oleh pejabat yang bersangkutan.
e. Apabila setelah disaksikanpun ternyata masih dilakukan penyalahgunaan oleh Penasihat Hukum, hubungan selanjutnya “dilarang”.
f. Dalam keadaan hubungan pembicaraan antara Penasihat Hukum berada dalam keadaan diawasi sebagaimana yang dimaksud Pasal 70 ayat 3 maka Pasal 71 ayat 1 menentukan: hubungan pembicaraan tersebut diawasi; tanpa mendengar isi pembicaraan (within sight but not whitin hearing).
g. Jika kejahatan yang didakwakan terhadap Terdakwa merupakan kejahatan tersebut keamanan negara, pejabat yang bersangkutan akan melihat dan mendengar isi pembicaraan antara Terdakwa dengan Penasihat Hukum. Dalam hal ini pejabat yang bersangkutan berkedudukan sebagai (within sight and within hearing) hubungan pembicaraan Terdakwa dengan Penasihat Hukum (Pasal 71 ayat 2).
3. Hak Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan (Pasal 115) KUHAP memberi hak kepada Terdakwa untuk memberikan bantuan sejak saat dilakukan terhadap pemeriksaan penyidikan. Untuk itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 115 Undang-Undang telah mengatur sampai dimana dan bagaimana tata cara hubungan tersebut. Namun demikian, untuk melihat secara keseluruhan hak Penasihat Hukum tersebut adalah bersifat:
a. Fakultatif, dalam arti hak itu tidak dapat dipaksakannya kepada pejabat penyidik. Semata-mata tergantung pada kehendak dan pendapat penyidik, apakah dia akan memperbolehkan atau tidak Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan.
b. Pasif, dalam arti kehadiran Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan hanya “ melihat dan mendengar (within sight and within wearing)” isi dan jalannya pemeriksaan. Tetapi tidak boleh campur tangan dan ambil bagian memberikan nasihat pada pemeriksaan penyidikan yang sedang berlangsung. c. Sifat pasif ini semakin dibatas dalam hal pemeriksaan
commit to user
melihat tanpa mendengan jalannya pemeriksaan (Pasal 115 ayat 2).
d. Penasihat Hukum berhak mendapat turunan berita acara pemeriksaan. Guna kepentingan pembelaan. Turunan berita acara dimaksud baru diberikan jika ada
f. Larangan membatasi hak kebebasan hubungan Penasihat Hukum dengan Tedakwa terhitung sejak: 1. Setelah perkara dilimpahkan oleh Penuntut Umum
kepada Pengadilan Negeri untuk disidangkan. 2. Tembusannya disampaikan kepada Terdakwa atau
Penasihat Hukumnya, (M. Yahya Harahap, 2002:112-117).
Penasihat Hukum dalam menjalankan fungsi profesinya serta
dalam melakukan pembelaan terhadap perkara hukum Kliennya, selain
mempunyai berbagai hak hukum, Penasihat Hukum disertai pula
dengan kewajiban-kewajiban hukum. Kewajiban Penasihat Hukum
antara lain sebagai berikut
1.Melindungi kepentingan hukum Kliennya.
Apabila seorang Penasihat Hukum telah menerima kuasa dari seorang Klien dalam suatu urusan kriminal kewajibannya adalah melindungi Klien itu. perlindungan Penasihat Hukumterhadap Kliennya ini tidak saja di siding pengadilan dimana Kliennya itu berhadapan dengan hakim dan penuntut umum tetapi juga pada saat Kliennya diproses pada tingkat pemerikasaan pendahuluan oleh penyidik. Kewajiban melindungi Klien ini agar Klien tersebut terhindar dari kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang khususnya dari penyidik dan terkadang menjurus pada intimidasi dan kekerasan.
2.Kewajiban untuk memenuhi kualifikasi sebagai Advokat atau Penasihat Hukum.
3.Menghormati institusi dan proses peradilan.
commit to user
Menurut Ropaun Rambe, selain kewajiban seperti yang
dicantumkan di atas, seorang Penasihat Hukum yang profesional
mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
1. Mendahulukan Kepentingan Klien daripada kepentingan pribadi.
2. Harus mengutamakan penyelesaian perkara dengan damai. 3. Tidak memberikan keterangan yang menyesatkan tentang
perkara.
4. Tidak menjanjikan perkara menang yang ditanganinya. 5. Tidak membatasi kebebasan seseorang terhadap orang lain. 6. Tidak menyangkut-pautkan perkara yang satu dengan
lainnya.
7. Tidak membeda-bedakan Klien yang miskin dan yang kaya dalam memberikan bantuan hukum.
8. Menjaga kehormatan profesi dan harkat martabat diri. 9. Mengutamakan Hukum Adat sebagai sumber hukum,
(Ropaun Rambe, 2001:59).
e. Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma
Penasihat Hukum dalam kedudukannya sebagai sutau profesi
yang mulia atau lebih dikenal dengan istilah officium nobile
berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat berbunyi “Advokat wajib memberikan bantuan
hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak
mampu”. Selain menangani perkara dengan menetapkan suatu legal
fee atau honorarium, Penasihat Hukum juga memiliki kewajiban dalam
memberikan bantuan hukum untuk kaum miskin dan buta huruf.
Perolehan pembelaan dari seorang Penasihat Hukum atau pembela
umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang sangat
mendasar bagi setiap orang dan oleh karena itu merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang (justice for all).
(public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid
institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum.
Tidak adil kiranya bilamana orang yang mampu saja yang dapat
commit to user
masalah hukum. Sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan
hanya karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang
Penasihat Hukum yang tidak terjangkau oleh mereka. Kalau ini sampai
terjadi maka asas persamaan di hadapan hukum tidak tercapai (Aminah
Humairoh, 2010:8).
Secara ideal dapat dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan
tanggung jawab sosial dari Penasihat Hukum. Oleh sebab itu Penasihat
Hukum dituntut agar dapat mengalokasikan waktu dan juga sumber
daya yang dimilikinya untuk orang miskin yang membutuhkan bantuan
hukum secara Cuma-Cuma atau Probono, (Amnesty International,
1998:22). Pemberian bantuan hukum oleh Penasihat Hukum bukan
hanya dipandang sebagai suatu kewajiban an sich namun harus
dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi dan tanggung jawab
sosial (social contribution and social liability) dalam kaitannya dengan
peran dan fungsi sosial dari profesi Penasihat Hukum. Adanya
Peraturan Pemerintah (PP) No.83 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan
Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma yang
merupakan pelaksanaan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat yang mengisyaratkan Penasihat Hukum wajib
memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari
keadilan yang tidak mampu. Selain itu fakir miskin yang frustrasi dan
tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari organisasi
bantuan hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak sosial
(social upheaval) antara lain melakukan kekerasan, huru-hara, dan
pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan Von Briesen sebagai
berikut (Dicey A.V, 1959:56) :
commit to user (Dicey A.V, 1959: 56).
(Bantuan hukum mempunyai peranan yang sangat penting untuk melindungi kaum miskin dari, karena hal ini menjamin dan melindungi hak-hak mereka; baik untuk pekerja/buruh laki-laki maupun pekerja/ buruh perempuan, mendapat penghidupan rumah tangga yang lebih baik; hal ini bertolak belakang dari tendensi komunis; bahwa pahan yang terbaik adalah sosialis dimana membawa kaum miskin tidak mempunyai hak-hak untuk meningkatkan penghidupan, (A.V Dicey, 1959: 56).
Melihat kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat
memperoleh bantuan hukum secara memadai, walaupun pada tahun
2003 Undang-Undang Advokat telah diundangkan
(http://www.mail-archive.com/cikeas @yahoogroups .com /msg22404.html diakses 5
September 2010 pukul 12.15 WIB). Undang-Undang Advokat ini
memang mengakui bantuan hukum sebagai suatu kewajiban Penasihat
Hukum, namun tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud
dengan bantuan hukum dan bagaimana memperolehnya. Selama ini
adalah adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan hukum dalam
bentuk ada kantor-kantor Advokat yang mengaku sebagai lembaga
bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut
fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya
merupakan kewajiban dari Advokat. Selain kantor Advokat mengaku
sebagai organisasi bantuan hukum juga ada organisasi bantuan hukum
yang berpraktik komersial dengan memungut fee untuk pemberian jasa
kepada Kliennya dan bukan diberikan kepada fakir miskin secara pro
bono publico (Ari Yusuf Amir, 2008:34).
Pada tanggal 31 Desember 2008 lalu pemerintah telah
mensahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 Tentang
Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara
Cuma-Cuma. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Pasal 22
commit to user
mengisyaratan Penasihat Hukum wajib memberikan bantuan hukum
secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Kurang lebih 5 tahun masyarakat dan Penasihat Hukum menunggu
Peraturan Pemerintah ini, karena dalam kurun waktu itu sebagian
Penasihat Hukum masih engan memberikan bantuan hukum secara
probono (Cuma-Cuma) ini. Tepatnya 6 bulan semenjak Peraturan
Pemerintah ini di sahkan atau sekitar tanggal 31 Juni 2009 seluruh
Penasihat Hukum sudah wajib mejalankan fungsi sosialnya, tanpa
alasan apapun kecuali ada hal lain yang ditentukan oleh
Undang-Undang Advokat atau kode etik Advokat,
(http://www.legalitas.org/content/
implementasi-bantuan-hukum-dan-permasalahannya-peraturan-pemerintah-nomor-83-tahun-2008>[1
Oktober 2010 pukul 16.44 WIB]).
Bantuan hukum pada dasarnya adalah hak dari semua orang yang
diperoleh tanpa bayar/Cuma-Cuma (Probono publicio) (Peraturan
Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma). Termasuk bagi
masyarakat yang tidak mampu ketika ia berhadapan dengan hukum.
Hal ini dijamin dalam UUD RI 1945 Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi
“fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara”. Bantuan
hukum itu sifatnya membela kepentingan masyarakat terlepas dari latar
belakang, etnisitas, asal-usul, keturunan, warna kulit, ideologi,
keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan kelompok orang yang
dibelanya. Tidak sedikit individu maupun kelompok masyarakat tidak
mampu sebagai pencari keadilan “kecewa” kepada hukum karena
keadilan yang ia cari tidak didapatkannya hanya karena ia tidak
mampu membayar jasa Penasihat Hukum dalam rangka menangani
dan menyelesaikan masalah hukumnya. Dengan dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara
commit to user
perwujudan pelaksanaan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 Tentang Advokat, maka warga masyarakat yang tidak mampu
secara ekonomis tidak perlu lagi khawatir tatkala ia berurusan dengan
hukum dan bagaimana cara menyelesaikannya baik didalam maupun
diluar pengadilan karena dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah
terjamin hak untuk mendapat bantuan hukum Cuma-Cuma (tanpa
bayar) dari Penasihat Hukum, jika Penasihat Hukum menolak maka
akan mendapat sanksi, misalnya diberhentikan menjadikan Penasihat
Hukum, (Rianda Seprasia, 2008:2). Bantuan hukum Cuma-Cuma bagi
masyarakat menurut Pasal 1 (3) Peraturan Pemerintah Nomor 83
Tahun 2008 adalah jasa hukum yang diberikan Penasihat Hukum tanpa
menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan
yang tidak mampu.
Profesi Penasihat Hukum seringkali mengalami hambatan
dituduh oleh masayarakat dengan cap buruk karena ideologinya yang
sejalan dengan Terdakwa yang dibelanya, dianggap menghisap Klien
secara materi, serta adanya pandangan bahwa seorang Advokat sering
kali membantu Klien dalam melakukan tindak pidana. Sebagai contoh
dalam pembelaan masalah tindak pidana pencucian uang terkadang
seorang Advokat dianggap membantu Klien memindahkan hasil tindak
pidana melalui pembayaran jasa hukum atau legal fee. Adapun
beberapa alasan Penasihat Hukum melakukan bantuan hukum atau jasa
hukum secara Probono (Cuma-Cuma) adalah sebagai berikut :
1. Didasari oleh tanggungjawab moral dan pertimbngan kemanusiaan.
2. Disebabkan oleh kondisi ekonomi Klien yaitu bahwa Klien tidak mampu atau akan menemui kesulitan jika harus memenuhi legal fee.
commit to user
4. Dilandasi alasan demi kepentingan hukum, yaitu pandangan bahwa setiap orang yang terlibat suatu perkara berhak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundng-undngan yang berlaku. 5. Didasari oleh tuntutan profesi yang memang memiliki
aspek sosial, yakni ikut menjamin tersedianya akses setiap masyarakat untuk mendapatkan bantuan hukum, serta tuntutan profesi untuk tidk membeda-bedakan Klien yang diwakili.
6. Bekerja atau pernah bekerja di lembaga-lembaga bantuan hukum.
7. Ditunjuk oleh organisasi Advokat yang menaunginya dalam merealisasikan program yang telah ditentukan oleh organisasi
8. Ditugaskan oleh kantor tempat Penasihat Hukum yang bersangkutan bekerja sebagai bagian dari kebijakan, (Daniel S.Lev, 2001:132).
f Hubungan Penasihat Hukum Dengan Klien
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
pengertian Klien adalah orang/ subyek hukum yang dengan
memberikan kuasa diberikan bantuan hukum oleh Penasihat Hukum
atau oleh mereka yang menjalankan fungsi Penasihat Hukum. Klien
merupakan orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa
dan atau bantuan hukum dari Penasihat Hukum. Penasihat Hukum
disebut juga sebagai officer of the court. Advokat sebagai officer of the
court pastilah mempunyai hubungan dengan Kliennya, sehingga
terdapat dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut :
1. Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar Penasihat
Hukum selalu tunduk pada ketentuan Undang-Undang atau
berperilaku yang patut dan pantas terhadap Kliennya.
2. Karena Penasihat Hukum harus membela Kliennya semaksimal
mungkin, maka Penasihat Hukum harus hati-hati dan tunduk
sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku, (Daniel S.L ev,