• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat simpulan dan saran hasil penelitian dan pembahasan.

DAFTAR PUSTAKA

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penasihat Hukum

a. Pengertian Penasihat Hukum

Dalam Pasal 1 angka 13 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan “Penasihat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar Undang-Undang untuk memberi bantuan hukum atau jasa hukum” sedangkan pengertian dari jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Klien, termasuk di dalamnya untuk kepentingan dirinya sendiri. Menurut Mardjono Reksodipuro, Advokat diambil dari kata Belanda advocaat yang diartikan sebagai seorang penasihat dalam perkara hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan (Mardjono Reksodipuro, 2010:25).

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat maka Undang-Undang inilah yang menjadi acuan, sehingga definisi Penasihat Hukum adalah seseorang atau mereka yang melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan dan atau di dalam pengadilan bagi Klien sebagai mata pencahariannya (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat). Beberapa definisi lagi mengenai pengertian Penasihat Hukum, antara lain: 1) Penasihat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang

commit to user

bantuan hukum (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 12, 2002: 143)

2) Penasihat Hukum (Advokat atau Pembela Perkara) adalah ahli hukum yang memberi bantuan hukum dengan nasihat ataupun langsung memberikan pembelaan kepada orang yang tersangkut perkara di dalam persidangan. Jadi selaku pembela ia dapat berpekara baik di dalam maupun di luar peradilan. (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 14, 2004:205).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang digunakan di Indonesia sebenarnya istilah yang baku dipakai adalah Penasihat Hukum. Oleh sebab itu dari beberapa definisi yang dipaparkan di atas mengenai Advokat (Penasihat Hukum), istilah yang Penulis pakai dalam penulisan hukum ini adalah Penasihat Hukum.

b. Kedudukan Penasihat Hukum

Penasihat Hukum merupakan pengawal konstitusi dan hak asai manusia, sehingga dalam menjalankan fungsinya mempunyai kedudukan sebagai berikut :

1) Sebagai Penasihat Hukum (legal adviser)

Kedudukan Penasihat Hukum dapat terlihat dalam pemeriksaan Tersangka oleh penyidik. pada tahap pemeriksaan ini hak dan wewenang Penasihat Hukum sangat dibatasi, yakni hanya boleh berhubungan dan berbicara dengan Tersangka atau Terdakwa, namun tidak dibenarkan mengajukan interupsi terhadaap pertanyaan penyidik. meskipun demikian apabila Tersangka atau Terdakwa menghadapi kesulitan yang bersifat yuridis sebelum Tersangka atau Terdakwa memberikan keterangan atas pertanyaan penyidik dapat berkonsultasi lebih dulu dengan Penasihat Hukumnya. Dalam keadaan demikian penasihat hukum dapat

commit to user

memberikan bantuan hukum, namun terbatas pada pemberian nasihat dalam persoalan hukum belaka.

2) Sebagai Pembela (pleite atau pleader)

Jika dalam pemeriksaan pendahuluan hak dan wewenang Penasihat Hukum terbatas maka dalam pemeriksaan di sidang pengadilan tidak lagi terbatas sebab pada tahap ini Penasihat Hukum dapat menggunakan haknya seperti yang dimiliki oleh jaksa, misal hak bertanya jawab, hak mengajukan pembuktian (termasuk saksi a charge), surat surat dan alat bukti lainnya, dan hak mengajukan pembelaan (pledoi).

3) Sebagai Penegak Hukum

Kedudukan Penasihat Hukum sebagai penegak hukum dapat dikatakan demikian karena di samping kewajibannya menegakkan hukum tapi juga karena adanya surat keputusan Mahkamah Agung Nomor 1291/5/1990 yang menetapkan bahwa kedudukan Penasihat Hukum adalah sejajar dengan alat penegak hukum lainnya. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat maka jelas sudah posisi Penasihat Hukumkhususnya Penasihat Hukum yang telah berpredikat mereka telah memiliki status sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perUndang-Undangan, (Ropaun Rambe, 2001:30).

c. Fungsi Penasihat Hukum

Secara garis besar fungsi Penasihat Hukum antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia; b. Memperjuangkan hak asasi manusia;

c. Melaksanakan Kode Etik Advokat;

d. Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran;

commit to user

e. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan,kebenaran dan moralitas);

f. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat Advokat;

g. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus-menerus (continuous legal education) untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum;

h. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik Advokat, baik secara nasional maupun secara internasional; i. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang

merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi Advokat melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;

j. Memelihara kepribadian Advokat karena profesi Advokat yang terhormat (officium nobile);

k. Menjaga hubungan baik dengan Klien maupun dengan teman sejawat;

l. Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi Advokat;

m. Memberi pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal advice), konsultan hukum (legal consultation), pendapat hukum (legal opinion), informasi hukum (legal

information) dan menyusun kontrak-kontrak (legal

drafting);

n. Membela kepentingan Klien (litigasi) dan mewakili Klien di muka pengadilan (legal representation);

o. Memberikan bantuan hukum dengan Cuma-Cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (melaksanakan Probono publico), (Daniel S.Lev, 2001:89-98).

Kendati keberadaan dan fungsi Penasihat Hukum sudah berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan perUndang-Undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat masih berdasarkan pada peraturan perUndang-Undangan peninggalan jaman kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement op de Rechterlijke

Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847: 23 jo

Stb 1848:57) Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en

commit to user

Dewuwaarders (Stb 1848: 8), Bevoegdheid department hoofd in

burgelijke zaken van land (Stb 1910 : 446 jo. Stb 1922: 523) dan

Vetegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S. 1922: 522), (PERADI, 2007:21).

d. Hak-Hak Dan Kewajiban Penasihat Hukum

Penasihat Hukum dalam membela perkara hukum Kliennya melekat segala kewajiban dan hak-haknya. Penasihat Hukum mempunyai hak-hak dalam melakukan pembelaan dan diatur dalam Pasal 69-73 KUHAP dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Hak untuk mendampingi Klien selama proses penyelidikan dan penyidikan.

2. Penasihat Hukum berhak menghubungi Tersangka atau Terdakwa sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan (Pasal 69 KUHAP).

3. Penasihat Hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan Tersangka atau Terdakwa pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya (Pasal 70 KUHAP).

4. Penasihat Hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan Tersangka atau Terdakwa diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan (Pasal 71 KUHAP).

5. Penasihat Hukum berhak mendapat turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pernbelaannya dari pejabat yang bersangkutan (Pasal 72).

6. Tersangka atau Terdakwa setiap kali dikehendaki olehnya Penasihat Hukum berhak mengirim dan menerima surat (Pasal 73 KUHAP).

7. Hak untuk maju di muka pengadilan.

8. Hak atas kebebasab dan perlindungan dalam menjalankan fungsinya.

9. Hak untuk ikut menentukan kebijakan dalam sistem peradilan.

10. Hak untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penanganan perkara.

11. Hak untuk menjalankan pengawasan terhadap proses peradilan dan perilaku aparat penegak hukum.

commit to user

12. Hak untuk mewakili Klien dalam pelaksanaan putusan hakin.

13. Hak untuk menjalankan fungsi arbitrase dan mediasi dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

14. Hak atas rahasia jabatan, (Rusli Muhammad, 2006:68-70).

Menurut Ropaun Rambe, selain hak-hak Penasihat Hukum di atas, hak-hak Penasihat Hukum dapat ditambah lagi menjadi :

1. Hak retensi agar diindahkan sepanjang tidak merugikan orang lain. 2. Honorarium dalam batas kelayakan sesuai kemampuan Klien

(Ropaun Rambe, 2001:59).

Hubungan hak antara Penasihat Hukum dengan Terdakwa dapat diperinci sebagai berikut:

1. Hak Penasihat Hukum untuk:

a. Menghubungi Terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan.

b. Hak berbicara dengan Terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan.

c. Hak menghubungi dan berbicara tersebut dapat dilakukan Penasihat Hukum pada setiap saat demi kepentingan pembelaannya.

Dari ketentuan Pasal 69 dan 70 hak Penasihat Hukum menghubungi dan berbicara dengan Terdakwa telah dapat dilakukan sejak pemeriksaan penyidikan, penangkapan atau penahanan. Tidak lagi seperti ketentuan HIR yang hanya member hak bagi Penasihat Hukum menghubungi dan Berbicara kepada Terdakwa setelah sampai pada taraf pemeriksaan proses peradilan.

2. Setiap hubungan dan pembicaraan antara Penasihat Hukum dengan Terdakwa:

a. Dilakukan secara bebas tanpa pengawasan dari pejabat penyidik atau petugas Rutan selama pemeriksaan perkara dalam tingkat penyidikan atau penuntutan. b. Peringatan atas hubungan pembicara boleh dilakukan

oleh pejabat yang bersangkutan apabila terdapat bukti bahwa hubungan pembicaraan tersebut telah disalahgunakan oleh Penasihat Hukum.

c. Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan oleh Penasihat Hukum, dalam arti masih tetap

commit to user

menyalahgunakan haknya, barulah hubungan pembicaraan “diawasi” oleh pejabat yang bersangkutan. d. Apabila setelah diawasipun ternyata Penasihat Hukum masih tetap menyalahgunakan haknya maka hubungan pembicaraan tersebut “disaksikan” oleh pejabat yang bersangkutan.

e. Apabila setelah disaksikanpun ternyata masih dilakukan penyalahgunaan oleh Penasihat Hukum, hubungan selanjutnya “dilarang”.

f. Dalam keadaan hubungan pembicaraan antara Penasihat Hukum berada dalam keadaan diawasi sebagaimana yang dimaksud Pasal 70 ayat 3 maka Pasal 71 ayat 1 menentukan: hubungan pembicaraan tersebut diawasi; tanpa mendengar isi pembicaraan (within sight but not whitin hearing).

g. Jika kejahatan yang didakwakan terhadap Terdakwa merupakan kejahatan tersebut keamanan negara, pejabat yang bersangkutan akan melihat dan mendengar isi pembicaraan antara Terdakwa dengan Penasihat Hukum. Dalam hal ini pejabat yang bersangkutan berkedudukan sebagai (within sight and within hearing) hubungan pembicaraan Terdakwa dengan Penasihat Hukum (Pasal 71 ayat 2).

3. Hak Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan (Pasal 115) KUHAP memberi hak kepada Terdakwa untuk memberikan bantuan sejak saat dilakukan terhadap pemeriksaan penyidikan. Untuk itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 115 Undang-Undang telah mengatur sampai dimana dan bagaimana tata cara hubungan tersebut. Namun demikian, untuk melihat secara keseluruhan hak Penasihat Hukum tersebut adalah bersifat:

a. Fakultatif, dalam arti hak itu tidak dapat dipaksakannya kepada pejabat penyidik. Semata-mata tergantung pada kehendak dan pendapat penyidik, apakah dia akan memperbolehkan atau tidak Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan.

b. Pasif, dalam arti kehadiran Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan hanya “ melihat dan mendengar (within sight and within wearing)” isi dan jalannya pemeriksaan. Tetapi tidak boleh campur tangan dan ambil bagian memberikan nasihat pada pemeriksaan penyidikan yang sedang berlangsung. c. Sifat pasif ini semakin dibatas dalam hal pemeriksaan

yang berkenaan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. Dalam pemeriksaan yang demikian: Penasihat Hukum dapat hadir mengikuti pemeriksaan. Tapi hanya

commit to user

melihat tanpa mendengan jalannya pemeriksaan (Pasal 115 ayat 2).

d. Penasihat Hukum berhak mendapat turunan berita acara pemeriksaan. Guna kepentingan pembelaan. Turunan berita acara dimaksud baru diberikan jika ada permintaan dari Penasihat Hukum.

e. Penasihat Hukum berhak:

1. Mengirim surat kepada Terdakwa. 2. Menerima surat dari Terdakwa.

3. Hal itu dilakukan pada setiap waktu yang dikehendakinya.

f. Larangan membatasi hak kebebasan hubungan Penasihat Hukum dengan Tedakwa terhitung sejak: 1. Setelah perkara dilimpahkan oleh Penuntut Umum

kepada Pengadilan Negeri untuk disidangkan. 2. Tembusannya disampaikan kepada Terdakwa atau

Penasihat Hukumnya, (M. Yahya Harahap, 2002:112-117).

Penasihat Hukum dalam menjalankan fungsi profesinya serta dalam melakukan pembelaan terhadap perkara hukum Kliennya, selain mempunyai berbagai hak hukum, Penasihat Hukum disertai pula dengan kewajiban-kewajiban hukum. Kewajiban Penasihat Hukum antara lain sebagai berikut

1.Melindungi kepentingan hukum Kliennya.

Apabila seorang Penasihat Hukum telah menerima kuasa dari seorang Klien dalam suatu urusan kriminal kewajibannya adalah melindungi Klien itu. perlindungan Penasihat Hukumterhadap Kliennya ini tidak saja di siding pengadilan dimana Kliennya itu berhadapan dengan hakim dan penuntut umum tetapi juga pada saat Kliennya diproses pada tingkat pemerikasaan pendahuluan oleh penyidik. Kewajiban melindungi Klien ini agar Klien tersebut terhindar dari kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang khususnya dari penyidik dan terkadang menjurus pada intimidasi dan kekerasan.

2.Kewajiban untuk memenuhi kualifikasi sebagai Advokat atau Penasihat Hukum.

3.Menghormati institusi dan proses peradilan.

4.Kewajiban untuk mentaati hukum acara (Daniel S. Lev: 2001:45-47).

commit to user

Menurut Ropaun Rambe, selain kewajiban seperti yang dicantumkan di atas, seorang Penasihat Hukum yang profesional mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

1. Mendahulukan Kepentingan Klien daripada kepentingan pribadi.

2. Harus mengutamakan penyelesaian perkara dengan damai. 3. Tidak memberikan keterangan yang menyesatkan tentang

perkara.

4. Tidak menjanjikan perkara menang yang ditanganinya. 5. Tidak membatasi kebebasan seseorang terhadap orang lain. 6. Tidak menyangkut-pautkan perkara yang satu dengan

lainnya.

7. Tidak membeda-bedakan Klien yang miskin dan yang kaya dalam memberikan bantuan hukum.

8. Menjaga kehormatan profesi dan harkat martabat diri. 9. Mengutamakan Hukum Adat sebagai sumber hukum,

(Ropaun Rambe, 2001:59).

e. Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma

Penasihat Hukum dalam kedudukannya sebagai sutau profesi yang mulia atau lebih dikenal dengan istilah officium nobile berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat berbunyi “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak

mampu”. Selain menangani perkara dengan menetapkan suatu legal

fee atau honorarium, Penasihat Hukum juga memiliki kewajiban dalam memberikan bantuan hukum untuk kaum miskin dan buta huruf. Perolehan pembelaan dari seorang Penasihat Hukum atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang sangat mendasar bagi setiap orang dan oleh karena itu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang (justice for all). (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil kiranya bilamana orang yang mampu saja yang dapat memperoleh pembelaan oleh Penasihat Hukum dalam menghadapi

commit to user

masalah hukum. Sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan hanya karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang Penasihat Hukum yang tidak terjangkau oleh mereka. Kalau ini sampai terjadi maka asas persamaan di hadapan hukum tidak tercapai (Aminah Humairoh, 2010:8).

Secara ideal dapat dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan tanggung jawab sosial dari Penasihat Hukum. Oleh sebab itu Penasihat Hukum dituntut agar dapat mengalokasikan waktu dan juga sumber daya yang dimilikinya untuk orang miskin yang membutuhkan bantuan hukum secara Cuma-Cuma atau Probono, (Amnesty International, 1998:22). Pemberian bantuan hukum oleh Penasihat Hukum bukan hanya dipandang sebagai suatu kewajiban an sich namun harus dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi dan tanggung jawab sosial (social contribution and social liability) dalam kaitannya dengan peran dan fungsi sosial dari profesi Penasihat Hukum. Adanya Peraturan Pemerintah (PP) No.83 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma yang merupakan pelaksanaan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mengisyaratkan Penasihat Hukum wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Selain itu fakir miskin yang frustrasi dan tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari organisasi bantuan hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak sosial (social upheaval) antara lain melakukan kekerasan, huru-hara, dan pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan Von Briesen sebagai berikut (Dicey A.V, 1959:56) :

Legal aid was vital because it keeps the poor satisfied, because it establishes and protects their rights; it produces better workingmen and better workingwomen, better house servants; it antagonizes the tendency toward communism; it is the best argument against the socialist who cries that the poor have no rights which the rich are bound to respec,

commit to user (Dicey A.V, 1959: 56).

(Bantuan hukum mempunyai peranan yang sangat penting untuk melindungi kaum miskin dari, karena hal ini menjamin dan melindungi hak-hak mereka; baik untuk pekerja/buruh laki-laki maupun pekerja/ buruh perempuan, mendapat penghidupan rumah tangga yang lebih baik; hal ini bertolak belakang dari tendensi komunis; bahwa pahan yang terbaik adalah sosialis dimana membawa kaum miskin tidak mempunyai hak-hak untuk meningkatkan penghidupan, (A.V Dicey, 1959: 56).

Melihat kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat memperoleh bantuan hukum secara memadai, walaupun pada tahun 2003 Undang-Undang Advokat telah diundangkan (http://www.mail-archive.com/cikeas @yahoogroups .com /msg22404.html diakses 5 September 2010 pukul 12.15 WIB). Undang-Undang Advokat ini memang mengakui bantuan hukum sebagai suatu kewajiban Penasihat Hukum, namun tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bantuan hukum dan bagaimana memperolehnya. Selama ini adalah adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan hukum dalam bentuk ada kantor-kantor Advokat yang mengaku sebagai lembaga bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari Advokat. Selain kantor Advokat mengaku sebagai organisasi bantuan hukum juga ada organisasi bantuan hukum yang berpraktik komersial dengan memungut fee untuk pemberian jasa kepada Kliennya dan bukan diberikan kepada fakir miskin secara pro bono publico (Ari Yusuf Amir, 2008:34).

Pada tanggal 31 Desember 2008 lalu pemerintah telah mensahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Pasal 22 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang

commit to user

mengisyaratan Penasihat Hukum wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Kurang lebih 5 tahun masyarakat dan Penasihat Hukum menunggu Peraturan Pemerintah ini, karena dalam kurun waktu itu sebagian Penasihat Hukum masih engan memberikan bantuan hukum secara

probono (Cuma-Cuma) ini. Tepatnya 6 bulan semenjak Peraturan

Pemerintah ini di sahkan atau sekitar tanggal 31 Juni 2009 seluruh Penasihat Hukum sudah wajib mejalankan fungsi sosialnya, tanpa alasan apapun kecuali ada hal lain yang ditentukan oleh

Undang-Undang Advokat atau kode etik Advokat,

(http://www.legalitas.org/content/ implementasi-bantuan-hukum-dan-permasalahannya-peraturan-pemerintah-nomor-83-tahun-2008>[1 Oktober 2010 pukul 16.44 WIB]).

Bantuan hukum pada dasarnya adalah hak dari semua orang yang diperoleh tanpa bayar/Cuma-Cuma (Probono publicio) (Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma). Termasuk bagi masyarakat yang tidak mampu ketika ia berhadapan dengan hukum. Hal ini dijamin dalam UUD RI 1945 Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi “fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara”. Bantuan hukum itu sifatnya membela kepentingan masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas, asal-usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan kelompok orang yang dibelanya. Tidak sedikit individu maupun kelompok masyarakat tidak mampu sebagai pencari keadilan “kecewa” kepada hukum karena keadilan yang ia cari tidak didapatkannya hanya karena ia tidak mampu membayar jasa Penasihat Hukum dalam rangka menangani dan menyelesaikan masalah hukumnya. Dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dan sebagai

commit to user

perwujudan pelaksanaan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, maka warga masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis tidak perlu lagi khawatir tatkala ia berurusan dengan hukum dan bagaimana cara menyelesaikannya baik didalam maupun diluar pengadilan karena dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah terjamin hak untuk mendapat bantuan hukum Cuma-Cuma (tanpa bayar) dari Penasihat Hukum, jika Penasihat Hukum menolak maka akan mendapat sanksi, misalnya diberhentikan menjadikan Penasihat Hukum, (Rianda Seprasia, 2008:2). Bantuan hukum Cuma-Cuma bagi masyarakat menurut Pasal 1 (3) Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 adalah jasa hukum yang diberikan Penasihat Hukum tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Profesi Penasihat Hukum seringkali mengalami hambatan dituduh oleh masayarakat dengan cap buruk karena ideologinya yang sejalan dengan Terdakwa yang dibelanya, dianggap menghisap Klien secara materi, serta adanya pandangan bahwa seorang Advokat sering kali membantu Klien dalam melakukan tindak pidana. Sebagai contoh dalam pembelaan masalah tindak pidana pencucian uang terkadang seorang Advokat dianggap membantu Klien memindahkan hasil tindak pidana melalui pembayaran jasa hukum atau legal fee. Adapun beberapa alasan Penasihat Hukum melakukan bantuan hukum atau jasa hukum secara Probono (Cuma-Cuma) adalah sebagai berikut :

1. Didasari oleh tanggungjawab moral dan pertimbngan kemanusiaan.

2. Disebabkan oleh kondisi ekonomi Klien yaitu bahwa Klien tidak mampu atau akan menemui kesulitan jika harus memenuhi legal fee.

3. Ditunjuk oleh pengadilan lewat prosedur formal yang berlaku untuk mewakili Tersangka atau Terdakwa perkara pidana yang secara ekonomis tidak mampu.

commit to user

4. Dilandasi alasan demi kepentingan hukum, yaitu pandangan bahwa setiap orang yang terlibat suatu perkara berhak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundng-undngan yang berlaku. 5. Didasari oleh tuntutan profesi yang memang memiliki

aspek sosial, yakni ikut menjamin tersedianya akses setiap masyarakat untuk mendapatkan bantuan hukum, serta tuntutan profesi untuk tidk membeda-bedakan Klien yang diwakili.

6. Bekerja atau pernah bekerja di lembaga-lembaga bantuan hukum.

7. Ditunjuk oleh organisasi Advokat yang menaunginya dalam merealisasikan program yang telah ditentukan oleh organisasi

8. Ditugaskan oleh kantor tempat Penasihat Hukum yang bersangkutan bekerja sebagai bagian dari kebijakan, (Daniel S.Lev, 2001:132).

f Hubungan Penasihat Hukum Dengan Klien

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Dokumen terkait