• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden

Jumlah penduduk Desa Nagori Simpang Raya Dasma menurut sensus terakhir tahun 2011 sebanyak 829 jiwa atau sekitar 206 kepala keluarga dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 446 jiwa dan perempuan sebanyak 380 jiwa. Responden yang diambil sebanyak 30 KK memiliki lahan agroforestri berkisar 15 rante (0,6 Ha) hingga 50 rante (2 Ha) dengan jenis tanaman yang bervarisasi di setiap lahannya. Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan umur, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

No Identitas Responden Jumlah (orang) Proporsi (%)

1 2 3 4 Umur (tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 > 60 T O T A L Pekerjaan Pedagang Pensiunan Petani PNS Wiraswasta T O T A L

Jumlah Anggota Keluarga 1-3 4-6 7-9 > 9 T O T A L Pendidikan SD SMP SMA S1 T O T A L 2 6 4 11 7 30 4 5 14 2 5 30 9 11 6 4 30 7 7 14 2 30 6,7 20 13,3 36,7 23,3 100 13,3 16.7 46,7 6,7 16,7 100 30 36,7 20 13,3 100 23,3 23,3 46,7 6,7 100

Responden yang memiliki dan mengelola lahan agroforestri di desa ini paling banyak berada dalam kelompok usia antara 51 – 60 tahun (36,7%) dimana

dalam hal ini responden berada pada usia yang produktif. Lebih jauh Tjakrawiralaksana (1983) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dipergunakan dalam usahatani dapat berupa tenaga kerja pria dewasa, tenaga kerja wanita dewasa, dan tenaga kerja anak-anak. Sebagai batasan tenaga kerja dewasa sering dipakai batasan umur 15 tahun ke atas, sedangkan tenaga kerja anak-anak termasuk batasan 15 tahun ke bawah.

Pekerjaan utama responden pada umumnya adalah petani (46,7%). Hal ini menunjukkan bahwa di desa ini masyarakatnya memang mayoritas bekerja sebagai petani. Bila dilihat dari segi jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan agroforestri, responden umumnya memiliki jumlah anggota keluarga berkisar 4 – 6 orang (36,7%). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan agroforestri ini mempengaruhi tingkat pemasukan maupun pengeluaran petani itu sendiri. Menurut Muljadi (1987), makin banyak luas garapan, makin banyak tenaga kerja yang tercurah. Perbedaan curahan tenaga kerja antara berbagai macam kegiatan disebabkan oleh luas garapan yang berbeda, dimana curahan tenaga kerja cenderung berbanding lurus dengan luas garapan. Pada lahan yang cukup luas, masyarakat umumnya menyewa tenaga kerja sekitar 3 – 6 orang. Masyarakat umumnya mempekerjakan tenaga kerja yang disewa pada saat panen raya yaitu untuk membantu mengumpulkan hasil panen raya, namun ada juga masyarakat yang menyewa tenaga kerja per bulan.

Tingkat pendidikan responden di desa ini umumnya adalah SMA yaitu 14 orang (46,7%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden sudah cukup tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat di desa ini sangat berpengaruh

terhadap kemampuan masyarakat untuk menyerap informasi (IPTEK) dan lebih terampil dalam mengelola lahan agroforestri.

Pola Agroforestri

Lahan agroforestri yang dimiliki masyarakat Desa Nagori Simpang Raya Dasma ini adalah tanah warisan. Pada dasarnya, lahan agroforestri di desa ini sejak dahulu memang sudah ditumbuhi tanaman durian dan tanaman liar seperti aren. Lahan ini juga ditanami tanaman sayuran dan buah-buahan. Mereka memanfaatkan tanah kosong di sekitar tanaman durian untuk ditanam tanaman lainnya. Umumnya hal ini dilakukan mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari dimana mereka dapat mencukupi kebutuhan pangan dari lahan mereka sendiri. Namun seiring kemajuan pengetahuan, mereka kemudian melakukan penanaman jenis tanaman lainnya di sekitar durian dengan lebih intensif atau lebih dikenal dengan pola agroforestri. Hal ini sejalan dengan pendapat Irwanto (2007) yang menyatakan bahwa dengan pola tanam agroforestri/tumpang sari dapat dikatakan bahwa masyarakat sudah dapat memanfaatkan lahan kosong (lahan yang tidak produktif) untuk menanam jenis-jenis tanaman lain (tananam palawija dan setahun).

Pola agroforestri di desa ini dapat diklasifikasikan dalam dua pola, yaitu pola agrisilvikultur dan pola agrosilvopastura. Sardjono, dkk (2003) mengatakan bahwa agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (tanaman berkayu atau woody plants) dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual

kehutanan dengan komponen tanaman pertanian. Kombinasi pada pola ini meliputi komponen kehutanan seperti alpukat, aren, durian, kemiri dan petai serta komponen pertanian seperti cabai, cengkeh, coklat, jagung, kacang tanah, kelapa, kopi, kunyit, mangga, nenas, pinang, pisang, serai dan ubi kayu. Salah satu contoh pola agrisilvikultur dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Agrisilvikultur Tanaman Kopi dengan Durian

Sardjono, dkk (2003) mengatakan bahwa agrosilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Pada pola agrosilvopastura di desa ini terdapat komponen tanaman kehutanan, pertanian dan peternakan seperti ayam dan bebek. Pada pola-pola agroforestri di desa ini, proporsi masing-masing jenis tanaman tidak beraturan. Hal ini disebabkan kebutuhan setiap responden tidak sama dan tidak adanya perencaan untuk menanam jenis tanaman tertentu, sehingga tanaman yang ditanam dalam lahan agroforestri ini beragam jenis dan beragam jumlahnya per jenis. Hal ini didukung hasil penelitian Widiarti dan Sukaesih (2008) yang menyatakan bahwa petani dalam memilih jenis tanaman yang diusahakan tidak melalui perencanaan

yang matang, melainkan tergantung ketersediaan bibit di wilayahnya. Pada kebun campuran, jarak tanam umumnya tidak teratur, jumlah pohon setiap jenis bervariasi, demikian juga dalam satu jenis dijumpai variasi umur berbeda. Pola agrosilvopastura dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Agrosilvopastura

Keragaman jenis-jenis tanaman ini dianggap mampu mengatasi permasalahan dalam hal pendapatan rumah tangga. Masyarakat dapat sewaktu-waktu menuai hasil dan memperoleh pendapatan dari produk agroforestri yang mereka tanam. Dengan adanya pola agroforestri, beberapa jenis tanaman dapat diproduksi setiap waktu dan kapan saja tergantung jenis tanamannya. Hal ini dikarenakan jenis tanaman yang terdapat di lahan agroforestri bermacam-macam, ada yang dapat dipanen setiap hari (air nira), setiap minggu (kayu bakar), setiap bulan (coklat), setiap tahun (durian) dan bahkan ada setiap enam bulan (jagung). Dengan demikian, terdapat variasi pemanenan antara masing-masing jenis produk agroforestri yang juga menyebabkan variasi waktu dalam memperoleh penghasilan dari produk agroforestri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Widiarti dan Sukaesih (2008) yaitu pola tanam kebun campuran memberikan penghasilan

yang bervariasi yakni bersifat rutin, harian, mingguan, bulanan, musiman dan tahunan sehingga kebun campuran memberikan hasil secara berkelanjutan bagi para petani. Berdasarkan hasil penelitian di desa ini, praktik agroforestri memiliki beberapa keunggulan. Adapun keunggulan-keunggulan dari agroforestri ini yaitu (a) pengolahan dan pemanfaatan lahan yang lebih efektif dan efesien, (b) kesinambungan ekologi dan ekonomi tetap terjaga, (c) pendapatan yang diperoleh dari praktik agroforestri adalah setara atau bahkan bisa lebih besar ketimbang pendapatan di luar agroforestri, (d) waktu panen dapat bervariasi antara satu produk agroforestri dengan produk lainnya, dan (e) dapat mengurangi kerugian akibat gagal panen terhadap salah satu produk agroforestri.

Jenis-Jenis Produk Agroforestri

Masyarakat di Nagori Simpang Raya Dasma memanfaatkan produk-produk agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari (seperti penggunaan kayu bakar dan hasil ternak/telur) dan juga sebagian besar produk-produk tersebut dijual untuk menambah penghasilan rumah tangga. Jenis-jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh masyarakat Nagori Simpang Raya Dasma dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis-Jenis Produk Agroforestri

No Produk AFO Jumlah Pengambil (orang) Proporsi

Komponen Kehutanan

1 Alpukat (Parsea americana) 3 2.07%

2 Aren (Arenga pinnata) 15 10.34%

3 Durian (Durio zibethinus) 30 20.69%

4 Kemiri (Aleurites moluccana) 9 6.21%

5 Petai (Parkia speciosa) 3 2.07%

Komponen Pertanian

6 Cabai (Capsicum annuum) 2 1.38%

9 Jagung (Zea mays) 5 3.45%

10 Kacang Tanah (Arachis hypogeae) 3 2.07%

11 Kelapa (Cocos nucifera) 1 0.69%

12 Kopi (Coffea spp) 9 6.21%

13 Kunyit (Curcuma domestica) 1 0.69%

14 Mangga (Mangifera indica) 1 0.69%

15 Nenas (Ananas comous) 1 0.69%

16 Pinang (Areca catecha) 2 1.38%

17 Pisang (Musa paradisiaca) 3 2.07%

18 Serai (Andropogon nardus) 1 0.69%

19 Ubi kayu (Manihot esculenta) 3 2.07%

Komponen Peternakan 20 Telur Ayam 3 2.07% 21 Telur Bebek 3 2.07% Komponen lain 22 Kayu Bakar 22 15.17% TOTAL 145 100%

Produk agroforestri yang dimanfaatkan masyarakat Nagori Simpang Raya Dasma, antara lain :

1. Alpukat

Alpukat merupakan tanaman hutan yang dapat dimanfaatkan buahnya. Selain buahnya, rantingnya juga dapat dimanfaatkan untuk kayu bakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sebanyak 3 responden (10%) yang memanfaatkan alpukat dari 30 responden. Pohon alpukat yang sudah berbuah biasanya langsung diborong oleh agen. Sebuah pohon alpukat dalam masa panen rayanya dapat menghasilkan ± 200 kg buah alpukat dan dijual seharga Rp 5.000/kg. Pada masa panen liar, buah yang dipanen hanya dikonsumsi pribadi oleh keluarga karena buah yang dihasilkan tidak begitu banyak.

Gambar 3. Alpukat Sebagai Penaung Tanaman Coklat

Alpukat biasanya tumbuh diantara coklat sebagai penaung seperti yang terlihat pada Gambar 3. Pada umumnya, pohon alpukat tumbuh tidak beraturan di lahan agroforestri sehingga memiliki pola menyebar. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, tanaman penaung seperti alpukat sangat diperlukan coklat dalam mengatur intensitas penyinaran matahari dan daun-daun yang gugur dari pohon penaung akan menambah bahan organik tanah sehingga menambah kesuburan tanah. Hal yang setara juga dikemukakan oleh Susanto (1994) yang menyatakan bahwa tanaman coklat menghendaki keadaan yang terlindung, suhu tidak terlalu tinggi, kelembaban cukup dan angin tidak terlalu kencang sehingga penaung coklat sangat diperlukan dalam pengaturan intensitas sinar matahari, tinggi suhu, kelembaban udara, menahan angin, menambah unsur hara dan bahan organik, menekan tumbuhan gulma dan memperbaiki struktur tanah. Buah alpukat memang bukanlah buah komersil di desa ini sehingga pemanfaatannya memang masih kurang. Namun bukan berarti tanaman ini tidak dimanfaatkan sama sekali oleh masyarakat desa. Petani yang memanfaatkan

tanaman ini juga meberikan penghasilan setiap tahunnya, walaupun tidak sebesar hasil penjualan tanaman lainnya.

2. Aren

Aren termasuk famili Palmae dapat tumbuh di berbagai tempat. Banyak hasilnya yang telah dimanfaatkan seperti lahang/gula, kolang-kaling/buah aren, tepung aren dan sebagainya (Kartasapoetra, 1992). Aren merupakan salah satu produk agroforestri yang dimanfaatkan masyarakat di desa ini. Tumbuhan ini tumbuh subur secara alami di lahan agroforestri sejak dahulu. Ada juga aren yang sengaja ditanam oleh masyarakat tetapi produksinya tidak sebaik aren yang tumbuh secara alami. Aren yang tumbuh secara alami biasanya tumbuh diantara coklat atau kopi dapat dilihat pada Gambar 4. Bagian aren yang dimanfaatkan masyarakat hanyalah sebatas air nira saja yang diolah menjadi tuak (minuman fermentasi).

Pemanfaatan aren oleh masyarakat di desa ini termasuk cukup tinggi mengingat air nira merupakan salah satu produk yang komersil. Selain itu, pengambilan air nira dapat dilakukan setiap hari sehingga dapat memberikan penghasilan rutin. Meskipun frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap hari, namun sewaktu-waktu air nira tidak dapat diproduksi beberapa bulan karena produksi nira sedikit. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, untuk menghasilkan produksi air nira yang baik dan banyak, masyarakat tidak memanfaatkan buah kolang-kaling karena harganya kurang bersaing dan peminatnya sedikit. Selain itu, hal yang paling mendasar adalah karena masyarakat kurang mengetahui teknik pengolahan lain dari aren tersebut.

Responden yang memanfaatkan aren sebanyak 15 orang (50%). Penjualan air nira ini ternyata sangat mengimbangi kebutuhan masyarakat karena hasil penjualannya cukup tinggi per tahunnya. Pengambilan air nira biasanya dilakukan setiap hari pada sore hari. Satu pohon aren menghasilkan ± 4 liter per hari tergantung kualitas pohon aren itu sendiri. Tidak setiap hari selama setahun air nira berproduksi aktif, namun beberapa waktu air nira tidak dapat berproduksi. Air nira umumnya dijual ke agen dengan harga Rp 1.500/L.

(a) (b)

Gambar 4. Tanaman Aren dengan Kopi (a) dan Tanaman Aren dengan Coklat (b)

3. Cabai

Cabai merupakan salah satu tanaman pertanian yang sangat komersil. Macam-macam jenis cabai cukup beragam dan harganya pun beragam tergantung jenisnya. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur bila dilakukan dengan perawatan dan pemeliharaan yang baik. Meskipun membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemeliharaannya, namun hasil yang didapat juga cukup besar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, jenis cabai yang ditanam masyarakat adalah cabai merah yang membutuhkan perawatan intensif. Berdasarkan hasil penelitian, tanaman semusim ini ditanam semata-mata hanya

untuk mengisi lahan yang sedikit kosong di sekitar pohon kopi dan durian seperti pada Gambar 5. Jumlah cabai yang ditanam tidak cukup banyak dan hanya ditanam sesekali saja. Hal ini sejalan dengan penuturan Arifin, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa tanaman semusim (seperti cabai, terung, kacang-kacangan, mentimun) tidak pernah dominan di dalam kebun campuran, tanaman tersebut adalah komponen sementara yang muncul pada saat penanaman kembali pohon kayu. Tanaman semusim ini seringkali berdampingan dengan anakan pohon kayu manis, kopi atau pala.

(a) (b)

Gambar 5. Tanaman Cabai Diantara Kopi dan Durian (a) dan Tanaman Cabai di Media (b)

Masa panen raya cabai umumnya dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun. Karena harga cabai yang tidak menentu, masyarakat kurang memanfaatkan lahan agroforestri dengan menanam cabai. Selain itu, resiko kegagalan yang mungkin terjadi cukup besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jumlah responden yang menanam cabai di lahan agroforestri hanya 2 orang (6,67%). Harga cabai yang dijual sekitar Rp 20.000/kg. Pada masa panen raya cabai, petani di desa ini biasanya menjual cabai ke agen.

4. Cengkeh

Tanaman cengkeh telah banyak dikenal dan dikembangkan di tanah air kita, namun khasiat bunganya sebagai bahan obat mungkin belum banyak yang mengenal. Cengkeh yang asli berasal dari Maluku yang kemudian dikembangkan di beberapa daerah di luar negeri seperti Zanzibar, Amerika Latin, Brasilia dan sebagainya. Tanaman yang termasuk famili Myrtaceae ini berbau aromatik kuat dan rasanya pedas. Cengkeh akan mulai berbunga dengan baik setelah berumur 6 tahun, kuncupnya berwarna putih berubah menjadi merah. Kuncup-kuncup ini selanjutnya diasapi, dijemur/dikeringkan dan dipisahkan dari tangkainya (Kartasapoetra, 1992).

Gambar 6. Tanaman Cengkeh Diantara Tanaman Coklat

Cengkeh merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang sangat komersil di Indonesia. Jika tumbuh subur, tanaman ini dapat tumbuh hingga 10 m. Pemanfaatan tanaman cengkeh oleh masyarakat desa ini masih rendah dikarenakan cengkeh yang berasal dari desa ini tidak terlalu diminati atau tidak komersial. Cengkeh tumbuh tidak beraturan diantara coklat dengan jumlah yang

sedikit seperti pada Gambar 6. Berdasarkan hasil wawancara, responden menanam cengkeh dan coklat di lahan agroforestri untuk memperoleh pendapatan dalam waktu yang berbeda terhadap 2 jenis tanaman ini. Menurut Arifin, dkk. (2003) di dalam sistem agroforestri diatur sehingga ada tanaman yang menghasilkan sepanjang tahun seperti kelapa, coklat, pala, dan kenari dan ada yang musiman seperti cengkeh, durian, duku, gandaria, dan sebagainya.

Pemeliharaan cengkeh tidak terlalu intensif, umumnya dilakukan hanya dengan memberi pupuk kompos saja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, jumlah responden yang memanfaatkan produk agroforestri cengkeh ini hanya 2 orang (6,67%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kurang memanfaatkan tanaman ini. Padahal, jika ditanam dan diupayakan lebih baik, cengkeh dapat tumbuh subur di desa karena iklim dan kondisi tanah yang cocok untuk membudidayakan cengkeh. Cengkeh dipanen sekali dalam setahun dan menghasilkan ± 15 kg cengkeh kering dalam setahun. Harga cengkeh kering yang dijual ke agen Rp 50.000/kg.

5. Coklat

Coklat merupakan tanaman yang dapat tumbuh dan berproduksi hingga puluhan tahun. Tanaman ini sangat komersil dan memiliki prospek ekonomi yang cukup bagus. Coklat umumnya dapat berbuah mulai dari umur 2 tahun. Buah coklat ini sudah banyak dikembangkan di Indonesia terutama di daerah perkebunan. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah bijinya. Jika sudah cukup umur, buah coklat dapat dipanen setiap hari namun dengan jumlah yang sedikit sehingga biji coklat tersebut dikumpulkan terlebih dahulu selama satu bulan dan

kemudian dapat dijual. Tanaman coklat ditanam diantara pohon durian sebagai penaung dengan sistem agroforestri seperti pada Gambar 7.

Masyarakat di desa ini umumnya memanfaatkan ranting dan bijinya. Rantingnya biasanya dipakai untuk kayu bakar, sementara bijinya akan dijemur terlebih dahulu untuk kemudian dijual ke agen. Setiap bulannya, biji coklat yang dipanen dapat berkisar 5 kg per pohon. Masyarakat umumnya menjual coklat ke agen seharga Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per kilo. Pemeliharaan terhadap coklat harus intensif dan biasanya untuk menghasilkan biji coklat yang baik dan banyak, masyarakat menggunakan bermacam pupuk seperti ponska, garam busuk, KCl, NPK buah, kompos, TSP, Urea dan Z-A.

Pendapatan petani dari produk agroforestri coklat sangat mampu memberi kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masyarakat sehingga pemanfaatan coklat di desa ini tergolong tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, kontribusi yang diberikan oleh kebun campuran ini sangat beragam tergantung jenis tanaman yang ditanam dan luasan lahannya. Menurut Nurrochmat (2005), pendapatan usaha tani dari agroforestri yang bersumber dari kebun campuran dan pekarangan per tahun memberikan nilai yang beragam sesuai dengan luas kebun campuran yang dikelola. Berdasarkan hasil wawancara, banyaknya responden yang memanfaatkan tanaman coklat sebagai salah satu produk agroforestri cukup tinggi yakni 23 orang (76,67%).

Gambar 7. Tanaman Coklat Diantara Pohon Durian

6. Durian

Tanaman durian di desa ini merupakan tanaman tua dimana tanaman durian telah dibudidayakan sejak lama dan merupakan tanaman warisan turun-temurun. Buah durian biasanya memiliki masa panen sekali dalam setahun. Di desa ini, panen raya durian umumnya terjadi pada bulan Mei hingga Juni. Setiap panen raya, durian dapat menghasilkan 30 hingga 100 buah per pohon tergantung kualitas produksi pohon duriannya. Buah durian biasanya dijual secara eceran dan dijual ke agen. Buah durian yang dijual ke agen biasanya seharga Rp 5.000 hingga Rp 8.000 per buah. Sedangkan jika dijual secara eceran, buah durian dapat dijual seharga Rp 10.000 hingga 15.000 per buah sesuai dengan ukuran tertentu.

Selain buah, masyarakat juga memanfaatkan kayu durian untuk kayu bakar. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat umunya menanam jenis buah-buahan di lahan agroforestri karena bermanfaat ganda yaitu bisa dikonsumsi pribadi dan menambah pendapatan keluarga dari hasil penjualan hasil produk agroforestri. Nurrochmat (2005) menyatakan bahwa umumnya bentuk

pengusahaan lahan masyarakat adalah kebun campuran dan pekarangan dimana tanaman yang memberikan pendapatan yang berarti adalah kelompok buah-buahan. Di desa ini, umumnya buah durian ditanam diantara tanaman coklat, kopi dan diantara coklat dan kopi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pola Agroforestri Tanaman Durian dengan Coklat dan Kopi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (30 orang) memanfaatkan tanaman durian sebagai salah satu produk agroforstri. Di desa ini, tanaman durian memang menjadi tanaman utama mengingat di desa ini tanaman durian sudah tumbuh sejak lama (termasuk tanaman warisan). Setiap tahunnya produksi durian dijual tidak hanya di desa ini saja tapi juga dijual hingga ke desa-desa lainnya. Semua durian yang dijual ke agen kemudian dikirim ke berbagai tempat di luar desa untuk dipasarkan. Hasil dari penjualan durian memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan rumah tangga. Selain hasil produksi buah yang dapat dipanen setiap tahunnya, pemeliharaan durian dapat dilakukan tanpa menggunakan jenis-jenis pupuk khusus karena pada dasarnya tanaman durian di desa ini tumbuh subur.

Masyarakat di desa ini menanam jagung di sekitar tanaman durian. Tanaman ini biasanya diberi pupuk seperti NPK, urea, KCl dan kompos agar hasil yang didapat maksimal. Bagian jagung yang dimanfaatkan dan dijual hanya buahnya saja. Jagung dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Setiap 6 bulan sekali, jagung dipanen dan dijual ke agen di desa tersebut. Harga jagung yang telah dipipil per kilo sekitar Rp 3.000. Mengingat pemeliharaan jagung yang sedikit memerlukan pemberian pupuk, masyarakat kurang memanfaatkan produk agroforstri ini untuk di tanam dilahannya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya responden yang memanfaatkan tanaman jagung, diperoleh 5 orang atau sekitar 16,67% saja yang memanfaatkan jagung. Meskipun demikian, tanaman jagung termasuk mampu menunjang pendapatan rumah tangga.

Jagung ditanam diantara berbagai jenis tanaman lainnya seperti durian, kemiri dan aren seperti pada Gambar 9. Dari gambar terlihat bahwa pada umumnya jagung mempunyai pola tanam segi empat. Pola tanaman memperngaruhi pertumbuhan tanaman. Pada pola tumpangsari, tanaman juga harus memperhatikan intensitas matahari, terutanama pada tanaman yang ternaungi. Intensitas matahari yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang baik pada tanaman. Menurut Warsana (2009), sebaran sinar matahari sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari dan mempengaruhi hasil secara keseluruhan.

Gambar 9. Tanaman Jagung yang Ditanam Secara Agrisilvikultur dengan Durian

8. Kacang tanah

Gambar 10. Tanaman Kacang Tanah Diantara Rerumputan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden, hanya 3 orang (10%) saja yang memanfaatkan tanaman ini. Hal ini dikarenakan produksi kacang tanah lebih rendah dibandingkan tanaman lainnya yang ditanam di desa ini. Hasil produksi tanaman ini memang kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan tanaman lain yang ditanam di lahan agroforestri di desa ini. Kacang tanah dapat dipanen dua kali setahun dengan harga Rp 5.000 per liter dan biasanya dijual ke agen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanaman kacang tanah yang ditanam

seperti pada Gambar 10. Berdasarkan wawancara, masyarakat menanam kacang tanah karena mampu menyuburkan tanah dan tidak mengganggu tanaman lainnya sehingga menguntungkan bagi tanah dan tanaman lainnya. Menurut Susanto (1994), akar Leguminoseae atau kacang-kacangan dapat mengikat unsur N dari udara sehingga menambah kesuburan tanah. Penaung yang baik adalah tanaman

Leguminoseae sebab mampu menambah kandungan N dalam tanah.

9. Kelapa

Tanaman kelapa disebut juga pohon kehidupan karena setiap bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Daging buah dapat dipakai sebagai bahan baku untuk menghasilkan kopra. Air kelapa

Dokumen terkait