• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PRODUK AGROFORESTRI TERHADAP

PENDAPATAN RUMAH TANGGA

(Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh :

Dwi Pebrina Simatupang 071201039/Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KONTRIBUSI PRODUK AGROFORESTRI TERHADAP

PENDAPATAN RUMAH TANGGA

(Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh :

Dwi Pebrina Simatupang 071201039/Manajemen Hutan

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun)

Nama : Dwi Pebrina Simatupang NIM : 071201039

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Oding Affandi, S.Hut, M.P Dr. Ir. Hotmauli Sianturi, M.Sc.For

Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

(4)

ABSTRAK

Agroforestri merupakan salah satu bentuk dari hutan kemasyarakatan. Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumber daya alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi produk agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga di Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan total masyarakat adalah Rp 1.196.067.000 per tahun dengan rincian pendapatan masyarakat dari agroforestri sebesar Rp 840.267.000 dan pendapatan dari luar pemanfaatan produk agroforestri memberikan kontribusi sebesar Rp 355.800.000. Kontribusi produk agroforestri terhadap pendapatan masyarakat adalah 70% dari total pendapatan. Pendapatan masyarakat di luar agroforestri memberikan kontribusi sebesar 30% dari total pendapatan. Ini berarti bahwa agroforestri memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga.

(5)

ABSTRACT

Agroforestry is one of social forest. Management agroforestry related with optimize of farm use to fulfill requirement leve of farmer and continuationing the natural resource. This research was designed to knowing about contribution of agroforestry product’s to income household in Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun. The result shows that total revenues of household was Rp 1.196.067.000 for a year with detail that household from agroforsetry abaout

Rp 840.267.000 and household from outside of agroforestry about Rp 355.800.000. Contribution of agroforestry was 70% of total revenues.

Contribution of household from outside of agroforestry was 30% of total revenues. It’s mean that agroforestry give big contribution to household.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dwi Pebrina Simatupang, lahir pada tanggal 28 Februari 1989 di Kota Pematang Siantar. Anak kedua dari Bapak W. Simatupang, S.Pd dan Ibu N.L Simarmata, S.Pd ini lulus SD pada tahun 2001, lulus dari SMP Negeri 7 Pematang Siantar pada tahun 2004 dan lulus dari SMA Negeri 4 Pematang Siantar pada tahun 2007. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri. Penulis mengambil Jurusan Kehutanan (Manajemen Hutan) di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007 dan masuk melalui jalur SNMPTN.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, merawat dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.P dan kepada Ibu Dr. Ir. Hotmauli Sianturi, M.Sc.For selaku ketua dan komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan kepada penulis mulai dari awal hingga akhir penelitian ini. Khusus kepada Kepala Desa Nagori Simpang Raya Dasma, penulis menyampaikan terima kasih atas diizinkannya penulis melakukan penelitian di desa tersebut dan atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2011

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ... 4

Pengertian Agroforestri ... 5

Macam Agroforestri ... 6

Ciri-Ciri Agroforestri... 9

Komponen-Komponen Agroforestri ... 9

Hasil Hutan ... 11

Hasil Hutan Kayu ... 11

Hasil Hutan Non Kayu ... 11

Pendapatan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan ... 12

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu... 13

Alat dan Bahan ... 13

Metode Penelitian ... 13

Metode Pengambilan Data ... 13

Teknik Pengambilan Data ... 14

Analisis Data... 15

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden ... 17

Pola Agroforestri ... 19

Jenis-Jenis Produk Agroforestri ... 22

Nilai Ekonomi Produk Agroforestri ... 50

Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 61

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Karakteristik Responden ... 17

2. Jenis-Jenis Produk Agroforestri ... 22

3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Agroforestri ... 51

4. Persentase Nilai Ekonomi Produk Agroforestri ... 53

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Pola Agrisilvikultur Tanaman Kopi dengan Durian ... 20

2. Pola Agrosilvopastura ... 21

3. Alpukat Sebagai Penaung Tanaman Coklat ... 24

4. Tanaman Aren dengan Kopi (a) dan Tanaman Aren dengan Coklat (b) ... 26

5. Tanaman Cabai Diantara Kopi dan Durian (a) dan Tanaman Cabai di Media (b) ... 27

6. Tanaman Cengkeh Diantara Tanaman Coklat ... 28

7. Tanaman Coklat Diantara Pohon Durian ... 30

8. Pola Agroforestri Tanaman Durian dengan Coklat dan Kopi ... 31

9. Tanaman Jagung yang ditanam Secara Agrisilvikultur dengan Durian ... 33

10. Tanaman Kacang Tanah Diantara Rerumputan... 33

11. Sebaran Kelapa di Lahan Agroforestri ... 35

12. Tanaman Kemiri Sebagai Penaung Coklat ... 37

13. Tanaman Kopi Diantara Tanaman Pisang ... 38

14. Tanaman Kunyit Diantara Kopi dan Ubi Kayu ... 39

15. Mangga Sebagai Penaung Bagi Tanaman Nenas ... 40

16. Tanaman Nenas di Bawah Tanaman Mangga ... 42

17. Tanaman Petai Diantara Tanaman Lainnya dan Sebagai Penaung Coklat .. 43

18. Pinang Sebagai Tanaman Pagar di Lahan Agroforestri ... 44

19. Tanaman Pisang Diantara Tanaman Lainnya ... 45

20. Serai yang Ditanam di Pinggiran Cabai ... 46

(12)

22. Ayam Sebagai Komponen Peternakan dalam Pola Agroforestri... 49

23. Diagram Persentase Pendapatan ... 55

24. Perbandingan Rata-Rata Pendapatan dari Agroforestri dan dari Luar

Agroforestri ... 58

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Karakteristik Responden Masyarakat ... 65 2. Jenis-Jenis Produk Agroforestri ... 66 3. Pendapatan Bersih (Rp/thn) Masyarakat dari Produk Agroforestri ... 67 4. Pendapatan Masyarakat (Rp/thn) di Luar Pemanfaatan Produk

Agroforestri ... 68 5. Nilai Ekonomi Produk Agroforestri yang Dimanfaatkan Masyarakat ... 70 6. Total Pendapatan Masyarakat dari Agroforestri ... 81 7. Total Pendapatan Masyarakat (Rp/thn) dan persentase Kontribusi

(14)

ABSTRAK

Agroforestri merupakan salah satu bentuk dari hutan kemasyarakatan. Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumber daya alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi produk agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga di Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan total masyarakat adalah Rp 1.196.067.000 per tahun dengan rincian pendapatan masyarakat dari agroforestri sebesar Rp 840.267.000 dan pendapatan dari luar pemanfaatan produk agroforestri memberikan kontribusi sebesar Rp 355.800.000. Kontribusi produk agroforestri terhadap pendapatan masyarakat adalah 70% dari total pendapatan. Pendapatan masyarakat di luar agroforestri memberikan kontribusi sebesar 30% dari total pendapatan. Ini berarti bahwa agroforestri memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga.

(15)

ABSTRACT

Agroforestry is one of social forest. Management agroforestry related with optimize of farm use to fulfill requirement leve of farmer and continuationing the natural resource. This research was designed to knowing about contribution of agroforestry product’s to income household in Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun. The result shows that total revenues of household was Rp 1.196.067.000 for a year with detail that household from agroforsetry abaout

Rp 840.267.000 and household from outside of agroforestry about Rp 355.800.000. Contribution of agroforestry was 70% of total revenues.

Contribution of household from outside of agroforestry was 30% of total revenues. It’s mean that agroforestry give big contribution to household.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki bentangan hutan yang cukup luas. Hutan Indonesia termasuk hutan tropika yang memiliki berbagai formasi atau bentuk berdasarkan faktor habitatnya dan juga diklasifikasikan berdasarkan fungsinya. Sumberdaya hutan yang bersifat renewable mempunyai peranan, fungsi dan manfaat yang begitu penting bagi hidup dan kehidupan manusia. Fungsi hutan bersifat “multi benefit” artinya selain mempunyai fungsi ekologis dan hidrologis juga mempunyai fungsi lain seperti sosial ekonomi. Fungsi sosial ekonomi ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumber daya alam. Agroforestri memanfaatkan ruang dan waktu secara efisien dengan menerapkan sistem pergiliran tanaman. Efisiensi ruang dan waktu dapat tercermin dalam besarnya penghasilan para petani dengan pemilihan komoditi yang tepat ditanam.

(17)

pagar hidup dan sebagainya. Peningkatan produktivitas sistem agroforestri diharapkan bisa berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat desa.

Agroforestri merupakan salah satu bentuk terpenting dari penerapan konsep perhutanan sosial. Nurrochmat (2005) mengatakan bahwa perhutanan sosial dapat dipahami sebagai ilmu dan seni menumbuhkan pepohonan dan tanaman lain di dalam dan di sekitar kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk mencapai tujuan ganda meliputi pengelolaan hutan lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu harapan penting dari program perhutanan sosial adalah meningkatkan taraf hidup (pendapatan) masyarakat. Proporsi kontribusi income dari program agroforestri terhadap total income masyarakat sangat bervariasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Pendapatan dari agroforestri tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah teknik bercocok tanam, kondisi iklim, luas dan kualitas lahan, curahan waktu kerja serta harga dan pasar dari komoditas yang dihasilkan.

(18)

Perumusan Masalah

Agroforestri mempunyai peluang yang baik untuk berkembang karena beberapa jenis produk agroforestri mampu menunjang perekonomian rumah tangga masyarakat di daerah Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun. Pemahaman masyarakat terhadap pola agroforestri masih sangat terbatas. Masyarakat (petani) sangat bergantung pada hasil pertanian (dalam sistem agroforestri), namun masyarakat belum mengetahui sejauh mana produk agroforestri memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai kontribusi produk-produk agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga di desa ini melalui perbandingan antara kebutuhan hidup yang diperoleh dari agroforestri dan sumber lainnya. Pengembangan praktik agroforestri ini seharusnya merupakan suatu upaya yang perlu didorong oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat karena produk agroforestri mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi jenis-jenis produk agroforestri.

2. Mengetahui nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforestri.

(19)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai jenis-jenis produk agroforestri, nilai ekonomi produk agroforestri dan besarnya kontribusi produk agroforestri.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri dari pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Kehutanan adalah suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan pengelolaan ekosistem hutan dan pengawasannya, sehingga ekosistem tersebut mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Hutan konservasi terdiri dari beberapa kawasan hutan, yakni kawasan hutan suaka alam kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan taman buru. Saat sekarang telah ditetapkan bahwa pembangunan kehutanan dan perkebunan dititikberatkan pada pemanfaatan sumber daya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial secara berimbang. Salah satu jenis hutan berdasarkan kepemilikan (status hukum) yaitu hutan kemasyarakatan (social forest) adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumber daya alam tanpa mengurangi fungsi pokoknya, misalnya pelaksanaan agroforestri oleh kelompok tani hutan. Hal ini diharapkan tidak merusak lahan dan tanaman pokok hutan (Arief, 2001).

Saat ini pengembangan sistem agroforestri tidak lagi hanya berfokus kepada masalah produksi dan produktivitas namun telah berkembang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perhatian masyarakat secara global, seperti upaya-upaya pengentasan kemiskinan seperti yang dicanangkan dalam Millenium

(21)

penelitian yang direncanakan oleh World Agroforestry Centre dalam Medium

Term Plan mereka (World Agroforestry Centre, 2008).

Pengelolaan sumber daya hutan untuk masa mendatang tidak cukup karena masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup, tapi perlu dirancang secara terstruktur dalam setiap rencana pembangunan hutan. Pengelolaan sumber daya hutan, walaupun sudah memerhatikan keanekaragaman hayati dan kepentingan masyarakat setempat, masih dikembangkan dengan titik berat untuk memenuhi fungsi ekonomi (Simon, 2007).

Pengertian Agroforestri

(22)

beberapa model yakni tumpangsari, silvopasture, silvofishery dan farmforestry (Puskap Fisip USU, 1997).

Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik, dalam hal jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk. Jenis produk yang dihasilkan sistem agroforestri sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu produk untuk komersial (misalnya bahan pangan, buah-buahan, hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit, getah) dan pelayanan jasa lingkungan (Widianto, dkk. 2003).

Macam Agroforestri

Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan, dimana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut:

a. Agrisilvikultur yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu) dengan komponen pertanian.

b. Agropastura yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen peternakan.

(23)

d. Agrosilvopastura yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan.

e. Silvofishery yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan.

f. Apiculture yaitu budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan (Hairiah, Mustofa dan Sambas, 2003). Dalam era mendatang, bentuk pengelolaan sumber daya hutan harus terfokus pada strategi perhutanan sosial. Karena perhutanan sosial, maka tujuan pengelolaannya adalah untuk memaksimumkan pemanfaatan fungsi hutan bagi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat berlandaskan kelestarian ekosistem. Pemanfaatan fungsi hutan sebenarnya seolah-olah mengikuti hukum mutually

exclusive. Sekali hutan dimanfaatkan untuk fungsi ekonominya, maka fungsi

perlindungan dan aspek sosial budaya akan berkurang dan begitupun sebaliknya. Keberhasilan pengelolaan hutan sekarang ditentukan oleh keberhasilannya dalam memecahkan masalah sosial ekonomi masyarakat karena tingginya intensitas pengaruh sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Gagal dalam pemecahan masalah sosial ekonomi masyarakat, berarti upaya pengelolaan hutan gagal (Simon, 2007).

(24)

1. Agroforestri skala subsisten (Subsistence agroforestry)

Bentuk-bentuk agroforestri dalam klasifikasi ini diusahakan oleh pemilik lahan sebagai upaya mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Utamanya tentu saja berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Agroforestri dengan skala subsisten ini secara umum merupakan agroforestri yang tradisional, dengan beberapa ciri-ciri lahan yang diusahakan terbatas, jenis yang diusahakan beragam (polyculture) dan biasanya hanya merupakan jenis-jenis lokal non-komersial saja (indigenous dan bahkan endemic) serta ditanam/dipelihara dari permudaan alam dalam jumlah terbatas, pengaturan penanaman tidak beraturan (acak) dan pemeliharaan/perawatan serta aspek pengelolaan lainnya tidak intensif.

2. Agroforestri skala semi-komersial (Semi-commercial agroforestry)

Pada wilayah-wilayah yang mulai terbuka aksesibilitasnya, terutama bila menyangkut kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki motivasi ekonomi dalam penggunaan lahan yang cukup tinggi, terjadi peningkatan kecenderungan untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang tunai.

3. Agroforestri skala komersial (Commercial agroforestry)

(25)

Ciri-Ciri Agroforestri

Beberapa ciri khas yang dimiliki oleh sistem agroforestri adalah:

1. Adanya dua kelompok tumbuhan sebagai komponen dari sistem agroforestri, yaitu pepohonan atau tanaman tahunan dan tanaman semusim.

2. Ada interaksi antara pepohonan dan tanaman semusim, terhadap penangkapan cahaya, penyerapan air dan unsur hara.

3. Transfer silang antara pohon dengan tanaman. 4. Perbedaan perkembangan tanah.

5. Banyak macam keluaran (Widianto, Nurheni dan Didik, 2003).

Tanaman dapat dibagi ke dalam lima strata yakni strata I (<1 m), strata II (1-2 m), strata III (2-5 m), strata IV (5-10 m) dan strata V (>10 m). Semakin ke hulu, jumlah spesies dan individu tanaman pada strata tinggi semakin berkurang. Semakin ke hulu, tanaman hias dan sayur semakin dominan. Tetapi, semakin tinggi strata tanaman, rasio tanaman hias makin turun, karena tanaman hias umumnya adalah tanaman penutup tanah dan perdu.

Komponen-Komponen Agroforestri a. Tanaman semusim

Tanaman semusim tidak pernah dominan di dalam kebun campuran. b. Tanaman tahunan

(26)

samping buah lainnnya. Pemasaran buah durian dari tahun ke tahun kian meningkat. Nilai ekonomi buah durian cukup tinggi karena harganya tidak pernah terpengaruh oleh harga buah-buahan lainnya. Buah durian memiliki rasa yang lezat dan kandungan protein nabati yang cukup tinggi. Di samping itu, kayunya pun dapat dipakai sebagai bahan bangunan dan kayu bakar. Sementara Rukmana (1996) mengatakan bahwa pengembangan tanaman durian secara intensif dan komersial selain merupakan upaya pelestarian plasma nutfah buah tropis, juga bermanfaat bagi kepentingan kualitas lingkungan dan tatanan kehidupan manusia. Pengembangan budidaya tanaman buah-buahan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani.

c. Pohon lain dan perdu

Banyak spesies lain yang penting dapat ditemukan di dalam kebun campuran. Ada spesies yang ditanam dan ada yang berkembang biak melalui persemaian alami tanpa campur tangan manusia, namun dibiarkan hidup, dirawat, dan dipanen dengan berbagai tujuan.

d. Hewan

Ichwandi (1996) berpendapat bahwa manfaat sumber daya hutan berdasarkan keberadaan produk dalam sistem pasar dapat dibedakan menjadi

marketable yaitu produk hutan yang telah dijualbelikan (kayu dan HHBK) dan

non-marketable yaitu hasil hutan yang belum diperjualbelikan atau public goods

(27)

Hasil Hutan

Secara umum, hasil hutan digolongkan dalam 2 jenis, yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Ada 3 pemanfaatan strategis kayu yaitu bahan dasar pembuatan pulp, bahan bangunan dan bahan kerajinan. Beragam hasil hutan non kayu memberi kontribusi besar bagi kehidupan manusia. Beberapa HHBK diantaranya karet, gaharu, rotan, bambu, buah-buahan, tanaman obat-obatan dan plasma nutfah. Worrell (1965) membedakan komoditi yang dapat diciptakan dari sumber daya hutan dalam 6 kategori yakni hasil-hasil kayu, hasil-hasil vegetative non kayu, produk-produk satwa, air, rekreasi dan jasa proteksi terhadap banjir, angin dan erosi.

Hasil hutan kayu

Kayu merupakan salah satu produk utama sumber daya hutan yang penting diambil dari pohon-pohon beragam umur memerlukan jumlah persediaan yang cukup besar. Hasil hutan kayu oleh Wirakusumah (2003) digolongkan dalam kayu industri dan kayu bakar sebagai satu-satunya hasil hutan bukan kayu industri. Hasil hutan kayu berupa kayu gergajian, kayu bulat, kayu lapis, kayu pulp, fenir adalah kayu industri.

Hasil hutan bukan kayu (HHBK)

(28)

alternatif. Bagi masyarakat pedesaan, HHBK merupakan sumber daya yang sangat penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka. Mereka memanfaatkan HHBK sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbian, pati aren, nira aren), bumbu makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan. Wirakusumah (2003) mengelompokkan HHBK ke dalam 2 bagian yaitu HHBK tangible (rotan, getah, biji tengkawang) dan HHBK nontangible (potensi satwa, proteksi tanah, produksi air, wanawisata dan jasa lingkungan seperti carbon sink oksigen, microclimate). Pendapatan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan

Secara umum pengertian pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai suatu peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang atau jasa. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Sumber daya hutan sesungguhnya telah senantiasa juga mengalirkan manfaat ekonomik langsung kepada masyarakat. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik, sumber-sumber daya hutan mampu memberikan manfaat langsung dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil hutan merupakan sumber daya ekonomi potensial yang beragam yang menghasilkan sederetan hasil hutan serbaguna baik hasil hutan kayu dan non kayu maupun hasil-hasil hutan yang tidak kentara (Wirakusumah, 2003).

(29)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun pada bulan April 2011 hingga Mei 2011. Desa Nagori Simpang Raya Dasma terletak di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Desa ini memiliki luas sekitar 250 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Timur : Keluarahan Panei Tongah Sebelah Selatan : Nagori Mekar Sari

Sebelah Barat : Nagori Sipoldas

Sebelah Utara : Nagori Panombean Panei

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera untuk dokumentasi, alat tulis dan perangkat komputer untuk mengolah data.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisisoner sebagai bahan wawancara dan laporan hasil penelitian terdahulu.

Metode Penelitian

Metode pengambilan data

(30)

terdapat di instansi pemerintah desa dan kehutanan serta lembaga terkait lainnya. Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus yaitu sampel yang diambil adalah seluruh petani yang memiliki lahan agroforestri di Desa Nagori Simpang Raya, Kabupaten Simalungun yakni sebanyak 30 KK.

Teknik pengambilan data Pengambilan data dilakukan dengan cara:

1. Identifikasi jenis-jenis produk agroforestri dan observasi Observasi merupakan pengamatan atau survey di lapangan. 2. Kuisioner dan wawancara

Kuisioner berisikan sekumpulan pertanyaan yang ditujukan kepada semua sampel dalam penelitian. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk menggali informasi dari tiap individu.

3. Studi pustaka/dokumentasi

Data-data sekunder dapat diperoleh dari studi pustaka.

4. Keseluruhan data, baik primer maupun skunder kemudian ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan peneliti. Sedangkan data kualitatif diolah secara tabulasi.

Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan dengan pengamatan langsung di lapangan. Informasi yang diperoleh diantaranya:

(31)

b. Jenis produk agroforestri yang ditanam, jumlahnya dan frekuensi pengambilannya (baik hasil hutan kayu atau HHBK, pertanian, peternakan). Analisis Data

Nilai ekonomi produk agroforestri

Data diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan melalui wawancara dan kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai produk agroforestri untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara:

a. Harga barang hasil hutan (manfaat tangible) yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan harga pasar (jika sudah dikenal harga pasarnya), harga relatif (jika belum dikenal harga pasarnya tapi dapat ditukarkan/dibandingkan dengan nilai yang telah ada di pasar) dan biaya pengadaan (jika belum dikenal harga pasarnya dan tidak termasuk dalam sistem pertukaran).

b. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis.

X = rata-rata jumlah barang yang diambil Xi = jumlah barang yang diambil responden n = jumlah pengambil per jenis barang

c. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun TP = RJ x FP x JP

(32)

d. Menghitung nilai ekonomi produk agroforestri per jenis barang per tahun NH = TP x HH

NH = nilai produk agroforestri per jenis TP = total pengambilan (unit/tahun) HH = harga produk agroforestri

e. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara:

% NE = persentase nilai ekonomi

NEi = nilai ekonomi produk agroforestri per jenis

∑NE = jumlah total nilai ekonomi dari seluruh produk agroforestri

f. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam dan luar hutan Pendapatan total = jumlah rata-rata pendapatan per tahun Pendapatan dari agroforestri = jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis Pendapatan luar agroforestri = selisih antara pendapatan total dengan

pendapatan dalam hutan Tingkat kontribusi dapat dihitung dengan rumus:

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Jumlah penduduk Desa Nagori Simpang Raya Dasma menurut sensus terakhir tahun 2011 sebanyak 829 jiwa atau sekitar 206 kepala keluarga dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 446 jiwa dan perempuan sebanyak 380 jiwa. Responden yang diambil sebanyak 30 KK memiliki lahan agroforestri berkisar 15 rante (0,6 Ha) hingga 50 rante (2 Ha) dengan jenis tanaman yang bervarisasi di setiap lahannya. Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan umur, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

No Identitas Responden Jumlah (orang) Proporsi (%)

1

(34)

dalam hal ini responden berada pada usia yang produktif. Lebih jauh Tjakrawiralaksana (1983) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dipergunakan dalam usahatani dapat berupa tenaga kerja pria dewasa, tenaga kerja wanita dewasa, dan tenaga kerja anak-anak. Sebagai batasan tenaga kerja dewasa sering dipakai batasan umur 15 tahun ke atas, sedangkan tenaga kerja anak-anak termasuk batasan 15 tahun ke bawah.

Pekerjaan utama responden pada umumnya adalah petani (46,7%). Hal ini menunjukkan bahwa di desa ini masyarakatnya memang mayoritas bekerja sebagai petani. Bila dilihat dari segi jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan agroforestri, responden umumnya memiliki jumlah anggota keluarga berkisar 4 – 6 orang (36,7%). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan agroforestri ini mempengaruhi tingkat pemasukan maupun pengeluaran petani itu sendiri. Menurut Muljadi (1987), makin banyak luas garapan, makin banyak tenaga kerja yang tercurah. Perbedaan curahan tenaga kerja antara berbagai macam kegiatan disebabkan oleh luas garapan yang berbeda, dimana curahan tenaga kerja cenderung berbanding lurus dengan luas garapan. Pada lahan yang cukup luas, masyarakat umumnya menyewa tenaga kerja sekitar 3 – 6 orang. Masyarakat umumnya mempekerjakan tenaga kerja yang disewa pada saat panen raya yaitu untuk membantu mengumpulkan hasil panen raya, namun ada juga masyarakat yang menyewa tenaga kerja per bulan.

(35)

terhadap kemampuan masyarakat untuk menyerap informasi (IPTEK) dan lebih terampil dalam mengelola lahan agroforestri.

Pola Agroforestri

Lahan agroforestri yang dimiliki masyarakat Desa Nagori Simpang Raya Dasma ini adalah tanah warisan. Pada dasarnya, lahan agroforestri di desa ini sejak dahulu memang sudah ditumbuhi tanaman durian dan tanaman liar seperti aren. Lahan ini juga ditanami tanaman sayuran dan buah-buahan. Mereka memanfaatkan tanah kosong di sekitar tanaman durian untuk ditanam tanaman lainnya. Umumnya hal ini dilakukan mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari dimana mereka dapat mencukupi kebutuhan pangan dari lahan mereka sendiri. Namun seiring kemajuan pengetahuan, mereka kemudian melakukan penanaman jenis tanaman lainnya di sekitar durian dengan lebih intensif atau lebih dikenal dengan pola agroforestri. Hal ini sejalan dengan pendapat Irwanto (2007) yang menyatakan bahwa dengan pola tanam agroforestri/tumpang sari dapat dikatakan bahwa masyarakat sudah dapat memanfaatkan lahan kosong (lahan yang tidak produktif) untuk menanam jenis-jenis tanaman lain (tananam palawija dan setahun).

Pola agroforestri di desa ini dapat diklasifikasikan dalam dua pola, yaitu pola agrisilvikultur dan pola agrosilvopastura. Sardjono, dkk (2003) mengatakan bahwa agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (tanaman berkayu atau woody plants) dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual

(36)

kehutanan dengan komponen tanaman pertanian. Kombinasi pada pola ini meliputi komponen kehutanan seperti alpukat, aren, durian, kemiri dan petai serta komponen pertanian seperti cabai, cengkeh, coklat, jagung, kacang tanah, kelapa, kopi, kunyit, mangga, nenas, pinang, pisang, serai dan ubi kayu. Salah satu contoh pola agrisilvikultur dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Agrisilvikultur Tanaman Kopi dengan Durian

(37)

yang matang, melainkan tergantung ketersediaan bibit di wilayahnya. Pada kebun campuran, jarak tanam umumnya tidak teratur, jumlah pohon setiap jenis bervariasi, demikian juga dalam satu jenis dijumpai variasi umur berbeda. Pola agrosilvopastura dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Agrosilvopastura

(38)

yang bervariasi yakni bersifat rutin, harian, mingguan, bulanan, musiman dan tahunan sehingga kebun campuran memberikan hasil secara berkelanjutan bagi para petani. Berdasarkan hasil penelitian di desa ini, praktik agroforestri memiliki beberapa keunggulan. Adapun keunggulan-keunggulan dari agroforestri ini yaitu (a) pengolahan dan pemanfaatan lahan yang lebih efektif dan efesien, (b) kesinambungan ekologi dan ekonomi tetap terjaga, (c) pendapatan yang diperoleh dari praktik agroforestri adalah setara atau bahkan bisa lebih besar ketimbang pendapatan di luar agroforestri, (d) waktu panen dapat bervariasi antara satu produk agroforestri dengan produk lainnya, dan (e) dapat mengurangi kerugian akibat gagal panen terhadap salah satu produk agroforestri.

Jenis-Jenis Produk Agroforestri

Masyarakat di Nagori Simpang Raya Dasma memanfaatkan produk-produk agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari (seperti penggunaan kayu bakar dan hasil ternak/telur) dan juga sebagian besar produk-produk tersebut dijual untuk menambah penghasilan rumah tangga. Jenis-jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh masyarakat Nagori Simpang Raya Dasma dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis-Jenis Produk Agroforestri

No Produk AFO Jumlah Pengambil (orang) Proporsi

Komponen Kehutanan

(39)

9 Jagung (Zea mays) 5 3.45%

Produk agroforestri yang dimanfaatkan masyarakat Nagori Simpang Raya Dasma, antara lain :

1. Alpukat

(40)

Gambar 3. Alpukat Sebagai Penaung Tanaman Coklat

(41)

tanaman ini juga meberikan penghasilan setiap tahunnya, walaupun tidak sebesar hasil penjualan tanaman lainnya.

2. Aren

Aren termasuk famili Palmae dapat tumbuh di berbagai tempat. Banyak hasilnya yang telah dimanfaatkan seperti lahang/gula, kolang-kaling/buah aren, tepung aren dan sebagainya (Kartasapoetra, 1992). Aren merupakan salah satu produk agroforestri yang dimanfaatkan masyarakat di desa ini. Tumbuhan ini tumbuh subur secara alami di lahan agroforestri sejak dahulu. Ada juga aren yang sengaja ditanam oleh masyarakat tetapi produksinya tidak sebaik aren yang tumbuh secara alami. Aren yang tumbuh secara alami biasanya tumbuh diantara coklat atau kopi dapat dilihat pada Gambar 4. Bagian aren yang dimanfaatkan masyarakat hanyalah sebatas air nira saja yang diolah menjadi tuak (minuman fermentasi).

(42)

Responden yang memanfaatkan aren sebanyak 15 orang (50%). Penjualan air nira ini ternyata sangat mengimbangi kebutuhan masyarakat karena hasil penjualannya cukup tinggi per tahunnya. Pengambilan air nira biasanya dilakukan setiap hari pada sore hari. Satu pohon aren menghasilkan ± 4 liter per hari tergantung kualitas pohon aren itu sendiri. Tidak setiap hari selama setahun air nira berproduksi aktif, namun beberapa waktu air nira tidak dapat berproduksi. Air nira umumnya dijual ke agen dengan harga Rp 1.500/L.

(a) (b)

Gambar 4. Tanaman Aren dengan Kopi (a) dan Tanaman Aren dengan Coklat (b)

3. Cabai

(43)

untuk mengisi lahan yang sedikit kosong di sekitar pohon kopi dan durian seperti pada Gambar 5. Jumlah cabai yang ditanam tidak cukup banyak dan hanya ditanam sesekali saja. Hal ini sejalan dengan penuturan Arifin, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa tanaman semusim (seperti cabai, terung, kacang-kacangan, mentimun) tidak pernah dominan di dalam kebun campuran, tanaman tersebut adalah komponen sementara yang muncul pada saat penanaman kembali pohon kayu. Tanaman semusim ini seringkali berdampingan dengan anakan pohon kayu manis, kopi atau pala.

(a) (b)

Gambar 5. Tanaman Cabai Diantara Kopi dan Durian (a) dan Tanaman Cabai di Media (b)

(44)

4. Cengkeh

Tanaman cengkeh telah banyak dikenal dan dikembangkan di tanah air kita, namun khasiat bunganya sebagai bahan obat mungkin belum banyak yang mengenal. Cengkeh yang asli berasal dari Maluku yang kemudian dikembangkan di beberapa daerah di luar negeri seperti Zanzibar, Amerika Latin, Brasilia dan sebagainya. Tanaman yang termasuk famili Myrtaceae ini berbau aromatik kuat dan rasanya pedas. Cengkeh akan mulai berbunga dengan baik setelah berumur 6 tahun, kuncupnya berwarna putih berubah menjadi merah. Kuncup-kuncup ini selanjutnya diasapi, dijemur/dikeringkan dan dipisahkan dari tangkainya (Kartasapoetra, 1992).

Gambar 6. Tanaman Cengkeh Diantara Tanaman Coklat

(45)

sedikit seperti pada Gambar 6. Berdasarkan hasil wawancara, responden menanam cengkeh dan coklat di lahan agroforestri untuk memperoleh pendapatan dalam waktu yang berbeda terhadap 2 jenis tanaman ini. Menurut Arifin, dkk. (2003) di dalam sistem agroforestri diatur sehingga ada tanaman yang menghasilkan sepanjang tahun seperti kelapa, coklat, pala, dan kenari dan ada yang musiman seperti cengkeh, durian, duku, gandaria, dan sebagainya.

Pemeliharaan cengkeh tidak terlalu intensif, umumnya dilakukan hanya dengan memberi pupuk kompos saja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, jumlah responden yang memanfaatkan produk agroforestri cengkeh ini hanya 2 orang (6,67%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kurang memanfaatkan tanaman ini. Padahal, jika ditanam dan diupayakan lebih baik, cengkeh dapat tumbuh subur di desa karena iklim dan kondisi tanah yang cocok untuk membudidayakan cengkeh. Cengkeh dipanen sekali dalam setahun dan menghasilkan ± 15 kg cengkeh kering dalam setahun. Harga cengkeh kering yang dijual ke agen Rp 50.000/kg.

5. Coklat

(46)

kemudian dapat dijual. Tanaman coklat ditanam diantara pohon durian sebagai penaung dengan sistem agroforestri seperti pada Gambar 7.

Masyarakat di desa ini umumnya memanfaatkan ranting dan bijinya. Rantingnya biasanya dipakai untuk kayu bakar, sementara bijinya akan dijemur terlebih dahulu untuk kemudian dijual ke agen. Setiap bulannya, biji coklat yang dipanen dapat berkisar 5 kg per pohon. Masyarakat umumnya menjual coklat ke agen seharga Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per kilo. Pemeliharaan terhadap coklat harus intensif dan biasanya untuk menghasilkan biji coklat yang baik dan banyak, masyarakat menggunakan bermacam pupuk seperti ponska, garam busuk, KCl, NPK buah, kompos, TSP, Urea dan Z-A.

(47)

Gambar 7. Tanaman Coklat Diantara Pohon Durian

6. Durian

Tanaman durian di desa ini merupakan tanaman tua dimana tanaman durian telah dibudidayakan sejak lama dan merupakan tanaman warisan turun-temurun. Buah durian biasanya memiliki masa panen sekali dalam setahun. Di desa ini, panen raya durian umumnya terjadi pada bulan Mei hingga Juni. Setiap panen raya, durian dapat menghasilkan 30 hingga 100 buah per pohon tergantung kualitas produksi pohon duriannya. Buah durian biasanya dijual secara eceran dan dijual ke agen. Buah durian yang dijual ke agen biasanya seharga Rp 5.000 hingga Rp 8.000 per buah. Sedangkan jika dijual secara eceran, buah durian dapat dijual seharga Rp 10.000 hingga 15.000 per buah sesuai dengan ukuran tertentu.

(48)

pengusahaan lahan masyarakat adalah kebun campuran dan pekarangan dimana tanaman yang memberikan pendapatan yang berarti adalah kelompok buah-buahan. Di desa ini, umumnya buah durian ditanam diantara tanaman coklat, kopi dan diantara coklat dan kopi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pola Agroforestri Tanaman Durian dengan Coklat dan Kopi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (30 orang) memanfaatkan tanaman durian sebagai salah satu produk agroforstri. Di desa ini, tanaman durian memang menjadi tanaman utama mengingat di desa ini tanaman durian sudah tumbuh sejak lama (termasuk tanaman warisan). Setiap tahunnya produksi durian dijual tidak hanya di desa ini saja tapi juga dijual hingga ke desa-desa lainnya. Semua durian yang dijual ke agen kemudian dikirim ke berbagai tempat di luar desa untuk dipasarkan. Hasil dari penjualan durian memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan rumah tangga. Selain hasil produksi buah yang dapat dipanen setiap tahunnya, pemeliharaan durian dapat dilakukan tanpa menggunakan jenis-jenis pupuk khusus karena pada dasarnya tanaman durian di desa ini tumbuh subur.

(49)

Masyarakat di desa ini menanam jagung di sekitar tanaman durian. Tanaman ini biasanya diberi pupuk seperti NPK, urea, KCl dan kompos agar hasil yang didapat maksimal. Bagian jagung yang dimanfaatkan dan dijual hanya buahnya saja. Jagung dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Setiap 6 bulan sekali, jagung dipanen dan dijual ke agen di desa tersebut. Harga jagung yang telah dipipil per kilo sekitar Rp 3.000. Mengingat pemeliharaan jagung yang sedikit memerlukan pemberian pupuk, masyarakat kurang memanfaatkan produk agroforstri ini untuk di tanam dilahannya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya responden yang memanfaatkan tanaman jagung, diperoleh 5 orang atau sekitar 16,67% saja yang memanfaatkan jagung. Meskipun demikian, tanaman jagung termasuk mampu menunjang pendapatan rumah tangga.

(50)

Gambar 9. Tanaman Jagung yang Ditanam Secara Agrisilvikultur dengan Durian

8. Kacang tanah

Gambar 10. Tanaman Kacang Tanah Diantara Rerumputan

(51)

seperti pada Gambar 10. Berdasarkan wawancara, masyarakat menanam kacang tanah karena mampu menyuburkan tanah dan tidak mengganggu tanaman lainnya sehingga menguntungkan bagi tanah dan tanaman lainnya. Menurut Susanto (1994), akar Leguminoseae atau kacang-kacangan dapat mengikat unsur N dari udara sehingga menambah kesuburan tanah. Penaung yang baik adalah tanaman

Leguminoseae sebab mampu menambah kandungan N dalam tanah.

9. Kelapa

Tanaman kelapa disebut juga pohon kehidupan karena setiap bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Daging buah dapat dipakai sebagai bahan baku untuk menghasilkan kopra. Air kelapa dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka dan kecap. Buah kelapa yang terdiri atas sabut kelapa dapat digunakan untuk membuat choir fibre, keset, sapu dan matras. Tempurung dapat dimanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan dan karbon aktif. Batang kelapa dapat dibuat sebagai bahan bangunan untuk kerangka bangunan. Daun kelapa dapat dijadikan sapu lidi dan barang-barang anyaman. Semua bentuk pemanfaatan ini menggambarkan prospek ekonomi yang sangat bagus bagi tanaman kelapa (Suhardiyono, 1995).

(52)

tumbuh dan berbuah dengan baik. Fungsi utama produk agroforestri adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari petani. Widiarti dan Sukaesih (2008) mengatakan kebun campur tidak menggunakan budidaya intensif. Penanaman umumnya dilakukan tanpa persiapan lahan dan lubang tanam dan pemeliharaannnya tidak khusus. Lahan ditanami dengan berbagai jenis tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Gambar 11. Sebaran Kelapa di Lahan Agroforestri

10.Kemiri

(53)

Kemiri memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan rumah tanga di desa ini. Berdasarkan wawancara dengan responden, sebenarnya lahan agroforestri yang mereka kelola mampu memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pendapatan mereka. Apabila pola agroforestri dengan menggunakan tanaman kemiri sebagai salah satu jenis produk agroforestri lebih diperhatikan pengelolaannya dan dimanfaatkan pasti produktivitas lahan tersebut lebih maksimal. Hal tersebut didukung pernyataan Widiarti dan Sukaesih (2008) yaitu besarnya kontribusi hasil dari kebun seharusnya diikuti dengan memberikan perhatian yang serius dalam hal pengelolaannya. Untuk peningkatan produktivitas kebun campuran diperlukan penataan teknik budidaya pola tanam agroforestri untuk menjaga keserasian pertumbuhan tanaman dengan penataan jarak dan jalur untuk pertumbuhan yang optimal masing-masing tanaman yang diusahakan, yaitu dengan memperhatikan sifat fisiologis pohon, tajuk dan perakaran.

(54)

Gambar 12. Tanaman Kemiri Sebagai Penaung Coklat

11.Kopi

Tanaman kopi mulai dikenal pertama kali di Benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada mulanya tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk, melainkan masih tumbuh liar di hutan. Kopi adalah tanaman yang berkhasiat dan dijadikan minuman yang diseduh dengan air panas. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan secara umum tingiinya dapat mencapai 12 m (Najiyati dan Danarti, 1997).

(55)

Pohon-pohon ini berperan sebagai naungan kopi dan meningkatkan hasil keseluruhan kebun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden yang diwawancarai, ada 9 orang (30%) responden yang memanfaatkan kopi sebagai salah satu produk agroforetri. Kopi yang ditanam di desa ini adalah kopi ateng. Bagian kopi yang diambil adalah buahnya yang ranum yang berwarna merah. Tanaman kopi ini mulai dapat dipanen perdana pada umur 3 tahun sampai 4 tahun. Buah kopi umumnya tidak dapat matang secara serempak dan tidak dapat dipetik sekaligus tetapi bertahap. Hal ini dikarenakan keluarnya bunga tidak terjadi secara serempak. Buah yang sudah merah dipetik satu per satu dan yang masih hijau ditinggalkan. Jika panen liar, kopi dapat dipanen setiap minggunya dan jika panen raya dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Kopi dijual kepada agen seharga Rp 15.000/kg.

Gambar 13. Tanaman Kopi Diantara Tanaman Pisang

(56)

Bagian terpenting dari tanaman kunyit adalah akar tinggalnya yang dapat dipergunakan sebagai bahan obat-obatan dan bumbu dapur. Selain itu, daunnya juga digunakan untuk obat-obatan dengan cara merebus daun kunyit dan dijadikan mandian. Kunyit memiliki bau yang khas, berwarna kuning orange dan rasanya agak pahit. Dalam wawancara terhadap responden, hanya ada 1 responden (3,33%) yang memanfaatkan kunyit. Kunyit dapat dipanen sekali dalam setahun dan bisa dipanen pada umur 8 bulan. Masyarakat menjual kunyit kepada agen seharga Rp 2.000/kg.

Petani agroforestri cenderung memanfaatkan lahan kosong untuk diisi dengan jenis tanaman yang dianggap dapat tumbuh dan memberikan manfaat. Setiap tanah yang kosong diusahakan dipenuhi dengan tanaman yang layak ditanam. Seperti pada Gambar 14, kunyit ditanam diantara tanaman kopi (kiri) dan ubi kayu (kanan). Walau hanya memiliki sela yang sempit, namun petani tetap memanfaatkannya dengan menanam kunyit dalam jumlah sedikit. Berdasarkan hasil wawancara, kunyit ini umumnya dimanfaatkan petani untuk kebutuhan sehari-hari dan dijual jika hasilnya cukup banyak.

(57)

Hasil wawancara terhadap salah satu responden mengatakan jika dilihat dari tanahnya, lahan ini kurang subur. Namun berkat sistem agroforestri yang telah diterapkan, sifat tanah dapat berubah menjadi lebih subur daripada sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa agroforestri mampu menjaga kesuburan tanah. Hal ini sejalan dengan Irwanto (2007) yang menyatakan dengan adanya tanaman tumpangsari ini dapat berfungsi sebagai penutup permukaan tanah, memperlambat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, meningkatkan kelembaban tanah dan dapat memperbaiki kesuburan tanah yang pada awalnya merupakan lahan yang tidak produktif. Dengan demikian dapat menjamin keberlanjutan aktivitas konservasi, disamping itu juga terbukti memberikan nilai tambah berupa peningkatan pendapatan petani.

13.Mangga

(58)

Gambar 15. Mangga Sebagai Penaung Bagi Tanaman Nenas

Buah-buahan merupakan salah satu produk agroforestri yang paling banyak dimanfaatkan petani agroforestri seperti mangga. Pada lahan agroforestri, mangga dapat dikombinasikan dengan nenas seperti pada Gambar 15. Nenas dapat tumbuh dengan baik di bawah naungan mangga tanpa mengganggu pertumbuhan mangga. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya lahan agroforestri berada tidak jauh dari permukiman petani karena sebagian dari mereka bekerja sebagai petani.

14.Nenas

Nenas merupakan buah yang cukup populer dan biasanya dijadikan sebagai buah pencuci mulut. Tanaman ini tidak memerlukan perlakuan khusus dan mudah untuk dibudidayakan. Daerah nenas yang terkenal di Negara kita ini adalah Palembang dan daerah penyebarannya di daerah Sumatera Utara (Asahan dan Simalungun), Jawa Barat, Sulawesi Selatan (Barru, Gowa) dan Kalimantan Timur. Bagian buah yang dimanfaatkan adalah daging buahnya yang berwarna kuning cerah (Nuswamarhaeni dkk, 1999).

(59)

di desa ini tidak dilakukan secara intensif. Hasil wawancara menunjukkan hanya ada 1 responden yang memanfaatkan tanaman ini dari 30 responden yang diwawancarai. Nenas dapat dipanen 3 kali dalam setahun. Buah ini dijual secara eceran seharga Rp 3.000/buah. Namun, tidak semua nenas dijual, sebagian dikonsumsi pribadi. Nenas dapat tumbuh begitu saja di daerah ini sehingga pertumbuhannya tidak memerlukan pemeliharaan intensif. Nenas ditanam di bawah tanaman kayu yaitu mangga seperti pada Gambar 16. Hasil yang didapatkan memang tidak sebagus nenas yang perlakuannya lebih intensif, tapi masyarakat cukup puas terhadap pendapatan dari penjualannya.

Gambar 16. Tanaman Nenas di Bawah Tanaman Mangga

(60)

kemudian jika itu sudah terpenuhi maka tiap kelebihan penghasilannya dialokasikan untuk non pangan.

15.Petai

Petai merupakan tanaman yang dapat mencapai ketinggian hingga 25 m. Di desa ini, bagian petai yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bijinya. Walau wanginya kurang sedap, namun konsumen peminat petai dapat dikatakan tinggi. Petai biasa dikonsumsi bersamaan dengan nasi (dijadikan lalapan) dan dianggap sebagai lauk bagi masyarakat di desa ini.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa dari 30 responden, ada 3 responden yaitu 3,33% yang memanfaatkan tanaman ini. Setiap tahunnya petai dapat dipanen sekali saja dan dijual secara borongan kepada agen atau orang tertentu yang sudah biasa memborong. Harga seikat petai adalah Rp 15.000 dan berisi 15 papan petai. Umumnya dalam satu masa panen, pohon petai dapat menghasilkan hingga 100 ikat petai. Karena dapat tumbuh subur, petai tidak memerlukan perawatan yang khusus, hanya dibiarkan tumbuh dengan sendirinya sehingga menguntungkan masyarakat yang memanfaatkannya. Petai tumbuh dengan sembarangan di lahan agroforestri secara alami. Misalnya tumbuh diantara durian atau pinang dan dapat menjadi penaung bagi tanaman coklat seperti pada Gambar 17.

(61)

16.Pinang

Biji pinang yang masak merupakan bahan obat-obatan. Baunya tidak begitu khas dan rasanya sepat atau pahit. Di desa ini, masyarakat sengaja menanam tanaman kayu seperti pinang sebagai tanaman pagar kebun atau pembatas antara lahan yang satu dengan lahan lainnya di lahan agroforestri seperti terlihat pada Gambar 18. Menurut Sumedi (2000), dalam bentuk tumpangsari, tanaman kayu biasa ditanam di batas lahan dan pada tepi terasering. Pada batas kepemilikan lahan, tanaman kayu memiliki fungsi sosial yaitu memberikan batas yang jelas kepada masing-masing lahan milik petani. Sedangkan pada tepi terasering tanaman berkayu memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai penguat dan stabilisator teras. Frekuensi pemanenan pinang dilakukan 4 kali dalam setahun. Masyarakat menjual pinang ke agen seharga Rp 15.000/kg. Buah pinang yang dijual adalah buah pinang yang sudah tua yaitu berwarna kuning hingga orange.

Gambar 18. Pinang Sebagai Tanaman Pagar di Lahan Agroforestri

(62)

memanfaatkan tanaman ini sebanyak 2 orang (6,67%). Meskipun tidak begitu dibudidayakan, tanaman ini mampu menunjang perekonomian masyarakat. Tidak hanya di desa ini, di desa sekitarnya juga memanfaatkan pohon pinang sebagai salah satu tanaman pagar kebun campuran.

17.Pisang

Pisang adalah buah yang sangat digemari orang karena rasanya yang enak dimakan sebagai buah meja dan bahkan jika melalui pengolahan terlebih dahulu. Masyarakat di desa ini biasanya menanam pisang barangan dan pisang kepok. Rata-rata jumlah sisir pisang ini berkisar 6 – 9 sisir setiap tandannya. Pisang kepok biasanya berisi 7 sisir setiap tandannya. Bagian tanaman yang diambil adalah buah dan daunnya. Buah pisang biasanya dikonsumsi pribadi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan buah ini sebanyak 3 orang (10%). Petani umumnya menanam pisang hanya untuk konsumsi keluarga saja, namun jika berbuah baik dan banyak maka pisang bisa dijual. Jika dijual ke agen, pisang dijual seharga Rp 100.000 per tandan.

Gambar 19. Tanaman Pisang Diantara Tanaman Lainnya

(63)

kebun campuran di desa ini, pisang sengaja ditanam dan ada juga yang tumbuh secara alami. Menurut BAPPENAS (2000), tanaman tumpang sari/lorong dapat berupa sayur-sayuran atau tanaman pangan semusim. Kebanyakan pisang ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan kopi, kakao, kelapa dan arecanuts. Jarak tanam tanaman pisang cukup lebar sehingga pada tiga bulan pertama memungkinkan dipakai pola tanam tumpang sari/tanaman lorong di antara tanaman pisang.

18.Serai

Serai adalah salah satu tanaman jenis rempah-rempah yang dapat digunakan sebagai bumbu dapur dan bahan obat-obatan. Serai yang memiliki aroma yang khas ini dapat tumbuh subur di desa ini tanpa perawatan khusus. Serai biasanya ditanam secara berkelompok atau berumpun. Serai dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Tanaman serai ditanam di pinggiran cabai dapat dilihat pada Gambar 20. Seperti penjelasan sebelumnya, cabai ini ditanam diantara kopi dan durian, begitu pula serai yang ditanam di pinggiran cabai ini.

(64)

Penjualan serai yang dilakukan masyarakat biasanya dilakukan secara borongan per rumpun. Setiap 1 rumpun serai dijual seharga Rp 15.000 dan dijual ke agen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada 1 orang responden (3,33%) yang memanfaatkan tanaman ini. Meskipun demikian, tanaman serai yang ditanam dalam skala kecil ini dapat dimanfaatkan petani untuk kebutuhan pangan sebagai bumbu dapur.

19.Ubi kayu

Ubi kayu atau lebih dikenal dengan sebutan singkong adalah tanaman yang sangat bermanfaat. Bagian tanaman yang diambil adalah umbinya dan juga daunnya yang dapat dijadikan sayur. Tanaman sayura-sayuran memang dapat dijadikan salah satu jenis produk agroforestri di desa ini. Tanaman palawija seperti ini tumbuh subur di lahan agroforestri. Di desa ini ubi kayu ditanam hanya untuk dikonsumsi pribadi. Masyarakat sengaja menanam ubi kayu diantara tanaman coklat dan durian seperti pada Gambar 21. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan tanaman ini sebanyak 3 orang (10%).

(65)

Hasil wawancara terhadap responden, petani memilih beragam jenis tanaman untuk ditanam di lahan agroforestri seperti tanaman berkayu maupun tanaman palawija. Karena memberikan kontribusi yang cukup tinggi, masyarakat hanya merasakan manfaat ekonomi dari lahan agroforestri tanpa menyadari manfaat ekologi yang didapat dari pola agroforestri tersebut. Sejalan dengan itu, Irwanto (2007) menyatakan bahwa petani kebun campuran pada dasarnya belum mengerti manfaat ekologi dari kegiatan tumpangsari, walaupun mereka sudah mengelola lahannya dengan sistem tanaman campuran yang umumnya meliputi tanaman pokok (pohon kayu) dan tanaman pengisi (palawija dan perkebunan). 20.Ayam dan Bebek

Ayam dan bebek merupakan salah satu produk agroforestri yang dapat dimanfaatkan masyarakat di desa ini. Hewan-hewan ini dapat dilepaskan atau diberi kandang di sekitar perladangan masyarakat. Pola agroforestri yang memanfaatkan hewan ini disebut pola agrosilvopastura. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat membiarkan hewan-hewan ini berkeliaran di dalam lahan agroforestri, ada juga yang membuat kandang di dalam lahan agroforestri seperti pada Gambar 22. Masyarakat biasanya hanya memanfaatkan telur ayam dan bebek untuk keperluan keluarga sehari-hari dan tidak dijual. Begitu juga dengan dagingnya, hanya dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Setiap telur jika dijual biasanya seharga Rp 1.500 per butir. Hewan-hewan ini bertelur setiap harinya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan petani yang memanfaatkannya.

(66)

agroforestri. Hal ini menguntungkan petani karena dapat mengurangi pengeluaran terhadap pakan ternak. Ternak mendapatkan pakan dari tanaman pada strata bawah (seperti dedaunan atau rumput-rumputan) dan dari tanaman strata atas (seperti biji-bijian), tanaman strata bawah mendapatkan naungan dari tanaman strata atas, sementara tanaman-tanaman yang ada di lahan agroforestri dapat tumbuh subur karena pupuk kompos yang berasal dari hewan. Dalam pola agrosilvopastura ini, setiap komponen memiliki fungsi dan membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Menurut Nurrochmat (2005), keragaman dalam masing-masing fungsi komponen kebun campuran menyebabkan terjadi sinergisme antara komponen yang saling menguntungkan. Komponen tanaman dengan komponen tanaman, serta komponen tanaman dengan komponen hewan dimana komponen yang satu menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi komponen yang lain dalam agroekosistem itu secara keseluruhan.

Gambar 22. Ayam Sebagai Komponen Peternakan dalam Pola Agroforestri

21.Kayu Bakar

(67)

kering yang kemudian dikumpulkan. Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Yusran dan Nurdin (2007) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa masyarakat menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak sehari-hari. Kayu bakar diperoleh dengan beberapa cara yaitu memotong bagian-bagian tertentu dari pohon seperti ranting atau cabang, mengambil ranting-ranting pohon pada saat ada penebangan. Masyarakat memperoleh kayu bakar dari dalam kawasan hutan. Hasil wawancara menunjukkan hampir seluruh responden menggunakan kayu bakar yaitu 22 orang (73,33%). Kayu bakar dapat diambil sewaktu-waktu tergantung pemakaiannya. Minyak tanah dapat digantikan oleh bahan bakar lain berupa kayu bakar. Jika setiap minggunya satu keluarga dapat menghabiskan minyak tanah ± 3L, maka kayu bakar yang digunakan sebagai pengganti minyak tanah sebanyak 4 ikat. Harga minyak tanah per liter sebesar Rp 8.000, maka setiap minggu keluarga tersebut mengeluarkan biaya sebesar Rp 24.000. Sedangkan jika memanfaatkan kayu bakar, maka kayu bakar memiliki harga Rp 6.000 per ikat. Masyarakat lebih memilih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar karena harga minyak tanah yang tergolong tinggi. Sementara kayu bakar dapat diambil begitu saja sehingga dapat mengurangi pengeluaran terhadap bahan bakar.

Nilai Ekonomi Produk Agroforestri

(68)

tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa jenis produk agroforestri menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, Nurfatriani (2006) mengatakan bahwa nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan yang ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Agroforestri

(69)

Ket : Xi = jumlah barang yang diambil responden FP = frekuensi pengambilan n = jumlah pengambil per jenis TP = total pengambilan/tahun

Hasil perhitungan hingga diperoleh total pengambilan per jenis per tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabel tersebut diketahui bahwa besarnya pemanfaatan tiap jenis produk agroforestri dipengaruhi oleh jumlah barang yang diambil tiap responden dan frekuensi pengambilan. Masyarakat berhasil menuai panen dari jenis produk agroforestri dalam takaran yang cukup banyak. Ini membuktikan masyarakat mampu mengolah lahan dengan baik sehingga produksi lahan dinyatakan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan produk agroforestri memberikan nilai guna langsung bagi masyarakat berupa makanan, kayu maupun tanaman obat. Bahruni (1999) mengatakan nilai guna langsung merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat terhadap komoditas hasil hutan berupa flora dan fauna.

(70)

ekonomi jenis-jenis produk agroforestri, maka digunakan total pengambilan dan harga jenis produk agroforestri per unit barang. Secara terperinci, persentase nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforestri dapat dilihat pada Tabel 4.

Setiap jenis produk agroforestri memiliki nilai yang berbeda. Nilai beberapa produk agroforestri (seperti alpukat, cabai, kunyit, dll) dapat ditentukan berdasarkan harga pasar yang berlaku di desa ini disebut harga pasar. Sementara itu, kayu bakar merupakan barang yang tidak dijual di pasar sehingga nilainya dapat ditentukan dengan nilai barang penggantinya yaitu minyak tanah. Bahruni (1999) mengatakan harga pasar digunakan jika barang/jasa hutan yang akan dinilai dan dijual di pasar sehingga ada harganya. Jika barang yang dinilai tidak dijual di pasar sehingga tidak ada harga pasarnya maka penilaian dilakukan dengan metode harga substitusi yang didapatkan jika barang yang akan dinilai ada barang substitusinya dan ada harga pasarnya.

Tabel 4. Persentase Nilai Ekonomi Produk Agroforestri

(71)

16 Pinang (Areca catecha) Kg 480 Rp 15,000 Rp 7,200,000 0.72

17 Pisang (Musa paradisiaca) Tandan 20 Rp 100,000 Rp 2,000,000 0.20

18 Serai (Andropogon nardus) Rumpun 10 Rp 15,000 Rp 150,000 0.02

19 Ubi kayu (Manihot esculenta) Kg 420 Rp 1,500 Rp 630,000 0.06

TOTAL Rp 470,928,000

Komponen Peternakan

Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah coklat dengan nilai ekonomi Rp 293.328.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 29,39%. Jenis produk agroforestri selanjutnya yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah aren dengan nilai ekonomi Rp 205.740.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 20,61%. Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar ketiga adalah durian dengan nilai ekonomi Rp 139.250.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 13,95%. Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah serai yaitu sebesar Rp 150.000 atau sekitar 0.02%, disusul dengan ubi yang memberikan kontribusi sebesar Rp 630.000 atau sekitar 0,06% dan nenas memberikan kontribusi sebesar Rp 720.000 atau sekitar 0,07%.

Besar kecilnya nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforesri sangat tergantung pada jumlah barang yang diambil, frekuensi pengambilan, total

(72)

kehutanan dengan nilai ekonomi sebesar Rp 491.740.000 dan yang terendah adalah komponen peternakan sebesar Rp 12.420.000.

Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat di desa ini memiliki beragam profesi, namun semua responden memiliki lahan agroforestri sehingga masyarakat memperoleh pendapatan dari pemanfaatan produk agroforestri tersebut. Adapun total pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan produk agroforestri dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa total pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan produk agroforestri sebesar Rp 355.800.000 per tahun. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa masyarakat di desa ini memperoleh pendapatan lain selain dari praktik agroforestri. Pada lampiran tersebut dipaparkan mengenai pendapatan masyarakat (Rp/thn) di luar pemanfaatan produk agroforestri. Sumber pendapatan mereka dapat berasal dari pensiunan, bersawah, wiraswasta, pedagang dan PNS.

Gambar 23. Diagram Persentase Pendapatan

(73)

pendapatan terendah berasal dari PNS yakni sebesar 9,44%. Hal ini menunjukkan pada dasarnya masyarakat bekerja sebagai petani.

Pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari pemanfaatan produk agroforestri dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari lampiran tersebut diketahui bahwa pendapatan bersih masyarakat dari agroforestri diperoleh dari pengurangan antara pendapatan kotor agroforestri dengan pengeluaran dalam praktik agroforestri. Pendapatan kotor dari produk agroforestri merupakan penjumlahan nilai ekonomi masing-masing produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh masing-masing responden. Pemanfaatan jenis-jenis produk agroforestri pada masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara itu, pengeluaran dari praktik agroforestri oleh masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengeluaran ini dapat berupa pembelian pupuk, pembelian bibit dan upah tenaga kerja. Petani di desa ini umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga dalam praktik agroforestri. Namun pada lahan agroforestri yang cukup luas, masyarakat menyewa tenaga kerja di luar keluarga. Hal ini pastinya menambah pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja. Muljadi (1987) mengatakan semakin banyak anggota keluarga yang terlibat, maka akan mengurangi pengeluaran karena mendeskripsikan jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan agroforestri, apalagi jika lahannya luas. Hal ini mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja di luar anggota keluarga sehingga mengurangi pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja.

(74)

maka kita dapat melihat bahwa pendapatan yang terbesar diperoleh dari pendapatan dari agroforestri. Pendapatan dari praktik agroforestri ini cukup besar dibandingkan dengan pendapatan di luar agroforestri dimana selisihnya sebesar Rp 484.467.000. Rincian pendapatan ini dan besarnya kontribusi masing-masing pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.

5. Total Pendapatan Masyarakat (Rp/thn) dan Persentase Kontribusi Produk Agroforestri

NO NAMA

PENDAPATAN

Pendapatan Luar

AFO Pendapatan AFO Total Pendapatan Kontribusi (%)

(75)

Gambar 24. Rata-Rata Perbandingan Pendapatan di Luar Agroforestri dan dari Agroforestri

Pola agroforestri yang diterapkan di desa ini ada dua yakni pola agrosilvopastura dan pola agrisilvikultur. Gambar 24 menunjukkan rata-rata pendapatan tiap tahunnya dari kedua pola tersebut. Rata-rata pendapatan masyarakat per tahun dari pola agrisilvikultur adalah sebesar Rp 27.218.481 dan rata-rata pendapatan masyarakat per tahun dari pola agrosilvopastura adalah sebesar Rp 35.122.667. Rata-rata pendapatan dari kedua pola tersebut didapatkan dari perhitungan Lampiran 3. Berdasarkan rata-rata npendapatan tersebut dapat disimpulkan bahwa pola agroforestri yang paling layak dikembangkan adalah pola agrosilvopastura.

(76)

dibedakan menjadi pendapatan yang diperoleh dari kegiatannya di dalam kawasan hutan dan pendapatan lainnya dari kegiatan di luar kawasan hutan. Pendapatan dari kawasan hutan adalah pendapatan yang diperoleh dari masyarakat akibat kegiatannya yang dilakukan di kawasan hutan.

Gambar 25. Perbandingan Pendapatan di Luar Agroforestri dan dari Agroforestri

(77)
(78)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis-jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh masyarakat Nagori Simpang Raya Dasma adalah alpukat, aren, cabai, cengkeh, coklat, durian, jagung, kacang tanah, kelapa, kemiri, kopi, kunyit, mangga, nenas, petai, pinang, pisang, serai, ubi kayu, ayam, bebek dan kayu bakar.

2. Nilai ekonomi produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah coklat dengan nilai ekonomi sebesar Rp 293.328.000 (29,39%), aren dengan nilai ekonomi Rp 205.740.000 (20,61%) dan durian dengan nilai ekonomi Rp 139.250.000 (13,95%). Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah serai yaitu sebesar Rp 150.000 (0.02%), ubi kayu yang memberikan kontribusi sebesar Rp 630.000 (0,06%), dan nenas memberikan kontribusi sebesar Rp 720.000 (0,07%).

3. Produk agroforestri secara total mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp 840.267.000 atau sekitar 70%. Sementara itu pendapatan dari luar pemanfaatan produk agroforestri memberikan kontribusi sebesar Rp 355.800.000 atau sekitar 30%.

Saran

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Responden No Identitas Responden
Gambar 1. Pola Agrisilvikultur Tanaman Kopi dengan Durian
Gambar 2. Pola Agrosilvopastura
Tabel 2. Jenis-Jenis Produk Agroforestri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat dan dikembangkan pada lahan milik masyarakat.. Keberadaan hutan rakyat

yang dimiliki petani/Ha. Luas penguasaan lahan agroforestri karet adalah lahan agroforestri karet yang dikuasai atau digarap oleh petani, meliputi lahan milik, sewa dan

Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian mengenai kontribusi dari komposisi tanaman agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga petani agroforestri di Desa

Menurut Simatupang (2011) proporsi kontribusi yang diterima dari sistem agroforestri terhadap total pendapatan masyarakat sangat bervariasi dari tempat yang satu ke

152 Apabila dilihat dari masing-masing kontribusi yang telah diberikan KWT sebagai pelaksana Program Pemanfaatan Lahan Pekarangan, hasil penelitian menujukkan rata-rata

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik kepala rumah tangga petani petani, komoditas yang paling banyak ditanam pada lahan tegalan dan kontribusi

Analisis alokasi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga petani dan kontribusi agroforestri kakao terhadap pendapatan rumah tangga dibatasi hanya pada musim panen kakao tahun

Menurut Sudono (2002), usaha peternakan sapi perah memiliki keuntungan- keuntungan dibanding dengan peternakan lainnya, yaitu: 1) merupakan suatu usaha yang tetap, artinya