• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BPS berperan dalam mengidentifikasi rumah tangga miskin di Indonesia yang berhak mendapatkan Raskin. RTS-PM Raskin pada tahun 2012 hingga tahun 2014 ditetapkan berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS 2011) BPS. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor berdasarkan Basis Data Terpadu dari TNP2K, pada tahun 2012 sebanyak 30% atau 918 617 jiwa yang tercakup dalam 196 028 rumah tangga. Kabupaten Bogor terbagi menjadi 40 kecamatan. Hasil rekapitulasi jumlah rumah tangga miskin menurut kecamatan menunjukkan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga miskin paling tinggi di Kabupaten Bogor, yaitu sebesar 10 469 rumah tangga (5,3%). Distribusi rumah tangga miskin di Desa Karehkel mencapai 5.8% dan di Desa Leuwimekar sebesar 3.2%.

Tabel 6 Jumlah RTS-PM Raskin di masing-masing lokasi penelitian No Lokasi Penelitian Jumlah Rumah

Tangga Jumlah RTS-PM % Jumlah Contoh 1 Kecamatan Dramaga Desa Petir 3 174 766 24.1 23 2 Kecamatan Leuwiliang Desa Karehkel 2 446 925 23.5 15 Desa Leuwimekar 3 942 925 37.8 10

3 Kecamatan Bogor Selatan

Kelurahan Mulyaharja 4 140 1 172 28.3 50

Profil kemiskinan Kota Bogor menurut BPS pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga miskin paling tinggi berdasarkan kecamatan adalah di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebesar 15 992 rumah tangga atau 24.6% dari total rumah tangga miskin Kota Bogor, dimana distribusi yang paling tinggi terdapat pada Kelurahan Mulyaharja sebanyak 1 691 rumah tangga.

RTS yang berhak mendapatkan Raskin adalah RTS yang terdaftar dalam PPLS-11 BPS, sebagai RTS-PM di desa/kelurahan. Data jumlah RTS-PM Raskin di masing-masing lokasi penelitian didapatkan dari data di masing-masing kecamatan maupun desa/kelurahan. Persentase RTS-PM Raskin di setiap lokasi penelitian adalah lebih dari 20% (Tabel 5).

16

Desa Petir (Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga yang berbatasan dengan Desa Neglasari di sebelah utara, Desa Sukadamai di sebelah selatan, Desa Purwasari di sebelah barat, dan Desa Sukajadi di sebelah timur. Luas wilayah Desa Petir yaitu 448.25 ha, yang terbagi menjadi 9 RW dan 42 RT. Sebagian besar wilayah berupa sawah (210 Ha) dan yang paling luas kedua yaitu dimanfaatkan untuk lahan perumahan seluas 190 Ha. Jumlah penduduk dan rumah tangga sampai Desember 2011 masing-masing 12 876 jiwa dan 3 174 rumah tangga, dimana sebagian besar (46%) penduduk berada pada kelompok umur 19 tahun ke atas. Mayoritas (41.2%) penduduknya adalah tamatan SD/ sederajat dan memiliki pekerjaan sebagai buruh (41.9%).

RTS-PM Raskin yang tercantum dalam daftar distribusi Raskin di Desa Petir pada tahun 2013 adalah sebanyak 913 rumah tangga, dimana jumlah raskin yang diterima adalah sebanyak 13 695 kg. Jumlah Raskin yang diterima oleh pihak balai desa kemudian didistribusikan ke masing-masing TB sesuai dengan jumlah RTS-PM pada daftar. Pembagian Raskin di masing-masing TB diserahkan pada kepala RT/RW setempat. Raskin yang didistribusikan ke masing-masing warga tidak didasarkan pada daftar RTS-PM yang sudah ada, tetapi dengan cara dibagi rata ke rumah tangga yang memang tergolong membutuhkan sesuai dengan kesepakatan warga. Sehingga jumlah Raskin yang diterima oleh masing-masing RTS-PM adalah kurang dari 15 kg.

Desa Karehkel (Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Desa Karehkel secara geografis berbatasan dengan Desa Cidokom di sebelah utara, Desa Leuwiliang di sebelah selatan, Desa Galuga di sebelah timur, dan desa leuwibatu di sebelah barat. Desa Karehkel merupakan salah satu desa yang berada di wilayah utara Kecamatan Leuwiliang dengan luas wilayah 420 Ha, yang terbagi menjadi 5 dusun, 13 RW, dan 42 RT. Berdasarkan kondisinya, lahan yang ada terbagi dalam dua ekosistem, yaitu ekosistem lahan sawah dan kolam, serta ekosistem lahan darat/ kering.

Jumlah penduduk Desa Karehkel pada Tahun 2012 adalah sebesar 11 635 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2%. Komposisi penduduk dilihat dari usia, yaitu dalam usia kerja (10-64 tahun) berjumlah 7 650 jiwa, dari penduduk usia kerja 15-16 tahun yang telah bekerja sebanyak 3 442,5 jiwa atau 45% yang belum bekerja, seperti mahasiswa/pelajar, ibu rumah tangga dan lainnya sebanyak 25% dan yang sedang mencari kerja/pengangguran terbuka sebanyak 17%. Sedangkan sisanya, yaitu 13% merupakan pengangguran terselubung. Selanjutnya bila dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk Desa Karehkel relatif masih rendah dimana sebanyak 16.2% penduduk masih buta huruf. Mayoritas penduduk hanya tamat SD/sederajat (34.7%). Penduduk yang tamat SMA/sederajat dan tamat perguruan tinggi masing-masing hanya 5.9% dan 0.9%. Gambaran kondisi kemiskinan dari Desa Karehkel dapat dilihat dari jumlah RTS-PM Raskin. Jumlah RTS-PM Raskin di Desa Karehkel selalu mengalami penurunan mulai tahun 2011 hingga pada bulan Juli tahun 2013 menurun kembali sebanyak 3 ton menjadi 13 875 ton (sama dengan 925 karung, masing-masing 15

kg). Penurunan jumlah RTS mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dianggap sudah membaik.

Desa Leuwimekar (Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Desa Leuwimekar secara geografis berbatasan dengan Desa Leuwiliang di sebelah utara, Desa Barengkok di sebelah selatan, Kecamatan Cibungbulang di sebelah timur, dan Desa Cibeber I dan Desa Cibeber II di sebelah barat. Desa Leuwimekar mempunyai luas wilayah 244 179 Ha dimana sebagian besar wilayah merupakan sawah dan ladang. Desa Leuwimekar terbagi menjadi 12 RW dan 41 RT. Jumlah penduduk Desa Leuwimekar sampai Desember 2011 adalah 14 098 jiwa. Berdasarkan kelompok umur, sebagian besar penduduk berumur 55 tahun ke atas (13.8%). Sedangkan kelompok umur 0-14 tahun sebesar 36.1%, 25-29 tahun sebesar 23.7%, dan 26.4% berada pada kelompok umur 30-54 tahun. Mayoritas penduduk Desa Leuwimekar hanya tamat SD/sederajat (40%). Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan, yaitu sebagian besar (30.0%) rumah tangga bekerja sebagai pedagang, sebanyak 18.0% sebagai guru, 14.3% sebagai buruh pabrik, 10.9% sebagai petani, serta 26.8% pekerjaan lainnya (buruh tani, buruh bangunan, penggali pasir, karyawan perusahaan, sopir, tukang ojek, PNS, tukang cuci, dan sebagainya). Desa Leuwimekar terdata sebagai desa yang mayoritas penduduknya sudah mampu (tidak miskin) sehingga jumlah Raskin yang disalurkan ke desa ini pun menurun mulai Tahun 2011.

Kelurahan Mulyaharja (Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor)

Secara geografis Kelurahan Mulyaharja berbatasan dengan Cikaret di sebelah utara, Desa Sukamarga, Kecamatan Cijeruk di sebelah selatan, Pamoyanan di sebelah timur, dan Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari di sebelah barat. Wilayah Kelurahan Mulyaharja terbagi menjadi 12 RW dan dan 56 RT. Luas wilayah Kelurahan Mulyaharja yaitu 302.4 Ha yang sebagian besar wilayahnya digunakan sebagai pemukiman (195 Ha). Jumlah penduduk sampai Desember 2013 adalah sebesar 17 068 jiwa atau 4 140 rumah tangga.

Tabel 7 Jumlah RTS-PM di Kelurahan Mulyaharja tahun 2013

RW Jumlah RT Jumlah RTS-PM Jumlah Raskin (Kg)

01 5 113 1 695 02 6 110 1 650 03 5 95 1 425 04 4 123 1 845 06 6 120 1 800 07 4 133 1 995 08 3 98 1 470 09 4 114 1 710 10 4 128 1 920 11 4 77 1 155 Total 49 1 172 17 580

18

Kelurahan Mulyaharja merupakan wilayah yang paling banyak menerima Raskin di Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah RTS-PM Raskin yang tercantum dalam daftar distribusi Raskin di Kelurahan Mulyaharja pada tahun 2013 adalah sebanyak 1 172 rumah tangga dari 1 691 rumah tangga miskin (RTS). Jumlah Raskin yang disalurkan tiap periode adalah sebanyak 17 580 kg (15 kg per rumah tangga). Pada Tabel 5 ditunjukkan bahwa jumlah RTS-PM di Kelurahan Mulyaharja yang paling banyak adalah di RW 04, 05, 06, dan 09.

Karakteristik Sosial Demografi

Karakteristik sosial demografi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya, besar keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan pekerjaan kepala keluarga (Tabel 7). Jumlah contoh keseluruhan adalah 98 rumah tangga, yang terdiri dari 23 rumah tangga di Kecamatan Dramaga, 25 rumah tangga di Kecamatan Leuwiliang, dan 50 rumah tangga di Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah anggota rumah tangga keseluruhan adalah 463 orang, yang terdiri dari 100 orang dari Kecamatan Dramaga, 111 orang di Kecamatan Leuwiliang, dan 252 orang di Kecamatan Bogor Selatan.

Sebagian besar anggota rumah tangga contoh berjenis kelamin laki-laki di ketiga wilayah. Umur merupakan salah satu faktor yang diperhatikan untuk menentukan komposisi pangan anggota keluarga dalam pengembangan pola konsumsi tingkat rumah tangga yang dilakukan oleh Departemen Pertanian (Deptan) pada tahun 2002. Distribusi umur kepala keluarga contoh di ketiga wilayah sebagian besar berada pada kategori dewasa tengah dengan rata-rata umur 50.2±14.3 tahun dan tidak ada pada kategori remaja. Distribusi kategori dewasa awal dari yang paling tinggi hingga rendah adalah berada di Kecamatan Dramaga, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Bogor Selatan, akan tetapi kategori dewasa akhir dari yang paling tinggi hingga rendah adalah di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Dramaga. Sebagian besar (47.4%) umur anggota rumah tangga berada pada kategori usia produktif (19-54 tahun) dengan rata-rata umur 22.6±16.3 tahun.

Kategori besar keluarga pada penelitian ini adalah berdasarkan jumlah orang yang tinggal dalam satu lingkungan rumah dimana proses penyediaan, pengolahan dan konsumsi pangan sehari-hari dilakukan secara bersama-sama, tidak terpisah. Rumah tangga tersebut hanya menebus Raskin yang merupakan perwakilan rumah tangga tersebut dan dikonsumsi bersama. Distribusi besar keluarga contoh sebagian besar (50.0%) termasuk dalam kategori keluarga kecil dan sebagian kecil (18.4%) termasuk pada kategori keluarga sedang. Terdapat hubungan positif antara populasi dan konsumsi beras dunia (Kubo dan Purevdorj 2004). Distribusi kategori keluarga besar mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah pada contoh di Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Dramaga.

Profil tingkat pendidikan di ketiga lokasi penelitian menunjukkan bahwa mayoritas kepala keluarga contoh adalah lulus SD/sederajat, pernah sekolah tetapi tidak ada yang sampai lulus perguruan tinggi (PT). Distribusi kepala keluarga contoh yang lulus SMA/sederajat dari yang paling tinggi hingga rendah berada di

Kecamatan Dramaga, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Bogor Selatan. Secara umum kepala keluarga contoh yang bekerja sebagai buruh (46.9%), yaitu buruh tani, bengkel sepatu, bangunan, dan pasar. Kepala keluarga contoh yang bekerja sebagai petani hanya sebesar 3.1%. Pekerjaan sebagai pedagang merupakan urutan kedua yang paling banyak digeluti oleh kepala keluarga contoh. Sebanyak 14.3% kepala keluarga contoh tidak bekerja, dimana distribusi dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Dramaga.

Tabel 8 Karakteristik sosial demografi keluarga contoh No Karakteristik Dramaga Leuwiliang

Bogor Selatan

Total Responden

n % n % n % n %

1 Jenis kelamin anggota keluarga

Laki-laki 54 54.0 56 50.5 130 51.6 240 51.8 Perempuan 46 46.0 55 49.5 122 48.4 223 48.2

Total 100 100 111 100 252 100 463 100

2 a. Umur kepala keluarga (tahun)

Dewasa awal 10 43.5 8 32.0 12 24.0 30 30.6 Dewasa tengah 11 47.8 11 44.0 31 62.0 53 54.1 Dewasa akhir 2 8.7 6 24.0 7 14.0 15 15.3

Total 23 100 25 100 50 100 98 100

Rata-Rata±SD 45.7±14.6 51.3±16.0 51.7±13.2 50.2±14.3 b. Umur anggota keluarga lainnya (tahun)

<5 8 10.4 8 9.3 17 8.4 33 9.0 5-12 20 26.0 19 22.1 39 19.3 78 21.4 13-18 15 19.5 13 15.1 35 17.3 63 17.3 19-54 32 41.6 40 46.5 101 50.0 173 47.4 ≥55 2 2.6 6 7.0 10 5.0 18 4.9 Total 77 100 86 100 202 100 365 100 3 Besar keluarga Kecil (≤4 orang) 13 56.5 13 56.5 23 46.0 49 50.0 Sedang (5-6 orang) 8 34.8 7 30.4 16 32.0 31 31.6 Besar (≥7 orang) 2 8.7 5 21.7 11 22.0 18 18.4 Rata-rata±SD 4.3±1.7 4.4±2.1 5.0±1.9 4.7±1.9 4 Tingkat pendidikan kepala keluarga

Tidak tamat SD/Sederajat 3 13.0 5 20.0 14 28.0 22 22.4 Tamat SD/sederajat 14 60.9 15 60.0 30 60.0 59 60.2 Tamat SMP/sederajat 2 8.7 2 8.0 3 6.0 7 7.1 Tamat SMA/sederajat 4 17.4 3 12.0 3 6.0 10 10.2 5 Pekerjaan kepala keluarga

Tidak Bekerja 2 8.7 5 21.7 7 14.0 14 14.3 Pegawai Swasta 0 0.0 1 4.3 0 0.0 1 1.0 Buruh 10 43.5 7 30.4 29 58.0 46 46.9 Pedagang 7 30.4 4 17.4 5 10.0 16 16.3 Petani 0 0.0 2 8.7 1 2.0 3 3.1 Wiraswasta 4 17.4 2 8.7 3 6.0 9 9.2 Supir 0 0.0 2 8.7 2 4.0 4 4.1 Lainnya 0 0.0 2 8.7 3 6.0 5 5.1

20

Penerimaan/Pembelian Beras

Pengeluaran rumah tangga miskin dan rentan sebagian besar (65%) digunakan untuk membeli bahan makanan. Beras, sebagai salah satu bahan makanan, merupakan komoditi utama dalam konsumsi rumah tangga miskin dan rentan, dengan proporsi sekitar 29% dari total pengeluaran. Kenaikan harga beras dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia, sehingga sangat penting menjaga daya beli rumah tangga miskin dan rentan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pangan terutama beras (TNP2K 2014). Pemerintah Indonesia secara konsisten memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak atas pangan masyarakat, sejak krisis pangan pada tahun 1998, yang diimplementasikan melalui OPK, untuk meningkatkan akses rumah tangga miskin terhadap pangan (beras) pada saat harga meningkat. Distribusi beras bersubsidi melalui Program Raskin (berubah nama dari OPK sejak tahun 2002) masih belum mencapai enam indikator ketepatan (tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, administrasi, dan kualitas) sehingga perlu perbaikan (Hastuti et al. 2012). Hasil penelitian Arora (2013) menunjukkan bahwa capaian subsidi pangan melalui Public Distribution System (PDS) di daerah rural dan urban India sangat tidak tercukupi dan relatif lebih terkonsentrasi di wilayah yang tingkat kemiskinannya rendah.

Sumber penerimaan beras contoh pada penelitian ini dapat berasal dari pembelian maupun pemberian. Pembelian beras dilakukan dengan menggunakan uang, baik dengan pendapatan rumah tangga sendiri maupun pemberian orang lain. Pemberian beras merupakan penerimaan beras secara gratis dari saudara/tetangga/tempat kerja dan lain-lain. Penerimaan beras yang akan dibahas pada penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu penerimaan beras non-Raskin dan non-Raskin.

Kebutuhan Beras

Kebutuhan beras contoh adalah jumlah beras yang dibutuhkan untuk dimasak sesuai kebutuhan dan kebiasaan konsumsi contoh berdasarkan hasil wawancara dengan contoh. Kebutuhan beras contoh yaitu sebesar 268 gram/kapita/hari atau 8 052 gram/kapita/bulan (Tabel 8). Kebutuhan beras contoh yang paling tinggi adalah pada contoh di Kecamatan Leuwiliang, yaitu sebesar 304 gram/kapita/hari atau 9 126 gram/kapita/bulan sedangkan yang paling rendah yaitu di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebesar 251 gram/kapita/hari atau 7 531 gram/kapita/bulan. Kebutuhan beras per kapita yang paling tinggi adalah pada contoh di Kecamatan Leuwiliang (304 gram/kapita/hari) dan yang paling rendah adalah di Kecamatan Bogor Selatan (251 gram/kapita/hari).

Tabel 9 Rata-rata kebutuhan beras contoh

No Lokasi Penelitian

Berat rata-rata±SD

Per RT Per kapita

gram/hari kg/bulan gram/hari gram/bulan 1 Dramaga 1 078±442 32.3±13.3 267±106 8 017±3 179 2 Leuwiliang 1 216±523 36.5±15.7 304±126 9 126±3 780 3 Bogor Selatan 1 186±433 35.6±13.0 251±86 7 531±2 583 4 Total Responden 1 168±458 35.1±13.7 268±103 8 052±3 104

1 2 3 4 RT/ bulan Dramaga 2,7 2,9 2,8 2,9 2,8 Leuwiliang 2,4 1,6 2,3 3,2 2,4 Bogor Selatan 9,0 9,0 8,9 9,0 9,0 Total responden 5,8 5,7 5,8 6,1 5,8 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0 B er at ( K g ) Penerimaan/Pembelian Raskin

Contoh menerima Raskin sebanyak 2 kali pada bulan Juli hingga Agustus, yang merupakan bagian dari kompensasi kenaikan harga BBM yang mulai berlaku sejak akhir bulan Juni 2013. Penerimaan Raskin yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah total Raskin yang diterima oleh contoh tiap pembagian tidak termasuk/selain tambahan Raskin yang diterima akibat kompensasi tersebut. Total penerimaan/pembelian Raskin adalah jumlah Raskin yang diterima oleh contoh sebelum dikurangi dengan total penggunaan Raskin.

Jumlah penerimaan/pembelian Raskin oleh contoh sebagian besar (92.9%) kurang dari 15 kg. Gambar 4 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah Raskin yang diterima oleh contoh selama empat bulan terakhir tiap pembagian adalah 5.8 kg/bulan. Rata-rata jumlah Raskin yang diterima/dibeli contoh dari yang tertinggi hingga yang terendah, yaitu pada contoh di Kecamatan Bogor Selatan (9.0 kg), Kecamatan Dramaga (2.8 kg), dan Kecamatan Leuwiliang (2.4 kg).

Gambar 3 Rata-rata jumlah dan harga penerimaan/pembelian Raskin selama empat bulan terakhir

Rata-rata harga Raskin yang dibeli oleh contoh tiap kali pembagian adalah Rp2 694 per kg atau Rp40 413 per 15 kg (Rp3 106 di Dramaga, Rp2 935 di Leuwiliang, Rp 2 407 di Bogor Selatan). Bila dibandingkan dengan harga tebus di TD oleh Bulog yang membebankan RTS dengan harga Rp1 600, maka contoh harus membayar 1.7 kali lebih besar. Mayoritas contoh menyatakan tidak tahu harga aktual Raskin di TD Bulog. Namun, contoh tersebut mengungkapkan bahwa mereka memahami bahwa harga Raskin yang mereka bayar sudah termasuk untuk menutupi biaya distribusi juga.

“Saya ga tau harga sebenarnya berapa ibu, tapi Pak Kades bilang harga Rp 3 000 per liter uda termasuk biaya angkut beras dari Bulog” (Ibu Wu,

35 tahun).

Rp2 694

Rp3 106

Rp2 935

22

Ada sebanyak 4 contoh yang sudah tidak menerima Raskin selama 4 bulan terakhir di Kecamatan Leuwiliang. Tiga diantaranya menuturkan bahwa mereka sudah tidak menerima Raskin mulai bulan Juli 2013. Menurut penuturan dari kepala RT setempat, hal ini berkaitan dengan penurunan jumlah Raskin yang disalurkan dari Desa. Sejak bulan Juli 2013, jumlah Raskin yang diterima oleh Kecamatan Leuwiliang menurun dan kemudian mengakibatkan penurunan jumlah RTS-PM Raskin. Akibatnya, pembagian Raskin dilakukan sekali 3 bulan untuk menekan biaya distribusi dan mengurangi jumlah RTS-PM.

“Jatah Raskin untuk Desa Karehkel berkurang sejak Juli 2013. Bahkan penurunan jumlah Raskin untuk Desa ini sudah berlangsung tiap tahun, sejak dua tahun lalu. Kami hanya diberitahu kalau berdasarkan hasil sensus, jumlah penduduk miskin di desa ini sudah berkurang jadi jatah Raskinnya dikurangi. Padahal hasil sensus sebelum terjadinya pengurangan aja, masyarakat masih banyak yang ga kebagian apalagi dengan adanya pengurangan ini. Akibatnya saya baru menebus Raskin tiap tiga bulan sekali karna kalo tiap bulan, jumlah Raskin yang dibagikan ke warga juga tidak berarti, lagian untuk menekan biaya operasional. Untuk ngangkut Raskin ke tiap desa kan butuh tenaga artinya butuh biaya. Ini juga udah diomongin di kecamatan bahwa hasil sensus tersebut tidak sesuai dengan keadaan kemiskinan di desa ini, tapi belum ada perubahan. Saya berharap ada perbaikan atau penambahan jatah Raskin di desa ini karena dengan adanya Raskin, masyarakat

khususnya para lansia merasa sangat terbantu” (Bapak S, 42 tahun).

Wacana lain mengenai pembelian Raskin, yaitu hasil wawancara dengan 9 contoh di wilayah Kecamatan Dramaga dan Leuwiliang yang menyatakan bahwa mereka terkadang “tidak mampu” membeli Raskin karena tidak memiliki uang saat pembagian Raskin, sehingga mereka meminjam uang untuk membelinya. Bila tidak mendapatkan pinjaman uang, maka mereka tidak membelinya. Hal ini kemungkinan menyebabkan banyak kepala RT setempat yang mengambil kebijakan semua warga bisa membeli Raskin. Jadi sistem pembagian Raskin dapat dikatakan tidak mengikuti mekanisme menurut daftar RTS-PM Raskin, tetapi membagi Raskin secara merata kepada warga. Hal ini mengakibatkan jumlah Raskin yang diterima oleh semua contoh di wilayah Kecamatan Leuwiliang dan Dramaga kurang dari 15 kg, bahkan 93.8% contoh menerima kurang dari 5 kg per bulan.

“Bapak hanya kerja serabutan neng, kadang jadi kuli di pasar, kadang kalo ada kerjaan bangunan di tetangga bapak kerja di sana, jadi punya uangnya ga tentu. Datangnya Raskin juga ga tentu. Kalo Raskin datang, Ibu Kades selalu ngasi tau. Kalo lagi ga punya uang, ya minjem ke tetangga ato ngutang dulu ntar kalo bapak uda kerja dan dapat duit lagi

baru dibayar. Beli Raskinnya 5 liter karna jatahnya emang segitu” (Ibu

Ti, 33 tahun).

Keadaan penerimaan Raskin sedikit berbeda pada contoh di Kecamatan Bogor Selatan. Rata-rata jumlah Raskin yang diterima/dibeli oleh contoh di Kecamatan Bogor Selatan lebih banyak meskipun masih belum mencapai sasaran, yaitu 15 kg per RTS. Menurut penjelasan dari kepala RT setempat (6 RT), rumah

tangga yang tidak termasuk dalam daftar RTS-PM Raskin tetapi dinilai layak untuk mendapatkan bantuan Raskin (termasuk rumah tangga miskin) juga dapat membeli Raskin dengan ketentuan maksimal 5 kg. Sehingga rumah tangga yang tercantum dalam daftar RTS-PM Raskin seharusnya dapat menerima Raskin kurang lebih 10 kg. Ada beberapa RT yang memberlakukan sistem pembagian seperti ini tetapi hanya ada 2 dari 13 RT yang memperbolehkan rumah tangga lainnya untuk membeli bila ada sisa dan semua RTS-PM sudah mendapatkan Raskin sesuai kemampuannya.

“Raskin dibagi merata di RT ini. Karna beberapa warga yang tidak

mampu masih banyak yang tidak masuk daftar penerima Raskin. Tapi saya selalu mendahulukan warga yang bener-bener membutuhkan untuk membeli Raskin, tentunya saya lebih tau mana warga yang layak dan tidak layak menerima Raskin. Bahkan kalo mereka belum punya uang, ga apa-apa saya kasi aja. Mereka selalu bayar kok kalo mereka uda punya uang. Tapi kadang ada warga yang memang terdaftar sebagai penerima kadang beli kadang ga. Kalo berasnya lagi bagus beli, tapi kalo lagi jelek ga beli. Kalo keseringan, saya ga kasi lagi jatah Raskin buatnya. Jadi saya kasi ke orang lain karna masih banyak yang

membutuhkan” (Bapak K, 38 tahun).

Contoh yang menerima Raskin sebanyak 15 kg tiap pembagian di Kecamatan Bogor Selatan pada kenyataannya hanya 7 rumah tangga (14.0%) dan contoh yang menerima Raskin sebanyak kurang dari sama dengan 5 kg adalah sebanyak 3 rumah tangga. Sedangkan sisanya (80%) menerima Raskin antara 6 kg sampai 12 kg tiap pembagian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi yang sama (masalah pendistribusian) seperti yang dihadapi oleh contoh di Kecamatan Dramaga dan Leuwiliang. Hasil wawancara dengan 5 dari 40 contoh yang menerima Raskin antara 6 kg sampai 12 kg tiap pembagian, menjelaskan bahwa mereka tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli Raskin tiap kali pembagian. Waktu pembagian Raskin yang tidak menentu tiap bulan dan juga pekerjaan kepala keluarga yang sebagian besar merupakan tenaga harian/ mingguan dan tidak menentu menyebabkan mereka hanya memiliki uang pada hari-hari tertentu saja. Mereka menyatakan bahwa mereka terkadang meminjam uang untuk dapat membeli Raskin karena bila mereka tidak membelinya pada hari itu juga maka mereka akan membayar lebih mahal kepada rumah tangga yang membeli Raskin yang tersisa di RT setempat.

Keadaan penerimaan Raskin secara umum di ketiga lokasi penelitian tidak sesuai dengan sasaran Program Raskin yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan beras RTS melalui pendistribusian Raskin sebanyak 15 kg/RTS-PM/bulan dengan harga tebus Rp1 600 per kg netto di TD. Hal yang menjadi penyebab tidak sesuainya jumlah yang diterima oleh masin-masing contoh, salah satunya adalah karena sistem pembagian yang tidak sesuai dengan mekanisme distribusi berdasarkan daftar RTS-PM Raskin. Harga Raskin menjadi lebih dari Rp1 600 per kg diakibatkan oleh biaya transportasi/angkut Raskin dari TD ke desa masing-masing. Berbagai upaya untuk meningkatkan ketepatan sasaran dan jumlah beras yang diterima RTS-PM dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2012, salah satunya adalah dengan mengeluarkan Kartu Raskin. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata jumlah

24

Raskin yang diterima RTS-PM mengalami peningkatan dan harga Raskin mengalami penurunan di daerah yang menggunakan Kartu Raskin (TNP2K 2014).

Dokumen terkait