• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Raskin terhadap Total Konsumsi Beras dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Rumah Tangga Miskin di Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Raskin terhadap Total Konsumsi Beras dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Rumah Tangga Miskin di Bogor."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONTRIBUSI RASKIN TERHADAP TOTAL

KONSUMSI BERAS DAN TINGKAT KECUKUPAN

GIZI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI BOGOR

ARLINA KAROLIN SIHOMBING

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Raskin terhadap Total Konsumsi Beras dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Rumah Tangga Miskin di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Arlina Karolin Sihombing NIM I14114021

(4)
(5)
(6)
(7)

i

ABSTRAK

ARLINA KAROLIN SIHOMBING. Kontribusi Raskin terhadap Total Konsumsi Beras dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Rumah Tangga Miskin di Bogor. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) terhadap total konsumsi beras serta tingkat kecukupan gizi pada rumah tangga miskin. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional Study dan dilakukan di Kabupaten dan Kota Bogor. Sebanyak 98 rumah tangga miskin yang terdaftar sebagai penerima manfaat (RTS-PM) Raskin dipilih secara acak sebagai contoh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah Raskin yang diterima oleh contoh adalah sebesar 5.8 kg/RT/bulan (2.8 kg di Dramaga, 2.4 kg di Leuwiliang, 9.0 kg di Bogor Selatan). Rata-rata konsumsi Raskin contoh adalah 40.4 gram/kap/hari sementara total konsumsi beras contoh adalah 234.6 gram/kapita/hari (221.4 gram di Dramaga, 255.9 gram di Leuwiliang, 230.1 gram di Bogor Selatan). Kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras contoh (7.0 kg/kapita/bulan) sebesar 17.2%. Jumlah Raskin yang diterima oleh contoh hanya dapat memenuhi konsumsi beras contoh selama 9.5 hari. Apabila Raskin difortifikasi dengan zat besi 80 ppm, seng 30 ppm, tiamin 6.4 ppm, asam folat 1.3 ppm, vitamin B12 0.01 ppm, dan niasin 53 ppm diperkirakan akan meningkatkan kontribusi zat gizi mikro masing-masing sebesar 20.0% zat besi, 17.8% tiamin, 14.8% vitamin B12, 13.9% niasin, 12.9% asam folat, dan 10.4% seng.

Kata kunci: Beras, Raskin, rumah tangga miskin

ABSTRACT

ARLINA KAROLIN SIHOMBING. Contribution of Raskin to Total Rice Consumption and Nutritional Adequacy on Poor Households in Bogor. Supervised by DRAJAT MARTIANTO.

(8)

could provide household rice consumption for 9.5 days. If Raskin fortified with 80 ppm iron, 30 ppm zinc, 6.4 ppm thiamine, 1.3 ppm folic acid, 0.01 ppm vitamin B12, and 53 ppm niasin were estimated to increase micronutrients contribution of iron 20.0%, thiamine 17.8%, vitamin B12 14.8%, niasin 13.9%, folic acid 12.9%, and zinc 10.4% respectively.

(9)

iii

KONTRIBUSI RASKIN TERHADAP TOTAL

KONSUMSI BERAS DAN TINGKAT KECUKUPAN

GIZI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI BOGOR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

ARLINA KAROLIN SIHOMBING

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

(10)
(11)

v

Judul : Kontribusi Raskin terhadap Total Konsumsi Beras dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Rumah Tangga Miskin di Bogor.

Nama : Arlina Karolin Sihombing NIM : I14114021

Disetujui oleh

Dr Ir Drajat Martianto, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah Konsumsi „Beras untuk Keluarga Miskin‟ (Raskin), dengan judul Kontribusi Raskin terhadap Total Konsumsi Beras dan Tingkat Kecukupan Gizi pada Rumah Tangga Miskin di Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku pembimbing, atas segenap bimbingan, saran dan dukungannya selama penulis menyusun karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku pembimbing akademik yang juga telah memberi bimbingan dan dukungan selama menjalani pendidikan. Terima kasih juga penulis persembahkan kepada Ibu Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc yang telah menguji dan memberi banyak masukan yang berguna bagi penyempurnaan karya ilmiah ini.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada Bapak dan Ibu tercinta, atas segala doa, dukungan dan pengorbanannya selama penulis melakukan studi. Terima kasih juga penulis persembahkan kepada orang tua kedua saya, Abang dan Kakak Sahala di Cibinong atas segala doa, perhatian dan kasih sayangnya. Terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan juga kepada teman dan sahabat, Willy, Titin, Rafiq, Irani, Richardson, dan Fanji atas segala bantuan dan pengorbanannya selama mendampingi penulis hingga selesainya karya ilmiah ini.

Terima kasih buat para pendamping di lapangan, staf dan warga di Kecamatan Dramaga, Leuwiliang, dan Bogor Selatan, atas izin dan segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian. Terima kasih buat teman-teman seperjuangan di Program Sarjana Alih Jenis Gizi Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, segenap dosen dan staf atas bantuannya selama penulis menjalani studi. Akhirnya penulis berharap, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

(15)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Tujuan Umum ... 3

Tujuan Khusus ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

METODE ... 6

Desain, Waktu, dan Tempat ... 6

Teknik Penarikan Contoh ... 6

Jenis dan Metode pengumpulan data ... 7

Pengolahan dan Analisis Data ... 9

Keterbatasan Penelitian ... 13

Definisi Operasional ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 15

Desa Petir (Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) ... 16

Desa Karehkel (Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) ... 16

Desa Leuwimekar (Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) ... 17

Kelurahan Mulyaharja (Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor) ... 17

Karakteristik Sosial Demografi ... 18

Penerimaan/Pembelian Beras ... 20

Kebutuhan Beras ... 20

Penerimaan/Pembelian Raskin ... 21

(16)

Penerimaan/Pembelian Beras non-Raskin ... 25

Penerimaan/Pembelian Total Beras (Beras non-Raskin dan Raskin) ... 26

Konsumsi Beras ... 26

Kontribusi Raskin ... 30

Estimasi Kontribusi Zat Gizi Mikro Raskin ... 31

SIMPULAN DAN SARAN ... 32

Simpulan ... 32

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 36

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data ... 8

2 Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras ... 11

3 AKG bagi orang Indonesia ... 12

3 AKG bagi orang Indonesia (Lanjutan) ... 13

4 Kandungan zat gizi mikro per 250 g Raskin Fortifikasi ... 13

5 Jumlah RTS-PM Raskin di masing-masing lokasi penelitian ... 15

6 Jumlah RTS-PM di Kelurahan Mulyaharja tahun 2013 ... 17

7 Karakteristik sosial demografi keluarga contoh ... 19

8 Rata-rata kebutuhan beras contoh ... 20

9 Penggunaan Raskin contoh selama 1 bulan... 24

10 Penerimaan/pembelian beras non-Raskin contoh ... 25

11 Penerimaan/pembelian beras contoh ... 26

12 Konsumsi beras contoh berdasarkan asal konsumsinya ... 27

13 Frekuensi konsumsi produk turunan/makanan olahan beras contoh ... 28

14 Konsumsi beras non-Raskin dan Raskin contoh ... 29

15 Total konsumsi beras contoh ... 30

16 Kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras contoh ... 31

(17)

x

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian... 5 2 Alur dan cara penarikan contoh ... 7 3 Rata-rata jumlah dan harga penerimaan/pembelian Raskin selama

empat bulan terakhir ... 21

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan telah diidentifikasi menjadi salah satu akar masalah penyebab rumah tangga tidak mampu mengakses pangan secara cukup baik jumlah maupun mutunya. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 mencatat bahwa angka kemiskinan Indonesia tahun 2012 adalah 8.60% di perkotaan dan 14.70% di pedesaan. Meskipun saat ini angka kemiskinan di daerah perkotaan lebih rendah daripada di daerah pedesaan, permasalahan masyarakat miskin di daerah perkotaan relatif lebih kompleks. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan persaingan untuk bertahan hidup yang lebih besar menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakat perkotaan lebih terlihat jelas dibandingkan di daerah pedesaan (Maxwell et al. 2000).

Kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan sangat bergantung kepada kemampuan ekonomi rumah tangga dalam mengakses pangan yang tersedia di pasar. Kondisi tidak tahan pangan pada rumah tangga mengakibatkan kualitas diet yang rendah (Champagne et al. 2007) dan memperburuk resiko penyakit kronis (Huet et al. 2012). Kemiskinan telah menyebabkan rendahnya kualitas asupan zat gizi, terjadinya penyakit infeksi, serta buruknya pengetahuan dan praktek keluarga berencana, sehingga menyebabkan rendahnya status gizi anak balita dan ibu hamil yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Perlu adanya upaya yang komprehensif untuk dapat memutuskan lingkaran setan tersebut. Salah satunya adalah investasi gizi untuk memutuskan lingkaran setan antara kemiskinan dan kurang gizi (Martianto et al. 2006).

Pemerintah Indonesia secara konsisten memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak atas pangan masyarakat sejak krisis pangan pada tahun 1998, yang antara lain diimplementasikan melalui Operasi Pasar Khusus (OPK) untuk meningkatkan akses rumah tangga miskin terhadap pangan (beras) pada saat harga meningkat. OPK memberikan subsidi beras secara targetted kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Hasil kajian dan analisis OPK oleh Dr. Frank Wiebe dari Harvard Institute For International Development - USA antara lain menyimpulkan bahwa program pendistribusian beras untuk masyarakat miskin secara langsung pada kelompok sasaran merupakan upaya yang terbaik dalam mengatasi masalah rawan pangan. Tanpa Program OPK, konsumsi kalori keluarga miskin akan berkurang sebesar 8% dan konsumsi protein turun sekitar 15%, yang berpotensi meningkatkan jumlah masyarakat kelaparan dan kekurangan gizi (Bulog 2010).

(19)

2

beras di titik distribusi (TD) dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi) melalui Program Raskin. Selama pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per distribusi hingga pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp1 000 per kg di TD. Sejak tahun 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp1 600 per kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan dari 10-12 kali distribusi per tahun menjadi 13 kali per tahun sejak tahun 2010 (Bulog 2010).

Program Raskin telah berlangsung selama 14 tahun dan selama itu pula banyak pihak yang tertarik untuk melihat kontribusi Program Raskin dalam memperbaiki konsumsi pangan masyarakat. Sasaran Program Raskin tahun 2013 adalah berkurangnya beban pengeluaran RTS-PM dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTS-PM/bulan dengan harga tebus Rp1 600 per kg netto di TD. Perum Bulog mencatat hasil studi selama periode OPK pada tahun 1998/1999 menunjukkan bahwa bantuan beras sejumlah 20 kg per rumah tangga telah dapat menolong 2/3 kebutuhan beras rumah tangga. Evaluasi Program Raskin telah banyak dilakukan. Hasil tinjauan efektifitas Program Raskin oleh Hastuti et al. (2012) memperlihatkan bahwa ke-enam indikator ketepatan Program Raskin, yakni tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, administrasi, dan kualitas belum sepenuhnya tercapai. Menurut Arifin (2005) evaluasi Raskin yang ada selama ini tidak melakukan analisis terhadap pemenuhan gizi makro, sebagaimanan tujuan awal Program Raskin itu sendiri. Publikasi Asian Development Bank (ADB) pada tahun 2013 menjelaskan bahwa Program subsidi pangan (beras) melalui Program Raskin hanya memiliki sedikit bukti dalam meningkatkan konsumsi pangan masyarakat. Kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras RTS-PM Raskin relatif kurang disoroti sebagai bahan pertimbangan untuk keberlanjutan program. Terlebih lagi Program Fortifikasi Raskin dengan zat besi telah dirintis sejak tahun 2010, apakah sudah cukup efektif dalam memenuhi kebutuhan zat gizi mikro rumah tangga?

Perumusan Masalah

(20)

konsumsi beras rumah tangga belum banyak dikaji. Berdasarkan beberapa pertimbangan itulah studi ini dilakukan. Secara rinci studi ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Berapakah jumlah Raskin yang “mampu dibeli” (keseluruhan 15 kg atau sebagian saja) dan yang “benar-benar diterima” oleh setiap rumah tangga miskin?

2. Bagaimana dengan pola penggunaan Raskin? (Apakah seluruhnya dikonsumsi? Dijual dalam bentuk beras atau dalam bentuk produk turunan (aneka kue)? Atau untuk keperluan sosial/disumbangkan kepada pihak lain atau untuk “selamatan” dan lain-lain?)

3. Berapa kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras rumah tangga dalam survey di bulan terakhir?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras dan tingkat kecukupan gizi pada rumah tangga miskin.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Mempelajari karakteristik sosial demografi rumah tangga miskin di lokasi penelitian.

2. Mempelajari jumlah Raskin aktual yang diterima oleh rumah tangga miskin per bulan dalam empat bulan terakhir dan pola penggunaannya.

3. Menganalisis total konsumsi beras pada rumah tangga miskin di lokasi penelitian, baik yang dikonsumsi di rumah maupun makan di luar rumah. 4. Menganalisis kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras rumah tangga

miskin di lokasi penelitian.

5. Melakukan estimasi kontribusi zat gizi mikro (zat besi, seng, tiamin, asam folat, vitamin B12, dan niasin) yang diperoleh dari Raskin Fortifikasi terhadap angka kecukupan zat gizi mikro rumah tangga miskin.

Manfaat Penelitian

(21)

4

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang disusun dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka model UNICEF tahun 1990 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu dan anak, dimana kemiskinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akses pangan, kemudian mempengaruhi konsumsi pangan yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi ibu dan anak. Kemiskinan sebagai salah satu penyebab masalah gizi menyebabkan terbatasnya akses rumah tangga miskin terhadap beras yang kemudian akan mengakibatkan rendahnya kuantitas konsumsi beras. Konsumsi beras dan pangan lain yang rendah akan mempengaruhi status gizi rumah tangga miskin. Masalah pangan dan gizi di Indonesia selain masih tingginya prevalensi kurang gizi pada balita, adalah masalah kurang zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Kurang Gizi Mikro (KGM) berdampak pada kualitas hidup, pertumbuhan ekonomi dan sosial, meningkatkan angka kematian ibu dan anak, penyakit akibat infeksi, menurunkan tingkat kecerdasan anak dan produktivitas kerja (Wimalawansa 2013, Manno et al. 2012, Arlappa et al. 2011, Oktaviana 2012).

(22)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis

: Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Program

Raskin

Karakteristik Rumah Tangga Miskin: umur dan jenis kelamin

Angka Kecukupan Gizi Kemiskinan

Akses beras terbatas

Konsumsi beras dan pangan lain rendah

Defisiensi Zat Gizi

Peningkatatan akses dan konsumsi beras

Akses beras

Konsumsi beras non-Raskin Total konsumsi

beras

Konsumsi Raskin

Kontribusi Raskin

Kontribusi zat gizi Raskin

Peningkatan konsumsi zat gizi

(23)

6

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yaitu dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sosial demografi dan konsumsi beras pada rumah tangga miskin yang diteliti dalam sekali waktu pengukuran. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan November 2013 sampai Januari 2014.

Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada persentase penduduk miskin yang paling tinggi pada tahun 2012 di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Kecamatan yang terpilih di wilayah Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Dramaga dan Leuwiliang sedangkan di wilayah Kota Bogor dipilih Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah rumah tangga miskin paling tinggi di wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2012 menurut data kemiskinan Bappeda Kabupaten Bogor tahun 2013 adalah di Kecamatan Leuwiliang, yaitu sebanyak 10 469 rumah tangga (5,3%). Persentase rumah tangga miskin di Kecamatan Dramaga adalah sebesar 2.1%. Jumlah rumah tangga miskin paling tinggi di wilayah Kota Bogor pada tahun 2012 (BPS 2013) adalah di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebanyak 15 992 rumah tangga (24.6%).

Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah seluruh rumah tangga miskin di Kecamatan Dramaga dan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Unit analisis terkecil dilakukan pada rumah tangga untuk variabel-variabel karakteristik sosial demografi dan konsumsi pangan (beras non-Raskin dan Raskin). Rumah tangga miskin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah tangga hasil pendataan PPLS 2011 BPS yang digunakan untuk menentukan RTS-PM Raskin. Penetapan desa/kelurahan di masing-masing kecamatan dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa desa/kelurahan tersebut terdapat populasi RTS-PM Raskin dengan persentase sekurang-kurangnya 20% terhadap total rumah tangga populasi. Desa/kelurahan yang memenuhi kriteria kemudian dipilih secara acak sederhana. Desa/kelurahan yang terpilih adalah Desa Petir di Kecamatan Dramaga, Desa Leuwimekar dan Desa Karehkel di Kecamatan Leuwiliang serta Kelurahan Mulyaharja di Kecamatan Bogor Selatan. Besar contoh dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin (Singarimbun & Effendi 2011) sebagai berikut:

Keterangan:

n = Jumlah contoh N = Jumlah populasi

(24)

Total rumah tangga yang menjadi contoh penelitian ini adalah 98 rumah tangga. Penarikan contoh di masing-masing desa/kelurahan dilakukan secara acak sederhana. Alur dan cara penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Alur Penarikan Contoh Pertimbangan:

Gambar 2 Alur dan cara penarikan contoh

Jenis dan Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggabungkan metode kuantitatif dan metode kualitatif dalam pengumpulan data. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang ditujukan untuk menggali informasi, seperti karakteristik sosial demografi contoh, kebutuhan beras, penerimaan/pembelian beras, dan konsumsi beras pada tingkat rumah tangga. Data yang dikumpulkan dengan gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif adalah penerimaan/pembelian dan pola penggunaan Raskin selama empat bulan terakhir yang dikumpulkan dengan melakukan wawancara mendalam yang lebih difokuskan untuk menggali informasi dari contoh (indepth interview). Tujuan penggalian informasi secara kualitatif adalah untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan penerimaan/pembelian Raskin selama empat bulan terakhir karena jumlah dan harga Raskin yang diterima/dibeli contoh berbeda-beda. Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pola penggunaan Raskin contoh karena telah diidentifikasi bahwa Raskin yang diterima/dibeli contoh tidak dimanfaatkan sebagian atau semuanya untuk konsumsi tetapi juga untuk keperluan lainnya.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder (Tabel 1). Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan kepala keluarga atau anggota keluarga yang mengetahui keadaan/proses

(25)

8

pengolahan makanan di rumah dan juga mengetahui kebiasaan konsumsi semua anggota keluarga baik di dalam maupun di luar rumah. Data ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun untuk mengidentifikasi karakteristik sosial demografi keluarga contoh, penerimaan/pembelian beras, dan konsumsi beras contoh. Data sekunder yang dikumpulkan, yaitu data kemiskinan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dari data BPS dan Bappeda Kabupaten Bogor, sedangkan data letak geografis lokasi penelitian, jumlah rumah tangga miskin maupun RTS-PM Raskin di lokasi penelitian, serta jumlah Raskin yang diterima dan didistribusikan oleh tim kordinasi maupun pelaksana distribusi di Desa/Kelurahan didapatkan dari data desa/kelurahan tempat penelitian dilakukan.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

No. Variabel Data yang Dikumpulkan Cara Pengumpulan Data Data primer

b. Pola penggunaan Raskin

Wawancara dengan dalam rumah dan di luar rumah

Wawancara dengan metode Recall 1x24 jam danFFQ selama satu bulan pengukuran. Data Sekunder

1 Gambaran umum lokasi penelitian

a. Jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten dan Kota Bogor

b. Profil desa/kelurahan c. Jumlah RTS-PM Raskin d. Jumlah Raskin yang

(26)

pola penggunaan Raskin selama empat bulan terakhir digali dengan menanyakan beberapa pertanyaan terbuka terhadap contoh secara kualitatif.

Variabel konsumsi pangan yang dikumpulkan dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi beras non-Raskin dan Raskin dari berbagai sumber (pembelian, pemberian atau produksi bila ada). Data konsumsi beras non-Raskin dan Raskin dikumpulkan dengan metode recall 1x24 jam dan food frequency quitionaire (FFQ) selama satu bulan pengukuran. Metode food recall 1x24 jam dipilih karena berguna untuk mengetahui jumlah konsumsi beras sehari. Metode FFQ dipilih karena berguna untuk mengetahui pola konsumsi pangan (beras) contoh. Alasan lain adalah karena jenis pangan (beras) yang ditanyakan tidak terlalu banyak sehingga tidak membosankan baik bagi pengumpul data maupun contoh, sehingga akurasinya baik. FFQ dimodifikasi dengan pertimbangan bahwa konsumsi beras mungkin saja tidak hanya di rumah tetapi juga di luar rumah serta beras yang dikonsumsi mungkin saja berasal dari pembelian atau pemberian. Modifikasi yang dilakukan pada FFQ yaitu dengan mengelompokkan konsumsi pangan olahan beras berdasarkan jenisnya, yakni beras non-Raskin dan Raskin, kemudian masing-masing jenis beras dikelompokkan lagi menjadi dua, yakni konsumsi pangan olahan beras beras yang berasal dari dalam rumah (diolah sendiri) dan konsumsi pangan olahan beras yang berasal dari luar rumah (dibeli dalam bentuk makanan jadi). Pada metode ini dilakukan pencatatan frekuensi dan rata-rata berat pangan olahan beras yang dikonsumsi tiap frekuensi pada periode waktu tertentu (harian, mingguan atau bulanan). Jumlah/berat pangan olahan beras dalam satuan URT atau gram dikumpulkan dengan menggunakan food model berupa beberapa foto nasi putih, yaitu nasi putih 100 gram, 150 gram, dan 300 gram (Lampiran 2). Informasi berat pangan olahan beras yang dikonsumsi oleh contoh tiap kali makan diperoleh dengan memperlihatkan food model tersebut untuk meningkatkan ketajaman pengambilan data.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner diolah dan dengan menggunakan program komputer Microsoft of Excel 2010 dan dianalisis secara deskriptif dengan memperhatikan nilai rata-rata dan standar deviasi. Proses pengolahan data meliputi entry, coding, editing, dan analisis. Langkah pertama adalah mengedit data dalam borang kuisioner. Hal ini dilakukan di lapangan setelah setiap borang kuisioner terisi data yang dicari untuk menghindari kesalahan pengisian borang kuisioner. Kedua, data yang sudah bersih dimasukkan (entry) ke komputer sesuai kebutuhan analisis dan dikodekan (coding). Ketiga, membuat tabel frekuensi atau tabel silang untuk keperluan analisis. Keempat, mengedit (editing) kembali yakni mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi yang datanya tidak logis. Data yang diperoleh melalui wawancara kuesioner kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dengan melihat nilai rata-rata dan standar deviasi. Data yang dihasilkan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan dianalisis secara kuantitatif dan juga kualitatif.

(27)

10

rumah tangga, pendidikan kepala keluarga, dan pekerjaan kepala keluarga. Data jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan. Data besar rumah tangga dikategorikan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Data umur kepala keluarga dikategorikan menjadi remaja (<20 tahun), dewasa awal (20-39 tahun), dewasa tengah (40-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun) sedangkan umur anggota rumah tangga dikategorikan ke dalam lima kelompok, yaitu < 5 tahun, 5-12 tahun, 13-18 tahun, 19-54 tahun, dan ≥ 55 tahun. Data pendidikan kepala kelurga dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu belum sekolah, tidak tamat SD/sederajat, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, dan tamat Perguruan Tinggi. Data pekerjaan kepala keluarga dikategorikan ke dalam 9 kelompok, yaitu tidak bekerja, pegawai swasta, buruh tani/pabrik/bangunan, pedagang (asongan, kaki lima, dan lain-lain), petani, wiraswasta, supir, dan lainnya. Variabel karakteristik sosial demografi disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

Data kebutuhan dan penerimaan/pembelian beras contoh disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik. Total penerimaan/pembelian beras rumah tangga adalah total penerimaan/pembelian beras non-Raskin dan Raskin. Penerimaan/pembelian beras non-Raskin dan Raskin berasal dari total pembelian dan pemberian. Jumlah penerimaan/pembelian Raskin contoh per bulan adalah Raskin yang diterima/dibeli oleh contoh tiap pembagian sebelum dikurangi dengan total penggunaan Raskin selama sebulan. Jumlah penerimaan/pembelian beras non-Raskin contoh per bulan diperoleh dari hasil pengurangan kebutuhan per bulan dengan pemberian beras non-Raskin per bulan dan rataan penerimaan Raskin (setelah dikurangi total penggunaan Raskin selain untuk dikonsumsi) per bulan. Data jumlah Raskin yang diterima/dibeli oleh contoh selama periode empat bulan terakhir dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis akan menunjukkan jumlah Raskin yang “benar-benar diterima” (aktual) oleh contoh dalam satuan kg per bulan. Jumlah Raskin untuk masing-masing penggunaan selama empat bulan terakhir akan dianalisis secara kuantitatif dan kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui pola penggunaan Raskin pada contoh selama empat bulan terakhir dan hal-hal yang melatarbelakangi contoh dalam hal penggunaan Raskin.

(28)

lainnya tidak terdapat pada kuisioner recall 1x24 jam, sehingga rata-rata jumlah/berat pangan olahan beras lainnya yang dikonsumsi oleh contoh tiap kali makan dicatat langsung pada FFQ. Data jumlah/berat dan frekuensi konsumsi pangan olahan beras non-Raskin maupun Raskin dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

Tabel 2 Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras

No Jenis Pangan Satuan Konversi

(gram) Sumber: Studi PSKPG, IPB tahun 2001 dalam Buletin Konsumsi Pangan, Deptan (2013)

Konsumsi beras contoh ada yang berupa campuran antara beras Raskin dengan Raskin. Perbandingan campuran antara Raskin dan Raskin sangat bervariasi. Bila contoh mengonsumsi campuran Raskin dan non-Raskin, maka jumlah Raskin yang dikonsumsi contoh per hari didapatkan dari nilai perbandingan Raskin terhadap total beras non-Raskin dan Raskin dan dikalikan dengan total konsumsi beras non-Raskin dan Raskin contoh per hari. Sedangkan jumlah beras non-Raskin yang dikonsumsi contoh per hari didapatkan dari nilai perbandingan beras non-Raskin terhadap total beras non-Raskin dan Raskin dan dikalikan dengan total konsumsi beras non-Raskin dan Raskin contoh per hari. Tetapi bila contoh mengonsumsi beras non-Raskin setelah Raskin habis, maka jumlah beras non-Raskin maupun Raskin yang dikonsumsi contoh per hari adalah sama dengan jumlah total konsumsi beras non-Raskin dan Raskin contoh per hari. Habisnya konsumsi Raskin yang diterima oleh contoh dalam satuan hari dihitung berdasarkan jumlah total Raskin yang diterima (setelah dikurangi dengan jumlah penggunaan Raskin selain untuk dikonsumsi dalam sebulan) contoh dalam satuan gram per kapita per bulan dibagi jumlah konsumsi Raskin contoh dalam satuan gram per kapita per bulan. Kemudian banyaknya hari konsumsi beras non-Raskin (tidak campuran) contoh didapatkan dari hasil pengurangan 30 hari (1 bulan) dengan lamanya (hari) konsumsi Raskin.

(29)

12

kapita per hari dengan lamanya (hari) konsumsi Raskin dan hasil pengalian jumlah total konsumsi campuran beras non-Raskin dan Raskin dengan lamanya (hari) konsumsi beras non-Raskin.Total konsumsi beras adalah hasil penjumlahan beras non-Raskin dan Raskin yang dikonsumsi oleh contoh, baik yang dikonsumsi di dalam rumah (diolah) maupun di luar rumah (dibeli), yang berasal dari pembelian maupun pemberian.

Perbandingan total penerimaan/pembelian beras dengan total konsumsi beras contoh dihitung untuk melihat jumlah beras yang benar-benar dikonsumsi oleh contoh. Bila jumlah beras yang dikonsumsi lebih kecil dari jumlah beras yang diterima/dibeli oleh contoh maka ditemukan sisa konsumsi. Adanya sisa konsumsi menunjukkan bahwa jumlah beras yang dibutuhkan oleh contoh hasil wawancara dengan kuisioner tidak sesuai dengan kebutuhan untuk konsumsi contoh. Data sisa konsumsi dibedakan menjadi dua, dimakan kembali atau terbuang (untuk pakan, dan lainnya). Persen kontribusi Raskin dapat dihitung setelah total konsumsi beras non-Raskin dan Raskin contoh diperoleh. Persen kontribusi Raskin terhadap total konsumsi beras contoh dihitung dari perbandingan jumlah konsumsi Raskin contoh dalam satuan gram per kapita per hari dengan total konsumsi beras contoh dalam satuan gram per kapita per hari. Data kontribusi Raskin yang dihasilkan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Penentuan AKG zat gizi mikro (zat besi, seng, tiamin, asam folat, vitamin B12, niasin) contoh yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada AKG yang ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) IX tahun 2004 yang terdapat pada Tabel 3. AKG zat gizi mikro masing-masing anggota keluarga contoh dihitung berdasarkan umur dan jenis kelamin, kemudian dilakukan perhitungan rata-rata AKG zat gizi mikro contoh. Estimasi kontribusi Raskin (%) terhadap AKG zat gizi mikro contoh sehari dihitung dari total asupan zat gizi mikro konsumsi Raskin sehari dibagi dengan rata-rata AKG zat gizi mikro contoh.

Tabel 3 AKG bagi orang Indonesia

(30)

Tabel 4 AKG bagi orang Indonesia (Lanjutan)

Adanya rencana fortifikasi Raskin dengan zat gizi mikro, seperti zat besi, seng, tiamin, asam folat, vitamin B12, dan niasin, maka dilakukan estimasi kontribusi zat gizi mikro Raskin bila difortifikasi terhadap AKG zat gizi mikro rumah tangga. Fortifikasi Raskin yang diusulkan akan efektif dan aman dengan konsumsi beras 250 gram per hari berdasarkan perkiraan retensi zat gizi setelah proses pencucian beberapa kali dan pemasakan. Total asupan zat gizi mikro yang berasal dari konsumsi Raskin dihitung berdasarkan tingkat fortifikasi zat gizi mikro Raskin pada Tabel 4.

Tabel 5 Kandungan zat gizi mikro per 250 g Raskin Fortifikasi

No. Zat Gizi

Tingkat Fortifikasi

Retensi ke

Konsumen Kandungan Zat Gizi Mikro

(31)

14

zat gizi mikro beras tidak ditemukan sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan estimasi kontribusi zat gizi tanpa dan dengan difortifikasi zat gizi mikro.

Definisi Operasional

Rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) Raskin adalah rumah tangga yang didefinisikan sebagai rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan PPLS 2011 BPS yang terdaftar sebagai penerima manfaat Raskin.

Contoh adalah rumah tangga yang termasuk dalam daftar RTS-PM Raskin dan merupakan rumah tangga yang anggota keluarganya tinggal dalam satu rumah dan memiliki dapur yang sama. Rumah tangga tersebut hanya menebus Raskin yang merupakan perwakilan rumah tangga tersebut. Raskin yang ditebus kemudian dikonsumsi bersama oleh semua anggota keluarga.

Karakteristik sosial demografi keluarga contoh adalah karakteristik keluarga contoh yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, dan jenis pekerjaan kepala keluarga.

Raskin atau beras untuk rakyat miskin adalah beras yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang disubsidi oleh pemerintah melalui Program Raskin. Maksud dari masyarakat berpenghasilan rendah adalah rumah tangga yang terdaftar sebagai penerima manfaat Raskin (RTS-PM).

Titik distribusi (TD) adalah tempat atau lokasi penyerahan Raskin dari Perum Bulog kepada Pelaksana Distribusi Raskin di desa/kelurahan.

Titik Bagi (TB) adalah tempat atau lokasi penyerahan beras Raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada RTS-PM.

Beras non-Raskin adalah penamaan beras selain Raskin yang didapatkan contoh dengan membeli di tempat lain, tidak di TD Raskin.

Pola penggunaan Raskin adalah cara dan jumlah pemanfaaatan Raskin yang digunakan untuk dikonsumsi, diberikan kepada saudara/rumah tangga lain, dijual dalam bentuk beras maupun pangan olahannya, digunakan sebagai pakan dan lain-lain.

Jumlah Raskin yang “Mampu Dibeli” adalah jumlah Raskin yang sanggup dibeli oleh RTS-PM tiap pembagian Raskin dalam satuan kg.

Jumlah Raskin yang “Benar-benar Diterima” adalah jumlah Raskin aktual yang diterima oleh RTS-PM tiap pembagian Raskin setiap bulan dalam satuan kg.

Total konsumsi beras adalah jumlah beras non-Raskin dan Raskin yang dikonsumsi oleh contoh, baik yang dikonsumsi di dalam rumah (diolah) maupun di luar rumah (dibeli), yang berasal dari pembelian maupun pemberian, yang dinyatakan dalam satuan gram per kapita per hari.

Total konsumsi Raskin adalah jumlah Raskin yang dikonsumsi oleh contoh, baik yang dikonsumsi di dalam rumah maupun di luar rumah, yang berasal dari pembelian maupun pemberian yang dinyatakan dalam satuan gram per kapita per hari.

(32)

harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro anggota rumah tangga contoh sesuai kelompok umur, jenis kelamin, dan keadaan fisiologisnya, yang dihitung berdasarkan AKG hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004, dengan faktor koreksi berat badan aktual.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BPS berperan dalam mengidentifikasi rumah tangga miskin di Indonesia yang berhak mendapatkan Raskin. RTS-PM Raskin pada tahun 2012 hingga tahun 2014 ditetapkan berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS 2011) BPS. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor berdasarkan Basis Data Terpadu dari TNP2K, pada tahun 2012 sebanyak 30% atau 918 617 jiwa yang tercakup dalam 196 028 rumah tangga. Kabupaten Bogor terbagi menjadi 40 kecamatan. Hasil rekapitulasi jumlah rumah tangga miskin menurut kecamatan menunjukkan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga miskin paling tinggi di Kabupaten Bogor, yaitu sebesar 10 469 rumah tangga (5,3%). Distribusi rumah tangga miskin di Desa Karehkel mencapai 5.8% dan di Desa Leuwimekar sebesar 3.2%.

Tabel 6 Jumlah RTS-PM Raskin di masing-masing lokasi penelitian No Lokasi Penelitian Jumlah Rumah

Tangga

Jumlah RTS-PM %

Jumlah Contoh 1 Kecamatan Dramaga

Desa Petir 3 174 766 24.1 23

2 Kecamatan Leuwiliang

Desa Karehkel 2 446 925 23.5 15

Desa Leuwimekar 3 942 925 37.8 10

3 Kecamatan Bogor Selatan

Kelurahan Mulyaharja 4 140 1 172 28.3 50

Profil kemiskinan Kota Bogor menurut BPS pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga miskin paling tinggi berdasarkan kecamatan adalah di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebesar 15 992 rumah tangga atau 24.6% dari total rumah tangga miskin Kota Bogor, dimana distribusi yang paling tinggi terdapat pada Kelurahan Mulyaharja sebanyak 1 691 rumah tangga.

(33)

16

Desa Petir (Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga yang berbatasan dengan Desa Neglasari di sebelah utara, Desa Sukadamai di sebelah selatan, Desa Purwasari di sebelah barat, dan Desa Sukajadi di sebelah timur. Luas wilayah Desa Petir yaitu 448.25 ha, yang terbagi menjadi 9 RW dan 42 RT. Sebagian besar wilayah berupa sawah (210 Ha) dan yang paling luas kedua yaitu dimanfaatkan untuk lahan perumahan seluas 190 Ha. Jumlah penduduk dan rumah tangga sampai Desember 2011 masing-masing 12 876 jiwa dan 3 174 rumah tangga, dimana sebagian besar (46%) penduduk berada pada kelompok umur 19 tahun ke atas. Mayoritas (41.2%) penduduknya adalah tamatan SD/ sederajat dan memiliki pekerjaan sebagai buruh (41.9%).

RTS-PM Raskin yang tercantum dalam daftar distribusi Raskin di Desa Petir pada tahun 2013 adalah sebanyak 913 rumah tangga, dimana jumlah raskin yang diterima adalah sebanyak 13 695 kg. Jumlah Raskin yang diterima oleh pihak balai desa kemudian didistribusikan ke masing-masing TB sesuai dengan jumlah RTS-PM pada daftar. Pembagian Raskin di masing-masing TB diserahkan pada kepala RT/RW setempat. Raskin yang didistribusikan ke masing-masing warga tidak didasarkan pada daftar RTS-PM yang sudah ada, tetapi dengan cara dibagi rata ke rumah tangga yang memang tergolong membutuhkan sesuai dengan kesepakatan warga. Sehingga jumlah Raskin yang diterima oleh masing-masing RTS-PM adalah kurang dari 15 kg.

Desa Karehkel (Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Desa Karehkel secara geografis berbatasan dengan Desa Cidokom di sebelah utara, Desa Leuwiliang di sebelah selatan, Desa Galuga di sebelah timur, dan desa leuwibatu di sebelah barat. Desa Karehkel merupakan salah satu desa yang berada di wilayah utara Kecamatan Leuwiliang dengan luas wilayah 420 Ha, yang terbagi menjadi 5 dusun, 13 RW, dan 42 RT. Berdasarkan kondisinya, lahan yang ada terbagi dalam dua ekosistem, yaitu ekosistem lahan sawah dan kolam, serta ekosistem lahan darat/ kering.

(34)

kg). Penurunan jumlah RTS mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dianggap sudah membaik.

Desa Leuwimekar (Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Desa Leuwimekar secara geografis berbatasan dengan Desa Leuwiliang di sebelah utara, Desa Barengkok di sebelah selatan, Kecamatan Cibungbulang di sebelah timur, dan Desa Cibeber I dan Desa Cibeber II di sebelah barat. Desa Leuwimekar mempunyai luas wilayah 244 179 Ha dimana sebagian besar wilayah merupakan sawah dan ladang. Desa Leuwimekar terbagi menjadi 12 RW dan 41 RT. Jumlah penduduk Desa Leuwimekar sampai Desember 2011 adalah 14 098 jiwa. Berdasarkan kelompok umur, sebagian besar penduduk berumur 55 tahun ke atas (13.8%). Sedangkan kelompok umur 0-14 tahun sebesar 36.1%, 25-29 tahun sebesar 23.7%, dan 26.4% berada pada kelompok umur 30-54 tahun. Mayoritas penduduk Desa Leuwimekar hanya tamat SD/sederajat (40%). Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan, yaitu sebagian besar (30.0%) rumah tangga bekerja sebagai pedagang, sebanyak 18.0% sebagai guru, 14.3% sebagai buruh pabrik, 10.9% sebagai petani, serta 26.8% pekerjaan lainnya (buruh tani, buruh bangunan, penggali pasir, karyawan perusahaan, sopir, tukang ojek, PNS, tukang cuci, dan sebagainya). Desa Leuwimekar terdata sebagai desa yang mayoritas penduduknya sudah mampu (tidak miskin) sehingga jumlah Raskin yang disalurkan ke desa ini pun menurun mulai Tahun 2011.

Kelurahan Mulyaharja (Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor)

Secara geografis Kelurahan Mulyaharja berbatasan dengan Cikaret di sebelah utara, Desa Sukamarga, Kecamatan Cijeruk di sebelah selatan, Pamoyanan di sebelah timur, dan Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari di sebelah barat. Wilayah Kelurahan Mulyaharja terbagi menjadi 12 RW dan dan 56 RT. Luas wilayah Kelurahan Mulyaharja yaitu 302.4 Ha yang sebagian besar wilayahnya digunakan sebagai pemukiman (195 Ha). Jumlah penduduk sampai Desember 2013 adalah sebesar 17 068 jiwa atau 4 140 rumah tangga.

Tabel 7 Jumlah RTS-PM di Kelurahan Mulyaharja tahun 2013

RW Jumlah RT Jumlah RTS-PM Jumlah Raskin (Kg)

01 5 113 1 695

02 6 110 1 650

03 5 95 1 425

04 4 123 1 845

06 6 120 1 800

07 4 133 1 995

08 3 98 1 470

09 4 114 1 710

10 4 128 1 920

11 4 77 1 155

Total 49 1 172 17 580

(35)

18

Kelurahan Mulyaharja merupakan wilayah yang paling banyak menerima Raskin di Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah RTS-PM Raskin yang tercantum dalam daftar distribusi Raskin di Kelurahan Mulyaharja pada tahun 2013 adalah sebanyak 1 172 rumah tangga dari 1 691 rumah tangga miskin (RTS). Jumlah Raskin yang disalurkan tiap periode adalah sebanyak 17 580 kg (15 kg per rumah tangga). Pada Tabel 5 ditunjukkan bahwa jumlah RTS-PM di Kelurahan Mulyaharja yang paling banyak adalah di RW 04, 05, 06, dan 09.

Karakteristik Sosial Demografi

Karakteristik sosial demografi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya, besar keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan pekerjaan kepala keluarga (Tabel 7). Jumlah contoh keseluruhan adalah 98 rumah tangga, yang terdiri dari 23 rumah tangga di Kecamatan Dramaga, 25 rumah tangga di Kecamatan Leuwiliang, dan 50 rumah tangga di Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah anggota rumah tangga keseluruhan adalah 463 orang, yang terdiri dari 100 orang dari Kecamatan Dramaga, 111 orang di Kecamatan Leuwiliang, dan 252 orang di Kecamatan Bogor Selatan.

Sebagian besar anggota rumah tangga contoh berjenis kelamin laki-laki di ketiga wilayah. Umur merupakan salah satu faktor yang diperhatikan untuk menentukan komposisi pangan anggota keluarga dalam pengembangan pola konsumsi tingkat rumah tangga yang dilakukan oleh Departemen Pertanian (Deptan) pada tahun 2002. Distribusi umur kepala keluarga contoh di ketiga wilayah sebagian besar berada pada kategori dewasa tengah dengan rata-rata umur 50.2±14.3 tahun dan tidak ada pada kategori remaja. Distribusi kategori dewasa awal dari yang paling tinggi hingga rendah adalah berada di Kecamatan Dramaga, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Bogor Selatan, akan tetapi kategori dewasa akhir dari yang paling tinggi hingga rendah adalah di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Dramaga. Sebagian besar (47.4%) umur anggota rumah tangga berada pada kategori usia produktif (19-54 tahun) dengan rata-rata umur 22.6±16.3 tahun.

Kategori besar keluarga pada penelitian ini adalah berdasarkan jumlah orang yang tinggal dalam satu lingkungan rumah dimana proses penyediaan, pengolahan dan konsumsi pangan sehari-hari dilakukan secara bersama-sama, tidak terpisah. Rumah tangga tersebut hanya menebus Raskin yang merupakan perwakilan rumah tangga tersebut dan dikonsumsi bersama. Distribusi besar keluarga contoh sebagian besar (50.0%) termasuk dalam kategori keluarga kecil dan sebagian kecil (18.4%) termasuk pada kategori keluarga sedang. Terdapat hubungan positif antara populasi dan konsumsi beras dunia (Kubo dan Purevdorj 2004). Distribusi kategori keluarga besar mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah pada contoh di Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Dramaga.

(36)

Kecamatan Dramaga, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Bogor Selatan. Secara umum kepala keluarga contoh yang bekerja sebagai buruh (46.9%), yaitu buruh tani, bengkel sepatu, bangunan, dan pasar. Kepala keluarga contoh yang bekerja sebagai petani hanya sebesar 3.1%. Pekerjaan sebagai pedagang merupakan urutan kedua yang paling banyak digeluti oleh kepala keluarga contoh. Sebanyak 14.3% kepala keluarga contoh tidak bekerja, dimana distribusi dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Dramaga.

Tabel 8 Karakteristik sosial demografi keluarga contoh

No Karakteristik Dramaga Leuwiliang

Bogor Selatan

Total Responden

n % n % n % n %

1 Jenis kelamin anggota keluarga

Laki-laki 54 54.0 56 50.5 130 51.6 240 51.8 Perempuan 46 46.0 55 49.5 122 48.4 223 48.2

Total 100 100 111 100 252 100 463 100

2 a. Umur kepala keluarga (tahun)

Dewasa awal 10 43.5 8 32.0 12 24.0 30 30.6 Dewasa tengah 11 47.8 11 44.0 31 62.0 53 54.1 Dewasa akhir 2 8.7 6 24.0 7 14.0 15 15.3

Total 23 100 25 100 50 100 98 100

Rata-Rata±SD 45.7±14.6 51.3±16.0 51.7±13.2 50.2±14.3 b. Umur anggota keluarga lainnya (tahun)

<5 8 10.4 8 9.3 17 8.4 33 9.0 4 Tingkat pendidikan kepala keluarga

Tidak tamat 5 Pekerjaan kepala keluarga

(37)

20

Penerimaan/Pembelian Beras

Pengeluaran rumah tangga miskin dan rentan sebagian besar (65%) digunakan untuk membeli bahan makanan. Beras, sebagai salah satu bahan makanan, merupakan komoditi utama dalam konsumsi rumah tangga miskin dan rentan, dengan proporsi sekitar 29% dari total pengeluaran. Kenaikan harga beras dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia, sehingga sangat penting menjaga daya beli rumah tangga miskin dan rentan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pangan terutama beras (TNP2K 2014). Pemerintah Indonesia secara konsisten memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak atas pangan masyarakat, sejak krisis pangan pada tahun 1998, yang diimplementasikan melalui OPK, untuk meningkatkan akses rumah tangga miskin terhadap pangan (beras) pada saat harga meningkat. Distribusi beras bersubsidi melalui Program Raskin (berubah nama dari OPK sejak tahun 2002) masih belum mencapai enam indikator ketepatan (tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, administrasi, dan kualitas) sehingga perlu perbaikan (Hastuti et al. 2012). Hasil penelitian Arora (2013) menunjukkan bahwa capaian subsidi pangan melalui Public Distribution System (PDS) di daerah rural dan urban India sangat tidak tercukupi dan relatif lebih terkonsentrasi di wilayah yang tingkat kemiskinannya rendah.

Sumber penerimaan beras contoh pada penelitian ini dapat berasal dari pembelian maupun pemberian. Pembelian beras dilakukan dengan menggunakan uang, baik dengan pendapatan rumah tangga sendiri maupun pemberian orang lain. Pemberian beras merupakan penerimaan beras secara gratis dari saudara/tetangga/tempat kerja dan lain-lain. Penerimaan beras yang akan dibahas pada penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu penerimaan beras non-Raskin dan non-Raskin.

Kebutuhan Beras

Kebutuhan beras contoh adalah jumlah beras yang dibutuhkan untuk dimasak sesuai kebutuhan dan kebiasaan konsumsi contoh berdasarkan hasil wawancara dengan contoh. Kebutuhan beras contoh yaitu sebesar 268 gram/kapita/hari atau 8 052 gram/kapita/bulan (Tabel 8). Kebutuhan beras contoh yang paling tinggi adalah pada contoh di Kecamatan Leuwiliang, yaitu sebesar 304 gram/kapita/hari atau 9 126 gram/kapita/bulan sedangkan yang paling rendah yaitu di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebesar 251 gram/kapita/hari atau 7 531 gram/kapita/bulan. Kebutuhan beras per kapita yang paling tinggi adalah pada contoh di Kecamatan Leuwiliang (304 gram/kapita/hari) dan yang paling rendah adalah di Kecamatan Bogor Selatan (251 gram/kapita/hari).

Tabel 9 Rata-rata kebutuhan beras contoh

No Lokasi Penelitian

Berat rata-rata±SD

Per RT Per kapita

(38)

1 2 3 4 RT/ bulan Dramaga 2,7 2,9 2,8 2,9 2,8 Leuwiliang 2,4 1,6 2,3 3,2 2,4 Bogor Selatan 9,0 9,0 8,9 9,0 9,0 Total responden 5,8 5,7 5,8 6,1 5,8

0,0

Contoh menerima Raskin sebanyak 2 kali pada bulan Juli hingga Agustus, yang merupakan bagian dari kompensasi kenaikan harga BBM yang mulai berlaku sejak akhir bulan Juni 2013. Penerimaan Raskin yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah total Raskin yang diterima oleh contoh tiap pembagian tidak termasuk/selain tambahan Raskin yang diterima akibat kompensasi tersebut. Total penerimaan/pembelian Raskin adalah jumlah Raskin yang diterima oleh contoh sebelum dikurangi dengan total penggunaan Raskin.

Jumlah penerimaan/pembelian Raskin oleh contoh sebagian besar (92.9%) kurang dari 15 kg. Gambar 4 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah Raskin yang diterima oleh contoh selama empat bulan terakhir tiap pembagian adalah 5.8 kg/bulan. Rata-rata jumlah Raskin yang diterima/dibeli contoh dari yang tertinggi hingga yang terendah, yaitu pada contoh di Kecamatan Bogor Selatan (9.0 kg), Kecamatan Dramaga (2.8 kg), dan Kecamatan Leuwiliang (2.4 kg).

Gambar 3 Rata-rata jumlah dan harga penerimaan/pembelian Raskin selama empat bulan terakhir

Rata-rata harga Raskin yang dibeli oleh contoh tiap kali pembagian adalah Rp2 694 per kg atau Rp40 413 per 15 kg (Rp3 106 di Dramaga, Rp2 935 di Leuwiliang, Rp 2 407 di Bogor Selatan). Bila dibandingkan dengan harga tebus di TD oleh Bulog yang membebankan RTS dengan harga Rp1 600, maka contoh harus membayar 1.7 kali lebih besar. Mayoritas contoh menyatakan tidak tahu harga aktual Raskin di TD Bulog. Namun, contoh tersebut mengungkapkan bahwa mereka memahami bahwa harga Raskin yang mereka bayar sudah termasuk untuk menutupi biaya distribusi juga.

“Saya ga tau harga sebenarnya berapa ibu, tapi Pak Kades bilang harga Rp 3 000 per liter uda termasuk biaya angkut beras dari Bulog” (Ibu Wu, 35 tahun).

Rp2 694

Rp3 106

Rp2 935

(39)

22

Ada sebanyak 4 contoh yang sudah tidak menerima Raskin selama 4 bulan terakhir di Kecamatan Leuwiliang. Tiga diantaranya menuturkan bahwa mereka sudah tidak menerima Raskin mulai bulan Juli 2013. Menurut penuturan dari kepala RT setempat, hal ini berkaitan dengan penurunan jumlah Raskin yang disalurkan dari Desa. Sejak bulan Juli 2013, jumlah Raskin yang diterima oleh Kecamatan Leuwiliang menurun dan kemudian mengakibatkan penurunan jumlah RTS-PM Raskin. Akibatnya, pembagian Raskin dilakukan sekali 3 bulan untuk menekan biaya distribusi dan mengurangi jumlah RTS-PM.

“Jatah Raskin untuk Desa Karehkel berkurang sejak Juli 2013. Bahkan penurunan jumlah Raskin untuk Desa ini sudah berlangsung tiap tahun, sejak dua tahun lalu. Kami hanya diberitahu kalau berdasarkan hasil sensus, jumlah penduduk miskin di desa ini sudah berkurang jadi jatah Raskinnya dikurangi. Padahal hasil sensus sebelum terjadinya pengurangan aja, masyarakat masih banyak yang ga kebagian apalagi dengan adanya pengurangan ini. Akibatnya saya baru menebus Raskin tiap tiga bulan sekali karna kalo tiap bulan, jumlah Raskin yang dibagikan ke warga juga tidak berarti, lagian untuk menekan biaya operasional. Untuk ngangkut Raskin ke tiap desa kan butuh tenaga artinya butuh biaya. Ini juga udah diomongin di kecamatan bahwa hasil sensus tersebut tidak sesuai dengan keadaan kemiskinan di desa ini, tapi belum ada perubahan. Saya berharap ada perbaikan atau penambahan jatah Raskin di desa ini karena dengan adanya Raskin, masyarakat

khususnya para lansia merasa sangat terbantu” (Bapak S, 42 tahun).

Wacana lain mengenai pembelian Raskin, yaitu hasil wawancara dengan 9 contoh di wilayah Kecamatan Dramaga dan Leuwiliang yang menyatakan bahwa mereka terkadang “tidak mampu” membeli Raskin karena tidak memiliki uang saat pembagian Raskin, sehingga mereka meminjam uang untuk membelinya. Bila tidak mendapatkan pinjaman uang, maka mereka tidak membelinya. Hal ini kemungkinan menyebabkan banyak kepala RT setempat yang mengambil kebijakan semua warga bisa membeli Raskin. Jadi sistem pembagian Raskin dapat dikatakan tidak mengikuti mekanisme menurut daftar RTS-PM Raskin, tetapi membagi Raskin secara merata kepada warga. Hal ini mengakibatkan jumlah Raskin yang diterima oleh semua contoh di wilayah Kecamatan Leuwiliang dan Dramaga kurang dari 15 kg, bahkan 93.8% contoh menerima kurang dari 5 kg per bulan.

“Bapak hanya kerja serabutan neng, kadang jadi kuli di pasar, kadang kalo ada kerjaan bangunan di tetangga bapak kerja di sana, jadi punya uangnya ga tentu. Datangnya Raskin juga ga tentu. Kalo Raskin datang, Ibu Kades selalu ngasi tau. Kalo lagi ga punya uang, ya minjem ke tetangga ato ngutang dulu ntar kalo bapak uda kerja dan dapat duit lagi

baru dibayar. Beli Raskinnya 5 liter karna jatahnya emang segitu” (Ibu

Ti, 33 tahun).

(40)

tangga yang tidak termasuk dalam daftar RTS-PM Raskin tetapi dinilai layak untuk mendapatkan bantuan Raskin (termasuk rumah tangga miskin) juga dapat membeli Raskin dengan ketentuan maksimal 5 kg. Sehingga rumah tangga yang tercantum dalam daftar RTS-PM Raskin seharusnya dapat menerima Raskin kurang lebih 10 kg. Ada beberapa RT yang memberlakukan sistem pembagian seperti ini tetapi hanya ada 2 dari 13 RT yang memperbolehkan rumah tangga lainnya untuk membeli bila ada sisa dan semua RTS-PM sudah mendapatkan Raskin sesuai kemampuannya.

“Raskin dibagi merata di RT ini. Karna beberapa warga yang tidak

mampu masih banyak yang tidak masuk daftar penerima Raskin. Tapi saya selalu mendahulukan warga yang bener-bener membutuhkan untuk membeli Raskin, tentunya saya lebih tau mana warga yang layak dan tidak layak menerima Raskin. Bahkan kalo mereka belum punya uang, ga apa-apa saya kasi aja. Mereka selalu bayar kok kalo mereka uda punya uang. Tapi kadang ada warga yang memang terdaftar sebagai penerima kadang beli kadang ga. Kalo berasnya lagi bagus beli, tapi kalo lagi jelek ga beli. Kalo keseringan, saya ga kasi lagi jatah Raskin buatnya. Jadi saya kasi ke orang lain karna masih banyak yang

membutuhkan” (Bapak K, 38 tahun).

Contoh yang menerima Raskin sebanyak 15 kg tiap pembagian di Kecamatan Bogor Selatan pada kenyataannya hanya 7 rumah tangga (14.0%) dan contoh yang menerima Raskin sebanyak kurang dari sama dengan 5 kg adalah sebanyak 3 rumah tangga. Sedangkan sisanya (80%) menerima Raskin antara 6 kg sampai 12 kg tiap pembagian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi yang sama (masalah pendistribusian) seperti yang dihadapi oleh contoh di Kecamatan Dramaga dan Leuwiliang. Hasil wawancara dengan 5 dari 40 contoh yang menerima Raskin antara 6 kg sampai 12 kg tiap pembagian, menjelaskan bahwa mereka tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli Raskin tiap kali pembagian. Waktu pembagian Raskin yang tidak menentu tiap bulan dan juga pekerjaan kepala keluarga yang sebagian besar merupakan tenaga harian/ mingguan dan tidak menentu menyebabkan mereka hanya memiliki uang pada hari-hari tertentu saja. Mereka menyatakan bahwa mereka terkadang meminjam uang untuk dapat membeli Raskin karena bila mereka tidak membelinya pada hari itu juga maka mereka akan membayar lebih mahal kepada rumah tangga yang membeli Raskin yang tersisa di RT setempat.

(41)

24

Raskin yang diterima RTS-PM mengalami peningkatan dan harga Raskin mengalami penurunan di daerah yang menggunakan Kartu Raskin (TNP2K 2014).

Pola Penggunaan Raskin

Sejumlah Raskin yang diterima oleh contoh tidak semuanya dikonsumsi, tetapi juga digunakan untuk keperluan lain. Penggunaan Raskin pada Tabel 9 dikelompokkan menjadi lima, yaitu diberikan ke saudara/tetangga, digunakan untuk hajatan, dijual dalam bentuk beras, dijual dalam bentuk pangan olahan beras, digunakan untuk pakan, dan lainnya.

Tabel 10 Penggunaan Raskin contoh selama 1 bulan

No Variabel Penelitian Berat (gram)

n % gram/RT gram/kap

1 a. Pembelian 5 842 1 366

b. Pemberian 65 16

Total Penerimaan 5 907 1 382

2 a. Diberikan ke saudara/tetangga 5 5.1 244.9 56.6

b. Digunakan untuk hajatan - - - -

c. Dijual (beras) - - - -

d. Dijual (olahan beras) 1 1 8.2 2.7

e. Digunakan untuk pakan 1 1 8.2 1.4

f. Lainnya - - 16.3 5.4

Total Penggunaan 277.6 66.1

% Penggunaan selain untuk konsumsi 4.7

Total Penerimaan untuk konsumsi 5 629.4

% Penggunaan untuk konsumsi 95.3

Sebagian (5.1%) contoh menggunakan Raskin untuk diberikan ke saudara/tetangga (244.9 gram/RT/bulan). Contoh yang menggunakan Raskin untuk diberikan ke saudara/tetangga menyampaikan bahwa mereka menganggap saudara/tetangga yang diberikan dianggap lebih sesuai untuk mendapatkannya. Sehingga walaupun rumah tangga tersebut menerima Raskin karena termasuk dalam daftar RTS-PM, namun Raskin yang diterima kemudian diberikan kepada saudara/tetangga yang lebih membutuhkan. Hanya ada satu contoh yang memanfaatkan Raskin untuk dijual (olahan beras) dan juga hanya ada satu contoh yang memanfaatkan sebagian (16.7% dari 4.8 kg) Raskin sebagai pakan. Pemanfaatan Raskin untuk dijual, yaitu dibuat lontong diputuskan karena harga bahan baku beras yaitu Raskin lebih murah dari beras non-Raskin. Penggunaan Raskin sebagai pakan ayam dan ikan dinilai lebih menguntungkan karena harga Raskin lebih murah dari harga pakan yang biasa dibeli oleh contoh. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian besar (95.3%) Raskin yang diterima oleh contoh di kedua wilayah dimanfaatkan untuk dikonsumsi.

(42)

Lagian saya juga uda ga trima Raskin dua bulan kemarin, bulan ini baru

dapat” (Ibu Mul, 67 tahun)

“Kalo Raskin lagi bagus dimakan (dicampur sama beras beli di warung)

tapi kalo ga dikasi makan ayam ato ikan di kolam. Kalo buat ikan

dimasak dulu kalo buat ayam ga” (Ibu Es, 45 tahun).

Penerimaan/Pembelian Beras non-Raskin

Pembelian beras non-Raskin dilakukan oleh contoh untuk memenuhi kebutuhan beras yang tidak tercukupi dari penerimaan/pembelian Raskin maupun pemberian dari pihak lain. Contoh yang mendapat bantuan pembelian beras secara reguler dari pihak lain hanya sebanyak 4 rumah tangga, dimana 3 darinya adalah rumah tangga yang sudah lanjut usia yang tinggal sendiri. Contoh tersebut tinggal dalam satu rumah, memasak sendiri, dan mengonsumsi beras dari pemberian saudara/anak/ cucu. Sedangkan satu contoh lainnya mendapatkan beras secara rutin dari tempat kerja kepala keluarga contoh.

Tabel 11 Penerimaan/pembelian beras non-Raskin contoh

No Lokasi Penelitian Berat rata-rata±SD Harga rata-rata (Rp/kg)±SD gram/kap/hari kg/RT/bulan kg/RT/tahun

1 Dramaga 243.1±101.2 29.7±13.5 355.8±161.5 8 315±478 2 Leuwiliang 281.8±120.5 34.2±15.9 409.9±191.1 7 976±480 3 Bogor Selatan 187.4±71.7 26.9±12.0 323.4±143.9 8 738±446 4 Total Responden 224.5±100.7 29.4±13.6 353.1±163.4 8 464±555

Frekuensi pembelian beras non-Raskin pada contoh paling banyak 30 kali dalam sebulan (tiap hari). Sebagian besar (50%) contoh membeli beras non-Raskin tiap hari dan sebanyak 23.5% contoh membelinya sekali seminggu. Harga beras non-Raskin rata-rata yang dibeli oleh contoh adalah Rp8 464 per kg. Harga beras non-Raskin berturut-turut dari yang paling tinggi (Rp8 738 per kg) hingga yang paling rendah (Rp7 976 per kg), yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Dramaga, dan Kecamatan Leuwiliang. Menurut keterangan dari beberapa contoh, harga beras terus mengalami kenaikan hingga saat ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) di Cipinang, Jakarta Timur menunjukkan bahwa hanya 8% rumah tangga yang mengurangi konsumsi beras akibat kenaikan harga. Kenaikan harga disiasati dengan mengonsumsi beras yang kualitasnya lebih rendah dengan harga yang lebih murah, sehingga jumlah beras yang dikonsumsi tidak berubah. Pada rumah tangga kelas bawah, kenaikan harga beras menyebabkan perubahan pada pola pembelian. Rumah tangga kelas bawah membeli beras setiap hari dengan jumlah pembelian yang lebih sedikit. Hal tersebut berkaitan dengan pendapatan yang tidak mencukupi dan pola pendapatan harian.

“Makannya dicampur beras warung kalo lagi punya duit aja. Tapi paling

sering ga dicampur jadi kalo Raskin uda habis aja baru beli beras lagi. Beli beras kalo lagi ada uang aja bu, paling sering tiap hari kalo bapak kasi duit (kerja)” (Ibu No, 70 tahun).

(43)

26

maka semakin banyak pula beras non-Raskin yang diterima oleh rumah tangga tersebut sesuai kebutuhan. Rata-rata beras non-Raskin yang diterima oleh contoh adalah 29.4±13.6 kg/bulan. Penerimaan beras non-Raskin pada contoh berturut-turut dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah pada contoh di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Dramaga, dan Kecamatan Bogor Selatan.

Penerimaan/Pembelian Total Beras (Beras non-Raskin dan Raskin)

Sebagian besar contoh membeli beras non-Raskin setiap hari sesuai kebutuhan sehari. Sebanyak 78,6% contoh juga membeli beras non-Raskin saat masih mempunyai Raskin sebagai campuran. Contoh ada yang mencampur beras non-Raskin dengan Raskin sekaligus (tempat penyimpanan disatukan) dan ada juga yang pencampurannya sesaat sebelum pengolahan (tempat penyimpanan terpisah antara beras non-Raskin dan Raskin).

Tabel 12 Penerimaan/pembelian beras contoh

No Lokasi Penelitian Berat rata-rata±SD

kg/RT/bulan gram/kap/hari kg/kap/bulan kg/kap/tahun 1 Dramaga 32.3±13.3 267.2±106.0 8.0±3.2 96.2±38.2 2 Leuwiliang 36.5±15.7 304.2±126.0 9.1±3.8 109.5±45.4 3 Bogor Selatan 35.6±13.0 251.0±86.1 7.5±2.6 91.3±30.8 4 Total Responden 35.1±13.7 268.4±103.5 8.1±3.1 96.6±37.2

Penerimaan beras contoh per bulan dihitung dari penjumlahan penerimaan beras non-Raskin dan Raskin per bulan yang pada akhirnya hasilnya sama dengan total kebutuhan beras per bulan. Rata-rata penerimaan beras contoh sebesar 35.1 kg/RT/bulan atau 96.6 kg/kapita/tahun. Penerimaan beras contoh berturut-turut dari yang tertinggi hingga yang terendah, yaitu Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Dramaga, dan Kecamatan Bogor Selatan. Penerimaan beras contoh per kapita dipengaruhi oleh rata-rata jumlah anggota rumah tangga sehingga jumlah penerimaan beras per kapita contoh di Kecamatan Bogor Selatan paling rendah karena jumlah anggota rumah tangga di Kecamatan Bogor Selatan paling tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembelian beras non-Raskin secara nyata yaitu jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, dan pendapatan rumah tangga (Lastry 2006).

Konsumsi Beras

Karbohidrat dikenal sebagai sumber energi utama bagi tubuh, sehingga digolongkan sebagai makanan pokok. Sumber karbohidrat utama dalam pola makanan Indonesia adalah beras. Ketergantungan Indonesia terhadap beras sangat tinggi sehingga kebutuhan beras nasional cukup besar. Konsumsi beras sebagian besar terjadi di dalam rumah sehingga rumah tangga merupakan konsumen beras utama yang berasal dari latar belakang sosial dan ekonomi dan budaya yang beragam.

(44)

pedesaan maupun perkotaan wilayah Provinsi Jawa Barat. Kuantitas konsumsi beras pada tahun 2007 di pedesaan dan perkotaan sebesar 289.5 gram/kap/hari, di pedesaan sebesar 322.2 gram/kap/hari, dan di perkotaan sebesar 266.6 gram/kap/hari. Penelitian Muttaqin (2008) yang mengolah data Susenas menyimpulkan bahwa konsumsi beras rumah tangga perkotaan lebih rendah (93.3 kg/kapita pada tahun 2007) dibandingkan konsumsi beras rumah tangga pedesaan (104.5 kg/kapita pada tahun 2007) walaupun laju penurunan konsumsi beras pada rumah tangga pedesaan lebih besar. Konsumsi beras dalam bentuk produk turunan/makanan olahan beras terus mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Laju peningkatan konsumsi produk turunan/makanan olahan beras tertinggi pada rumah tangga perkotaan adalah konsumsi bubur bayi kemasan diikuti konsumsi nasi putih dan nasi campur, sedangkan pada rumah tangga pedesaan laju peningkatan konsumsi tertinggi adalah pada bubur bayi kemasan diikuti nasi campur dan tepung beras.

Perbedaan latar belakang sosial ekonomi dan budaya akan membentuk perilaku dalam konsumsi yang dapat diamati melalui pola konsumsi. Konsumsi beras contoh pada penelitian ini diperoleh dari total konsumsi beras langsung dan konsumsi produk turunan/makanan olahan beras. Produk turunan/makanan olahan beras yang ditemukan adalah nasi putih/nasi uduk, bubur nasi, arem-arem/lontong/buras, dan lainnya (tepung beras, kue dari beras). Produk olahan beras seperti bubur bayi kemasan tidak ditemukan kemungkinan karena kurang mendalamnya wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

Tabel 13 Konsumsi beras contoh berdasarkan asal konsumsinya

No Asal Konsumsi Beras

Berat rata-rata±SD

(45)

28

Konsumsi beras contoh paling tinggi berasal dari dalam rumah. Konsumsi beras yang berasal dari dalam rumah, berturut-turut dari yang tertinggi hingga yang terendah, yaitu pada contoh di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Dramaga. Konsumsi beras yang berasal dari luar rumah yang tertinggi dan terendah, masing-masing pada contoh di Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Dramaga. Penelitian Muttaqin (2008) menyimpulkan bahwa jumlah konsumsi beras di luar rumah pada rumah tangga perkotaan masih lebih tinggi daripada konsumsi beras di luar rumah pada rumah tangga pedesaan, meskipun laju peningkatan konsumsi beras di luar rumah pada rumah tangga pedesaan lebih tinggi daripada rumah tangga perkotaan.

Tabel 14 Frekuensi konsumsi produk turunan/makanan olahan beras contoh

No Lokasi Penelitian

Jenis Pangan*

Rata-rata±SD

Frekuensi (kali) Berat (gram) kapita/hari kapita/bulan kapita/hari 1 Dramaga 2.3±0.5 67.7±16.5 247.8±95.7

(46)

perkotaan wilayah Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007, masing-masing sebesar 322.2 gram/kapita/hari dan 266.6 gram/kapita/hari.

Konsumsi pangan olahan beras contoh digolongkan berdasarkan angka faktor konversinya. Nasi putih, nasi uduk, nasi kuning, nasi goreng, dan sejenisnya dimasukkan dalam satu golongan. Konsumsi nasi putih sebagian besar dikonsumsi di dalam rumah. Golongan lainnya, yaitu bubur nasi, arem-arem/lemper/lontong/buras, tepung beras, dan kue kebanyakan dikonsumsi di luar rumah oleh contoh.

Nasi putih/uduk merupakan jenis pangan yang paling sering dikonsumsi (2.3±0.6 kali/kapita/hari) dan paling tinggi konsumsinya (250.3±94.9 gram/kapita/hari) pada contoh di ketiga wilayah. Nasi putih adalah jenis pangan olahan beras yang dikonsumsi paling tinggi, baik di pedesaan maupun di perkotaan (Muttaqin 2008). Konsumsi pangan olahan beras paling tinggi setelah nasi putih adalah bubur nasi diikuti arem-arem/ lemper/ lontong/ buras. Frekuensi konsumsi bubur nasi dan arem-arem/ lemper/ lontong/ buras contoh di Kecamatan Bogor Selatan adalah yang paling tinggi, masing-masing yaitu 0.1±0.3 kali/kapita/hari (4.1±8.6 gram/kapita/hari) dan 0.1±0.2 kali/kapita/hari (2.0±6.7 gram/kapita/hari). Secara umum konsumsi produk turunan/pangan olahan beras berturut-turut dari yang paling tinggi hingga yang terendah adalah pada contoh di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Dramaga. Konsumsi produk turunan/pangan olahan beras lebih tinggi pada rumah tangga perkotaan, terutama yang berasal dari luar rumah (Muttaqin 2008).

Tabel 15 Konsumsi beras non-Raskin dan Raskin contoh

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Alur dan cara penarikan contoh
Tabel 2  Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras
Tabel 3  AKG bagi orang Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.2 Menyusun teks cerita oral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan

Menurut opini kami, laporan keuangan terlampir menyajikan secnra wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Reksa Dana Panin Dana Teladan tanggal 31

Masalah yang dikemukakan merupakan refleksi dari pengalaman nyata yang terjadi dalam pembelajaran mata kuliah yang diampu yang antara lain dapat ditandai dengan

Board dengan ketebalan___ mm yang terdiri dari inti insulasi termoset yang kuat bebas CFC/HCFC dan memiliki nilai Potensi Perusak Lapisan Ozon (ODP) nol dengan komposit foil pada

Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya

REFRIGERATED DEHUMIDIFIER (DRYER) REFRIGERATED DEHUMIDIFIER (DRYER) Mesin penyedot lembab dengan teknik refrigerasi (memakai kompressor), juga sebagai pengering udara yang

&gt; untuk indosata trialnya seperti gambar dibawah, maka masuk ke emas, masuk ke containment (MOM Based) dan rubah portD ke data 2 (jika 1

Perubahan sistem politik Indonesia pasca reformasi dilakukan oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1999 masa kepemimpinannya, meskipun masa kepemimpinan itu, tidak