• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan Besaran Tingkat Pengangguran

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat perubahan posisi daerah pada awal dan akhir periode yang diteliti. Pada tahun 2008 diperoleh bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB adalah sebesar 5,46 persen dan rata-rata-rata-rata tingkat penyerapan tenaga kerja adalah 3,97 persen. Terdapat beberapa daerah yang masih berada di atas rata-rata pertumbuhan secara keseluruhan adalah Kota Depok, Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bandung Barat, Kota Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi dan kota Bekasi. Sedangkan daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja di atas rata-rata adalah Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Tasimalaya, Kabupaten Sukabum dan Kabupaten Cianjur. Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok pada tahun 2008 berada pada kondisi yang baik dimana memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan pertumbuhan PDRB yang juga tinggi sehingga berada pada kuadran I. Sedangkan daerah dengan penyerapan tenaga kerja tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan rata-ratanya, sehingga berada pada kuadran II. Adapun daerah-daerah yang berada pada kuadran II adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu, kabupaten Subang, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. Sebaliknya Kota Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cirebon dengan pertumbuhan ekonomi tinggi cenderung masih memiliki penyerapan tenaga kerja yang rendah sehingga berada pada kuadran IV. Kuadran III terdiri dari daerah-daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rendah seperti Kota Banjar, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, serta Kabupaten Kuningan. Pemetaan daerah berdasarkan pertumbuhan PDRB dan peyerapan tenaga kerja tahun 2008 dan 2012 terlihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

30

Sumber: BPS, 2013 (diolah) Keterangan

Kuadran I: Kuadran II

Kuadran III Kuadran IV Kuadran III

Gambar 7 Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan Besaran Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2008

Kab. Karawang Kota Bandung Kab. Bogor Kota Bekasi Kab. Bekasi Kota Depok Kab. Sukabumi Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Cirebon Kab. Ciamis Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kota Cimahi Kota Banjar Kota Bogor Kota Cirebon Kota Tasikmalaya Kab. Bandung Barat Kota Sukabumi

Kuadran I

Kuadran II Kuadran III

31

Sumber: BPS, 2013 (diolah) Keterangan

Kuadran I: Kuadran II

Kuadran III Kuadran IV Kuadran III

Gambar 8 Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan Besaran Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2012

Kota Bandung Kab. Bogor Kota Bekasi Kab. Bekasi Kota Depok Kab. Bandung Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Cirebon Kab. Ciamis Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kota Cimahi Kota Banjar Kota Sukabumi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Tasikmalaya Kab. Bandung Barat Kab. Purwakarta

Kuadran I

Kuadran II Kuadran III

32

Pada tahun 2012 terjadi perubahan posisi masing-masing daerah yang terlihat dari pertumbuhan PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Kabupaten Bandung menunjukkan kondisi yang lebih baik dimana memiliki penyerapan tenaga kerja yang tinggi sekaligus pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pula, sehingga berada pada kuadran I bersama Kota Bandung, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan Kota Depok. Sedangkan Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Subang masih berada pada kuadran II pada tahun 2012 dengan memiliki penyerapan tenaga kerja tinggi namun pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan dengan rata-ratanya. Pada tahun 2012, Kota Sukabumi berpindah kuadran menjadi kuadran III bersama Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, Kota Cimahi dan Kota Banjar yang memiliki penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan rata-rata. Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya dan Kota Cirebon berada pada kuadran IV dengan pertumbuhan PDRB tinggi namun memiliki penyerapan tenaga kerja yang rendah.

Daerah-daerah yang berada pada kuadran I dan II masih mungkin memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi lagi. Sedangkan daerah pada kuadran IV yang memiliki penyerapan tenaga kerja yang rendah, namun pertumbuhan PDRB yang tinggi masih memberikan kemungkinan daerah-daerah tersebut untuk lebih maju dengan meningkatkan sumber daya secara penuh. Pemanfaatan sumberdaya secara full employment memungkinkan daerah-daerah tersebut untuk mengejar ketertinggalannya dari daerah maju. Sedangkan daerah-daerah pada kuadran III yang memiliki pertumbuhan PDRB dan penyerapan tenaga kerja yang rendah akan lebih sulit untuk mengejar ketertinggalan dari daerah maju. Oleh karena itu, daerah-daerah dengan kondisi penyerapan tenaga kerja yang masih rendah seharusnya mendapatkan perhatian dan bantuan dari berbagai pihak untuk memperbaiki kondisi tersebut agar dapat meningkatkan aktivitas ekonominya serta dapat menyerap tenaga kerja yang nantinya daerah tertinggal dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah maju dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Tingkat Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat

Pada bagian ini akan diuraikan hasil analisis mengenai ketimpangan penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Analisis dengan menghitung besarnya tingkat ketimpangan penyerapan tenaga kerja. Trend ketimpangan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dapat diamati dari perkembangan nilai indeks kesenjangan penyerapan tenaga kerja yang diperoleh kemudian digambarkan dalam sebuah grafik. Grafik dalam Gambar 9 menunjukkan adanya peningkatan angka indeks penyerapan tenaga kerja antara tahun 2008 hingga 2012.

33

0.55 0.57

0.61 0.65 0.67

2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

Gambar 9 Trend Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan Gambar 9 kesenjangan penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun terlihat mengalami kenaikan namun tidak signifikan. Dibuktikan dengan range indeks ketimpangan penyerapan tenaga kerja yang berkisar antara 0,55 hingga 0,67. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada tahun 2012 sedangkan nilai indeks terendah diperoleh pada tahun 2008 yang menunjukkan bahwa ketimpangan terendah selama periode analisis terjadi pada tahun 2008 dan ketimpangan tertinggi pada periode analisis terjadi pada tahun 2012.

Semakin besar nilai indeks ketimpangan penyerapan tenaga kerja yaitu mendekati 1 berarti semakin tinggi ketimpangan penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, sebaliknya semakin rendah tingkat ketimpangan penyerapan tenaga kerja maka indeks ketimpangan penyerapan tenaga kerja akan semakin mendekati 0. Apabila dikaitkan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Oshima dalam Soetopo (2009) maka semenjak tahun 2008 hingga 2012 kesenjangan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat termasuk kesenjangan taraf tinggi karena lebih besar dari 0,5. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesenjangan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dan termasuk dalam karakteristik kesenjangan taraf tinggi.

Hasil Estimasi Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja

Tujuan ketiga dalam penelitian ini adalah mengestimasi apakah konvergensi penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota terjadi di Provinsi Jawa Barat serta apakah faktor-faktor seperti investasi, upah, panjang jalan serta PDRB mendukung dan berpengaruh dalam pembentukan konvergensi penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut.

Tabel 6 menunjukkan hasil estimasi konvergensi penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Pada analisis konvergensi

34

kondisional dengan menggunakan panel dinamis yaitu Sys-GMM, didapatkan bahwa proses konvergensi penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Jawa Barat terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien lag tingkat penyerapan tenaga kerja yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan koefisien sebesar 0,672 serta dimana nilai tersebut kurang dari satu yang artinya terjadi konvergensi penyerapan tenaga kerja. Pada variabel yang berpengaruh dalam pembentukkan konvergensi penyerapan tenaga kerja seperti investasi, upah, panjang jalan serta PDRB terdapat tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5 persen yaitu investasi, panjang jalan, PDRB sedangkan upah tidak signifikan.

Tabel 6 Hasil Estimasi Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja AntarKabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat dengan Sys-GMM serta Perbandingan Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan Fe

Variabel Dependen Tki,t

Parameter Estimated Coefficient Standard Error p-Value

TKi,t-1 0,6720543 0,76652 0,000*** PDRBi,t 0,2226012 0,926192 0,016** Investasii,t 0,194374 0,203804 0,034** PJi,t 0,488422 0,556621 0,001** Upahi,t -0,119001 0,0005569 0,380 AB Test Z Prob > z Arellano-Bond m1 -2.3664 0,0180 Arellano-Bond m2 1.6354 0,1020

Sargan Test Chi2(8) = 12,06528

Prob > chi2 = 0,1483

Parameter Estimated Coefficient Standard Error P-value

Sys-GMM 0,6720543 0,76652 0,000

PLS 0,86333924 0,6958581 0,021**

Fixed Effects 0,1796406 0,1065913 0,095*

***) signifikan pada taraf nyata 1 persen **) signifikan pada taraf nyata 5 persen *) signifikan pada taraf nyata 10 persen

Konsistensi penduga ditunjukkan oleh hasil Arellano-Bond (AB) test. Hasil Arellano-bond test diperlihatkan oleh signifikasi nilai statistik m1 dan m2. Statistik m1 yaitu sebesar -2,3664 dengan p-value yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dan statistik m2 yaitu sebesar 1,6354 dengan p-value yang tidak signifikan baik pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduga dapat dikatakan konsisten atau tidak terdapat second order serial correlation pada residual dari pembedaan spesifikasi.

Validitas instrumen dilihat melalui Sargan test. Nilai statistik uji Sargan adalah sebesar 12,06528 dengan probabilitas sebesar 0,1483. Probabilitas tersebut tidak signifikan baik pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Dengan kata lain hipotesis nol bahwa variabel instrumen valid tidak ditolak artinya tidak terdapat masalah terhadap validitas instrumen.

35 Analisis panel dinamis yang sempurna harus memenuhi kriteria tidak bias (unbiased). Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien estimasi parameter yang berada pada rentang OLS dan fixed Effects. Koefisien lag variabel dependen dari hasil estimasi menggunakan Sys-GMM sebesar 0,6720543 berada di antara koefisien lag estimasi dengan menggunakan PLS (0,86333924) dan Fixed Effect (0,1796406). Konvergensi di provinsi Jawa Barat ini memiliki tingkat konvergensi sebesar 39,74 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan masing-masing daerah untuk mencapai konvergen dalam penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 39,74 persen per tahun. Adapun waktu untuk menutup setengah kesenjangan awal atau life of convergence adalah lebih dari 1 tahun.

Analisis Sumber Pendorong Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Margiono dalam karami menyatakan bahwa dari hasil analisis konvergensi kondisional dapat dilihat pula faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Dari hasil estimasi di atas dapat dibahas pula beberapa faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat:

Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Periode Sebelumnya

Tingkat penyerapan tenaga kerja tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1 persen terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja saat ini. Oleh karena itu, sejak diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi daerah yang bertujuan agar setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang dimilikinya secara tepat, yang nantinya diharapkan dapat mendorong terciptanya porses pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan kesenjangan yang terjadi akan semakin menurun. Sehingga daerah yang tertinggal mampu mengejar ketertinggalannya dari daerah maju dalam penyerapan tenaga kerja.

Pendapatan Domestik Regional Bruto

Variabel PDRB berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, dengan nilai koefisien sebesar 0,2226012. Semakin tinggi PDRB maka akan semakin banyak tenaga kerja yang diserap, asumsi cateris paribus. Kenaikan PDRB akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi berimplikasi terhadap peningkatan kemampuan daya beli masyarat. Hal ini tentunya akan semakin memicu lapangan usaha untuk meningkatkan produktivitasnya untuk memenuhi peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akibat peningkatan kemampuan daya beli masyarakat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Solow-Swan bahwa pertumbuhan ekonomi berdasarkan fungsi dari modal, tenaga kerja serta perubahan teknologi. Dengan meningkatnya output suatu daerah maka produksi tersebut akan meningkat dan dalam proses produksi suatu perusahaan membutuhkan input yang mana input tersebut adalah tenaga kerja. Jadi peningkatan output akan membutuhkan tambahan input yang salah satunya adalah tenaga kerja. Oleh karena itu, PDRB dapat dikatakan sebagai salah satu kunci untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan mempercepat proses konvergensi.

36

Investasi

Investasi memiliki nilai koefisien yang positif dan signifikan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin banyak investasi maka akan semakin banyak tenaga kerja yang diserap. Investasi merupakan salah satu faktor yang menentukkan laju pertumbuhan ekonomi, karena selain akan mendorong kenaikan output secara signifikan, investasi juga akan meningkatkan permintaan input yang salah satunya adalah tenaga kerja, sehingga akan memengaruhi pada penyediaan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja pun tinggi pada suatu daerah. Sehingga, investasi dapat dikatakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada suatu daerah dan mempercepat proses konvergensi.

Panjang Jalan

Panjang jalan menunjukkan koefisien regresi yang positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Pembangunan infrastruktur transportasi dalam hal ini adalah panjang jalan dapat memberikan peningkatan keunggulan daya saing suatu daerah. Sistem transportasi yang efisien akan memecahkan permasalahan distribusi biaya tinggi. Hal tersebut terjadi karena sistem transportasi yang efisien tersebut membuat proses mobilitas barang dan manusia menjadi cepat, aman dan murah. Infrastruktur transportasi yang baik akan menarik investor dan menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan konsumsi masyarakat. Akhirnya pendapatan daerah meningkat dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan daerah dapat meningkat pula. Secara keseluruhan hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilihat dari peningkatan PDRB.

Upah

Hasil estimasi menunjukkan bahwa upah memiliki koefisien regresi yang negatif atau sesuai dengan teori ekonomi dan tidak signfiikan. Tingkat upah memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Upah dipandang sebagai beban oleh perusahaan karena semakin besar tingkat upah akan semakin kecil proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Oleh karena itu, kenaikan tingkat upah direspon oleh perusahaan menurunkan jumlah tenaga kerja. Menurut teori permintaan tenaga kerja, kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik, sedangkan input lainnya tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari pada input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang harganya relatif mahal dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna mempertahankan keuntungan yang maksimum. Masalah signifikansi tersebut kemungkinan terjadi karena apabila terjadi kenaikan UMR tidak hanya dapat mengurangi penyerapan tenaga kerja khususnya untuk pekerja yang rentan seperti pekerja yang berada di bawah usia kerja, kurang terdidik dan kurang memiliki keterampilan namun juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang terdidik, memiliki keterampilan, keahlian dan pengalaman. Menurut Todaro (2006) perusahaan akan terus menambah tenaga kerja selama penerimaan tambahan (harga dikali jumlah output tambahan yang dperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan, dengan mempertahankan jumlah modal tetap, P x MPL) melebihi upah.

37

Dokumen terkait