• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Sel Somatis

Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan jumlah sel somatis di dalam susu. Hal ini dilakukan karena jumlah sel somatis di dalam susu dapat menjadi indikasi kesehatan ambing dan kualitas susu yang dihasilkan (Gargouri et al.2007; Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Hasil perhitungan jumlah sel somatis pada susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 2.

Tabel 3 Rataan jumlah sel somatis susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Peternak Jumlah sel somatis/ml

(rataan ± simpangan baku) SNI No. 3141.1: 2011 A (n=4) 2 390 000.00 ± 1 744 591.64 <400 000 sel/ml susu B (n=6) 2 693 333.33 ± 861 873.93 C (n=8) 2 780 000.00 ± 1 146 423.01 D (n=4) 2 210 000.00 ± 754 983.44 E (n=1) 920 000.00 ± 0.00 F (n=12) 2 140 000.00 ± 1 790 682.96 Rataan (n=35) 2 382 857.14 ± 1 370 213.75

Gambar 2 Rataan jumlah sel somatis susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju.

17

Dalam Tabel 3 diperlihatkan bahwa susu segar yang diperoleh dari peternak pemasok susu segar bahan baku industri keju di Kabupaten Sukabumi memiliki jumlah sel somatis lebih tinggi dari standar SNI NO.3141.1:2011 (4x105 sel/ml). Rata-rata jumlah sel somatis di dalam susu segar dari peternak pemasok adalah 2 382 857.14 ± 1 370 213.75 sel/ml susu. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel somatis di dalam susu segar dari peternak pemasok secara keseluruhan 6 kali lebih besar dibandingkan standar yang ditetapkan oleh SNI NO.3141.1:2011. Jumlah sel somatis tertinggi adalah 2 780 000.00 ± 1 146 423.01 sel/ml susu dan jumlah sel somatis terendah adalah 920 000.00 ± 0.00 sel/ml susu.

Sampel yang diambil adalah susu kandang (bulk milk), yaitu susu yang berasal dari beberapa sapi, kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam milk can. Kemungkinan meningkatnya jumlah sel somatis di dalam susu di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: individu sapi berada dalam kondisi akhir kebuntingan atau setelah melahirkan (3 bulan post partus) (Robinson 1997). Hal ini merupakan proses alami dalam mempersiapkan kelahiran sapi dan untuk meningkatkan mekanisme proses pertahanan kelenjar susu pada masa kelahiran (Rice 1993). Hal ini didukung oleh pernyataan Kurniawati et al. (2002); Sharif dan Muhammad (2008) bahwa peningkatan jumlah sel somatis terjadi pada masa akhir kebuntingan dan beberapa minggu setelah melahirkan meski tidak terjadi status infeksi. Jumlah sel somatis akan menurun dengan cepat beberapa minggu setelah melahirkan pada sapi yang tidak mengalami infeksi sehingga peningkatan jumlah sel somatis hanya bersifat sementara.

Peningkatan jumlah sel somatis juga dapat diakibatkan oleh adanya gangguan pada ambing sapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarwanto dan Sudarnika (2008) bahwa jumlah sel somatis di dalam susu mengindikasikan adanya gangguan pada ambing yang diakibatkan dari beberapa faktor yaitu: infeksi pada ambing, umur, periode laktasi, stres, musim, serta adanya luka pada ambing. Dalam hal ini terdapat kemungkinan bahwa susu segar yang dijadikan sebagai bahan baku keju berasal dari peternak pemasok susu yang sapinya mengalami infeksi dan abnormalitas pada ambingnya. Dalam penelitian lainnya yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan sapi perah menunjukkan bahwa sapi-sapi peternak pemasok industri keju positif (100%) terkena mastitis subklinis.

18

Sampel yang diuji dari penelitian tersebut adalah sampel kuartir yang diambil dari sapi dalam masa laktasi normal (Rohmah 2012).

Menurut Looper (1993); Pirisi et al. (2000) umur sapi perah akan mempengaruhi jumlah sel somatis di dalam susu yang dihasilkan. Semakin tua umur hewan yang digunakan maka semakin meningkat jumlah sel somatis di dalam susunya. Selain umur, keadaan stres pada hewan juga dapat meningkatkan jumlah sel somatis dalam susu kandang (Rajcevic et al. 2003; Rice 1993). Kualitas pakan yang diberikan pada sapi juga dapat mempengaruhi jumlah sel somatis di dalam susu. Jika kualitas pakan yang diberikan pada sapi buruk akan mengakibatkan jumlah sel somatis di dalam susu akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena adanya kaitan antara pemberian pakan dan keadaan stres pada sapi (Rice 1993).

Tinginya sel somatis di dalam susu akibat infeksi pada ambing yang dapat disebabkan oleh bakteri komensal dan atau bakteri patogen. Sharma et al. (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan langsung antara jumlah sel somatis dan kualitas susu yang dihasilkan sehingga ada kemungkinan terjadinya transmisi bakteri patogen melalui susu yang bersifat zoonosis. Menurut Leigh (2005) susu segar dengan jumlah sel somatis yang tinggi dapat berbahaya sampai produk olahannya, hal ini dikarenakan beberapa bakteri patogen menghasilkan toksin yang tidak hilang setelah dipasteurisasi seperti Streptococcus agalactiae. Hal tersebut juga memungkinkan manusia mengalami keracunan karena mengonsumsi toksin yang terkandung dalam produk olahan susu.

Tingginya jumlah sel somatis pada susu segar yang merupakan bahan baku keju dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan (Pirisi et al. 2000). Peningkatan jumlah sel somatis menyebabkan kualitas produk susu menjadi menurun sebagai akibat dari aktivitas enzimatis, yaitu protease dan lipase yang dihasilkan oleh sel somatis. Aktivitas enzimatis menyebabkan penurunan produk keju (Lukman et al. 2009). Menurut Mikulec et

al. (2005) susu yang digunakan sebagai bahan baku keju sebaiknya memiliki

19

Kadar Lemak

Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan kadar lemak susu. Hal ini dilakukan karena kadar lemak di dalam susu akan menentukan kualitas susu. Dalam penelitian ini diperoleh rata-rata kadar lemak susu dari setiap peternak pemasok bahan baku keju industri keju sebesar 3.62 ± 0.41%. Kadar lemak dengan nilai tersebut tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan SNI NO.3141.1:2011 sebesar 3.0% untuk kadar minimum lemak di dalam susu segar. Hasil perhitungan kadar lemak pada susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju disajikan dalam Tabel 4 dan Gambar 3.

Tabel 4 Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Peternak Kadar lemak (%)

(rataan ± simpangan baku) SNI NO.3141.1:2011

A (n=4) 4.05 ± 0.34 ≥3.00% B (n=6) 3.37 ± 0.63 C (n=8) 3.78 ± 0.28 D (n=4) 3.63 ± 0.39 E (n=1) 3.30 ± 00.0 F (n=12) 3.53 ± 0.29 Rataan (n=35) 3.62 ± 0.41

Gambar 3 Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju.

20

Dalam Tabel 4 rataan kadar lemak yang disajikan menggambarkan bahwa secara umum susu dari para pemasok susu segar memiliki kadar lemak yang telah memenuhi standar SNI NO.3141.1: 2011. Rataan kadar lemak tertinggi sebesar 4.05 ± 0.34% dan terendah sebesar 3.30 ± 00.0% sehingga kualitas susu secara kadar lemak cukup bagus untuk dikonsumsi.

Tingginya kadar lemak di dalam susu kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Rice (1993) kadar lemak dalam susu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah:

1 Bangsa sapi; 2 Umur sapi; 3 Periode laktasi; 4 Interval pemerahan; 5 Keadaan iklim;

6 Pakan yang diberikan; 7 Penyakit.

Menurut Sameen et al. (2010) kadar lemak di dalam susu akan mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar lemak dalam keju akan mempengaruhi tingginya kadar air pada saat pemeraman sehingga keju yang dihasilkan akan menjadi lunak. Menurut Kementan RI (2011) jumlah kadar lemak di dalam susu yang digunakan sebagai bahan baku keju tergantung dari jenis keju yang diinginkan. Beberapa keju dengan kadar lemak rendah menggunakan susu yang memiliki kadar lemak 2% (Engineers 2012). Kadar

lemak susu akan mempengaruhi aroma dan rasa keju yang dihasilkan (Gaonkar 1995).

Kadar Protein

Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan kadar protein susu segar. Kadar protein di dalam susu akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Protein merupakan kandungan susu yang sangat diperhatikan dalam produk fermentasi seperti keju (Daulay 1991). Dalam penelitian ini diperoleh rata-rata kadar protein di dalam susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju sebesar 3.22 ± 0.37%. Kadar protein dengan nilai tersebut tergolong cukup tinggi dibandingkan

21

dengan standar SNI NO.3141.1:2011 sebesar 2.8%. Hasil perhitungan kadar protein dalam susu segar dari peternak pemasok susu segar yang digunakan sebagai bahan baku industri keju disajikan dalam Tabel 5 dan Gambar 4.

Tabel 5 Rataan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Peternak Kadar protein (%)

(rataan ± simpangan baku) SNI NO.3141.1:2011

A (n=4) 3.13 ± 0.55 ≥2.80% B (n=6) 3.66 ± 0.28 C (n=8) 3.12 ± 0.37 D (n=4) 3.21 ± 0.19 E (n=1) 2.31 ± 00.0 F (n=12) 3.17 ± 0.14 Rataan (n=35) 3.22 ± 0.37

Gambar 4 Rataan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju.

Dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium diketahui bahwa secara umum nilai kadar protein dalam susu dari peternak pemasok susu segar berada di atas standar SNI NO.3141.1:2011. Rataan kadar protein tertinggi sebesar 3.66 ± 0.28% sedangkan kadar protein terendah sebesar 2.31 ± 00.0%.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar protein di dalam susu diantaranya adalah bangsa, pakan, umur, periode laktasi, iklim, musim dan penyakit (Coulon 1998; Ikawati 2011). Menurut Sameen et al. (2010) dan Daulay

22

(1991) kasein di dalam susu sangat penting untuk pembuatan keju. Faktor utama yang mempengaruhi kasein dalam rasio protein adalah perbedaan genetik, selain itu yang sangat berpengaruh terhadap kasein susu adalah pakan.

Penggunaan pakan yang baik dalam suatu peternakan sapi perah sangatlah diperlukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferguson (2000) yang menyatakan bahwa perubahan kadar protein susu lebih dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperoleh dari pakan yang dimakan oleh sapi. Kandungan protein di dalam konsentrat akan sangat mempengaruhi kadar protein di dalam susu. Semakin tinggi kadar protein di dalam pakan maka akan semakin tinggi kadar protein di dalam susu.

Kasein merupakan kandungan susu yang dapat digumpalkan sehingga terbentuk keju. Semakin tinggi kadar kasein dalam susu maka keju yang dihasilkan akan semakin baik. Menurut Malaka (2010) susu yang ditambah dengan larutan asam maka larutan asam yang digunakan akan mencapai titik isoelektrik pada setiap molekul kasein. Hal ini akan mengubah kasein miselles di dalam susu yang dimulai dengan penggabungan kasein miselles melalui agregasi dan diakhiri dengan terbentuknya koagulum. Kadar minimum protein di dalam susu segar yang digunakan sebagai bahan baku keju tidak kurang dari 2.89% (Teshome et al. 2012).

Keberadaan Jumlah Sel Somatis dalam Susu Segar dan Pengaruhnya terhadap Kadar Lemak dan Kadar Protein

Jumlah sel somatis di dalam susu dapat mempengaruhi kadar lemak dan kadar protein (Rajcevic et al. 2003; Fernandes et al. 2007). Jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein di dalam susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju diuji dengan menggunakan korelasi linier yang disajikan dalam Tabel 6, Gambar 5, dan Gambar 6.

23

Tabel 6 Jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Jumlah sel somatis

JSS<500 500<JSS<1 500 1 500<JSS<2 500 JSS>2 500 x 1 000/ml Rataan kadar lemak (%) 3.70 ± 0.42 3.47 ± 0.26 3.80 ± 0.41 3.62 ± 0.48 Rataan kadar protein(%) 2.95 ± 0.21 3.12 ± 0.34 3.27 ± 0.33 3.29 ± 0.43

Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar lemak tertinggi sebesar 3.80 ± 0.41% pada rentang JSS<500 000 sel/ml. Kadar lemak terendah sebesar 3.47 ± 0.26% pada rentang 500 000<JJS<1 500 000 sel/ml. Kadar protein tertinggi sebesar 3.29 ± 0.43% pada rentang 1 000 000<JJS<2 500 000 sel/ml dan kadar protein terendah 2.95 ± 0.21% pada rentang JSS<500 000 sel/ml.

Gambar 5 Pengaruh jumlah sel somatis susu segar terhadap kadar lemak susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju (r=0.06, P<0.05).

24

Gambar 6 Pengaruh jumlah sel somatis susu segar terhadap kadar protein susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju (r=0.154, p<0.05). Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan adanya pengaruh jumlah sel somatis terhadap kadar lemak dan kadar protein di dalam susu peternak sapi perah pemasok industri keju yaitu: semakin tinggi jumlah sel somatis di dalam susu maka semakin tinggi kadar lemak dan kadar protein di dalam susu. Meningkatnya jumlah sel somatis yang diikuti dengan meningkatnya kadar lemak di dalam susu kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini berasal dari sampel susu kandang yaitu susu yang berasal dari beberapa individu sapi, kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam milk can.

Faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah sel somatis yang diikuti dengan meningkatnya kadar lemak dan kadar protein di dalam susu adalah susu berasal dari sapi pada masa awal laktasi atau masa akhir kebuntingan. Hal ini dikarenakan pada awal laktasi atau akhir kebuntingan adanya peningkatan hormonal pada tubuh induk sapi dan disertai dengan peningkatan pertahanan (imunitas) tubuh. Peningkatan hormonal pada induk sapi menyebabkan aliran darah ke ambing semakin banyak sehingga lemak dan protein yang terbentuk di dalam kelenjar ambing semakin banyak (Robinson 1997). Peningkatan jumlah sel somatis pada awal laktasi dan masa akhir kebuntingan merupakan kondisi fisiologis yang normal pada sapi yang baru melahirkan atau mempersiapkan kelahiran sebagai respon pencegahan terhadap infeksi (Rice 1993). Hal ini sesuai

25

dengan penelitian Pirisi et al. (2000) yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah sel somatis pada susu kandang (bulk milk) juga diikuti dengan meningkatnya kadar lemak dalam susu.

Dalam periode laktasi normal, kadar lemak dan kadar protein di dalam susu akan mengalami penurunan dengan meningkatnya jumlah sel somatis di dalam susu. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah sel somatis di dalam susu mengindikasikan adanya gangguan pada kelenjar ambing (mastitis) (Gargouri et

al. 2007; Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Sapi yang mengalami mastitis

menyebabkan kerusakan pada epitel-epitel ambing yang berfungsi untuk membentuk lemak dan protein. Perubahan-perubahan komposisi lemak dan protein di dalam susu bervariasi tergantung dari tingkat peradangan pada kelenjar ambing semakin tinggi tingkat peradangan pada kelenjar ambing maka semakin rendah kadar lemak dan kadar protein di dalam susu dan sebaliknya (Kurniawati

Dokumen terkait