• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU DITINJAU DARI JUMLAH SEL SOMATIS, KADAR LEMAK, DAN KADAR PROTEIN ADIK KURNIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALITAS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU DITINJAU DARI JUMLAH SEL SOMATIS, KADAR LEMAK, DAN KADAR PROTEIN ADIK KURNIAWAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU

DITINJAU DARI JUMLAH SEL SOMATIS, KADAR LEMAK,

DAN KADAR PROTEIN

ADIK KURNIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kualitas Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju Ditinjau dari Jumlah Sel Somatis, Kadar Lemak, dan Kadar Protein adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau lembaga mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

Adik Kurniawan

(3)

ABSTRACT

ADIK KURNIAWAN. Quality of Fresh Milk as the Raw Material of Cheese Reviewed by Somatic Cells Count, Fat and Protein Levels. Supervisor by HERWIN PISESTYANI.

The aim of this study was to observed quality of fresh milk reviewed by somatic cells count, fat and protein levels. This research was conducted in February 2011 to July 2012. There were 35 bulk milk were taken from six farms. Data were analyzed descriptively and using linear correlation. The highest number of somatic cell, fat, and protein 2 780 000.00 ± 1 146 423.01 cell/ml, 4.05 ± 0.34%, and 3.66 ± 0.28% respectively. The result showed that positive correlation between bulk milk somatic cells count with fat and protein levels from dairy farmers which suppliers of cheese industry.

(4)

RINGKASAN

ADIK KURNIAWAN. Kualitas Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju Ditinjau dari Jumlah Sel Somatis, Kadar Lemak, dan Kadar Protein. Dibimbing oleh HERWIN PISESTYANI.

Sel somatis di dalam susu dapat menjadi indikasi kesehatan ambing sapi. Sel somatis merupakan sel tubuh yang mayoritas adalah sel pertahanan seperti: leukosit dan beberapa dari jaringan tubuh seperti sel epitel. Keberadaan sel somatis di dalam susu akan mempengaruhi mutu dan kualitas susu. Peningkatan jumlah sel somatis di dalam susu menyebabkan kualitas produk susu menjadi menurun sebagai akibat dari aktivitas enzimatis, yaitu protease dan lipase yang dihasilkan oleh sel somatis itu sendiri. Aktivitas enzimatis menyebabkan penurunan produk olahan susu seperti keju.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein di dalam susu dari peternakan yang merupakan pemasok industri keju. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 35 susu kandang (bulk milk) yang terbagi atas 26 sampel diambil dari setoran pagi dan 9 sampel diambil dari setoran sore dari 6 peternak pemasok susu segar. Hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan diuji menggunakan korelasi linier untuk melihat hubungan antara jumlah sel somatis dengan kadar lemak dan kadar protein di dalam susu.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa susu segar dari peternakan sapi perah yang merupakan pemasok industri keju di Kabupaten Sukabumi melebihi batas maksimum jumlah sel somatis yang ditetapkan dalam SNI NO.3141.1:2011 tentang Susu Segar. Berdasarkan hasil pengujian susu segar yang merupakan bahan baku keju yang diperoleh dari seluruh peternak sapi perah pemasok industri keju mempunyai kadar lemak dan kadar protein di atas batas minimum SNI NO.3141.1:2011 tentang Susu Segar. Jumlah sel somatis di dalam susu segar dari 6 peternakan pemasok industri keju adalah 2 382 857.14 sel/ml, kadar lemak 3.62%, dan kadar protein 3.22%..

Kata Kunci: susu kandang (bulk milk), jumlah sel somatis, kualitas susu, kadar lemak, kadar protein

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiyah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(6)

KUALITAS SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU

DITINJAU DARI JUMLAH SEL SOMATIS, KADAR LEMAK,

DAN KADAR PROTEIN

ADIK KURNIAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kualitas Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju Ditinjau dari Jumlah Sel Somatis, Kadar Lemak, dan Kadar Protein

Nama : Adik Kurniawan

NIM : B04080035

Disetujui

drh. Herwin Pisestyani, M.Si Pembimbing

Diketahui

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Kualitas Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju Ditinjau dari Jumlah Sel Somatis, Kadar Lemak, dan Kadar Protein, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen pembimbing, yang dengan tulus memberikan bimbingan, nasehat, dorongan semangat serta rela mengorbankan waktu selama penelitian sampai penulisan skripsi. Dengan penuh rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. drh. H. Idwan Sudirman atas kesediaannya menjadi penguji dalam seminar skripsi penulis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D dan drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si, Ph.D, PAVet yang telah berkenan menjadi penguji dan menelaah skripsi ini.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah mencurahkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama menempuh studi sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Denny W. Lukman, M.Si yang telah memberikan nasehat, dorongan, dan semangat selama penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Kepada ayahanda, ibunda, kakak, dan adik di Rimbo Bujang, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan setinggi-tingginya, atas doa restu, bimbingan, didikan, dorongan semangat dan kasih sayangnya yang diberikan selama ini.

Kepada semua pihak dan rekan-rekan yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga budi baik dan jasa yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan kepada seluruh pembaca untuk memberi saran yang bermanfaat demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Oktober 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Rimbo Mulyo, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi pada Tanggal 22 November 1989, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Kuswandi dan Siti Nursiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Biring Kuning Durian Luncuk, kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri NO.74/VIII Wirotho Agung dan tamat pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Kabupaten Tebo dan tamat pada tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan pedidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Kabupaten Tebo dan tamat pada tahun 2008. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB, Penulis pernah aktif di sejumlah organisasi dan kegiatan kemahasiswaan yakni sebagai anggota Divisi Syiar Opini Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB 2008-2009, Kepala Bagian Opini Divisi Syiar Opini Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB 2009-2010, Kepala Departemen Divisi Syiar Opini Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB 2010-2011.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian yang berjudul Kualitas Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju Ditinjau dari Jumlah Sel Somatis, Kadar Lemak, dan Kadar Protein di bawah bimbingan drh. Herwin Pisestiyani, M.Si.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Susu Segar ... 4

Komposisi Susu yang Berperan Penting dalam Pembuatan Keju... 5

Kadar Protein Susu ... 6

Kadar Lemak Susu ... 7

Sel Somatis ... 9

Keju ... 11

BAHAN DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Metode Penelitian ... 13

Jenis dan Jumlah Sampel ... 13

Cara Pengambilan Sampel ... 13

Perhitungan Jumlah Sel Somatis Menggunakan Metode Breed ... 14

Perhitungan Kadar Lemak ... 14

Perhitungan Kadar Protein ... 15

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Jumlah Sel Somatis ... 16

Kadar Lemak ... 19

Kadar Protein ... 20

Keberadaan Jumlah Sel Somatis dalam Susu Segar dan Pengaruhnya terhadap Kadar Lemak dan Kadar Protein ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Syarat mutu susu segar (SNI NO.3141.1:2011) ... 4

2 Hubungan antara jumlah sel somatis dengan penurunan produksi susu (Lukman et al. 2009) ... 10

3 Rataan jumlah sel somatis susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju ... 16

4 Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju ... 19

5 Rataan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju ... 21

6 Jumlah sel somatis, kadar lemak dan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju ... 23

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Komposisi rata-rata susu sapi (Saleh 2004) ... 5

2 Rataan jumlah sel somatis susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju. ... 16

3 Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju. ... 19

4 Rataan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju. ... 21

5 Pengaruh jumlah sel somatis susu segar terhadap kadar lemak susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju (r=0.06, P<0.05). ... 23

6 Pengaruh jumlah sel somatis susu segar terhadap kadar protein susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju (r=0.154, p<0.05). ... 24

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein di dalam susu

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah suatu apa pun, dan belum mendapatkan perlakuan apa pun kecuali pendinginan (BSN 2011). Susu sapi merupakan pangan asal hewan yang memiliki sumber protein yang sangat baik dan lengkap serta sering dikonsumsi oleh masyarakat.

Jumlah ternak sapi perah di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 sebanyak 475 000 ekor sapi. Dari data BPS juga

diketahui jumlah produksi susu di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 19 210 460 liter. Berdasarkan jumlah ternak sapi perah dan jumlah produksi susu

yang dihasilkan diketahui bahwa sapi perah di Indonesia ternyata hanya menghasilkan 0.11 liter/ekor/harinya (BPS 2012).

Rendahnya produksi susu di peternakan sapi perah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi tingkat produksi susu diantaranya adalah manejemen peternakan sapi perah yang masih tradisional, sehingga pemeliharaan ternak tidak dapat menghasilkan produksi susu yang maksimal. Hal ini dikarenakan peternak sapi perah di Indonesia masih banyak memelihara ternak dalam skala kecil. Selain faktor pemeliharaan ternak yang masih tradisional, faktor bangsa, umur, iklim, dan kesehatan ambing dari hewan ternak juga mempengaruhi produksi susu (Kurniawati et al. 2002).

Kesehatan ambing pada sapi perah dapat diketahui dengan melihat ada tidaknya peradangan pada ambing. Kasus peradangan pada ambing disebut dengan mastitis. Kasus mastitis yang sering terjadi pada sapi biasanya bersifat subklinis. Mastitis subklinis adalah mastitis yang tidak menampakkan perubahan fisik pada ambing dan susu yang dihasilkan namun dapat menurunkan produksi susu. Mastitis subklinis pada sapi perah dapat diketahui melalui beberapa parameter, salah satunya dengan menggunakan perhitungan jumlah sel somatis dalam susu sapi yang dihasilkan (Sudarwanto dan Sudarnika 2008).

Sel somatis di dalam susu merupakan sel tubuh yang mayoritas adalah leukosit dan beberapa dari jaringan sekresi ambing (sel epitel). Menurut Sharma

(15)

2

et al. (2011) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingginya sel somatis dalam susu diantaranya adalah bangsa, periode laktasi, umur, stres, suhu, musim, dan penyakit pada ambing. Tingginya jumlah sel somatis di dalam susu sapi dapat mengindikasikan adanya gangguan pada ambing sapi dan dapat mengurangi kualitas susu yang dihasilkan (Gargouri et al. 2007). Jumlah sel somatis dalam susu mempengaruhi jumlah produksi susu, kadar lemak, kadar protein, dan tingkat mineral lainnya (Rajcevic et al. 2003; Fernandes et al. 2007).

Keberadaan sel somatis di dalam susu menjadi salah satu hal yang diperhatikan dalam industri pembuatan keju. Tinggi rendahnya jumlah sel somatis di dalam susu dapat mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan. Peningkatan jumlah sel somatis di dalam susu menyebabkan kualitas produk susu yang dihasilkan menjadi menurun sebagai akibat dari aktivitas enzimatis, yaitu enzim protease dan lipase. Aktivitas enzim tersebut menyebabkan penurunan produk keju yang dihasilkan, menurunnya daya tahan susu pasteurisasi, perubahan produksi asam pada produk-produk susu fermentasi, produk mentega menjadi tengik, dan adanya perubahan rasa pada sebagian produk olahan susu lainnya (Lukman et al. 2009).

Susu segar merupakan bahan baku keju. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju di Kabupaten Sukabumi. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas keju yang dihasilkan oleh industri keju tersebut, sehingga perusahaan bekerjasama dengan bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kualitas susu segar dari para peternak sapi perah pemasok industri keju yang ditinjau dari keberadaan jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas susu segar para peternak sapi perah pemasok bahan baku industri keju di Kabupaten Sukabumi ditinjau dari jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein.

(16)

3

Manfaat Manfaat dari penelitian:

1 Mengetahui kualitas susu segar dari jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein.

2 Data-data yang diperoleh dapat dipergunakan untuk memperbaiki peternakan sapi perah di Indonesia.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Segar

Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2011) menyebutkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Persyaratan Mutu Susu Segar bahwa susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah suatu apa pun, dan belum mendapatkan perlakuan apa pun kecuali pendinginan. Menurut Sunita (2002) susu merupakan makanan yang hampir sempurna, karena kandungan nutrisinya yang lengkap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok manusia. Susu juga merupakan sumber kalsium yang baik karena kandungan kalsium di dalam susu cukup tinggi. Persyaratan mutu susu segar disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu susu segar (SNI NO.3141.1:2011)

Karakteristik Satuan Syarat

Berat jenis (pada suhu 27,5 °C) minimum

g/ml 1.0270

Kadar lemak minimum % 3.0

Kadar bahan kering tanpa lemak minimum

% 7.8

Kadar protein minimum % 2.8

Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan

Derajat asam °SH 6.0 – 7.5

pH - 6.3 – 6.8

Uji alkohol (70%)v/v - Negatif

Cemaran mikroba, maksimum: 1 Total Plate Count

2 Staphylococcus aureus 3 Enterobacteriaceae

CFU/ml CFU/ml CFU/ml Jumlah sel somatis maksimum Sel/ml Residu antibiotik (golongan

Penisilin,Tetrasiklin,

Aminoglikosida, Makrolida)

- Negatif

Uji pemalsuan - Negatif

Titik beku °C -0.520 s.d -0.560

Uji peroxidase - Positif

Cemaran logam berat, maksimum: 1 Timbal (Pb) 2 Merkuri (Hg) 3 Arsen (As) μg/ml μg/ml μg/ml 0.02 0.03 0.1

(18)

5

Komposisi Susu yang Berperan Penting dalam Pembuatan Keju

Menurut Suharyanto (2009) susu terdiri dari air, lemak, protein, laktosa, vitamin, dan Mineral. Komposisi terpenting di dalam susu adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3–5 persen sedangkan kandungan lemak susu berkisar 3–8 persen. Kandungan energi dalam susu rata-rata 65 kkl/ml susu. Zat dengan jumlah kandungan tertinggi di dalam susu adalah air sedangkan sisanya merupakan bahan kering. Komposisi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bangsa, periode laktasi, interval pemerahan, pakan, suhu, dan umur (Saleh 2004). Komposisi rata-rata pada susu sapi disajikan pada Gambar 1.

Susu

Bahan kering (12.10%) Air (87.90%)

Lemak (3.45%) Bahan kering tanpa lemak (8.65%)

Kasein (2.70%)

Protein (3.20%)

Albumin (0.50%) Laktosa (4.60%)

Vitamin, enzim, dan gas (0.85%)

Gambar 1 Komposisi rata-rata susu sapi (Saleh 2004).

Komposisi susu sangat berpengaruh dalam proses pembuatan keju. Beberapa kandungan susu yang mempengaruhi mutu dan kualitas keju antara lain kadar protein dan kadar lemak yang terdapat di dalam susu. Kualitas keju akan menentukan nilai dari keju tersebut, sehingga dalam pembuatan keju perlu memperhatikan komposisi kandungan tersebut (Suharyanto 2009).

(19)

6

Kadar Protein Susu

Kadar protein di dalam susu rata-rata 3.20% yang terdiri dari: 2.70% kasein (bahan keju), dan 0.50% albumin. Kadar protein di dalam susu sebanyak 26.50% dari bahan kering susu. Protein di dalam susu akan menentukan kualitas susu yang dihasilkan. Di dalam susu juga terdapat globulin dalam jumlah sedikit. Albumin terkandung dalam susu sekitar 5 g/kg susu dalam keadaan larut. Beberapa hari setelah induk sapi melahirkan, kandungan albumin sangat tinggi pada susu dan normal kembali setelah 7 hari. Di dalam pembentukan keju, albumin akan memisah dalam bentuk whey (Saleh 2004).

Kadar protein di dalam susu akan menentukan kualitas susu yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar protein di dalam susu diantaranya adalah bangsa sapi, pakan, umur, periode laktasi, iklim, musim, dan penyakit (Ikawati 2011).

1 Bagsa sapi

Janis bangsa sapi yang digunakan dalam peternakan sapi perah dapat menyebabkan jumlah kasein yang terkandung di dalam susu yang dihasilkan berbeda. Perbedaan kasein pada beberapa bangsa sapi sangat berpengaruh terhadap sifat pengolahan susu terutama dalam pembuatan keju. Kasein merupakan komponen terpenting dalam pembuatan keju. Hasil keju akan lebih baik apabila kandungan kasein dalam protein susu berada pada kadar yang tinggi (Barber 2007).

2 Pakan

Perubahan kadar protein susu lebih dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperoleh dari pakan yang dimakan oleh sapi perah. Kandungan protein di dalam konsentrat dan hijauan akan sangat mempengaruhi kadar protein di dalam susu. Semakin tinggi kandungan protein dalam pakan maka akan semakin tinggi kadar protein di dalam susu yang dihasilkan oleh sapi tersebut (Barber 2007).

3 Umur

Umur sapi sangat berpengaruh terhadap kadar protein di dalam susu. Produksi susu akan terlihat menurun setelah sapi mencapai laktasi ke 8-10. Turunnya

(20)

7

produksi susu pada sapi tua disebabkan oleh aktivitas kelenjar ambing sapi yang sudah berkurang (Robinson 1997).

4 Periode laktasi

Kadar protein, kandungan kasein, dan albumin di dalam susu secara nyata dipengaruhi oleh masa laktasi. Pada masa kolostrum kadar protein di dalam susu sangat tinggi dibandingkan pada masa laktasi normal. Kadar protein di dalam susu akan mengalami penurunan pada waktu tiga sampai enam minggu setelah melahirkan dan secara perlahan akan meningkat kembali pada masa akhir laktasi (Robinson 1997).

5 Iklim dan musim

Produksi dan komposisi susu dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu lingkungan. Kandungan protein dalam susu akan meningkat apabila hewan dipelihara pada daerah dengan temperatur dingin. Sebaliknya hewan dipelihara pada daerah dengan suhu yang panas atau temperatur tinggi maka jumlah protein di dalam susu akan menurun (Robinson 1997).

6 Penyakit

Penyakit pada ambing akan mempengaruhi produksi dan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi. Penyakit yang berhubungan langsung dengan ambing adalah mastitis. Perubahan komposisi protein dalam susu dari ambing yang sakit disebabkan oleh meningkatnya protein asal darah dan menurunnya sintesis kasein di epitel kelenjar ambing (Niel 2012).

Protein berperan penting dalam pembuatan keju. Kasein merupakan protein dalam susu yang menggumpal atau mengalami koagulasi saat ditambahkan asam di dalam susu tersebut. Pada saat susu ditambahkan dengan larutan asam maka larutan asam yang digunakan akan mencapai titik isoelektrik pada setiap molekul kasein. Hal ini akan mengubah kasein miselles di dalam susu yang dimulai dengan penggabungan kasein miselles melalui agregasi dan diakhiri dengan terjadinya koagulum (Malaka 2010).

Kadar Lemak Susu

Kadar lemak di dalam susu berkisar antara 3-8% namun rata-rata kadar lemak di dalam susu adalah ±3.45% (Saleh 2004). Lemak susu tersusun dari

(21)

8

trigliresida yang merupakan gabungan gliserol dan asam lemak. Di dalam lemak susu terdapat 60-75% lemak yang bersifat jenuh, 25-30% lemak yang bersifat tak jenuh, dan sekitar 4% merupakan asam lemak polyunsaturated. Komponen mikro lemak susu antara lain adalah fosfolipid, sterol, tokoferol (vitamin E), karoten, vitamin A, dan vitamin D (Suharyanto 2009).

Kadar lemak di dalam susu akan menentukan kualitas susu yang dihasilkan (Ikawati 2011). Menurut Looper (1993) kadar lemak di dalam susu dipengaruhi bangsa sapi, umur, periode laktasi, interval pemerahan, iklim, pakan, dan penyakit.

1 Bangsa sapi

Kadar lemak di dalam susu sapi perah berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya (Robinson 1997). Pada umumnya semakin tinggi kemampuan berproduksi susu sapi perah, akan semakin rendah kadar lemak di dalam susunya. Beberapa jenis sapi perah seperti Friesian-Holstein mempunyai kemampuan berproduksi susu yang paling tinggi namun dengan kadar lemak susu yang lebih rendah.

2 Umur

Produksi susu sapi perah pada umumnya mencapai puncak tertinggi pada umur sekitar 6-8 tahun. Sejak umur laktasi pertama sampai pada laktasi berikutnya pada umur 6-8 tahun, produksi susu akan mengalami peningkatan dan setelah umur tersebut kemudian terjadi penurunan (Saleh 2004). Kadar lemak di dalam susu akan mengalami perubahan, walaupun perubahan tersebut kecil. Perubahan yang terjadi sekitar 0.03% dari satu laktasi ke laktasi berikutnya dan perubahan ini berlangsung terus sampai tercapai puncak produksi susu (Looper 1993).

3 Periode laktasi

Sapi perah yang baru melahirkan akan mempunyai kadar lemak di dalam susu yang tinggi. Meningkatnya produksi susu sampai dengan sekitar 6-8 minggu laktasi akan menyebabkan kadar lemak susu mengalami penurunan. Kadar lemak di dalam susu akan meningkat kembali pada akhir laktasi (Robinson 1997).

(22)

9

4 Interval pemerahan

Sapi perah yang diperah dua kali sehari dengan interval pemerahan yang sama akan mengalami perubahan dalam kadar lemak susunya, walaupun perubahannya kecil (Ikawati 2011). Dalam pencatatan produksi susu yang dilakukan oleh American Jersey Cattle Club di dalam Looper (1993) ternyata kadar lemak susu pada pemerahan pagi hari adalah 5.23% dan pada pemerahan sore hari 5.50%.

5 Iklim

Unsur-unsur iklim seperti suhu dan kelembaban udara akan mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah. Hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi kondisi fisiologis ternak sapi. Semakin dingin suhu tempat beternak sapi maka kadar lemak yang dihasilkan oleh sapi akan semakin tinggi (Robinson 1997).

6 Pakan

Pakan akan sangat mempengaruhi kadar lemak di dalam susu. Sapi perah yang diberi pakan dengan jumlah konsentrat yang terlalu banyak dan hijauan yang terbatas akan berakibat pada penurunan produksi saliva, sehingga pH rumen menjadi rendah. Keadaan ini menyebabkan perbedaan komposisi asam-asam lemak bebas dalam rumen sehingga produksi asam asetat menjadi berkurang (Barber 2007).

7 Penyakit

Beberapa penyakit ambing menjadi predisposisi terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Mastitis merupakan penyakit peradangan ambing yang dapat mempengaruhi komposisi susu yang dihasilkan oleh sapi. Kejadian mastitis menurunkan tingkat kadar lemak dan kasein dalam susu (Niel 2012).

Sel Somatis

Sel somatis dalam susu merupakan sel tubuh yang mayoritas adalah leukosit dan beberapa dari jaringan sekresi ambing (sel epitel). Leukosit merupakan Sel darah putih yang mempunyai fungsi terhadap mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan penyakit dan membantu dalam proses perbaikan kerusakan jaringan. Sel somatis yang berasal dari sel epitel merupakan bagian fungsi tubuh yang

(23)

10

dilepaskan dan diperbaiki dalam proses tubuh normal. Konsentrasi sel somatis meningkat bila jaringan terluka secara mekanis maupun infeksi oleh mikroorganisme lainnya yang menyebabkan penyakit (Gargouri et al. 2007; Sharma et al. 2011).

Fungsi sel somatis dalam tubuh adalah untuk pertahanan terhadap adanya infeksi pada ambing atau tubuh. Secara normal jumlah sel somatis dalam ambing sedikit. Kehadiran sel somatis di dalam susu sebagai mekanisme pertahanan di kelenjar ambing untuk mengondisikan dan menjaga agar tidak ada infeksi di dalamnya. Keberadaan bakteri di dalam kelenjar ambing meningkatkan pembentukan leukosit terutama neutrofil (Sharma et al. 2011).

Jumlah sel somatis adalah istilah umum yang digunakan sebagai salah satu ukuran terhadap kualitas susu. Tingginya jumlah sel somatis di dalam susu mengindikasikan adanya gangguan pada ambing yang diakibatkan dari beberapa faktor yaitu: infeksi pada ambing, umur sapi, tingkat laktasi, stres, musim, dan adanya luka pada ambing (Sudarwanto dan Sudarnika 2008).

Jumlah sel somatis yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penurunan produksi dan kualitas susu. Peningkatan jumlah sel somatis menyebabkan kualitas produk susu menjadi menurun sebagai akibat dari aktivitas enzimatis, yaitu protease dan lipase. Aktivitas enzimatis menyebabkan penurunan produk keju, menurunnya daya tahan susu pasteurisasi, perubahan produksi asam pada produk-produk susu fermentasi, produk mentega menjadi tengik, dan adanya perubahan rasa pada sebagian produk olahan (Lukman et al. 2009). Hubungan antara keberadaan jumlah sel somatis terhadap produksi dan kualitas susu disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hubungan antara jumlah sel somatis dengan penurunan produksi susu (Lukman et al. 2009)

Jumlah sel somatis/ml Penurunan produksi susu (%)

500 – 1 000 000 10.0

1 000 000 – 5 000 000 24.6

> 5 000 000 37.5

Perhitungan jumlah sel somatis dapat menjadi salah satu diagnosa untuk mengetahui ada tidaknya kasus mastitis subklinis pada hewan dengan

(24)

11

menggunakan metode Breed. Salah satu upaya pencegahan yang efektif untuk kasus mastitis subklinis adalah melalui pemeriksaan rutin jumlah sel somatis setiap bulan pada periode laktasi normal (Sudarwanto dan Sudarnika 2008).

Keberadaan jumlah sel somatis dalam susu dapat mengindikasikan suatu infeksi atau gangguan pada ambing (Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Kemungkinan terjadinya infeksi dalam ambing dapat disebabkan oleh bakteri komensal atau bakteri patogen. Sharma et al. (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan langsung antara jumlah sel somatis dengan kualitas susu yang dihasilkan sehingga adanya kemungkinan transmisi bakteri patogen melalui susu yang bersifat zoonosis. Adanya bakteri patogen penyebab mastitis subklinis yang dapat ditransmisikan melalui susu menyebabkan produk olahan susu berisiko mengandung patogen sehingga diperlukan pengolahan susu dengan cara mempasteurisasi susu sebelum dikonsumsi untuk menjaga kesehatan masyarakat lebih dini.

Keju

Keju adalah produk segar atau hasil pemeraman berbentuk padat atau semi padat yang diperoleh dengan cara menggumpalkan susu, krim, susu skim, komponen susu, susu rekombinasi, susu rekonstitusi atau campurannya dengan rennet atau enzim penggumpal (asal hewan, tanaman atau mikroba) atau asam dengan persyaratan kadar lemak susu dan kadar air yang tergantung dari jenisnya. Dalam hal ini termasuk keju lunak, agak keras (semi-hard), dan keras (hard) serta sangat keras (very hard). Keju lunak mengandung air lebih dari 67% dihitung berdasarkan padatan tanpa lemak (PTL). Keju agak keras mengandung 54 hingga 69% PTL, keju keras mengandung 49 hingga 56% PTL, dan keju sangat keras mengandung kurang dari 51% PTL (Kementan RI 2011).

Jenis-jenis keju menurut Kementan RI (2011) terbagi atas beberapa diantaranya sebagai berikut: keju tanpa pemeraman (keju mentah), keju peram, dan keju peram total. Pembagian jenis-jenis keju ini didasarkan pada tingkat pemeraman keju.

Di dunia terdapat beragam jenis keju. Menurut Daulay (1991), seluruhnya memiliki prinsip dasar yang sama dalam proses pembuatannya yaitu:

(25)

12

1 Pasteurisasi susu dilakukan pada suhu 72 °C selama 15 detik, untuk membunuh seluruh bakteri patogen.

2 Pengasaman susu bertujuannya agar enzim rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon jus, asam tartrat, cuka, atau bakteri Streptococcus lactis. Proses fementasi oleh Streptococcus lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja.

3 Penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1:5000. Kurang lebih 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah curd. Temperatur sistem dipertahankan 40 oC, akan terbentuk curd yang padat. Setelah padat dilakukan pemisahan

curd dari whey.

4 Pematangan keju. Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematangan dengan cara menyimpan keju ini selama periode tertentu. Dalam proses ini, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi penyimpangan seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat pematangan. Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung udara sehingga dihasilkan keju yang berlubang-lubang.

Kualitas keju yang dihasilkan dalam industri keju dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jumlah sel somatis, hal ini dikarenakan jumlah sel somatis dalam susu hewan berkorelasi dengan tingkat kesehatan hewan (Bencini 2001). Faktor penyebab lainya jumlah total mikro organisme di dalam susu, karena adanya beberapa mikroorganisme (Lactobacillus spp, Lactococcus spp, Streptococcus spp) yang menguntungkan dan ditambahkan ke dalam keju, sementara yang lain dapat menyebabkan penyakit pada manusia (misalnya

Listeria Sp, Salmonella spp, Brucella Sp) atau masalah dalam pematangan produk susu (misalnya Enterobacteriaceae, Coliform, bakteri psikotrof, Clostridium spp). Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi kualitas keju adalah bahan baku keju (susu), rennet, proses pengolahan dan proses penyimpanan.

(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2012. Sampel berasal dari peternakan sapi perah pemasok susu segar untuk industri keju di Kabupaten Sukabumi. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel susu: botol sampel steril dan cool box. Alat untuk penghitungan jumlah sel somatis dengan metode Breed antara lain: gelas objek, pipet steril 0.1 ml, mikroskop dan kertas Breed. Alat untuk penghitungan kadar lemak adalah Butirometer Gerber, sumbat karet, kain lap, sentrifus, penangas air dan pipet otomatis.

Bahan yang diperlukan untuk penghitungan jumlah sel somatis adalah larutan alkhohol 96%, eter, larutan methylen blue Löffler 1%, dan immersion oil. Bahan yang diperlukan untuk penghitungan lemak adalah H2SO4 p.a 91% dan

amil alkohol.

Metode Penelitian Jenis dan Jumlah Sampel

Sampel yang digunakan adalah sampel susu kandang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 susu kandang yang terbagi atas 26 sampel diambil dari setoran pagi dan 9 sampel diambil dari setoran sore yang berasal dari 6 peternak pemasok susu segar. Jumlah sampel dihitung menggunakan perangkat lunak Win Episcope dengan tingkat kepercayaan 95%, dugaan prevalensi 85%, dan tingkat kesalahan 8%.

Cara Pengambilan Sampel

Susu segar diambil secara langsung dari milk can milik masing-masing peternak. Volume susu yang diambil minimal 500 ml. Setiap sampel dimasukkan

(27)

14

ke dalam botol sampel steril yang telah diberi label dan disimpan dalam cool box

dengan suhu di bawah 10 oC.

Perhitungan Jumlah Sel Somatis Menggunakan Metode Breed

Penghitungan jumlah sel somatis dalam susu dilakukan dengan metode Breed. Jumlah sel somatis dihitung dalam 0.01 ml susu setelah diwarnai dengan pewarnaan Breed (methylen blue Löffler). Pertama, gelas objek dibersihkan dengan larutan eter alkohol dan diletakkan di atas kertas cetakan atau pola bujur sangkar seluas 1x1 cm2 (kertas Breed). Sampel susu dihomogenkan terlebih dahulu, lalu dipipet dengan pipet Breed dan susu diteteskan sebanyak 0.01 ml tepat di atas kotak 1 cm2. Setelah itu contoh susu disebar di atas permukaan seluas 1 cm2 dengan menggunakan kawat ose (berujung siku-siku). Selama 5-10 menit dikering udarakan selanjutnya difiksasi dengan nyala api.

Pewarnaan Breed dilakukan dengan cara: gelas objek direndam dalam eter alkohol selama 2 menit dan goyang-goyangkan untuk menghilangkan/melarutkan lemak susu. Setelah itu larutan diwarnai dengan methylen blue Löffler selama 1-2 menit. Setelah diwarnai kemudian dimasukan ke dalam larutan alkohol 96% untuk menghilangkan sisa zat warna yang tidak melekat. Setelah pewarnaan, jumlah sel somatis dihitung dengan menggunakan mikroskop perbesaran lensa objektif 100X, pada permukaan kotak yang diwarnai diteteskan minyak emersi (Sudarwanto 2009).

Jumlah sel somatis dihitung dengan rumus

Jumlah sel somatis = F x B

Keterangan

F= Faktor mikroskop

B= Rataan jumlah sel somatis dari 10-30 lapang pandang

Perhitungan Kadar Lemak

Kadar lemak dihitung dengan cara sebagai berikut: berturut-turut ke dalam Butirometer Gerber dimasukkan 10 ml H2SO4, 10.75 ml contoh susu yang telah

(28)

15

sumbat karet dan dihomogenkan dengan memutarnya seperti angka delapan. Butirometer Gerber dipegang dengan menggunakan kain lap, karena di dalam butirometer terjadi reaksi panas. Setelah itu butirometer disentrifus selama 3 menit dengan kecepatan 1200 putaran per menit (rpm), kemudian butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 65 oC selama 5 menit dengan bagian yang bersumbat ada di bawah. Larutan yang berwarna kekuningan dilihat dalam skala dan dijadikan dalam persen sebagai hasil (Latif dan Sanjaya 2009).

Perhitungan Kadar Protein

Kadar protein di dalam susu dihitung dengan menggunakan rumus. Hal ini dikarenakan adanya korelasi antara kadar lemak dan kadar protein susu (Latif dan Sanjaya 2009). Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar protein (%) = L/2 + 1.4 Keterangan:

L = Kadar lemak (%)

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian laboratorium, dianalisis secara deskriptif, meliputi jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein. Jumlah sel somatis, kadar lemak dan kadar protein diuji dengan menggunakan korelasi linier.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Sel Somatis

Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan jumlah sel somatis di dalam susu. Hal ini dilakukan karena jumlah sel somatis di dalam susu dapat menjadi indikasi kesehatan ambing dan kualitas susu yang dihasilkan (Gargouri et al.2007; Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Hasil perhitungan jumlah sel somatis pada susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 2.

Tabel 3 Rataan jumlah sel somatis susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Peternak Jumlah sel somatis/ml

(rataan ± simpangan baku) SNI No. 3141.1: 2011 A (n=4) 2 390 000.00 ± 1 744 591.64 <400 000 sel/ml susu B (n=6) 2 693 333.33 ± 861 873.93 C (n=8) 2 780 000.00 ± 1 146 423.01 D (n=4) 2 210 000.00 ± 754 983.44 E (n=1) 920 000.00 ± 0.00 F (n=12) 2 140 000.00 ± 1 790 682.96 Rataan (n=35) 2 382 857.14 ± 1 370 213.75

Gambar 2 Rataan jumlah sel somatis susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju.

(30)

17

Dalam Tabel 3 diperlihatkan bahwa susu segar yang diperoleh dari peternak pemasok susu segar bahan baku industri keju di Kabupaten Sukabumi memiliki jumlah sel somatis lebih tinggi dari standar SNI NO.3141.1:2011 (4x105 sel/ml). Rata-rata jumlah sel somatis di dalam susu segar dari peternak pemasok adalah 2 382 857.14 ± 1 370 213.75 sel/ml susu. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel somatis di dalam susu segar dari peternak pemasok secara keseluruhan 6 kali lebih besar dibandingkan standar yang ditetapkan oleh SNI NO.3141.1:2011. Jumlah sel somatis tertinggi adalah 2 780 000.00 ± 1 146 423.01 sel/ml susu dan jumlah sel somatis terendah adalah 920 000.00 ± 0.00 sel/ml susu.

Sampel yang diambil adalah susu kandang (bulk milk), yaitu susu yang berasal dari beberapa sapi, kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam milk can. Kemungkinan meningkatnya jumlah sel somatis di dalam susu di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: individu sapi berada dalam kondisi akhir kebuntingan atau setelah melahirkan (3 bulan post partus) (Robinson 1997). Hal ini merupakan proses alami dalam mempersiapkan kelahiran sapi dan untuk meningkatkan mekanisme proses pertahanan kelenjar susu pada masa kelahiran (Rice 1993). Hal ini didukung oleh pernyataan Kurniawati et al. (2002); Sharif dan Muhammad (2008) bahwa peningkatan jumlah sel somatis terjadi pada masa akhir kebuntingan dan beberapa minggu setelah melahirkan meski tidak terjadi status infeksi. Jumlah sel somatis akan menurun dengan cepat beberapa minggu setelah melahirkan pada sapi yang tidak mengalami infeksi sehingga peningkatan jumlah sel somatis hanya bersifat sementara.

Peningkatan jumlah sel somatis juga dapat diakibatkan oleh adanya gangguan pada ambing sapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarwanto dan Sudarnika (2008) bahwa jumlah sel somatis di dalam susu mengindikasikan adanya gangguan pada ambing yang diakibatkan dari beberapa faktor yaitu: infeksi pada ambing, umur, periode laktasi, stres, musim, serta adanya luka pada ambing. Dalam hal ini terdapat kemungkinan bahwa susu segar yang dijadikan sebagai bahan baku keju berasal dari peternak pemasok susu yang sapinya mengalami infeksi dan abnormalitas pada ambingnya. Dalam penelitian lainnya yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan sapi perah menunjukkan bahwa sapi-sapi peternak pemasok industri keju positif (100%) terkena mastitis subklinis.

(31)

18

Sampel yang diuji dari penelitian tersebut adalah sampel kuartir yang diambil dari sapi dalam masa laktasi normal (Rohmah 2012).

Menurut Looper (1993); Pirisi et al. (2000) umur sapi perah akan mempengaruhi jumlah sel somatis di dalam susu yang dihasilkan. Semakin tua umur hewan yang digunakan maka semakin meningkat jumlah sel somatis di dalam susunya. Selain umur, keadaan stres pada hewan juga dapat meningkatkan jumlah sel somatis dalam susu kandang (Rajcevic et al. 2003; Rice 1993). Kualitas pakan yang diberikan pada sapi juga dapat mempengaruhi jumlah sel somatis di dalam susu. Jika kualitas pakan yang diberikan pada sapi buruk akan mengakibatkan jumlah sel somatis di dalam susu akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena adanya kaitan antara pemberian pakan dan keadaan stres pada sapi (Rice 1993).

Tinginya sel somatis di dalam susu akibat infeksi pada ambing yang dapat disebabkan oleh bakteri komensal dan atau bakteri patogen. Sharma et al. (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan langsung antara jumlah sel somatis dan kualitas susu yang dihasilkan sehingga ada kemungkinan terjadinya transmisi bakteri patogen melalui susu yang bersifat zoonosis. Menurut Leigh (2005) susu segar dengan jumlah sel somatis yang tinggi dapat berbahaya sampai produk olahannya, hal ini dikarenakan beberapa bakteri patogen menghasilkan toksin yang tidak hilang setelah dipasteurisasi seperti Streptococcus agalactiae. Hal tersebut juga memungkinkan manusia mengalami keracunan karena mengonsumsi toksin yang terkandung dalam produk olahan susu.

Tingginya jumlah sel somatis pada susu segar yang merupakan bahan baku keju dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan (Pirisi et al. 2000). Peningkatan jumlah sel somatis menyebabkan kualitas produk susu menjadi menurun sebagai akibat dari aktivitas enzimatis, yaitu protease dan lipase yang dihasilkan oleh sel somatis. Aktivitas enzimatis menyebabkan penurunan produk keju (Lukman et al. 2009). Menurut Mikulec et al. (2005) susu yang digunakan sebagai bahan baku keju sebaiknya memiliki jumlah sel somatis antara 200 000 – 300 000 sel/ml.

(32)

19

Kadar Lemak

Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan kadar lemak susu. Hal ini dilakukan karena kadar lemak di dalam susu akan menentukan kualitas susu. Dalam penelitian ini diperoleh rata-rata kadar lemak susu dari setiap peternak pemasok bahan baku keju industri keju sebesar 3.62 ± 0.41%. Kadar lemak dengan nilai tersebut tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan SNI NO.3141.1:2011 sebesar 3.0% untuk kadar minimum lemak di dalam susu segar. Hasil perhitungan kadar lemak pada susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju disajikan dalam Tabel 4 dan Gambar 3.

Tabel 4 Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Peternak Kadar lemak (%)

(rataan ± simpangan baku) SNI NO.3141.1:2011

A (n=4) 4.05 ± 0.34 ≥3.00% B (n=6) 3.37 ± 0.63 C (n=8) 3.78 ± 0.28 D (n=4) 3.63 ± 0.39 E (n=1) 3.30 ± 00.0 F (n=12) 3.53 ± 0.29 Rataan (n=35) 3.62 ± 0.41

Gambar 3 Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju.

(33)

20

Dalam Tabel 4 rataan kadar lemak yang disajikan menggambarkan bahwa secara umum susu dari para pemasok susu segar memiliki kadar lemak yang telah memenuhi standar SNI NO.3141.1: 2011. Rataan kadar lemak tertinggi sebesar 4.05 ± 0.34% dan terendah sebesar 3.30 ± 00.0% sehingga kualitas susu secara kadar lemak cukup bagus untuk dikonsumsi.

Tingginya kadar lemak di dalam susu kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Rice (1993) kadar lemak dalam susu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah:

1 Bangsa sapi; 2 Umur sapi; 3 Periode laktasi; 4 Interval pemerahan; 5 Keadaan iklim; 6 Pakan yang diberikan; 7 Penyakit.

Menurut Sameen et al. (2010) kadar lemak di dalam susu akan mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar lemak dalam keju akan mempengaruhi tingginya kadar air pada saat pemeraman sehingga keju yang dihasilkan akan menjadi lunak. Menurut Kementan RI (2011) jumlah kadar lemak di dalam susu yang digunakan sebagai bahan baku keju tergantung dari jenis keju yang diinginkan. Beberapa keju dengan kadar lemak rendah menggunakan susu yang memiliki kadar lemak 2% (Engineers 2012). Kadar

lemak susu akan mempengaruhi aroma dan rasa keju yang dihasilkan (Gaonkar 1995).

Kadar Protein

Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan kadar protein susu segar. Kadar protein di dalam susu akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Protein merupakan kandungan susu yang sangat diperhatikan dalam produk fermentasi seperti keju (Daulay 1991). Dalam penelitian ini diperoleh rata-rata kadar protein di dalam susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju sebesar 3.22 ± 0.37%. Kadar protein dengan nilai tersebut tergolong cukup tinggi dibandingkan

(34)

21

dengan standar SNI NO.3141.1:2011 sebesar 2.8%. Hasil perhitungan kadar protein dalam susu segar dari peternak pemasok susu segar yang digunakan sebagai bahan baku industri keju disajikan dalam Tabel 5 dan Gambar 4.

Tabel 5 Rataan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Peternak Kadar protein (%)

(rataan ± simpangan baku) SNI NO.3141.1:2011

A (n=4) 3.13 ± 0.55 ≥2.80% B (n=6) 3.66 ± 0.28 C (n=8) 3.12 ± 0.37 D (n=4) 3.21 ± 0.19 E (n=1) 2.31 ± 00.0 F (n=12) 3.17 ± 0.14 Rataan (n=35) 3.22 ± 0.37

Gambar 4 Rataan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju.

Dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium diketahui bahwa secara umum nilai kadar protein dalam susu dari peternak pemasok susu segar berada di atas standar SNI NO.3141.1:2011. Rataan kadar protein tertinggi sebesar 3.66 ± 0.28% sedangkan kadar protein terendah sebesar 2.31 ± 00.0%.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar protein di dalam susu diantaranya adalah bangsa, pakan, umur, periode laktasi, iklim, musim dan penyakit (Coulon 1998; Ikawati 2011). Menurut Sameen et al. (2010) dan Daulay

(35)

22

(1991) kasein di dalam susu sangat penting untuk pembuatan keju. Faktor utama yang mempengaruhi kasein dalam rasio protein adalah perbedaan genetik, selain itu yang sangat berpengaruh terhadap kasein susu adalah pakan.

Penggunaan pakan yang baik dalam suatu peternakan sapi perah sangatlah diperlukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferguson (2000) yang menyatakan bahwa perubahan kadar protein susu lebih dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperoleh dari pakan yang dimakan oleh sapi. Kandungan protein di dalam konsentrat akan sangat mempengaruhi kadar protein di dalam susu. Semakin tinggi kadar protein di dalam pakan maka akan semakin tinggi kadar protein di dalam susu.

Kasein merupakan kandungan susu yang dapat digumpalkan sehingga terbentuk keju. Semakin tinggi kadar kasein dalam susu maka keju yang dihasilkan akan semakin baik. Menurut Malaka (2010) susu yang ditambah dengan larutan asam maka larutan asam yang digunakan akan mencapai titik isoelektrik pada setiap molekul kasein. Hal ini akan mengubah kasein miselles di dalam susu yang dimulai dengan penggabungan kasein miselles melalui agregasi dan diakhiri dengan terbentuknya koagulum. Kadar minimum protein di dalam susu segar yang digunakan sebagai bahan baku keju tidak kurang dari 2.89% (Teshome et al. 2012).

Keberadaan Jumlah Sel Somatis dalam Susu Segar dan Pengaruhnya terhadap Kadar Lemak dan Kadar Protein

Jumlah sel somatis di dalam susu dapat mempengaruhi kadar lemak dan kadar protein (Rajcevic et al. 2003; Fernandes et al. 2007). Jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein di dalam susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju diuji dengan menggunakan korelasi linier yang disajikan dalam Tabel 6, Gambar 5, dan Gambar 6.

(36)

23

Tabel 6 Jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein susu segar dari peternakan sapi perah pemasok industri keju

Jumlah sel somatis

JSS<500 500<JSS<1 500 1 500<JSS<2 500 JSS>2 500 x 1 000/ml Rataan kadar lemak (%) 3.70 ± 0.42 3.47 ± 0.26 3.80 ± 0.41 3.62 ± 0.48 Rataan kadar protein(%) 2.95 ± 0.21 3.12 ± 0.34 3.27 ± 0.33 3.29 ± 0.43

Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar lemak tertinggi sebesar 3.80 ± 0.41% pada rentang JSS<500 000 sel/ml. Kadar lemak terendah sebesar 3.47 ± 0.26% pada rentang 500 000<JJS<1 500 000 sel/ml. Kadar protein tertinggi sebesar 3.29 ± 0.43% pada rentang 1 000 000<JJS<2 500 000 sel/ml dan kadar protein terendah 2.95 ± 0.21% pada rentang JSS<500 000 sel/ml.

Gambar 5 Pengaruh jumlah sel somatis susu segar terhadap kadar lemak susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju (r=0.06, P<0.05).

(37)

24

Gambar 6 Pengaruh jumlah sel somatis susu segar terhadap kadar protein susu dari peternak sapi perah pemasok industri keju (r=0.154, p<0.05).

Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan adanya pengaruh jumlah sel somatis terhadap kadar lemak dan kadar protein di dalam susu peternak sapi perah pemasok industri keju yaitu: semakin tinggi jumlah sel somatis di dalam susu maka semakin tinggi kadar lemak dan kadar protein di dalam susu. Meningkatnya jumlah sel somatis yang diikuti dengan meningkatnya kadar lemak di dalam susu kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini berasal dari sampel susu kandang yaitu susu yang berasal dari beberapa individu sapi, kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam milk can.

Faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah sel somatis yang diikuti dengan meningkatnya kadar lemak dan kadar protein di dalam susu adalah susu berasal dari sapi pada masa awal laktasi atau masa akhir kebuntingan. Hal ini dikarenakan pada awal laktasi atau akhir kebuntingan adanya peningkatan hormonal pada tubuh induk sapi dan disertai dengan peningkatan pertahanan (imunitas) tubuh. Peningkatan hormonal pada induk sapi menyebabkan aliran darah ke ambing semakin banyak sehingga lemak dan protein yang terbentuk di dalam kelenjar ambing semakin banyak (Robinson 1997). Peningkatan jumlah sel somatis pada awal laktasi dan masa akhir kebuntingan merupakan kondisi fisiologis yang normal pada sapi yang baru melahirkan atau mempersiapkan kelahiran sebagai respon pencegahan terhadap infeksi (Rice 1993). Hal ini sesuai

(38)

25

dengan penelitian Pirisi et al. (2000) yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah sel somatis pada susu kandang (bulk milk) juga diikuti dengan meningkatnya kadar lemak dalam susu.

Dalam periode laktasi normal, kadar lemak dan kadar protein di dalam susu akan mengalami penurunan dengan meningkatnya jumlah sel somatis di dalam susu. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah sel somatis di dalam susu mengindikasikan adanya gangguan pada kelenjar ambing (mastitis) (Gargouri et al. 2007; Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Sapi yang mengalami mastitis menyebabkan kerusakan pada epitel-epitel ambing yang berfungsi untuk membentuk lemak dan protein. Perubahan-perubahan komposisi lemak dan protein di dalam susu bervariasi tergantung dari tingkat peradangan pada kelenjar ambing semakin tinggi tingkat peradangan pada kelenjar ambing maka semakin rendah kadar lemak dan kadar protein di dalam susu dan sebaliknya (Kurniawati

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1 Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa susu segar dari peternakan sapi perah yang merupakan pemasok industri keju di Kabupaten Sukabumi melebihi batas maksimum jumlah sel somatis yang ditetapkan dalam SNI NO.3141.1:2011 tentang Susu Segar.

2 Berdasarkan hasil pengujian susu segar yang merupakan bahan baku keju yang diperoleh dari seluruh peternak sapi perah pemasok industri keju mempunyai kadar lemak dan kadar protein di atas batas minimum SNI NO.3141.1:2011 tentang Susu Segar.

3 Jumlah sel somatis dalam susu segar dari 6 peternakan pemasok industri keju adalah 2 382 857.14 sel/ml, kadar lemak 3.62%, dan kadar protein 3.22%.

Saran

1 Perlu adanya penelitian lebih mendalam berkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah sel somatis, kadar lemak dan protein.

2 Perlu adanya pembinaan dan pendampingan terhadap peternak sapi perah pemasok susu segar yang merupakan bahan baku pembuatan keju untuk menjamin kualitas susu sehingga mutu dan kualitas keju yang dihasilkan semakin baik.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Barber DG. 2007. Factors affecting milk protein concentration and composition of dairy cattle in the sub-tropical regions of northern Australia [tesis]. Australia: University of Queensland.

Bencini R. 2001. Factors affecting the quality of ewe's milk. Di dalam:

Proceedings of the 7th Great Lakes Dairy Sheep Symposium. Wisconsin: Eau Claire. hlm 60-92.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Peternakan. [terhubung berkala] http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=3&id_subyek=24 [27 Agustus 2012].

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang persyaratan mutu susu segar nomer 3141.1:2011. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Coulon JB. 1998. Factors contributing to variation in the proportion of casein in cows' milk true protein: a review of recent INRA experiments. Cambridge J

65: 75-83.

Daulay D. 1991. Fermentasi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Dohoo IR, AH Meek, SW Martin, DA Barnum. 1982. Use of total and differential somatic cell count form composite milk samples to detect mastitis in individual cows. Can J Comp Med 45:8-14.

Engineers. 2012. Milk and cheese. [terhubung berkala]. http://www.foodmaster.org [1 Oktober 2012].

Ferguson JD. 2000. Milk Protein.USA: University of Pennsylvania.

Fernandes AM, Oliviera CAF, Lima CG. 2007. Effects of somatic cell counts in milk on physical and chemical characteristics of yoghurt. Inter Dairy J

17:111-115.

Gaonkar AG. 1995. Ingredient Interactions Effects on Food Quality. New York: Marcel Dekker.

Gargouri A, Hamed H, Elfeki A. 2007. Total and differential bulk cow milk somatic cell counts and their relation with lipolysis. Livestock Sci 113: 274– 279.

(41)

28

Ikawati A. 2011. Analisis kandungan protein dan lemak susu hasil pemerahan pagi dan sore pada peternakan sapi perah di Wonocolo Surabaya [skripsi]. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

[Kementan RI] Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Kategori pangan susu. [terhubung berkala]. http://pphp.Kementan.go.id/xplore/view.php? file=MUTUSTANDARISASI/STANDARMUTU/Standar_nasional/SNI_Te rnak/KATEGORI_PANGAN_01_Susu3B%5B1%5D.doc [10 Oktober 2011].

Kurniawati RA, Astuti M, Hardjosubroto W. 2002. Sel somatic count (SCC) pada sapi perah dan hubungan dengan produksi susu, lemak dan protein di balai pembibitan ternak unggul (BPTU) sapi perah, Baturaden, Purwokerto [laporan]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Latif H, Sanjaya AW. 2009. Pemeriksaan komposisi susu. Di dalam Penuntun Pratikum Higiene Pangan Asal Hewan, Lukman DW dan Purnawarman T, editor. Bogor: Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 1-7.

Leigh JA. 2005. Are bovine Streptococcus agalactiae (GBS) a leading cause of neonatal death. NMC Annual Meeting Orlando hlm 41-51.

Looper M. 1993. Factors affecting milk composition of lactating cows.USA: University of Arkansas System.

Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Malaka R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Makassar: Masagena Pr.

Mikulec DP, Petrovic MP, Ruzic D. 2005. Investigation of the quality of raw milk for production of Pirot Katchkaval. Anim Husbandry 21: 231-235.

Niel. 2012. Factors affecting milk composition. [Terhubung Berkala] http://www.cip.ukcentre.com/index.htm [7 Agustus 2012].

Pirisi A, Piredda G, Corona M, Pes M, Pintus S, Ledda A. 2000. Influence of somatic cell count on ewe’s milk composition, cheese yield and cheese quality. Italy: Istituto Zootecnico e Caseario per la Sardegna.

Rajcevic M, Potocnik K, Levstek J. 2003. Correlations between somatic cells count and milk composition with regard to the season. Agri Conspectus Sci

68: 221-226.

Robinson PH. 1997. Manipulating milk protein percentage and production in lactating dairy cows. California: University of California.

(42)

29

Rice ND. 1993. The cell somatic count and milk quality. Nebreska: Cooperative extension.

Rohmah IL. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeliharaan sapi perah pada peternak pemasok susu segar industri keju di Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Saleh E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Sameen A, Anjum FM, Huma A, Nawaz H. 2010. Chemical composition and evaluation of sensor mozzarella cheese: effect of sources with milk, fat level, starter culture and ripening period. PakistanJ Agri Sains 47: 26-31.

Sharif A, Muhammad G. 2008. Somatic cell count as an indicator of udder health status under modern dairy production: a review. Pakistan Vet J 28: 194-200.

Sharma N, Singh NK, Bhadwal MS. 2011. Relationship of somatic cell count and mastitis: an overview. J Anim Sci 3: 429-438.

Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel somatis sebagai parameter mastitis subklinik. Med Pet 31:107-113.

Sudarwanto M. 2009. Pemeriksaan mastitis subklinis. Di dalam Penuntun Pratikum Higiene Pangan Asal Hewan, Lukman DW dan Purnawarman T, editor. Bogor: Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 35-37.

Suharyanto. 2009. Pengelolaan Bahan Pangan Hasil Ternak. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Sunita A.2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Teshome BT, Emire SA, Jha YK. 2012. Bio-chemical and textural changes in pre-ripening stages during manufacture of cheddar cheese from different blends of doe and ewe milk. World J Dairy Food Sci 7: 49-53.

(43)
(44)

31

Lampiran 1 Jumlah sel somatis, kadar lemak, dan kadar protein di dalam susu peternakan sapi perah pemasok industri keju di Kabupaten Sukabumi

Kode sampel

peternak Sel somatis (JSS/ml) Kadar lemak(%) Kadar protein (%)

A1 360 000.00 4.00 2.80 A2 3 480 000.00 3.60 2.52 A3 1 560 000.00 4.40 3.60 A4 4 160 000.00 4.20 3.60 B1 3 920 000.00 2.73 3.90 B2 2 680 000.00 2.87 4.10 B3 2 040 000.00 3.10 3.40 B4 1 480 000.00 3.20 3.60 B5 2 800 000.00 4.10 3.45 B6 3 240 000.00 4.20 3.50 C1 4 120 000.00 3.70 2.59 C2 2 320 000.00 3.60 2.52 C3 1 440 000.00 3.20 3.00 C4 3 520 000.00 3.80 3.30 C5 2 040 000.00 4.00 3.40 C6 1 920 000.00 3.90 3.35 C7 4 600 000.00 3.90 3.35 C8 2 280 000.00 4.10 3.45 D1 2 920 000.00 3.20 3.00 D2 1 640 000.00 3.90 3.35 D3 2 800 000.00 4.00 3.40 D4 1 480 000.00 3.40 3.10 E1 920 000.00 3.30 2.31 F1 4 720 000.00 3.10 2.95 F10 2 840 000.00 3.20 3.00 F11 1 200 000.00 3.80 3.30 F12 960 000.00 3.50 3.15 F2 5 680 000.00 3.90 3.35 F3 880 000.00 3.40 3.10 F4 1 640 000.00 3.40 3.10 F5 1 320 000.00 3.60 3.20 F6 240 000.00 3.40 3.10 F7 1 200 000.00 3.30 3.05 F8 760 000.00 4.00 3.40 F9 4 240 000.00 3.80 3.30

Gambar

Tabel 1  Syarat mutu susu segar (SNI NO.3141.1:2011)
Gambar 1  Komposisi rata-rata susu sapi (Saleh 2004).
Tabel 3  Rataan  jumlah  sel  somatis  susu  segar  dari  peternakan  sapi  perah  pemasok industri keju
Tabel 4  Rataan kadar lemak susu segar dari peternakan sapi perah pemasok  industri keju
+4

Referensi

Dokumen terkait

Fokus penelitian ini pada kegiatan Musrenbang pada tingkat desa dan kelurahan sebagai forum komunikasi stakeholder yang mewakili masyarakat desa/kelurahan untuk mengaspirasikan

Based on the research that has been done can be concluded that the use of laboratory-based inquiry learning model can significantly improve students' critical

Motivasi Perawat dalam penelitian ini paling banyak adalah dengan motivasi kurang, hal ini mungkin bisa dilatarbelakangi oleh status pekerjaan Perawat yaitu paling

Tingkat pendapatan orang tua mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga meskipun dengan keterbatasan yang penulis miliki, penulis dapat menyelesaikan

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

Antara usaha-usaha untuk memastikan keadaan kekal sihat ini adalah melalui kebersihan alam sekitar; kawalan penyakit berjangkit dan tidak berjangkit diperingkat individu,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa karena dengan rahmat, karunia,penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul perancangan visual media interaktif untuk