Label PVA-EMB
Label PVA-EMB menggunakan bahan EMB agar dengan memanfaatkan indikator warna eosin dan methylene blue yang dapat mengubah warna film menjadi warna hijau. Perubahan warna film yang ditandai dengan munculnya koloni hijau pada film menjadi informasi kepada konsumen bahwa bahan pangan terkemas telah terkontaminasi oleh E.coli. Perubahan warna pada label dapat dilihat saat pengamatan pada jam ke-72 (Gambar 11).
(a) (b)
Gambar 11 Perubahan warna label PVA-EMB (a) sebelum; (b) sesudah 72 jam
Perubahan warna label telah menimbulkan warna yang cukup baik, yaitu dari merah muda kemudian timbul koloni berwarna hijau saat label mendeteksi adanya E.coli. Perubahan warna ini kurang efektif karena waktu yang dibutuhkan oleh label untuk menunjukkan adanya E.coli dapat dilihat pada hari ketiga atau jam ke-72 sedangkan EMB agar itu sendiri dapat mendeteksi adanya E.coli dalam waktu 24 jam (Puspaningrum 2008). Selain itu, label yang dihasilkan juga mudah terkontaminasi oleh jamur. Hal ini karena nutrisi yang terdapat pada film juga merupakan nutrisi yang baik untuk jamur, oleh karena itu perlu dibuat formulasi yang lebih baik lagi untuk menghasilkan label yang dapat mendeteksi adanya E.coli dalam waktu kurang dari 24 jam, dengan bahan yang hanya dapat ditumbuhi oleh E.coli, dan dapat menimbulkan warna yang signifikan agar dapat menjadi informasi yang baik bagi konsumen.
Label BHI-Laktosa
Waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi E.coli dengan menggunakan label PVA-EMB membutuhkan waktu yang cukup lama, maka dibuat formulasi baru agar label cerdas yang dihasilkan dapat mendeteksi keberadaan E.coli dalam waktu yang lebih cepat. Penambahan laktosa pada pembuatan label ini yaitu dikarenakan E.coli lebih cepat dalam mengonsumsi laktosa dibandingkan bahan lainnya. Penambahan ini juga dilakukan untuk melengkapi nutrisi pada BHI broth dimana BHI broth hanya memiliki sumber karbohidrat berupa glukosa. Dalam kondisi anaerob saat label diuji dalam cawan tertutup, E.coli akan lebih mudah dalam memfermentasi laktosa (Puspaningrum 2008).
16
Label BHI-laktosa ini berwarna coklat tua sebelum digoreskan dengan biakan E.coli. Label yang diuji dengan metode penggoresan mengalami perubahan warna dari coklat tua menjadi coklat kemerahan. Perubahan warna ini tidak signifikan karena tidak dapat terlihat secara kasat mata. Perubahan warna pada label cerdas di dalam cawan dapat dilihat saat cawan dilalui oleh cahaya. Perubahan warna pada label cerdas di dalam cawan dapat dilihat pada Gambar 12.
(a) (b)
Gambar 12 Perubahan warna label BHI-laktosa
(a) kontrol; (b) label cerdas digoreskan biakan E.coli Warna merah pada label timbul disekitar label yang tidak mengalami goresan biakan E.coli. Warna merah ini timbul karena label diberi indikator warna methyl red dimana indikator ini akan berubah menjadi warna merah saat mendeteksi keberadaan E.coli. Ilustrasi warna merah pada label cerdas di dalam cawan dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Ilustrasi perubahan warna label cerdas di dalam cawan
Label berupa agar dikemas dengan LDPE (Low Density Polyethylene) yang memiliki tingkat permeabilitas yang paling tinggi dan laju uap air yang rendah. Tingkat permeabilitas pada film itu sendiri adalah kemampuan dari suatu film untuk dapat dilewati oleh suatu zat tertentu. Semakin tinggi nilai permeabilitas dari suatu film, maka semakin mudah suatu film dapat ditembus oleh suatu zat. Laju transmisi uap air adalah kemampuan suatu kemasan untuk menahan uap air masuk ke dalam kemasan. Untuk memilih plastik yang akan dijadikan sebagai sachet untuk label cerdas, diperlukan plastik dengan permeabilitas yang tinggi, agar kondisi media akibat dikonsumsi oleh E.coli dapat menembus permukaan plastik sehingga label dapat mendeteksi adanya E.coli, dan dibutuhkan plastik dengan laju transmisi uap air yang rendah agar plastik yang dijadikan sebagai sachet tidak menahan E.coli untuk masuk ke dalam label. Menurut Joseph (1984), LDPE memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi dengan laju uap air yang rendah sehingga plastik jenis LDPE merupakan kemasan terbaik sebagai pengemas label.
Label yang diuji dengan metode penangkapan tidak mengalami perubahan warna setelah 24 jam. Gambar label BHI-laktosa dapat dilihat pada Gambar 14.
17
(a) (b)
Gambar 14 Label BHI-laktosa dengan metode penangkapan (a) sebelum; (b) sesudah 24 jam
Label BHI-laktosa ini dapat mendeteksi E.coli dan mengalami perubahan warna dari coklat tua menjadi coklat kemerahan dalam waktu 24 jam. Perubahan warna pada label ini hanya terjadi saat label diuji dengan metode penggoresan. Pengujian label BHI-laktosa dengan metode penangkapan tidak menimbulkan perubahan warna. Label BHI-laktosa ini kurang efektif untuk digunakan oleh konsumen sebagai informasi bahwa produk pangan yang dikemas telah terkontaminasi bakteri E.coli.
Label Methyl Red
Pada pembuatan label ini, methyl red digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan label cerdas. Pemilihan methyl red sebagai bahan dasar formulasi karena E.coli dapat menghasilkan asam dari hasil fermentasinya dan akan mengubah pH media menjadi asam. Kondisi asam ini akan tertangkap oleh label cerdas sehingga label cerdas berubah warna dari jingga menjadi merah saat mendeteksi adanya asam hasil fermentasi bakteri E.coli.
Pembuatan label methyl red ini dilakukan dengan memodifikasi pembuatan label BHI-laktosa. Pada label BHI-laktosa, warna yang dihasilkan adalah coklat tua karena adanya campuran bahan BHI broth dan laktosa sehingga perubahan warna merah tidak terlihat dengan baik. Pada pembuatan label methyl red, bahan BHI broth dan laktosa dihilangkan untuk menghilangkan warna gelap pada label untuk menghasilkan warna label yang lebih cerah.
Label yang diuji dengan metode penggoresan mengalami perubahan warna dari jingga menjadi merah muda. Gambar perubahan warna label cerdas di dalam cawan dapat dilihat pada Gambar 15.
(a) (b) (c)
Gambar 15 Perubahan warna label methyl red dengan metode penggoresan (a) jam ke-0; (b) jam ke-36; (c) jam ke-60
18
Label yang diuji dengan metode penangkapan juga mengalami perubahan warna dari warna jingga menjadi merah muda. Perubahan warna pada label ini terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Perubahan warna pada label dapat dilihat pada Gambar 16.
(a) (b)
Gambar 16 Perubahan warna label methyl red (a) sebelum; (b) sesudah 19 jam
Perubahan warna pada label methyl red ini berubah dari jingga menjadi merah muda dalam waktu kurang dari 24 jam, yaitu pada jam ke-19. Perubahan warna yang terjadi ini diduga karena adanya asam-asam hasil fermentasi E.coli yang mengubah kondisi media menjadi kondisi asam. Asam-asam ini lalu volatile dan terdeteksi oleh label. Selain karena adanya asam-asam yang volatile, perubahan warna juga dapat dikarenakan bakteri E.coli memiliki kemampuan untuk berpindah tempat dengan cara terbang, bergerak, maupun berenang karena adanya flagella, yaitu struktur panjang menyerupai ekor yang terdapat pada E.coli (Anonim 2014). Hal ini menyebabkan E.coli di dalam cawan berpindah tempat dari media kemudian masuk ke dalam lapisan plastik kemasan label sehingga E.coli tertangkap oleh label yang menyebabkan E.coli pada label mengonsumsi substrat yang terdapat pada label dan menghasilkan kondisi asam hasil fermentasinya. Kondisi asam akibat hasil fermentasi E.coli pada label ini menyebabkan perubahan warna label menjadi merah muda.
Perubahan warna yang terjadi pada label menghasilkan perubahan yang signifikan dan terlihat baik secara visual. Dengan perubahan ini, maka label methyl red dapat menjadi informasi yang baik untuk menunjukkan keberadaan E.coli. Dengan demikian, label methyl red ini merupakan formulasi terbaik.
Sensitifitas Label Terhadap Pertumbuhan E.coli
Label terbaik dari ketiga formulasi label cerdas yang dibuat adalah label methyl red. Label dapat berubah warna setelah didiamkan dengan metode penangkapan setelah label didiamkan dalam cawan selama 19 jam. Bahan indikator label cerdas ini adalah methyl red yang berfungsi sebagai indikator warna yang menjadi informasi saat bahan pangan telah terkontaminasi oleh bakteri E.coli. Dari label terbaik yang telah didapatkan, kemudian dilakukan uji sensitifitas pada label cerdas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya E.coli yang terdapat pada cawan dan juga untuk mengetahui banyaknya E.coli yang dapat tertangkap pada label sehingga dapat diketahui kemampuan label cerdas dalam mendeteksi adanya E.coli. Uji sensitifitas juga dilakukan untuk
19
mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh label untuk berubah warna saat mendeteksi keberadaan E.coli.
Sebelum uji sensitifitas label cerdas dilakukan, biakan E.coli melalui proses pengenceran terlebih dahulu. Proses pengenceran ini bertujuan untuk mengetahui jumlah biakan E.coli yang akan dimasukkan ke dalam cawan berisi media BHI agar. Pengenceran dilakukan dari 100 hingga 10-15 lalu diuji dengan media EMB agar untuk mengetahui jumlah koloni E.coli pada masing-masing pengenceran. Pada uji ini pengenceran yang dipakai adalah 100, 10-5, 10-10, dan 10-15. Setelah itu, E.coli diinokulasi dengan metode tuang ke dalam cawan yang telah direkatkan label cerdas pada bagian dalam tutup cawan. Uji sensitifitas dilakukan dengan metode penangkapan. Perubahan warna pada label cerdas diamati setiap 3 jam selama 24 jam dan label cerdas pada setiap pengenceran di setiap pengamatan diencerkan menggunakan air steril. Setelah itu biakan E.coli pada air steril dimasukkan ke dalam cawan berisi media EMB agar untuk mengetahui jumlah E.coli yang dapat ditangkap oleh label. Uji sensitifitas ini dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Jumlah koloni E.coli keempat pengenceran pada pengulangan pertama adalah sebagai berikut.
Tabel 7 Jumlah koloni E.coli pada pengulangan pertama Pengenceran Jumlah koloni (cfu)
100 TBUD
10-5 TBUD
10-10 TBUD
10-15 27
Keterangan:
TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung)
Jumlah koloni E.coli yang diinokulasi ke dalam BHI agar pada pengenceran 100 adalah sebanyak 27 × 1015 cfu. Dapat dilihat pada Lampiran 2 bahwa pada pengenceran ini label cerdas dapat berubah warna menjadi merah mudah pada jam ke-12. Lain halnya pada label cerdas yang diuji dengan pengenceran yang lebih tinggi dimana perubahan warna terjadi lebih lama dibandingkan pada pengenceran 100. Hal ini karena pada pengenceran 100 jumlah E.coli yang diinokulasi ke dalam media BHI agar sudah lebih dari 300 koloni atau TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung) sehingga jumlah koloni E.coli semakin banyak karena terus berkembangbiak pada media dan penurunan pH media menjadi kondisi asam semakin cepat terjadi. Penurunan pH media yang cepat ini menyebabkan label cerdas berubah warna menjadi merah muda dengan cepat. Jumlah koloni E.coli yang tertangkap pada label cerdas yaitu TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Hal ini karena E.coli diinokulasi dengan metode tuang, dimana dengan metode tuang ini mikroba yang diinokulasi tidak hanya tumbuh dibagian permukaan agar, tetapi juga di dalam agar sehingga pertumbuhan E.coli semakin cepat. Pertumbuhan E.coli yang sangat cepat ini mengakibatkan label dapat mendeteksi kondisi asam pada media dan menangkap E.coli yang berpindah tempat dari permukaan agar ke permukaan label.
Pada pengulangan kedua, jumlah koloni E.coli pada masing-masing pengenceran adalah sebagai berikut.
20
Tabel 8 Jumlah koloni E.coli pada pengulangan kedua Pengenceran Jumlah koloni (cfu)
100 TBUD
10-5 TBUD
10-10 TBUD
10-15 26
Keterangan:
TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung)
Jumlah E.coli yang diinokulasi ke dalam BHI agar pada pengenceran 100 di pengulangan kedua ini adalah sebanyak 26 × 1015 cfu. Pada pengulangan kedua ini, label cerdas dapat mendeteksi adanya E.coli pada jam ke-9 untuk pengenceran 100, jam ke-12 pada pengenceran 10-5, jam ke-15 pada pengenceran 10-10, dan jam ke-18 pada pengenceran 10-15. Hal ini tidak berbeda jauh dengan pengulangan sebelumnya karena jumlah E.coli pada pengenceran 100 hingga 10-10 adalah TBUD. Karena jumlah E.coli yang banyak pada kondisi awal inilah media lebih cepat berubah menjadi kondisi asam sehingga label cerdas pun lebih cepat berubah warna.
Label cerdas berbahan dasar methyl red ini dapat berubah warna dengan cepat, yaitu pada jam ke-9, pada pengulangan pertama, dan jam ke-12, pada pengulangan kedua. Label ini dapat mendeteksi keberadaan E.coli apabila jumlah E.coli dalam keadaan awal koloni telah lebih dari 300 koloni. Apabila jumlah E.coli pada biakan kurang dari 300 koloni, maka waktu yang dibutuhkan oleh label untuk berubah warna lebih lama. Hal ini karena E.coli akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkembang biak sehingga perubahan kondisi media menjadi kondisi asam pun perlu waktu yang lebih lama. Apabila nutrisi di lingkungan hidup E.coli tidak cukup memenuhi kebutuhan E.coli untuk hidup, maka waktu yang dibutuhkan oleh E.coli untuk mengubah kondisi media membutuhkan waktu yang lebih lama. Label cerdas ini cukup efektif untuk digunakan karena dapat berubah warna dari jingga menjadi merah mudah dalam waktu 9 hingga 12 jam dengan perubahan warna yang signifikan sehingga dapat menjadi informasi yang baik bagi konsumen.
Untuk membuktikan bahwa label hanya sensitif terhadap adanya E.coli, maka dilakukan uji sensitifitas label cerdas dengan metode penangkapan tanpa media BHI agar di dalam cawan, dengan media BHI tanpa biakan E.coli, dan cawan berisi biakan mikroba lain. Menurut SNI 3932:2008, salah satu mikroba lain yang mungkin dapat tumbuh pada daging adalah Salmonella sp., maka label cerdas diuji pada cawan berisi BHI agar yang diinokulasikan bakteri Salmonella. Pada label cerdas yang diuji biakan bakteri Salmonella thypi, label cerdas tidak mengalami perubahan warna yang sama seperti label yang diujikan pada E.coli. Label yang diuji pada Salmonella cenderung tidak berubah warna, yaitu tetap jingga. Walaupun terdapat perubahan pada label, perubahan tersebut hanya mengubah label dari warna jingga menjadi kekuningan. Sensitifitas label tanpa biakan bakteri E.coli dapat dilihat pada tabel berikut.
21
Tabel 9 Sensitifitas label tanpa bakteri E.coli
Perlakuan Jam ke-
0 12 24
Negatif
Tanpa media
S. thypi
Keterangan : Perlakuan negatif dilakukan tanpa media dan tanpa biakan E.coli
Kuantifikasi Perubahan Warna Label Cerdas
Warna merupakan cahaya yang dipancarkan dengan panjang gelombang yang berbeda dan tertangkap oleh indra penglihatan, yaitu mata. Warna ini kemudian diterjemahkan oleh otak untuk membedakan warna-warna yang terdapat pada suatu objek. Menurut Nofrida (2013), warna merupakan salah satu faktor yang penting dalam penentuan mutu pangan, baik untuk indikator kematangan, kesegaran, maupun kerusakan pangan.
Perubahan warna pada label menentukan kelayakan label untuk digunakan sebagai media informasi. Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk mengukur warna secara kuantitatif, seperti spektrofotometer dan kromameter. Perbedaan penggunaan alat-alat tersebut yaitu spektrofotometer digunakan untuk menguji warna sampel berupa cairan yang dapat ditembus cahaya sedangkan kromameter digunakan untuk menguji warna pada sampel berupa padatan.
Nilai yang ditunjukkan pada alat ini adalah nilai RGB (Red, Green, dan Blue) dan nilai HSL (Hue, Saturation, dan Luminance). Nilai RGB mewakili warna primer yang dapat menghasilkan satu warna solid. Hue, saturation, dan luminance adalah cara yang baik untuk melihat warna dengan pendekatan secara visual (Bolch 2007). Hue adalah komponen yang menentukan warna yang terdapat pada sampel. Nilai °Hue ini menunjukkan warna utama yang terdapat pada sampel. Jika nilainya berubah, maka warna utama dari sampel tersebut akan berbeda. Nilai saturation menunjukkan intensitas warna yang terdapat pada sampel. Nilai saturation minimal menunjukkan bahwa sampel menunjukkan warna hitam-putih, sedangkan saturation dalam nilai maksimal menunjukkan sampel memiliki warna yang bervariasi. Luminance adalah intensitas gelap-terang atau kecerahan-kegelapan warna dari suatu sampel (Courvoisier 2008).
Nilai color analyzer yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah nilai RGB. Nilai RGB yang tertera pada color analyzer kemudian diterjemahkan ke dalam warna yang sebenarnya dengan menggunakan color converter. Color
22
converter ini dapat ditemukan pada aplikasi Paint Microsoft Windows Version 6.1.
Nilai yang ditunjukkan oleh color analyzer menunjukkan angka pada rentang 0 hingga 1023 dimana nilai RGB pada aplikasi Paint berada pada rentang 0 hingga 255. Saat color analyzer dikalibrasi pada kertas putih yang tersedia, color analyzer menujukkan nilai RGB masing-masing adalah 1023. Maka semakin besar nilai RGB pada color analyzer akan menunjukkan bahwa warna yang ditunjukkan semakin terang dan semakin mendekati warna putih. Begitu pula nilai RGB pada aplikasi. Saat nilai RGB masing-masing adalah 255, warna yang tertera adalah warna putih. Konversi nilai color analyzer ke warna yang sebenarnya dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memasukkan nilai color analyzer secara langsung pada aplikasi Paint dan mengkonversi nilai terlebih dahulu sebelum angka dimasukkan pada aplikasi Paint. Karena nilai RGB maksimal pada color analyzer dan aplikasi berbeda, maka saat nilai color analyzer menunjukkan angka lebih dari 255, angka yang dimasukkan ke aplikasi adalah 255. Contoh konversi warna dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10 Hasil konversi nilai ke warna sebenarnya Perlakuan 100 (Jam ke-) Nilai Warna Color Analyzer Aplikasi Hasil
Konversi Foto Aplikasi
Hasil Konversi 0 R : 176 G : 047 B : 042 R : 176 G : 047 B : 042 R : 044 G : 012 B : 011 12 R : 268 G : 178 B : 162 R : 255 G : 178 B : 162 R : 067 G : 044 B : 040
Konversi nilai color analyzer sebelum dimasukkan pada aplikasi Paint dilakukan untuk mensinkronisasi nilai color analyzer dengan nilai yang akan dimasukkan ke aplikasi. Konversi nilai dilakukan dengan cara sebagai berikut.
dimana : Nkon = Nilai Hasil Konversi Nca = Nilai Color analyzer
Contoh:
Pada pengenceran 100 pada jam ke-15, nilai yang ditunjukkan pada color analyzer untuk nilai R (Red) adalah 268. Maka perhitungan nilai konversi dilakukan dengan cara berikut.
255 1023 Nkon = Nca × 255 1023 = perbandingan skala 255 1023 Nkon = 268 × = 67
23
Nilai yang didapatkan dari hasil konversi untuk nilai R (Red) adalah 67. Maka nilai yang dimasukkan pada aplikasi Paint untuk nilai R (Red) adalah 067. Begitu pula untuk nilai Green dan Blue pada masing-masing sampel. Nilai RGB hasil konversi ini lalu dimasukkan pada aplikasi Paint dan dikonversi menjadi warna solid sebenarnya seperti yang tertera pada Tabel 10 kolom 4 dan 7. Nilai RGB dari pengujian label menggunakan color analyzer baik yang telah dikonversi maupun dimasukkan ke dalam aplikasi secara langsung dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa kedua hasil konversi ke warna yang sebenarnya menghasilkan warna solid yang berbeda. Nilai yang dimasukkan secara langsung, tanpa konversi nilai, ke aplikasi menghasilkan warna yang lebih mendekati warna label sebenarnya karena warna berada di sekitar warna jingga hingga merah muda.Lain halnya dengan nilai yang dikonversi terlebih dahulu sebelum nilai dimasukkan ke aplikasi. Warna yang dihasilkan adalah warna coklat tua yang bervariasi namun perbedaannya tidak terlihat secara visual. Oleh karena itu konversi nilai color analyzer menjadi warna yang sebenarnya tidak menghasilkan warna yang sesuai sehingga aplikasi Paint ini dirasa kurang tepat untuk mengkonversi warna hasil uji kuantifikasi menggunakan color analyzer ke warna yang sebenarnya. Dengan demikian nilai tanpa konversi menghasilkan warna yang mendekati dengan warna yang visual hasil yang sebenarnya. Namun cara ini memiliki tingkat kesalahan dibandingkan nilai yang dikonversi. Tingkat kesalahan dihitung pada nilai Red yang memiliki nilai lebih dari 255 yang sesuai dengan perumusan berikut.
dimana : TK = Tingkat Kesalahan Nkon = Nilai Hasil Konversi
Dari hasil uji pada Lampiran 2 dan 3 dapat dilihat bahwa degradasi warna yang dihasilkan dengan tanpa konversi nilai berubah dari warna jingga dan pada jam ke-9 hingga jam ke-12 warna berubah menjadi merah muda pada pengenceran 100. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan warna pada label cerdas menjadi warna merah muda disebabkan karena label cerdas telah mendeteksi keberadaan E.coli. Perubahan warna label cerdas menjadi warna merah mudah juga dapat dilihat pada label cerdas dengan pengujian E.coli pada pengenceran 10-5 di jam ke-12. Perbedaan waktu perubahan warna pada label terjadi karena jumlah koloni E.coli pada masing-masing pengenceran berbeda-beda. Semakin banyak jumlah koloni E.coli pada kondisi awal E.coli di dalam media, maka label semakin cepat berubah warna.
Dengan adanya hasil kuantifikasi warna ini, nilai yang telah diterjemahkan ke dalam warna yang sebenarnya telah membuktikan adanya perbedaan warna sebelum label cerdas diuji pada biakan E.coli dan setelah label telah mendeteksi adanya E.coli.
255 - Nkon
255 × 100 % TK =
24