• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendamping Asisten

Asisten afdeling bertugas membuat program kerja tahunan yang meliputi RUKB (rencana uang kerja bulanan) dan RKH (rencana kerja harian). Selain itu asisten afdeling juga bertugas mengatur pekerjaan operasional setiap hari dan mengevaluasinya dalam apel pagi, penentuan rencana kerja, pemakaian alat dan bahan, blok yang akan dikerjakan dan jenis pekerjaan di blok tersebut, serta mengawasi tiap pekerjaan yang ada di lapangan. Pada sore hari asisten memeriksa laporan hasil dari tiap mandor, pemakaian HK, pemakaian bahan, serta memotivasi karyawan. Asisten afdeling juga bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan kebun yang kondusif, baik itu kegiatan yang ada di kebun maupun di dalam lingkungan tempat tinggal karyawannya. Selama menjadi pendamping asisten afdeling, penulis mendapat tanggung jawab untuk mengawasi kegiatan semprot herbisida, panen, pembabatan manual, pemupukan dan pruning. Tugas penulis lebih mengarah kepada kemampuan manajerial, dimana penulis berfungsi sebagai pengawas kegiatan budidaya, menilai kualitas kerja karyawan dan berani mengambil keputusan untuk memberi teguran bagi karyawan yang kerjanya belum sesuai standar perusahaan. Prestasi penulis selama menjadi pendamping asisten afedling adalah memimpin apel pagi dan memberikan masukan kepada karyawan mengenai pengamatan atas permasalahan panen yang terjadi pada hari sebelumnya serta memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Taksasi dan Angka Kerapatan Panen

Perhitungan taksasi dan angka kerapatan panen dilaksanakan untuk membuat perkiraan produksi selama enam bulan, tiga bulan, satu bulan, hingga perkiraan esok hari (Sunarko 2009). Taksasi yang dilakukan di Kebun SAH adalah taksasi harian yang dilakukan oleh mandor panen satu hari sebelum panen berdasarkan angka kerapatan panen (AKP).

AKP adalah persentase jumlah tandan matang terhadap jumlah tanamaan yang diamati pada areal yang akan dipanen besok. Perkiraan produksi dari perhitungan taksasi harian digunakan untuk mengetahui kebutuhan tenaga kerja, unit transportasi pengangkut TBS dan mempermudah pengaturan pelaksanaan panen. Taksasi yang akurat penting dilakukan, karena akan mempengaruhi kegiatan operasional dan penjadwalan produksi perusahaan. Kebun SAH menetapkan perhitungan taksasi terhadap realisasi produksi dengan selisih nilai

27

harus berada pada batas toleransi 5%. Perhitungan selisih taksasi harian dengan realisasi produksi minggu pertama pada bulan April 2014 di afdeling II Kebun SAH menunjukkan hasil yang beragam disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Akurasi taksasi terhadap realisasi produksi minggu pertama bulan April 2014 di afdeling II Kebun SAH

Hari Panen Jumlah Produksi (kg) Pencapaian Produksi (%) Taksasi Realisasi Senin 70 000 67 780 96.82 Selasa 90 000 75 510 83.90 Rabu 75 000 70 470 93.96 Kamis 60 000 70 930 118.21 Jum’at 70 000 72 070 102.95 Sabtu 70 000 67 460 96.37

Sumber: Kantor afdeling II Kebun SAH (2014). Data diolah penulis

Hasil perhitungan selisih taksasi dengan realisasi produksi (Tabel 7) menunjukkan bahwa persentase nilai selisih hari Senin dan Sabtu berada pada angka 3.18% dan 3.63%. Hasil tersebut masih berada pada batas toleransi 5% atau memenuhi standar akurasi taksasi perusahaan. Selisih taksasi dengan realisasi produksi pada hari Selasa dan Rabu berada pada angka 16.1% dan 6.04% yang berarti belum memenuhi standar akurasi taksasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan dikarenakan selisih antara taksasi dan realisasi diatas batas toleransi 5%. Selisih tersebut dapat mempengarui kegiatan panen seperti kurang tepatnya penyediaan tenaga kerja dan unit transportasi TBS serta memungkinkan terjadinya kecurangan pada pelaksanaan panen. Hasil realisasi produksi pada hari Kamis dan Jumat melebihi taksasi produksi dengan selisih 18.21% dan 2.95%. Hasil ini jelas memenuhi standar akurasi taksasi perusahaan, dikarenakan hasil realisasi produksi melebihi taksasi produksi. Hal ini mungkin bisa terjadi karena pada saat kegiatan panen pada hari sebelumnya pemanen tidak menyelesaikan hancanya, oleh karena itu hasil panen yang didapat pada hari Selasa dan Rabu mempunyai selisih di atas standar akurasi perusahaan, sedangkan pada hari Kamis dan Jumat realisasi produksi yang didapat melebihi taksasi produksi. Tindakan tidak disiplinnya pemanen tersebut seharusnya dapat dihindari apabila mandor panen memberikan sanksi yang tegas kepada pemanen yang tidak menyelesaikan hanca panen. Faktor lain yang mempengaruhi besarnya selisih antara taksasi dengan realisasi produksi yaitu tingkat ketelitian petugas AKP (mandor panen) yang rendah.

Santosa et al. (2011) mengemukakan bahwa kehilangan hasil akibat brondolan tertinggal, TBS tertinggal dan panen buah mentah diduga menjadi faktor adanya perbedaan taksasi dengan hasil realisasi. Mandor panen harus lebih teliti dan turun langsung ke lapangan setiap hari untuk mengetahui taksasi harian yang sebenarnya. Mandor panen dan field assistant juga harus meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan panen agar kehilangan hasil dan tindak kecurangan oleh pemanen dapat diminimalisir sekecil mungkin.

Rotasi Panen

Rotasi panen yang ditetapkan Kebun SAH adalah 6/7 yang artinya seluruh areal panen di afdeling dibagi menjadi enam kaveld dan dipanen selama enam hari dalam tujuh hari. Setiap hari panen dibagi menjadi satu kaveld yang terbagi menjadi beberapa blok panen. Pemanen bekerja dari hari Senin sampai Sabtu, bila rotasi berada pada hari libur dan kerapatan buah tinggi, maka pemanen diharuskan tetap bekerja dengan sistem pembayaran secara kontan. Penetapan rotasi panen dapat berubah sewaktu-waktu, hal ini disebabkan oleh kerapatan buah yang ada di lapangan. Hasil perbandingan antara rotasi panen standar dengan realisasi dan hubungannya terhadap persentase pencapaian produksi pada bulan Februari hingga April 2014 di afdeling II Kebun SAH dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan rotasi panen standar dengan realisasi terhadap pencapaian produksi afdeling II Kebun SAH

Bulan Rotasi Panen Produksi (kg) Pencapaian

Produksi (%)

Selisih (%) Standar Realisasi Rencana Realisasi

Februari 6/7 6/7 1 541 363 1 338 600 86.84 13.16

Maret 6/7 6/7 1 681 906 1 350 820 80.31 19.69

April 6/7 6/7 1 608 178 1 611 720 100.22 0.22

Rata-rata 1 610 482 1 433 713tn 89.12 10.88 Sumber : Kantor afdeling II Kebun SAH (2014). Data diolah penulis

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Pencapaian produksi rata-rata (Tabel 8) di afdeling II tergolong sedang yaitu 89.12%, karena pencapaian produksi dikatakan tinggi apabila >90%, sedang 85%-90% dan rendah <85%. Realisasi produksi pada bulan Februari dan Maret 2014 lebih kecil dibandingkan dengan rencana produksi, sedangkan untuk realisasi produksi bulan April 2014 lebih besar daripada rencana produksi. Menurut perusahaan rencana dan realisasi dikatakan tercapai apabila selisih tidak lebih dari 5%, namun kenyataannya selisih mencapai 10.88% sehingga dapat dikatakan antara rencana dan realisasi produksi tidak tercapai. Berdasarkan hasil perhitungan statistik uji-t, rencana dan realisasi produksi bulan Februari hingga April menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada taraf 5%, yang artinya antara rencana dan realisasi produksi dapat dikatakan tercapai dengan selisih 10.88%. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, hasil perbedaan antara rencana dan realisasi produksi terutama pada bulan Februari dan Maret oleh kondisi buah matang yang sedikit di lapangan (trek buah), sehingga rotasi panen menjadi cepat. Rotasi panen yang cepat akan mengakibatkan adanya perluasan hanca setiap pemanen dan mendorong pemanen untuk menurunkan buah kurang matang demi mengejar basis panen yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kondisi tersebut jelas sangat merugikan perusahaan, karena buah yang dipanen memiliki kualitas rendemen hasil yang rendah. Sebaliknya, apabila rotasi panen terlambat maka akan berakibat pada banyaknya kehilangan hasil (losses) karena brondolan yang tidak dikutip dan buah matang yang tidak dipanen sehingga mengakibatkan realisasi produksi menjadi rendah.

Pahan (2008) mengungkapkan bahwa rotasi panen merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan panen guna mendapatkan hasil yang tinggi (kuantitas dan kualitas), oleh karena itu demi menjaga rotasi panen tetap normal

29

mandor panen diharapkan untuk terus memantau daftar rotasi panen yang ada di kantor afdeling. Informasi penting yang harus dipantau untuk menjaga rotasi panen adalah umur tanaman, angka kerapatan panen, jumlah tenaga kerja panen, basis panen dan curah hujan.

Tenaga Kerja Panen

Keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit bukan ditentukan oleh besar kecilnya modal yang tersedia, tetapi pemilihan tenaga kerja yang sesuai dan menduduki posisi yang tepat akan memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Kebun SAH telah membentuk spesialisasi pekerjaan budi daya menjadi beberapa bagian. Salah satu spesialisasi pekerjaan itu adalah tenaga kerja panen. Tenaga kerja panen adalah ujung tombak sebuah perusahaan dalam penentuan hasil produksi kelapa sawit, karena penyediaan tenaga kerja panen yang tepat akan berdampak pada kelancaran kegiatan dan pencapaian produksi yang maksimal. Penentuan tenaga kerja panen harus memperhatikan luasan areal, jumlah buah yang akan dipanen, dan kemampuan pemanen. Kekurangan tenaga kerja panen akan mengakibatkan tidak maksimalnya produksi yang dihasilkan. Kelebihan tenaga kerja panen meningkatkan biaya produksi yang harus dibayar kepada tenaga kerja panen.

Norma baku pada Kebun SAH menetapkan bahwa penentuan jumlah tenaga kerja panen dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kebutuhan tenaga kerja panen =

Contoh perhitungan kebutuhan tenaga panen kerja afdeling II

Kebutuhan tenaga kerja panen =

= 42.82 ≈ 43 orang

Berdasarkan perhitungan, jumlah tenaga kerja panen yang harus tersedia di afdeling II adalah 43 orang. Jumlah tersebut tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja panen aktual di afdeling II yaitu 38 orang yang terbagi dalam dua kemandoran. Ketersediaan tenaga kerja panen yang tidak sesuai dengan kebutuhan menyebabkan luasan panen setiap tenaga kerja panen menjadi lebih besar. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen Kebun SAH harus menambah jumlah tenaga kerja panen. Luasan panen bukan menjadi faktor utama untuk menentukan jumlah tenaga kerja panen yang harus disediakan, tetapi harus mengacu kepada taksasi produksi. Ketersediaan jumlah tenaga kerja panen bukan satu-satunya faktor untuk kelancaran kegiatan panen, karena keterampilan setiap tenaga kerja panen juga berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi kelapa sawit. Wigena et al. (2009) mengungkapkan bahwa tenaga kerja panen yang memiliki keterampilan semakin memadai berpengaruh positif terhadap manajemen dan pengoptimalisasian sarana produksi, sedangkan tenaga kerja panen yang memiliki keterampilan kurang memadai akan sangat menghambat proses panen sehingga mengakibatkan tidak tercapainya target produksi kelapa sawit. Hasil pengamatan umur pemanen dan lama kerja pemanen terhadap rata-rata jumlah tandan hari-1 dengan menggunakan uji-t dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil uji-t umur pemanen dan lama kerja terhadap rata-rata jumlah tandan hari-1

Peubah Rata-rata jumlah

tandan hari-1 t-hitung Pr>t

Umur Pemanen ≤33 tahun 129.6

2.04 0.046*

>33 tahun 116.3

Lama Kerja ≤3 tahun 120.3

-0.78 0.436tn

>3 tahun 125.6

Sumber: Hasil pengamatan penulis (2014). Data diolah penulis

Keterangan: * = nyata pada taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil uji-t (Tabel 9) yang dilakukan dengan membandingkan rata-rata jumlah tandan hari-1 umur pemanen ≤33 tahun dengan umur pemanen >33 tahun menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf 5% yang bernilai 0.046 , hal ini disebabkan karena pencapaian rata-rata jumlah tandan hari-1 umur pemanen ≤33 tahun lebih banyak dibandingkan umur pemanen >33 tahun. Rata-rata umur pemanen ≤33 dan >33 tahun adalah 129.6 tandan dan 116.3 tandan. Hasil yang berbeda didapatkan pada peubah lama kerja. Hasil uji-t menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% yang bernilai 0.436 antara tenaga kerja panen dengan lama kerja ≤3 tahun dan >3 tahun, hal ini disebabkan oleh selisih pencapaian rata-rata jumlah tandan hari-1 antara keduanya yang sangat kecil, yaitu 120.3 tandan untuk tenaga kerja panen dengan lama kerja ≤3 tahun dan 125.6 tandan untuk tenaga kerja panen dengan lama kerja >3 tahun. Hasil uji-t yang didapat dari peubah umur pemanen dan lama kerja bertolak belakang dengan literatur. Trismiaty et al. (2008) memaparkan bahwa umur dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas pemanen, sedangkan lama kerja dan upah berpengaruh nyata terhadap produktivitas pemanen. Adanya perbedaan hasil antara literatur dan hasil uji-t disebabkan penulis hanya mengamati lama pemanen ketika awal masuk kerja di Kebun SAH, sedangkan hampir rata-rata tenaga kerja baru yang masuk ke Kebun SAH sudah pernah bekerja sebelumnya di perkebunan kelapa sawit lain.

Kualitas Panen

Kualitas panen dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu mutu buah dan mutu hanca. Panggabean (2009) memaparkan bahwa pemerikasaan kualitas panen bertujuan untuk menjaga kegiatan panen berlangsung dengan baik dan efisien, mencegah dan memperkecil kerugian dari kegiatan panen serta mencegah terjadinya kecurangan saat kegiatan panen berlangsung. Pemeriksaan dan evaluasi kualitas panen dilakukan setiap harinya oleh mandor panen, krani produksi dan

field assistant. Pemeriksaan mutu buah dilakukan pada saat kegiatan panen berlangsung di tempat pengumpulan hasil (TPH) yang dilakukan dengan cara menghitung buah mentah, kurang matang, matang, lewat matang, janjangan kosong dan tandan busuk. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar perusahaan (Tabel 10). Koedadiri et al. (2007) menambahkan bahwa mutu buah sangat mempengaruhi rendemen minyak kelapa sawit dan kadar asam lemak bebas (ALB). Hasil pengamatan terhadap mutu buah di TPH afdeling II Kebun SAH disajikan pada Tabel 10.

31

Tabel 10 Mutu buah di tempat pengumpulan hasil (TPH) afdeling II Kebun SAH

Ulangan N Mutu Buah Mentah Kurang matang Matang Lewat matang Janjangan kosong Tandan busuk (orang) ...(%)... 1 10 0 2.60 94.80 1.40 0 1.20 2 10 0.20 3.80 94.20 0.80 0 1.00 3 10 0.40 1.20 96.60 1.20 0 0.60 4 10 0.20 9.80 85.80 4.20 0 0 5 10 0 10.40 85.40 3.60 0 0.60 Rata-rata 10 0.16 5.56 91.36 2.24 0 0.68 Standar 0 <5.00 >89.00 <5.00 <1.00 0 Sumber: Hasil pengamatan penulis (2014). Data diolah penulis

Keterangan: N = jumlah orang setiap ulangan

Hasil pengamatan mutu buah pada pelaksanaan panen di afdeling II Kebun SAH menunjukkan hasil secara umum cukup baik dengan persentase rata-rata buah matang, lewat matang dan janjangan kosong sudah sesuai dengan standar perusahaan yaitu 91.36% buah matang, 2.24% buah lewat matang dan 0% janjangan kosong. Persentase rata-rata mutu buah mentah, kurang matang dan tandan busuk tidak sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan yaitu 0.16% buah mentah, 5.56% buah kurang matang dan 0.68% tandan busuk. Permasalahan pada mutu buah adalah persentase tandan busuk di lapangan yang masih berada diatas standar maksimal perusahaan. Faktor penyebabnya adalah terdapat buah yang tidak terpanen pada pemanenan sebelumnya sehingga kondisi buah menjadi busuk dan kualitas buahnya menjadi rendah. Hal tersebut bisa terjadi apabila rotasi panen terlambat sehingga banyak brondolan yang tidak dikutip dan buah matang tidak dipanen yang berakibat buah menjadi busuk. Mangoensoekarjo dan Semangun (2006) menyatakan bahwa kualitas buah yang rendah harus dihindari, karena berpengaruh terhadap kandungan ALB dan kualitas minyak sawit yaitu meningkatnya kadar ALB dan menurunnya kualitas minyak sawit.

Pemeriksaan mutu hanca juga dilaksanakan agar kualitas panen tetap terjaga dengan baik. Kegiatan pemerikasaan mutu hanca dilaksanakan dengan tujuan memeriksa ada atau tidaknya sumber kehilangan hasil (losses) dan tingkat keefektifan panen pada setiap panen yang dikerjakan. Losses di lapangan berasal dari buah matang tidak dipanen, buah tertinggal di hanca dan brondolan yang tertinggal. Perusahaan telah menetapkan standar efisiensi panen yaitu harus diatas 95%. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum mutu hanca di setiap ulangan sudah baik. Persentase rata-rata efisiensi panen di afdeling II sudah diatas standar efisiensi perusahaan, yaitu 99.89% (Tabel 11). Secara umum losses terbesar berasal dari banyaknya brondolan yang tertinggal di sekitar piringan. Pemanen biasanya akan malas ketika brondolan yang jatuh di piringan banyak dan piringan tersebut ditutupi oleh gulma, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengutip brondolan tersebut. Perusahaan seharusnya memberi perhatian khusus terhadap pemanen yang tidak mengutip bersih brondolan dengan memberi sanksi yang tegas, sehingga losses dapat diminimalisir sekecil mungkin.

Tabel 11 Efisensi afdeling II Kebun SAH

Sumber: Hasil pengamatan penulis (2014). Data diolah penulis

Keterangan: N = jumlah pemanen contoh, A = buah matang tidak dipanen, B = buah tertinggal di hanca, C = brondolan di pokok, D = Brondolan di piringan, E = brondolan di gawangan

Contoh perhitungan efisiensi panen.

Blok contoh = blok A30, BJR = 23.5 kg TBS-1

Total brondolan tertinggal = 177 butir = 177/90 butir kg-1 = 1.96 kg Total TBS dipanen = 100 buah

TBS tertinggal = 0

Efisiensi panen = 100% - % kehilangan hasil

% kehilangan hasil = ( ) ( ) = = Efisiensi panen = 100% - 0.08% = 99.92% OER, KER dan FFA Hasil utama yang dapat diperoleh dari pengolahan TBS kelapa sawit ialah CPO dan PKO. CPO diekstrak dari daging buah dan PKO diekstrak dari inti sawit, sementara hasil sampingannya antara lain berupa serabut, cangkang, tandan kosong dan limbah cair. Hasil sampingan tersebut sampai sekarang belum dimasukkan sebagai tolak ukur tingginya produktivitas suatu kebun kelapa sawit, hal ini mungkin karena masih rendahnya nilai ekonomi dari limbah tersebut. PKS PT PISP I membagi ekstraksi menjadi dua yaitu Oil Extraction Rate (OER) dan Kernel Extraction Rate (KER). OER adalah persentase CPO yang dihasilkan dari pengolahan TBS, sedangkan KER adalah persentase PKO yang dihasilkan dari pengolahan TBS. Free Fatty Acid (FFA) adalah asam lemak bebas yang terkandung pada minyak kelapa sawit. Ulangan N Buah terpanen Sumber kehilangan hasil Total kehilangan hasil Efisiensi panen A B C D E (orang) ...(%)... 1 5 100 0 0 0 0.14 0 0.14 99.86 2 5 100 0 0 0 0.08 0 0.08 99.92 3 5 100 0 0 0 0.17 0 0.17 99.83 4 5 100 0 0 0 0.12 0 0.12 99.88 5 5 100 0 0 0 0.06 0 0.06 99.94 Rata-rata 5 100 0 0 0 0.11 0 0.11 99.89 Standar >95

33

Tabel 12 Ekstraksi buah di PKS PT PISP I tahun 2006-2013

Tahun OER KER FFA

...(%)... 2006 21.82 4.18 4.49 2007 22.22 5.12 4.45 2008 22.61 5.47 4.46 2009 23.09 5.38 4.45 2010 23.18 5.43 4.67 2011 22.98 5.50 4.57 2012 23.07 5.39 4.44 2013 23.51 5.32 4.30 Standar Perusahaan >23.00 >4.50 <3.50

Sumber: Kantor PKS PT PISP I (2014)

PT PISP I menetapkan target dalam pencapaian OER, KER dan FFA yang harus dicapai setiap tahunnya. Target yang ditetapkan oleh PKS PT PISP I adalah OER >23%, KER >4.5% dengan kualitas FFA <3.5%. Tabel 12 menunjukkan bahwa hasil ekstraksi buah di PKS PT PISP I secara umum tidak sesuai standar perusahaan. Persentase OER pada tahun 2006, 2007, 2008 dan 2011 tidak sesuai dengan standar perusahaan, sedangkan pada tahun 2009, 2010, 2012 dan 2013 sudah sesuai standar perusahaan. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada persentase FFA, dari tahun 2006-2013 kualitas FFA tidak sesuai dengan standar perusahaan, meskipun demikian kualitas FFA di PKS PT PISP I sudah sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu <5%. Berbeda dari hasil persentase OER dan FFA, persentase KER sudah dikatakan baik, karena dari tahun 2006-2013 hanya pada tahun 2006 saja yang hasilnya masih belum sesuai dengan standar perusahaan. Menanggapi hal tersebut seharusnya perusahaan lebih meningkatkan pengawasan pada saat pemanenan dan pasca pemanenan. Pemanenan yang sesuai dengan norma-norma panen tidak akan menimbulkan pengaruh terhadap kualitas, namun penyimpangan akan selalu terjadi sehingga menyebabkan penurunan kualitas. Pengutipan brondolan yang kotor, pemotongan buah mentah, lewat matang dan tandan busuk adalah contoh penyimpangan yang berakibat menurunkan kualitas minyak kelapa sawit. Pahan (2008) menambahkan bahwa panen yang sembrono dan tidak diawasi dengan ketat akan mengakibatkan efisiensi ekstraksi rendah dan kualitas produk akhir di bawah standar ekspor.

Dokumen terkait