• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan tujuan untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam lingkungan yang baik sehingga aplikasi pupuk berpengaruh sangat besar dalam menentukan efektivitas pemupukan. Pemupukan dikatakan efektif jika sebagian besar hara pupuk diserap oleh tanaman (Limbong 2011). Efektifitas pemupukan yang dianalisis di BKLE meliputi prinsip 4T yaitu tepat jenis, tepat waktu, tepat cara, dan tepat dosis

Efektivitas Pemupukan

Tepat Jenis

Poeloengan et al. (2003) menyatakan beberapa dasar pertimbangan yang digunakan dalam penentuan jenis pupuk antara lain adalah umur tanaman, gejala defisiensi hara, kondisi lahan dan harga pupuk. Aplikasi jenis pupuk yang digunakan di BKLE berdasarkan rekomendasi dari Departemen Riset yang telah dianalisis terlebih dahulu kandungan dan ketepatan unsur haranya. Jenis pupuk

24

yang digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Realisasi pemupukan kebun BKLE tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Realisasi pemupukan kebun BKLE tahun 2012

Unsur Hara Jenis Pupuk Rencana (kg) Real Sem 1 (kg) Real Sem 2 (kg) Realisasi Total Realisasi (%) N, P, K, Mg Palmo 16 7 093 1 500 34 960 36 460 514 N, P, K, Mg Palmo 14 725 009 154 192 523 123 677 315 93 N, P, K NPK 15:15:15 19 868 9 870 30 930 40 800 205 N, P, K NPK 12:12:12 20 031 - 2. 00 2 100 10 N Urea 216 771 83 785 130 332 214 117 99 P RP Egypt 666 324 660 789 22 729 683 518 103 K MOP 279 019 65 327 225 190 290 517 104 Mg Kieserite 289 508 291 712 3 000 294 712 102 B HGFB 65 369 33 089 30 660 63 749 98 Cu C. Zincopper 33 424 7 767 10 922 18 689 56 TOTAL 2 322 415 1 308 030 1 013 947 2 321 977 99.98 Sumber: Data Kebun BKLE (2013)

Tabel 6 menunjukkan bahwa rencana pemupukan kebun telah terealisasi sebesar 99.98%, sehinga hampir 100% jenis pupuk tersebut teraplikasi di lapangan. Beberapa pupuk dalam aplikasi di lapang tidak sesuai dengan rencana tetapi pupuk itu digantikan oleh pupuk lain seperti Palmo 14 digantikan oleh palmo 16 dan NPK 12:12:12 digantikan oleh NPK 15:15:15. Penggantian suatu jenis pupuk dengan pupuk lainnya dapat dilakukan dengan memperhatikan kandungan unsur hara serta keseimbangan dan pengaruh bahan ikutannya (Sutarta

et al. 2003). Rencana dan realisasi pupuk jika dilihat dari kandungan unsur hara dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rencana dan realisasi pemupukan berdasarkan kandungan unsur hara Unsur Hara Rencana (kg) Realisai (kg) Realisasi (%)

N 207 734.7 205 523.52 98.94 P2O5 361 223.2 366 765.7 101.53 K2O 275 431.5 281 339.9 102.14 MgO 180 803.3 180 229.94 99.68 B2O5 29 416.05 28 687.05 97.52 Cu 8 523.12 4 765.7 55.91

Tabel 7 menunjukkan rencana dan realisasi pemupukan dari setiap unsur hampir 100% telah terealisasi. Beberapa unsur hara ada yang kurang dari 100% dalam realisasi nya seperti unsur N, MgO, B2O5 dan Cu, hal ini disebabkan oleh

25 beberapa faktor diantaranya persediaan pupuk yang terlambat dikirim ke kebun dan waktu pengaplikasian yang sudah melewati dari periode pemupukan pada tahun tersebut sehingga diberhentikan pengaplikasiannya. Realisasi pemupukan di BKLE ada juga yang melewati 100% untuk unsur P2O5 dan K2O, hal ini dikarenakan kebijakan dari pihak kebun yang memberikan extra pupuk pada beberapa tanaman yang mengalami defisiensi unsur hara.

Tepat Waktu

PPKS (2005) menyatakan manfaat pemupukan yang optimum dilakukan pada saat curah hujan 100-250 mm per bulan, sedangkan curah hujan minimum 60 mm per bulandan maksimum 300 mm per bulan. Rekomendasi jenis dan waktu pemupukan di BKLE dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekomendasi jenis dan waktu pemupukan tahun 2013 rotasi 1 BKLE Bulan

Aplikasi

Jenis Pupuk

RP HGFB Zincopper MOP Urea NPK Dolomit

Januari

Februari Maret April

Sumber: Departemen Riset BGA (2013)

Tabel 8 menunjukkan rekomendasi pemupukan yang ditetapkan oleh Departemen Riset dan Tabel 9 merupakan pemupukan di BKLE yang terlambat dari rekomendasi yang seharusnya selesai dalam jangka waktu satu bulan untuk masing-masing jenis pupuk. Pemupukan RP yang seharusnya selesai pada bulan Januari menjadi tertunda penyelesaiannya sampai bulan April, demikian juga dengan pemupukan HGFB, Zincooper, MOP, Urea, NPK dan Dolomit terjadi keterlambatan dalam penyelesaian aplikasinya. Keterlambatan dalam pengaplikasian pupuk ini disebabkan oleh tenaga kerja yang kurang pada proses penguntilan juga penaburan dan disebabkan juga oleh curah hujan sangat tinggi sehingga menyebabkan keterlambatan dalam pengaplikasian pupuk. Curah hujan di BKLE sangat tinggi dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2013 dari bulan Januari-April adalah 437 mm per bulan. Realisasi pemupukan serta Curah Hujan Januari-April 2013 di BKLE dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Realisasi jenis dan waktu pemupukan rotasi 1 BKLE Bulan

Aplikasi

Jenis Pupuk Curah

hujan (mm/bulan)

RP HGFB Zincopper MOP Urea NPK Dolomit

Januari 330

Februari 624

Maret 466

April 328

26

Tabel 9 menunjukkan curah hujan yang sangat tinggi dengan rata-rata 437 mm per bulan yang berpotensi menimbulkan losses tinggi melalui proses pencucian, aliran permukaan dan erosi. Adiwiganda (2007) menyatakan bahwa kesulitan pelaksanaan pemupukan tepat waktu diakibatkan terjadinya curah hujan yang sulit diprediksi yaitu kandungan air dalam tanah yang tidak sesuai dengan persyaratan untuk aplikasi pupuk.

Pihak kebun juga mengatasi ketidaktepatan waktu dengan menambah tenaga kerja untuk menguntil dan menabur dari divisi lain sehingga diharapkan dengan adanya tenaga tambahan tersebut dapat mempercepat penyelesaian pemupukan dan mengejar ketertinggalan dari waktu yang telah ditetapkan. Masalah ketidaktepatan waktu tersebut dapat juga diatasi dengan menambah jumlah KKP dari tim BMS yang sebelumnya 8 KKP menjadi 10 KKP sehingga ketika hari tidak hujan dapat memupuk lebih dari target pada hari biasanya.

Tepat Cara

Cara menempatkan pupuk yang akan diaplikasikan sangat mempengaruhi jumlah pupuk yang dapat diserap akar tanaman. Penempatan/aplikasi yang tepat dapat meningkatkan kapasitas bawa (carrying capacity) pupuk dapat ditingkatkan. Peningkatan efisiensi pemupukan ini mencakup aspek upaya bagaimana pupuk itu lebih cepat sampai ke zona perakaran dan seminimum (Pahan 2010). Cara penaburan pupuk yang digunakan di BKLE untuk pupuk Urea, MOP dan Kieserit adalah 1.5-2 meter dari tanaman dengan cara “U-shape”, pupuk HGFB ditabur dengan jarak 0.5-1 meter dari tanaman dengan cara melingkar secara merata,

pupuk RP ditabur merata di pelepah secara “U-shape”. Lubis (2008) menyatakan penebaran dengan radius 2 meter atau pada pelepah dan berbentuk “U-shape

dilakukan karena akar tertier dan kuarter yang aktif menyerap hara lebih banyak dibawah pelepah dan di gawangan mati dibanding pada piringan. Hasil pengamatan ketepatan cara aplikasi pupuk dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Ketepatan cara 8 orang penabur Jenis

Pupuk

Jumlah Pokok

Penabur ke- Ketepatan

cara (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 ...%... MOP 405 76 82 82 94 88 72 94 94 83 81 82 86 82 76 93 81 82 82 88 76 70 88 94 64 88 HGFB 398 76 81 68 82 82 86 81 82 80 64 88 76 76 76 76 82 88 81 87 76 87 70 88 82 80 Urea 401 78 82 82 76 88 94 80 88 84.2 81 87 94 76 87 82 76 87 82 82 75 86 88 87 94 88

27 Tabel 10 menunjukkan ketepatan cara untuk masing-masing jenis pupuk sudah cukup baik yaitu diatas 80%, tetapi belum memenuhi standar dari perusahaan yaitu diatas 90%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya lahan rawa atau tergenang air, kacangan yang tebal atau melilit pokok dan gulma yang banyak menyebabkan taburan pupuk tidak merata. Para penabur juga lebih mementingkan target cepat tercapai sehingga mengesampingkan kualitas taburan pada tanaman.

Tepat Dosis

Pertimbangan yang digunakan dalam penentuan dosis pupuk diantaranya adalah hasil analisis daun dan tanah, realisasi produksi lima tahun terakhir, realisasi pemupukan sebelumnya, data curah hujan lima tahun terakhir, dan gejala defisiensi hara (Winarna et al. 2003). Hasil pengamatan ketepatan dosis untilan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Ketepatan dosis untilan Jenis Pupuk Ulangan Dosis Rekomendasi (kg) Rata-rata Ketepatan Dosis Untilan (kg) Ketepatan Dosis (%) MOP 1 14 14.6 104.3 2 3 HGFB 1 12.3 13.3 108.4 2 3 Urea 1 12 12.3 102.1 2 3

Tabel 11 menunjukkan ketepatan dosis untilan untuk pupuk Urea dan MOP masih memenuhi standar kebun yaitu 100±5 % dari standar dosis rekomendasi yang ditetapkan, hal ini menunjukkan tenaga kerja penguntil sudah terlatih dalam menguntil pupuk dan sudah menggunakan takaran yang telah dikalibrasi untuk masing-masing jenis pupuk. Penguntilan juga diawasi oleh mandor until dan ada uji petik sebanyak 10 karung until setiap hari untuk ditimbang ulang sehingga dapat diketahui ketepatan dosis untilannya. Ketepatan dosis untilan HGFB yaitu 108.4%, melewati standar kebun yaitu 100±5 %, hal ini disebabkan oleh saat penguntilan HGFB belum adanya Mandor until sehingga proses penguntilan belum terlaksana dengan baik dan belum adanya takaran yang sesuai dengan dosis rekomendasi yaitu 12.3 kg. Hasil pengamatan ketepatan dosis per tanaman dapat dilihat pada Tabel 12.

28

Tabel 12 Ketepatan dosis per tanaman Jenis Pupuk Jumlah Pokok Diamati Ulangan Jumlah Pokok Terpupuk Dosis Rekomendasi (kg) Rata-rata Ketepatan Dosis (kg) Ketepatan Dosis (%) MOP 132 1 123 1.75 1.83 106 134 2 125 1.75 1.83 130 3 120 1.75 1.89 HGFB 137 1 137 0.06 0.07 133 136 2 130 0.06 0.08 136 3 134 0.06 0.09 Urea 129 1 120 0.75 0.8 102 130 2 124 0.75 0.76 131 3 125 0.75 0.74

Tabel 12 menunjukkan persentase ketepatan untuk pupuk MOP dan HGFB melebihi standar kebun yaitu 100±5 %. Kelebihan dosis per tanaman untuk pupuk MOP sebagian besar disebabkan oleh kondisi areal yang tidak terpupuk karena lahan rawa atau tergenang dan ada tanaman yang mati, sehingga sisa pupuk ditabur ke tanaman lain yang mengakibatkan tanaman lain kelebihan dosis. Kelebihan dosis pupuk HGFB yang tinggi disebabkan oleh para penabur yang sulit mengkalibrasi alat taburnya dengan dosis rekomendasi HGFB yang terlalu kecil yaitu 0.06 kg, sehingga sebagian besar penabur melebihi dari dosis rekomendasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Riset. Kelebihan dosis ini dapat menambah biaya pemupukan yang dikeluarkan oleh pihak kebun sehingga menjadi tidak efisien atau pemborosan.

Efisiensi Pemupukan

Poeloengan dan Erningpraja (1994) menyatakan keberhasilan suatu usaha perkebunan kelapa sawit tidak terlepas dari faktor efisiensi. Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan usaha menekan biaya per satuan output serendah mungkin, tanpa mengurangi hasil maupun mutu yang dicapai. Salah satu alternatif tindakan efisiensi biaya pemupukan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan efektivitas pemupukan di lapangan. Efisiensi pemupukan yang dianalisis di BKLE meliputi efisiensi tenaga kerja dan efisiensi biaya.

Efisiensi Tenaga Kerja

Penentuan jumlah tenaga kerja juga berpengaruh terhadap kegiatan efektivitas dan efisiensi pemupukan. Apabila tenaga kerja yang digunakan melebihi target yang telah ditetapkan maka dapat terjadi inefisiensi tenaga kerja atau pemborosan tenaga kerja sehingga berdampak pada boros nya pemberian upah kepada karyawan. Tenaga Kerja tabur yang digunakan di BKLE berjumlah 24 orang atau 8 KKP yang terdiri dari 16 orang penabur dan 8 orang pengecer. Pengawasan kegiatan pemupukan dilakukan oleh koordinator BMS dan mandor tabur yang dibantu oleh satu orang yang melakukan quality cek pemupukan untuk menilai kualitas dari penaburan pupuk. Prestasi tenaga kerja penabur di BKLE dapat dilihat pada Tabel 13.

29 Tabel 13 Prestasi tenaga kerja penabur di BKLE untuk pupuk Urea dan MOP Tanggal Jenis Pupuk Luas (ha) Jumlah Pupuk (kg) Jumlah HK Output Premi (Rp) Luasan (ha HK-1) Bahan (kg HK-1)

Standar Karyawan Standar Karyawan

03/05/2013 Urea 62.96 7 177 14 3.5 4.4 400 512 15 000 04/05/2013 Urea 133.78 10 642 26 3.5 5.1 400 409 30 883 06/05/2013 Urea 120.41 12 122 18 3.5 6.6 400 757 58 558 07/05/2013 Urea 88.36 8 968 16 3.5 5.5 400 560 12 000 08/05/2013 Urea 115.93 11 280 21 3.5 5.5 400 537 32 953 11/05/2013 Urea 112.13 11 073 26 3.5 4.3 400 425 19 441 rata-rata Urea 105.60 10 210 20 3.5 5.23 400 533 28 139 16/05/2013 MOP 90.58 21 534 21 3.5 4,3 700 1 025 50 000 17/05/2013 MOP 58.87 14 979 22 3.5 2.6 700 680 4 000 20/05/2013 MOP 82.98 18 774 21 3.5 3.9 700 894 15 713 21/05/2013 MOP 92.19 20 105 22 3.5 4.1 700 913 30 179 22/05/2013 MOP 39.19 11 000 9 3.5 4.3 700 1 222 25 492 rata-rata MOP 72.762 17 278 19 3.5 3.84 700 946.8 2 5076

Sumber: Laporan Harian Mandor BMS BKLE (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 13 dapat terlihat output yang dihasilkan oleh para penabur hampir setiap hari melebihi dari standar yang tetapkan oleh kebun kecuali untuk tanggal 17 Mei yang kurang dari standar. Hal ini menunjukkan bahwa mandor pupuk telah tepat mengatur tenaga kerja penabur, jika jumlah blok yang akan ditabur banyak maka tenaga kerja yang digunakan akan lebih banyak dan jika blok yang akan diaplikasikan sedikit maka tenaga kerja yang digunakan akan dikurangi dan akan dialihkan ke pekerjaan yang lain. Berdasarkan data dari tabel juga menunjukkan bahwa jika prestasi pekerja melebihi dari standar kebun maka para pekerja akan mendapatkan premi sesuai dengan output luasan (ha) karyawan yang diperoleh.

Data pada Tabel 14 juga menunjukkan jika output luasan (ha) tidak memenuhi target (< 3.5 Ha HK-1) maka tidak akan memotong gaji para karyawan dengan syarat sudah memenuhi target waktu yaitu 7 jam kerja pada hari itu, sehingga dari data tersebut dapat menunjukkan bahwa pengaturan penggunaan tenaga kerja di BKLE telah efisien dan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh kebun. Pengamatan juga dilakukan terhadap profil kerja 10 penabur berdasarkan klasifikasi lama bekerja dan usia yang dihubungkan terhadap hasil prestasi kerja tonase pemupukan urea. Data hasil pengamatan prestasi kerja berdasarkan klasifikasi lama kerja dapat dilihat pada Tabel 14.

30

Tabel 14 Rata-rata prestasi kerja penabur berdasarkan klasifikasi lama bekerja

Lama Bekerja (tahun)

∑ Tenaga Kerja Rata-rata Prestasi Kerja (kg) > 1 5 514.8a ≤ 1 5 503.6a

aAngka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (uji t-student)

Tabel 14 menunjukkan hasil bahwa lama bekerja dari penabur tidak berbeda nyata terhadap prestasi kerja yang dihasilkan, meskipun penabur yang bekerja diatas 1 tahun memiliki prestasi kerja lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh prestasi kerja yang didapatkan pemupuk berdasarkan target yang telah ditentukan oleh mandor pupuk pada RKH yang telah disetujui oleh Asisten, sehingga semua pemupuk harus menyelesaikan target tersebut dengan jumlah tonase yang hampir sama oleh setiap penabur. Data hasil pengamatan prestasi kerja berdasarkan klasifikasi tingkat usia dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Rata-rata prestasi kerja penabur berdasarkan klasifikasi tingkat usia

Usia (tahun) ∑ Tenaga

Kerja

Rata-rata Prestasi Kerja (kg)

> 30 5 506.4 a

≤ 30 5 509.2 a

aAngka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (uji t-student)

Tabel 15 menunjukkan hasil bahwa usia dari penabur tidak berbeda nyata terhadap prestasi kerja yang dihasilkan, meskipun penabur yang berusia ≤ 30 memiliki prestasi kerja lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh prestasi kerja yang didapatkan pemupuk tidak dipengaruhi oleh usia karena berdasarkan target yang telah ditentukan oleh mandor pupuk, sehingga semua pemupuk harus menyelesaikan target dengan jumlah tonase yang hampir sama oleh setiap penabur.

Efisiensi Biaya

Biaya yang dikeluarkan untuk pemupukan di BKLE pada tahun 2012 adalah Rp 12 572 743 083,00 jumlah tersebut 81% dari biaya pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pihak kebun atau 56% dari total biaya produksi kebun. Biaya pemupukan digunakan untuk biaya upah tenaga kerja, pembelian material, alat kerja dan transportasi. Berdasarkan data pengamatan ketepatan dosis untilan yang dilakukan terjadi kelebihan dosis untilan untuk pupuk MOP sebesar 4.3%, pupuk Urea sebesar 2% dan HGFB 8.4% sehingga jika diaplikasikan di lapangan kelebihan pupuk tersebut akan menjadi losses.

Kelebihan dosis berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan oleh BKLE menjadi tidak efisien, tetapi efisiensi biaya yang dianalisis bukan dilihat dari segi

output dan input biaya yang digunakan tetapi lebih melihat dari pengeluaran biaya pemupukan oleh BKLE sehingga penulis melakukan perhitungan losses biaya untuk jenis pupuk MOP, urea dan HGFB yang dikalikan dengan tonase realisasi

31 pemupukan pada tahun 2012 dan dikalikan dengan harga pupuk. Rincian inefisiensi pemupukan untuk pupuk MOP, Urea dan HGFB dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Inefisiensi biaya yang di keluarkan untuk pupuk MOP, Urea dan RP Jenis Pupuk % Kelebihan Dosis Realisasi Pemupukan MOP 2012 Harga Pupuk (Rp/kg) Total Kerugian Estate (Rp) MOP 4.3 290 517 4 565 57 027 035 Urea 2 214 117 5 070 21 713 513 HGFB 8.4 63 749 7 383 39 535 345 TOTAL 118 275 892

Sumber : Pengamatan Penulis dan Data Kebun BKLE 2013

Tabel 16 menunjukkan losses biaya yang dikeluarkan oleh BKLE cukup besar dan jika ditambah dengan jenis pupuk lain yang digunakan di BKLE maka

losses biaya nya akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh ketidaktepatan dosis penguntilan akibat kurangnya pengawasan dari mandor until serta kurang disiplinnya karyawan.

Defisiensi Hara

Darmosarkoro (2003) menyatakan unsur hara yang mendapat perhatian dalam pemupukan tanaman kelapa sawit meliputi N, P, K, Mg, Cu, dan B. Ketersediaan hara tersebut dalam tanah yang rendah mengakibatkan tanaman mengalami gejala defisiensi hara. Tanaman yang mengalami gejala defisiensi hara umumnya menunjukkan gejala-gejala yang khas. Defisiensi hara dapat disebabkan oleh dosis pemupukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanaman, selain itu juga disebabkan oleh kurang efektifnya pemupukan pada periode sebelumnya karena pupuk menguap, tercuci air dan piringan pada saat pemupukan masih belum bersih dari gulma sehingga pemupukan belum tepat sasaran. Grafik perubahan status defisiensi hara di BKLE dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: Departemen Riset BGA

32

Gambar 8 menunjukkan status defisiensi hara berdasarkan luasan tanaman kelapa sawit yang berasal dari hasil analisis Departemen Riset BGA. Secara umum defisiensi hara tanaman kelapa sawit di BKLE terjadi penurunan dari tahun 2011 ke tahun 2012 kecuali untuk pupuk Cu dan Mg terjadi peningkatan luas area yang mengalami defisiensi unsur hara. Penurunan defisiensi hara yang sangat drastis terjadi pada unsur N, hal ini menunjukkan adanya penyerapan yang efektif oleh tanaman kelapa sawit yang dipupuk menggunakan unsur N dengan didukung oleh realisasi pemupukan N yang lebih dari 100% baik dari pupuk majemuk maupun tunggal. Unsur K dan B juga mengalami penurunan luasan defisiensi hara, hal ini menunjukkan penyerapan hara yang efektif dan didukung oleh ketepatan cara dan dosis yang cukup baik oleh para penabur. Berbeda dengan unsur Mg dan Cu yang mengalami peningkatan luasan areal defisiensi hara, hal ini menunjukkan kurang efektif nya tanaman dalam menyerap unsur hara Mg dan Cu. Hal tersebut disebabkan oleh pencucian hara karena curah hujan yang tinggi dan ditambah dengan realisasi pemupukan yang hanya 56% untuk pupuk Cu. Peta status defisiensi hara di BKLE tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan tahun 2012 dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dokumen terkait