• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Perlindungan sumberdaya

Bobot sub-fungsi (%) Prioritas 1 Perlindungan sumberdaya air 0.478 47.8 1 Resapan air 0.136 13.6 Retensi air 0.199 19.9 Kualitas air 0.142 14.2 2 Konservasi biodiversitas 0.287 28.7 2 Konservasi tumbuhan 0.109 10.9 Konservasi satwa 0.178 17.8 3 Optimalisasi pemanfaaatan 0.150 15.0 3

Rekreasi dan wisata air 0.099 9.9

Perikanan 0.030 3.0

Irigasi lahan pertanian 0.021 2.1

4 Aktivitas sosial 0.085 8.5 4

Pemberdayaan masyarakat 0.044 4.4

Kearifan lokal 0.012 1.2

Sarana pendidikan 0.029 2.9

Total Bobot 1.000 100.0 100.0

Bobot sub-fungsi yang tercantum dalam diagram pohon (Gambar 17) merupakan bobot yang dihitung berdasarkan fungsi masing-masing dari situ. Bobot fungsi keseluruhan dihitung kembali untuk mengetahui prioritas

sub-fungsi dari keseluruhan sub-sub-fungsi yang ada. Setelah dihitung bobot sub-sub-fungsi secara keseluruhan, maka didapatkan bahwa sub-fungsi situ sebagai retensi air menjadi prioritas utama dengan nilai 19.9%, diikuti dengan sub-fungsi konservasi satwa (17.8%), kualitas air (14.2%) dan sub-fungsi lainnya.

Analisis Sensitivitas Fungsi Situ

Analisis sensitivitas ditunjukkan dengan grafik sensitivitas kinerja dan grafik sensitivitas dinamis (Gambar 18). Analisis ini bermanfaat untuk melihat tingkat prioritas masing-masing fungsi situ pada setiap aspek. Tiga garis berwarna pada grafik sensitivitas menunjukkan aspek pada manajemen situ RTB produktif, dengan keterangan berturut-turut, yaitu garis hijau adalah aspek ekologi, garis biru adalah aspek ekonomi dan garis merah adalah aspek sosial dan budaya. Sumbu axis (x) merupakan keterangan fungsi situ yang diperbandingkan pada setiap aspek. Sedangkan sumbu ordinat (y) adalah nilai atau presentasi prioritasnya.

Gambar 18 Grafik sensitivitas kinerja dan sensitivitas dinamis prioritas fungsi situ terhadap setiap aspek.

Performance Sensitivity for nodes below: manajemen situ RTB produktif

,00 ,10 ,20 ,30 ,40 ,50 ,60 ,70 ,80 ,90 ,00 ,10 ,20 ,30 ,40 ,50 ,60 ,70 ,80 Obj% Alt%

sosial dan budaya ekonomi

ekologi

optimalisasi aktivitas so perlindungan konservasi b OVERALL

Dynamic Sensitivity for nodes below: manajemen situ RTB produktif

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8

15,0% optimalisasi pemanfaatan 8,5% aktivitas sosial

47,8% perlindungan sumberdaya air 28,7% konservasi biodiversitas

21,0% ekonomi 15,0% sosial dan budaya 64,0% ekologi

Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas utama dalam penerapan fungsi optimalisasi pemanfataan. Hal ini dapat dilihat pada grafik sensitivitas kolom optimalisasi pemanfaatan, dimana garis biru (ekonomi) berada pada posisi paling atas dibandingkan garis hijau (ekologi) dan merah (sosial dan budaya). Namun fungsi aktivitas sosial, fungsi perlindungan sumberdaya air dan fungsi konservasi biodiversitas menunjukkan bahwa aspek ekologi menjadi prioritas utama dalam penerapan fungsi-fungsi ini. Keseluruhan hasil analisis sensitivitas ini akan digunakan untuk penentuan fungsi dan pemanfaatan situ pada aspek manajemen situ RTB produktif.

Penentuan Fungsi dan Pemanfaatan Situ pada Manajemen Situ RTB Produktif

Dari hasil sintesis tergabung AHP, setiap fungsi situ memiliki prioritas pada aspek manajemen situ RTB produktif. Berdasarkan hasil grafik sensitivitas, selanjutnya disusun urutan prioritas fungsi situ pada masing-masing aspek. Prioritas fungsi situ pada setiap aspek menjadi dasar dari pemilihan alternatif pemanfaatan situ (Tabel 28). Komponen pemanfaatan situ adalah sub-fungsi (altenative) pada struktur AHP (Gambar 3).

Tabel 28 Prioritas fungsi situ pada manajemen situ RTB produktif per aspek

Fungsi situ

Prioritas per aspek Ekonomi (%) Sosial dan Budaya (%) Ekologi (%)

Optimalisasi Pemanfaatan (OP) 47.4 11.6 41.0

Aktivitas Sosial (AS) 23.2 33.8 43.0

Perlindungan Sumberdaya Air (PSDA) 13.1 13.9 73.0

Konservasi Biodiversitas (KB) 13.7 0.99 76.5 Urutan Prioritas OP AS KB AS PSDA PSDA KB OP AS PSDA KB OP

Pada Tabel 28 menunjukkan bahwa masing-masing aspek memiliki prioritas fungsi situ yang berbeda, yaitu fungsi optimalisasi pemanfaatan pada aspek ekonomi, fungsi aktivitas sosial pada aspek sosial dan budaya, dan fungsi konservasi biodiversitas pada aspek ekologi. Masing-masing fungsi mendominasi masing-masing aspek pada manajemen situ RTB produktif. Namun demikian, fungsi lain yang tidak menjadi prioritas, masih dapat diaplikasikan pada setiap aspek walaupun porsinya tidak mendominasi fungsi utama.

Pada aspek ekonomi, fungsi optimalisasi pemanfaatan memperoleh prioritas utama, diikuti oleh fungsi aktivitas sosial, fungsi konservasi biodiversitas dan fungsi perlindungan sumberdaya air. Pada aspek sosial dan budaya, fungsi aktivitas sosial memperoleh prioritas paling tinggi, diikuti perlindungan sumberdaya air, optimalisasi pemanfaatan dan konservasi biodiversitas. Pada aspek ekologi, fungsi konservasi biodiversitas memperoleh prioritas paling tinggi

diikuti perlindungan sumberdaya air, aktivitas sosial dan optimalisasi pemanfaatan.

Fungsi perlindungan sumberdaya air pada analisis sensitivitas tidak menunjukkan fungsi yang mendominasi pada setiap aspek. Namun jika dilihat dari analisis fungsi situ secara keseluruhan, fungsi perlindungan sumberdaya air menempati urutan tertinggi. Oleh sebab itu, fungsi perlindungan sumberdaya air harus diprioritaskan pada setiap aspek.

Strategi Manajemen Situ Sebagai Ruang Terbuka Biru Produktif yang Berkelanjutan

Berdasarkan hasil analisis AHP dari ketiga pakar, menunjukkan bahwa fungsi perlindungan sumberdaya air menjadi prioritas utama dalam manajemen situ RTB produktif. Diikuti fungsi konservasi keanekaragaman hayati, fungsi optimalisasi pemanfaatan, dan fungsi aktivitas sosial.

Strategi prioritas manajemen situ sebagai RTB produktif yang berkelanjutan dalam rangka upaya konservasi dan pendayagunaan badan air utamanya bekas tambang galian C, adalah sebagai berikut:

1. Menjaga situ dengan pengaturan pemanfaatan lahan yang sesuai sebagai

bentuk upaya perlindungan sumberdaya air

2. Merevitalisasi situ yang tergolong kategori rusak/jelek sebagai upaya untuk memperkuat fungsi dan manfaat situ

3. Mengembangkan manajemen kolaboratif untuk penguatan kelembagaan tata

kelola situ yang berkelanjutan

4. Sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat dengan pemberdayaan dan

bimbingan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah

(1) Menjaga situ dengan pengaturan pemanfaatan lahan yang sesuai sebagai bentuk upaya perlindungan sumberdaya air

Penataan dan pengelolaan situ sebagai bagian dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan diperlukan pemahaman antara nilai manfaat dan fungsi serta faktor yang dapat menyebabkan kerusakannya. Ekosistem situ memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumberdaya air lainnya (Widyarani 2013). Menurut Sulastri (2003) karakteristik sistem perairan situ atau danau-danau dangkal perlu dipahami dalam upaya mengelola dan mempertahankan ekosistem perairan tersebut.

Setiap situ memiliki karakteristik tersendiri, tidak semua situ memiliki nilai dan tipe pemanfaatan yang sama. Ukuran luas dan kondisi situ (sempadan situ, kualitas air, keanekaragaman hayati, daerah dan budaya dan lain sebagainya) dapat mempengaruhi nilai situ bagi masyarakat dan tipe pemanfaatannya. Oleh sebab itu, dengan mengetahui kondisi situ dan potensinya maka dapat disesuaikan bentuk pemanfaatannya.

Dalam perencanaan pengelolaan situ, perlindungan sumberdaya air harus menjadi prioritas utama. Menjaga dan melindungi sumberdaya air situ dari kerusakaan akan memberikan dampak positif dalam pemanfaatannya tidak hanya untuk jangka pendek namun untuk jangka panjang. Perencanaan pengelolaan pelestarian situ harus diintegrasikan kedalam pola perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten

Tangerang. Dalam perencanaan RTRWK harus ditegaskan dan diperjelas lagi penentuan batas-batas kawasan di sekitar situ. Pemanfaatan ruang kawasan sekitar situ sudah diarahkan untuk pemanfaatan ruang yang dapat menjaga dan menunjang kelestarian situ.

(2) Merevitalisasi situ sebagai upaya untuk memperkuat fungsi dan manfaat situ

Revitalisasi situ sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi situ dan memperkuat fungsi dan manfaat situ. Revitalisasi dimaksudkan untuk mengatasi dan mengendalikan faktor ancaman yang mempengaruhi keberlanjutan fungsi situ. Fungsi dasar situ dalam aspek ekologi menjadi fungsi yang mendesak untuk dilakukan revitalisasi. Revitalisasi situ dilakukan dengan:

(1) Penanganan terhadap areal situ yang mengalami penyempitan dan

pendangkalan. Pengerukan material sedimentasi dilakukan sampai batas dasar awal terbentuknya situ, hal ini dilakukan untuk mengembalikan daya tampung air semula. Pengangkatan gulma air yang menutupi permukaan situ atau dengan pengembangbiakan spesies ikan pemakan tanaman air seperti

Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella).

(2) Peningkatan kualitas air situ. Situ Legok dan Telaga Biru Cigaru tidak memiliki sarana inlet dan outlet. Pada umumnya badan air bekas tambang

galian C memiliki kondisi yang sama. Oleh sebab itu pembuatan sarana inlet

dan outlet dibutuhkan untuk penjagaan kualitas air yang masuk dan untuk mengatur daya tampung air di dalam situ. Pembuatan kolam-kolam pengendap yang berdesain labirin dengan kedalamn berbeda-beda untuk mengendapkan sedimen dan nutrien. Pembuatan aquatic weed pond (kolam dengan tanaman air) sebagai pengurai logam berat/filter biologis dari limbah yang masuk ke badan air (Fireza 2008).

(3) Pengamanan sempadan situ dengan buffering zone (zona penyangga).

Pembuatan turap dengan material alami dan penanaman pohon yang berakar dalam dan kuat pada kemiringan lereng sempadan situ bertujuan untuk mencegah erosi. Pembuatan jalan setapak mengelilingi situ sekaligus jalan inspeksi, tanggul alami dari tanah dengan tanaman alami sempadan perairan pada limpasan permukaan juga bagian dari pengamanan sempadan situ.

(3) Mengembangkan manajemen kolaboratif untuk penguatan kelembagaan tata kelola situ yang berkelanjutan

Kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya air permukaan berada di pemerintah pusat melalui Kementerian pekerjaan Umum. Infrakstruktur sumberdaya air berupa situ keberadaannya menyangkut lintas sektoral. Pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur sumberdaya air oleh pemerintah daerah. Pihak-pihak selain pemerintah yang bersentuhan langsung dengan situ diantaranya ada masyarakat, swasta/perusahan dan akademisi yang masing-masing memiliki kepentingan berbeda.

Strategi manajemen kolaboratif sebagai penguatan kapasitas kelembagaan digunakan untuk mengendalikan dan mencegah kerusakan sumberdaya situ. Selain itu untuk mencegah dari eksploitasi atau pemanfaatan situ yang berlebihan dan menghindari konflik kepentingan dari berbagai pihak. Konflik kepentingan

dalam kehidupan sosial terjadi ketika terdapat perbedaan tujuan dan kepentingan dari dua pihak atau lebih (Setiadi & Kolip 2011).

Manajemen bersama merupakan suatu pengaturan kemitraan dalam tanggungjawab dan kewenangan antara pelaku kunci atau pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam yaitu masyarakat dan pemerintah (KLH 2008). Menurut Sanim (2011) keterlibatan dan partisipasi masyarakat adalah pendekatan yang paling penting, sedangkan pemerintah diharapkan menjadi pihak yang bertangggungjawab langsung terhadap operasional pelestarian sumberdaya air. Pemerintah juga dapat membangun kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan akademisi dalam upaya pelestarian situ dan peningkatan partisipasi masyarakat. Pemerintah harus memastikan keterlibatan atau partisipasi masyarakat sekitar situ di dalam pengelolaan dan pengembangan situ demi manfaat sosial dan budaya, ekologi, dan ekonomi.

(4) Sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat dengan pemberdayaan dan bimbingan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah

Masyarakat merupakan pihak yang secara langsung akan menerima manfaat dan dampak dari keberadaan situ. Perlu adanya kesepahaman bersama bahwa situ harus dipandang sebagai sumberdaya alam yang mempunya fungsi dan manfaat baik secara lingkungan maupun sosial ekonomi. Jika dikelola dengan melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar, maka situ dapat sekaligus menjadi media sosialisasi pendidikan lingkungan bagi masyarakat.

Proses sosialisasi tidak hanya dilakukan di tingkat instansi terkait, tetapi juga harus dilakukan sampai ke tingkat lokal dimana masyarakat yang setiap hari berinteraksi dengan situ. Pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan rasa memiliki dan memicu kesadaran masyarakat untuk lebih peduli menjaga kelestarian situ. Peningkatan peran serta masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanan dan pengawasan pengelolaan situ dianggap penting sebagai bagian dari proses pembangunan masyarakat. Pemberdayaan dalam arti lain yaitu memberikan daya, memampukan, dan memandirikan masyarakat (Mardikanto 2010).

Peningkatan pendidikan pengetahuan lingkungan hidup kepada generasi muda dan pelajar juga dinilai penting sebagai strategi untuk membentuk dan sosialisasi prilaku sadar lingkungan. Waryono dalam Supomo (2013) mengatakan peranan masyarakat (remaja) juga memiliki pengetahuan yang ada di lingkungannya (kearifan lokal), sehingga dapat saling berbagi pengetahuan. Remaja yang masih dalam jenjang pendidikan adalah modal dasar pembangunan di masa mendatang, pembekalan awal akan memacu kepedulian positif, khususnya terhadap lingkungan.

Dokumen terkait