• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini meliputi tiga parameter utama yaitu respons fisiologis (kortisol, tingkah laku), performa pertumbuhan dan kelangsungan hidup meliputi tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), pertumbuhan mutlak (PM), pertumbuhan panjang, pertumbuhan panjang mutlak, efisiensi pakan (EP) serta parameter kualitas warna (kualitas warna dengan Toca Color Finder (TCF), keragaan warna secara visual, jumlah sel kromatofor).

Respons Fisiologis

Stres merupakan reaksi fisiologis untuk bertahan pada ikan terhadap penyebab stres (stresor) yang muncul karena perubahan lingkungan. Respons fisiologis terhadap stres pada ikan dapat dikategorikan ke dalam tiga tahap, yaitu: respons stres primer, sekunder dan tersier. Menurut Iwama et al. (2005), respons stres primer digambarkan berhubungan erat dengan respons neuroendokrin melalui pelepasan hormon stres berupa katekolamin dan kortisol. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan konsentrasi kortisol pada akhir pemeliharaan (Tabel 6).

Tabel 6. Kisaran konsentrasi kortisol pada akhir pemeliharaan ikan botia C. macracanthus Bleeker

Perlakuan Kisaran Konsentrasi Kortisol (ng ml-1)

R 17.30–90.50

P 15.70–65.70

M 13.70–30.20

H 11.40–41.50

B 7.40–60.60

Keterangan: R: (kontrol negatif) cahaya ruang; P: (kontrol positif) LED putih; M: LED merah; H: LED hijau; B: LED biru.

Konsentrasi kortisol pada akhir pemeliharaan berkisar 7.40–90.50 ng ml-1. Kisaran konsentrasi kortisol terendah diperoleh pada perlakuan M (LED merah) sebesar 13.70–30.20 ng ml-1 dan diikuti perlakuan H (LED hijau), B (LED biru) dan P (kontrol positif dengan LED putih) sebesar 11.40-41.50 ng ml-1, 7.40-60.60 ng ml-1 dan 15.70-65.70 ng ml-1. Sedangkan kisaran konsentrasi kortisol tertinggi diperoleh pada perlakuan R (kontrol negatif dengan cahaya ruang) sebesar 17.30-90.50 ng ml-1. Kisaran konsentrasi kortisol yang rendah menggambarkan tingkat keragaman benih ikan botia yang mengalami stres sedikit. Sebaliknya, kisaran konsentrasi kortisol yang tinggi menggambarkan tingkat keragaman benih ikan botia yang mengalami stres banyak. Kisaran konsentrasi kortisol perlakuan M (LED merah) menggambarkan keragaman benih ikan botia yang mengalami stres lebih sedikit dibandingkan perlakuan R (kontrol negatif dengan cahaya ruang).

Respons fisiologis terhadap perubahan tingkah laku merupakan bentuk respons stres fisiologis tersier. Menurut Iwama et al. (2005), respons tersier terlihat ketika ikan dan populasi mengalami perubahan dan berasosiasi dengan stres. Respons tingkah laku yang diamati pada penelitian ini meliputi mengenali

pakan, reflek ikan, berenang dan bergerombol selama 56 hari pemeliharaan (Tabel 7).

Respons tingkah laku benih ikan botia memiliki peningkatan secara bertahap. Pada hari pertama hingga hari ke sepuluh memiliki respons rendah berupa mengenali pakan. Hal ini terlihat dari jumlah pakan yang dimakan juga rendah. Namun, pada hari ke-11 hingga hari ke-20 terjadi peningkatan respons mengenali pakan menjadi respons sedang. Hal ini diduga benih ikan botia mulai beradaptasi terhadap perlakuan yang diberikan. Selain itu, jumlah pakan yang dimakan mulai bertambah. Sedangkan pada hari ke-21 hingga 56 hari pemeliharaan, respons tingkah laku menjadi tinggi baik itu respons mengenali pakan di semua perlakuan. Pada tahapan ini, benih ikan botia diduga telah beradaptasi dengan sempurna terhadap perlakuan yang diberikan. Untuk respons reflek ikan, berenang dan bergerombong dari awal pemeliharaan hingga 56 hari pemeliharaan, respons yang diberikan tinggi. Hal ini dikarenakan ikan botia memiliki sifat yang agresif dan bergerak aktif.

Tabel 7. Respons tingkah laku benih ikan botia C. macracanthus Bleeker Hari

Ke- Perlakuan

Respons Tingkah Laku Mengenali Pakan Reflek Ikan Berenang Bergerombol 1 – 10 R + +++ +++ +++ P + +++ +++ +++ M + +++ +++ +++ H + +++ +++ +++ B + +++ +++ +++ 11 - 20 R ++ +++ +++ +++ P ++ +++ +++ +++ M ++ +++ +++ +++ H ++ +++ +++ +++ B ++ +++ +++ +++ 21-56 R +++ +++ +++ +++ P +++ +++ +++ +++ M +++ +++ +++ +++ H +++ +++ +++ +++ B +++ +++ +++ +++

Keterangan: R: (kontrol negatif) cahaya ruang; P: (kontrol positif) LED putih; M: LED merah; H: LED hijau; B: LED biru. (-): tidak ada respons; (+): respons rendah; (++): respons sedang; (+++): respons tinggi

Menurut Iwama et al. (2005), respons ikan yang terkena stresor akan mempengaruhi sel, organisme individual, hingga populasi. Sinyal yang paling terlihat dari adanya stresor pada ikan berupa respons tingkah laku. Tingkah laku menjadi bagian terpenting sebagai upaya bertahan hidup untuk mengembalikan keadaan normal dalam waktu yang singkat. Ikan yang tidak mampu mempertahankan respons fisiologis terhadap stres maka akan menurunkan kelangsungan hidupnya. Jika dilihat dari respons tingkah laku pada awal pemeliharaan yang rendah dan dibandingkan dengan persentase tingkat kelangsungan hidup terlihat bahwa ada penurunan kelangsungan hidup pada perlakuan kontrol negatif, LED hijau dan biru (Tabel 8).

Respons ikan yang terkena stresor akan berusaha membuat keadaan menjadi homeostasis (Iwama et al. 2005). Pada awal pemeliharaan, ikan botia mengalami respons tingkah laku yang rendah, kemudian respons tingkah laku ikan botia

meningkat seiring lama pemeliharaan. Ikan yang tidak mampu beradaptasi terhadap stresor akan mengalami penurunan pertumbuhan (Iwama et al. 2005). Hal ini terlihat pada pertumbuhan panjang total (Gambar 2) dan panjang standar (Gambar 3) benih ikan botia selama 14 hari pertama (sampling ke-1) mengalami pertumbuhan yang rendah. Pertumbuhan panjang total dan standar benih ikan botia pada sampling ke-2 hingga akhir pemeliharaan mengalami peningkatan. Hal ini diduga benih ikan botia telah mengalami adaptasi terhadap perlakuan yang diberikan.

Performa Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia pada penelitian ini sebesar 94.44±5.56% - 100±0.00% dan laju pertumbuhan harian sebesar 1.62±0.40% –

2.35±0.27% (Tabel 8). Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan spektrum cahaya LED tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (TKH) dan laju pertumbuhan harian (LPH) benih ikan botia (p>0.05) (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Kinerja pertumbuhan terbaik terdapat pada perlakuan D dengan laju pertumbuhan mutlak (PM), efisiensi pakan (EP) dan jumlah konsumsi pakan (JKP) yaitu 0.030±0.0.003 gr/ekor/hari, 2.90±0.15% dan 293.97±8.27 g (p<0.05) (Lampiran 6, Lampiran 7 dan Lampiran 8) dengan kontrol negatif (R), tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan kontrol positif (P), LED merah (M) dan LED biru (B).

Tabel 8. Data parameter pertumbuhan benih ikan botia C. macracanthus Bleeker

Parameter Perlakuan Spektrum LED

R P M H B TKH (%) 94.44±5.56a 100±0.00 a 100±0.00 a 96.29±3.21 a 98.15±3.21 a LPH (%) 1.77±0.56 a 2.08±0.42 a 1.80±0.37 a 2.35±0.27 a 1.62±0.40 a PM (g/ekor/hari) 0.015±0.004 b 0.022±0.006 ab 0.022±0.006 ab 0.030±0.003 a 0.019±0.004 ab EP (%) 1.24±0.06 c 1.87±0.68 bc 2.34±0.25 ab 2.90±0.15 a 1.70±0.08 bc JKP (g) 268.78±7.62 d 315.23±8.04 a 312.25±4.18 ab 293.97±8.27 bc 291.07±6.20 c Keterangan: R: (kontrol negatif) cahaya ruang; P: (kontrol positif) LED putih; M: LED merah; H:

LED hijau; B: LED biru. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji lanjut Tukey; p<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Berdasarkan data parameter pertumbuhan dapat diketahui bahwa perlakuan spektrum cahaya LED mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan botia pada perlakuan LED hijau. Ikan memiliki kemampuan merespons adanya rangsangan cahaya (fototaksis) melalui indera penglihatan atau mata. Organ yang bertanggung jawab dengan adanya rangsangan cahaya adalah kon dan rod. Kon merupakan sel kerucut yang bertanggung jawab pada penglihatan terang, sedangkan rod merupakan sel batang yang bertanggung jawab pada penglihatan cahaya yang redup (Hickman et al. 2011). Penggunaan LED hijau yang memiliki kisaran spektrum panjang gelombang menengah 470-580 nm dengan puncak sebesar 525 nm merupakan spektrum yang optimal pada benih ikan botia. Hal ini dikarenakan LED hijau tidak terlalu besar atau terlalu rendah panjang gelombang cahayanya. Selain itu, ikan botia yang habitat alami di sungai lebih menyukai perairan yang redup yakni suka berlindung di bawah akar pohon dan cenderung nokturnal. Ikan botia yang sudah beradaptasi dengan LED hijau diduga memiliki kon dan rod

yang saling melengkapi, yakni rod lebih mendekati membran pembatas terluar dan segmen terluar pada kon dilindungi oleh epithelium berpigmen. Ikan botia telah beradaptasi dengan spektrum cahaya LED hijau dan memudahkan melihat serta memakan pakan cacing darah atau bloodworm.

Indikator pemanfaatan pakan dalam menghasilkan biomassa ikan selama pemeliharaan ikan botia dapat dilihat pada persentase efisiensi pakan. Semakin tinggi persentase efisiensi pakan maka pakan yang diberikan dapat termanfaatkan dengan optimal dan biomassa ikan botia yang dihasilkan akan besar pula. Pada penelitian ini diduga perlakuan LED hijau merupakan spektrum cahaya yang terbaik pada ikan botia dengan nilai efisiensi pakan yang terbesar dan penyerapan nutrisi pakan yang optimal (Tabel 8). Hal ini sejalan dengan Boeuf and Le Bail (1999) mengatakan bahwa cahaya mempengaruhi pertumbuhan ikan dan juga merangsang laju konsumsi pakan. Penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan spektrum merah pada ikan trout memiliki konversi pakan yang terbaik sebesar 1.57±0.02 (Karakatsouli et al. 2008) dan spektrum warna biru pada ikan nila memiliki konversi pakan yang terbaik sebesar 1.04±0.01 (Elsbaay 2013).

Pertumbuhan panjang total (PT) pada setiap perlakuan selama 56 hari pemeliharaan menunjukkan tingkat pertambahan PT yang positif, yaitu semakin lama masa pemeliharaan semakin meningkat pula pertumbuhan PT benih ikan botia (Gambar 2). Pada akhir pemeliharaan rata-rata pertumbuhan PT benih ikan botia tertinggi diperoleh perlakuan LED hijau yaitu 5.44 cm dan diikuti perlakuan LED merah sebesar 4.98 cm, perlakuan LED putih sebesar 4.93 cm, perlakuan LED biru sebesar 4.90 cm serta perlakuan kontrol negatif atau cahaya ruang sebesar 4.29 cm.

Gambar 2. Pertumbuhan panjang total (PT) rata-rata benih ikan botia C. macracanthus selama 56 hari masa pemeliharaan.

Sedangkan pertumbuhan panjang standar (PS) setiap perlakuan selama 56 hari pemeliharaan benih ikan botia (Gambar 3) menunjukkan pertambahan PS yang positif juga. Pada akhir pemeliharaan pertumbuhan PS yang tertinggi diperoleh pada perlakuan LED hijau sebesar 4.91 cm dan diikuti perlakuan LED

merah sebesar 4.38 cm, perlakuan LED putih sebesar 4.35 cm, perlakuan LED biru sebesar 4.31 cm serta perlakuan kontrol negatif atau cahaya ruang sebesar 3.73 cm.

Gambar 3. Pertumbuhan panjang standar (PS) rata-rata benih ikan botia C. macracanthus selama 56 hari masa pemeliharaan.

Selain pertumbuhan panjang benih ikan botia selama 56 hari pemeliharaan, pertumbuhan panjang mutlak pada panjang total (PT) dan panjang standar (PS) juga memberikan hasil yang berbeda secara signifikan. Pada Gambar 4 terlihat bahwa pertumbuhan panjang mutlak pada PT benih ikan botia berbeda secara signifikan antara perlakuan LED hijau dengan cahaya ruang (kontrol negatif), namun tidak berbeda nyata antar perlakuan LED putih (kontrol positif), LED merah dan LED biru. Pertumbuhan panjang mutlak pada panjang total (PT) pada perlakuan berturut-turut yaitu R (0.52±0.27 cm); P (0.96±0.37 cm); M (1.03±0.20 cm); H (1.69±0.11 cm) dan B (1.03±0.33 cm).

Gambar 4. Pertumbuhan panjang mutlak pada panjang total (PT) selama 56 hari pemeliharaan. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku dengan huruf berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji lanjut Tukey; p<0.05).

Kontrol Negatif LED Putih LED Merah LED Hijau LED Biru

Untuk pertumbuhan panjang mutlak pada panjang standar (PS) benih ikan botia terlihat bahwa perlakuan LED hijau memberikan hasil yang signifikan terhadap keempat perlakuan lainnya. Pertumbuhan panjang mutlak pada PS yang terbaik diperoleh pada perlakuan H yaitu sebesar 1.66±0.29 cm; kemudian diikuti oleh perlakuan B sebesar 0.94±0.32 cm, perlakuan M sebesar 0.93±0.18 cm; kemudian perlakuan P sebesar 0.90±0.28 cm dan perlakuan R sebesar 0.46±0.18 cm (Gambar 5).

Gambar 5. Pertumbuhan panjang mutlak pada panjang standar (PS) selama 56 hari pemeliharaan. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku dengan huruf berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji lanjut Tukey; p<0.05).

Kualitas Warna

Ikan botia merupakan ikan yang bernilai ekonomis penting dan banyak diminati karena daya tarik warnanya berbelang oranye dan hitam. Kriteria umum pada pemilihan ikan hias yang diminati oleh pasar meliputi ukuran, kualitas warna, dan jenis kelamin (Moorhead 2012). Kualitas warna menjadi indikator keindahan ikan hias. Kualitas warna pada penelitian ini meliputi penyesuaian skala warna TCF, keragaan warna secara visual dan jumlah sel kromatofor.

Pengamatan kualitas warna dengan skala warna TCF dilakukan oleh 10 panelis untuk melihat tingkat skoring warna pada perut, sirip dada dan sirip ekor. Berdasarkan pengamatan di akhir pemeliharaan, skor tertinggi pada perut benih ikan botia yaitu skor 3 yang dimiliki oleh perlakuan P (kontrol positif) dan perlakuan M (LED merah), skoring warna sirip dada dan sirip ekor yaitu skor 5 dan skor 4 diperoleh perlakuan M (LED merah) (Tabel 9).

Kontrol Negatif LED Putih LED Merah LED Hijau LED Biru

Tabel 9. Skoring warna oranye pada perut, sirip dada dan sirip ekor benih ikan botia C. macaracanthus Bleeker pada akhir pemeliharaan

Perlakuan Skoring Warna Oranye

Perut Sirip Dada Sirip Ekor R 1 (6) 2 (4) 3 (8) 4 (2) 1 (2) 2 (6) 3 (2) P 2 (7) 3 (3) 4 (10) 2 (2) 3 (8) M 1 (1) 2 (4) 3 (5) 4 (3) 5 (7) 3 (8) 4 (2) H 1 (6) 2 (4) 3 (4) 4 (6) 2 (3) 3 (7) B 1 (3) 2 (7) 3 (6) 4 (4) 1 (2) 2 (7) 3 (1)

Keterangan: R: (kontrol negatif) cahaya ruang; P: (kontrol positif) LED putih; M: LED merah; H: LED hijau; B: LED biru.

Setelah panelis memberikan penilaian terhadap skoring warna benih ikan botia, data skoring warna diubah menjadi rangking. Berdasarkan Tabel 9, warna oranye pada perut, sirip dada dan sirip ekor benih ikan botia memiliki rata-rata rangking skoring warna yang terbaik diperoleh perlakuan M sebesar 35.90, 42.20 dan 38.30 di antara perlakuan yang lain. Perlakuan spektrum cahaya LED memberikan pengaruh yang signifikan terhadap skoring warna perut, sirip dada dan sirip ekor benih ikan botia (uji Kruskall Wallis, p<0.05).

Kemudian perlakuan spektrum cahaya LED dilakukan uji lanjut Mann-Whitney U (p<0.05) dengan membandingkan antar perlakuan (Tabel 10). Hasil uji dilanjut nonparametrik pada rangking skoring warna perut diperoleh perlakuan M dan perlakuan P terdapat perbedaan yang nyata dengan perlakuan R, H dan B. Rangking skoring warna sirip dada pada perlakuan M memberikan pengaruh yang signifikan di antara perlakuan lainnya. Sedangkan rangking skoring warna sirip ekor pada perlakuan M memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan R, H dan B. Tetapi perlakuan P, M dan H tidak saling berpengaruh nyata terhadap rangking skoring warna sirip ekor benih ikan botia.

Tabel 10. Rata-rata rangking skoring warna perut, sirip dada dan sirip ekor benih ikan botia C. macracanthus Bleeker

Perlakuan Rata - rata rangking skoring warna

Perut Sirip dada Sirip ekor

R 16.90b 13.80c 15.70d

P 34.60a 31.00b 31.10c

M 35.90a 42.20a 38.30ac

H 16.90b 22.40c 28.90bc

B 23.20b 18.10c 13.50d

Keterangan: R: (kontrol negatif) cahaya ruang; P: (kontrol positif) LED putih; M: LED merah; H: LED hijau; B: LED biru. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji lanjut Mann-Whitney U; p<0.05).

Untuk melihat kualitas warna dilakukan juga pengecekan keragaan secara visual ikan botia dengan menggunakan aplikasi Adobe Photoshop CS4 pada akhir pemeliharaan. Keragaan secara visual memiliki nilai persentase sebesar 41.26±1.55% – 75.22±2.69% (Tabel 10). Penghitungan kualitas warna ini menggunakan tiga titik yang diamati pada contoh benih ikan botia yaitu bagian warna perut, sirip dada dan sirip ekor. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan spektrum cahaya LED berpengaruh nyata terhadap keragaan secara visual. Keragaan secara visual pada sirip dada dan sirip ekor dengan nilai persentase terbesar diperoleh pada perlakuan M sebesar 75.22±2.69% dan 67.87±3.89%. Perbandingan kualitas warna dari keragaan secara visual dapat dilihat pada Gambar 6. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan spektrum cahaya LED mampu meningkatkan performasi warna pada benih ikan botia.

Tabel 11. Hasil analisis kualitas warna benih ikan botia C. macracanthus Bleeker dengan aplikasi Adobe Photoshop CS4

Perlakuan Keragaan Warna Visual (%)

Perut Sirip Dada Sirip Ekor R 41.26±1.55a 63.54±0.90b 49.76±2.17b P 42.75±1.18a 66.52±2.99ab 61.58±6.93ab M 41.61±0.57a 75.22±2.69a 67.87±3.89a H 42.20±2.36a 72.65±5.78ab 63.23±5.64ab B 41.68±0.33a 70.94±5.39ab 53.39±6.14b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji lanjut Tukey; p<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku. R: (kontrol negatif) cahaya ruang; P: (kontrol positif) LED putih; M: LED merah; H: LED hijau; B: LED biru.

R (kontrol negatif) P (kontrol positif) M (LED merah)

H (LED hijau) B (LED biru)

Gambar 6. Hasil pengamatan kualitas warna benih ikan botia secara visual dari setiap perlakuan spektrum cahaya LED

Kualitas warna benih ikan botia juga dilihat dari jumlah sel kromatofor. Sel kromatofor atau sel pigmen ditemui di dermis, di lapisan atas atau stratum spongiosum dan di lapisan bawah atau stratum compactum (Roberts and Ellis 2012). Statum spongiosum merupakan jaringan longgar yang terdiri kolagen dan serat retikula serta berisikan sel pigmen atau kromatofor. Sedangkan stratum compactum terdiri dari jaringan kolagen yang menentukan struktur terang atau gelapnya kulit. Kapasitas warna dapat berubah dengan penyesuaian lingkungan, aktivitas seksual atau penyakit yang berkembang secara cepat di ikan dan menginduksi sebagai modulasi kontrol serta saling mempengaruhi daya absorpsi dan refleksi dari sel pigmen (Robert and Ellis 2012). Penyesuaian lingkungan berupa spektrum cahaya yang berbeda diduga akan mempengaruhi sel pigmen atau sel kromatofor serta mempengaruhi juga kualitas warna benih ikan botia.

Penghitungan jumlah sel kromatofor dilakukan pada akhir pemeliharaan. Jumlah sel kromatofor pada perlakuan spektrum cahaya LED berkisar 147-361 sel (Gambar 7). Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah sel kromatofor pada setiap perlakuan spektrum cahaya LED dan perhitungan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (p<0.05)(Lampiran 14). Hasil uji lanjut menunjukkan pada perlakuan M (LED merah) memberikan respons terbaik terhadap peningkatan jumlah rata-rata sel kromatofor sebanyak 361 sel. Perlakuan P (kontrol positif), H (LED hijau) dan B (LED biru) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata satu sama lain (p<0.05) dengan jumlah rata-rata sel kromatofor berturut-turut sebesar 238 sel, 243 sel dan 223 sel. Sedangkan perlakuan A (kontrol negatif) dengan menggunakan cahaya ruang yang berasal lampu tube memiliki pengaruh yang berbeda nyata dan memiliki nilai sel rata-rata kromatofor terendah sebesar 147 sel (p<0.05).

Gambar 7. Jumlah sel kromatofor benih ikan botia C. macracanthus Bleeker. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku dengan huruf berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji lanjut Tukey; p<0.05).

Jumlah sel kromatofor yang berbeda di setiap perlakuan diduga karena jumlah pakan yang dimakan ikan berbeda pula. Hal ini dikarenakan komponen utama pembentuk pigmen warna atau sel kromatofor adalah karotenoid yang tidak Kontrol Negatif LED Putih LED Merah LED Hijau LED Biru

mampu disintesis dari tubuh ikan dan hanya terpenuhi dari pakan. Pakan yang diberikan berupa cacing darah atau bloodworm memiliki kandungan pigmen karoten berupa astaxanthin sebesar 5.11 ng g-1 (Chittapun et al. 2013). Nilai efisiensi pakan yang terbaik diperoleh pada perlakuan M (LED merah) dan H (LED hijau) (Tabel 8) diduga mencerminkan banyaknya kandungan karoten yang dimakan benih ikan botia. Pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan botia akan terekspresi pada sel kromatofor. Perlakuan M (LED merah) diduga merupakan spektrum cahaya terbaik sehingga mempermudah benih ikan botia melihat pakan yang diberikan.

Hasil pengamatan histologi sel kromatofor benih ikan botia (Gambar 8). Sebelum pemberian perlakuan spektrum cahaya memiliki sel kromatofor yang sedikit dan menyebar. Sedangkan pada akhir pemeliharaan perlakuan spektrum cahaya terlihat sel kromatofor pada LED merah lebih banyak dan rapat dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga perlakuan spektrum cahaya LED merah yang memiliki kisaran panjang gelombang 550-700 nm dan puncak gelombang sebesar 625 nm mampu meminimalisir kerusakan potensial pada kandungan astaxanthin di pigmen ikan dari sinar ultaviolet dan tidak terjadi hidrolisis kandungan karotenoid. Kondisi di bawah cahaya yang terang akan menyebabkan sel kromatofor yang dibentuk dari karotenoid berupa astaxanthin terhidrolisis dari free astaxanthin menjadi turunan dengan satu asam lemak dan membentuk mono ester, sehingga sel kromatofor terlihat memudar (Tume et al. 2009).

Sebelum Perlakuan R(K-) P(K+)

M (LED Merah) H (LED Hijau) B (LED Biru) Gambar 8. Hasil pengamatan histologi sel kromatofor benih ikan botia C.

macracanthus Bleeker.

5 µm 5 µm 5 µm

5 µm 5 µm

4 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait