• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Mekanis Kayu Jabon

Sifat mekanis kayu jabon yang diuji adalah Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR). Nilai MOE kayu jabon berkisar antara 61866,46 – 81311,02 kg/cm2, sedangkan nilai MOR berkisar antara 574,05 – 845,22 kg/cm2. Nilai MOE dan MOR disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai MOE dan MOR kayu Jabon

MOE (kg/cm2) MOR (kg/cm2)

Kayu Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung

A 81311,02 73054,85 71874,66 845,22 600,06 618,72 B 65605,19 61866,46 67539,23 682,17 574,05 652,12 rata-rata 73458,11 67460,65 69706,95 763,70 587,06 635,42

SD 11105,70 7911,39 3065,61 115,29 18,39 23,62

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa nilai nilai rata-rata MOE yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 73458,11 kg/cm2 bagian pangkal, 67460,65 kg/cm2 bagian tengah dan 69706,95 kg/cm2 bagian ujung. Sedangkan nilai rata-rata MOR adalah sebesar 763,70 kg/cm2 bagian pangkal, 587,06 kg/cm2 bagian tengah dan 635,42 kg/cm2 bagian ujung. Rata-rata nilai MOE dan MOR disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Nilai MOE dan MOR yang paling tinggi dihasilkan pada bagian pangkal, diikut bagian ujung dan yang paling kecil adalah pada bagian tengah batang. Akan tetapi, saat dihitung menggunakan standar deviasi hasil yang didapat tetap sesuai dengan ketentuan yang ada pada bagian MOE, dimana nilai bagian pangkal sebesar 11105,70 kg/cm2 lebih besar dari pada bagian tengah dengan nilai sebesar 7911,39 kg/cm2 dan nilai bagian tengah juga lebih besar dari nilai bagian ujung yang sebesar 3065,61 kg/cm2. Sedangkan nilai standar deviasi yang terdapat pada bagian MOR, dimana nilai bagian pangkal sebesar 115,29 kg/cm2 lebih besar dari

0

Gambar 4. Nilai Rata-Rata MOE Kayu Jabon Berdasarkan Variasi Ketinggian

Gambar 5. Nilai Rata-Rata MOR Kayu Jabon Berdasarkan Variasi Ketinggian

22

pada bagian ujung dengan nilai sebesar 23,62 kg/cm2 dan nilai bagian ujung lebih tinggi dari nilai bagian tengah sebesar 18,39 kg/cm2 sama seperti nilai rata-ratanya.

Jika dibandingan dengan penelitian Cahyono et al. (2012) yang menggunakan kayu samama (Anthocephalus macrophylus) atau biasa disebut kayu jabon merah, nilai MOE yang dihasilkan sebesar 48750 kg/cm2 dengan standar deviasinya 8664 dan nilai MOR sebesar 519 kg/cm2 dengan standar deviasi sebesar 86. Maka nilai penelitian kayu jabon dalam penelitian ini lebih tinggi di bandingkan kayu samama. Nilai rata-rata MOE yang dihasilkan sebesar 70208,57 kg/cm2 dan nilai rata-rata MOR yang dihasilkan sebesar 662,06 kg/cm2 Tingginya nilai ini kemungkinan disebabkan perbedaan jenis kayu dan perbedaan tempat tumbuh.

Pada dasarnya kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan jenis kayu cepat tumbuh dan memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam terutama dari segi kekuatan kayu itu sendiri. Kayu jabon ini termasuk kedalam kelas kuat III – IV (Mulyana et al., 2010).

Dengan kelas kekuatan kayu berkisar antara III-IV kayu ini berpotensi sebagai bahan baku industry bahan bangunan non-kontruksi, produk biokomposit (kayu lapis, papan partikel, papan semen), korek api, konstruksi darurat yang ringan, maupun pulp (Pratiwi, 2003). Kayu jabon ini juga memiliki kualitas yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku industry bingkai kayu (Widiyanto dan Siarudin,2016).

Keawetan Alami Kayu

Pengujian keawetan alami kayu jabon yang dilakukan dengan cara uji kubur (grave yard test) selama 3 bulan dan dilihat penurunan berat kayu berdasarkan ketinggian pohon setiap bulannya. Nilai rata-rata penurunan berat kayu berkisar antara 52, 01 g – 19,76 g. Nilai selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Penurunan Berat Pada Kayu

Kayu Bulan I Bulan II Bulan III

Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung A 52,50 53,38 43,03 51,14 50,80 30,46 50,23 42,87 4,12 B 51,51 37,40 41,19 50,48 24,45 38,98 19,81 22,81 35,39 Rata2 52,01 45,39 42,11 50,81 37,63 34,72 35,02 32,84 19,76 SD 0,70 11,29 1,30 0,47 18,63 6,03 21,51 14,19 22,11

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa nilai rata-rata penurunan berat yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 45,95%bagian pangkal, 38,62% bagian tengah dan 32,19% bagian ujung. Rata-rata nilai penurunan berat ini disajikan

Gambar 6. Nilai Rata-rata Penurunan Berat Bulan I - III

Pangkal Tengah Ujung

24

Selain melihat nilai rata penurunan berat kayu, dilihat juga nilai rata-rata persentasi kehilangan berat pada masing-masing ketinggian pohon. Nilai persentasi kehilangan berat berkisar antara 0,76 - 90,59%. Nilai selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Persentasi Kehilangan Berat Kayu

Ketahanan alami kayu jabon ditunjukkan dengan nilai kehilangan berat kayu selama proses pengujian kayu terhadap serangan hama berupa rayap.

Kehilangan berat kayu jabon terhadap serangan rayap tanah berkisar antara 5,49 – 90,59%. Berdasarkan nilai rata-rata persentasi kehilangan berat kayu jabon termasuk dalam kelas awet V. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

0

Gambar 7. Nilai Rata-rata % Kehilangan Berat Bulan I-III

Pangkal Tengah Ujung

Sedangkan jika dibandingkan dengan penelitian Cahyono et al. (2012) persentasi kehilangan berat pada kayu samama terhadap serangan rayap tanah berkisar antara 3,33 – 6,98%. Pada nilai rata-rata yang diperoleh kayu samama

termasuk dalam kelas awet II berdasarkan standar SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dari segi keawetan alami yang terdapat pada kayu jabon ini tergolong tidak awet dan kayu tidak cocok atau tidak disarankan dipergunakan sebagai bahan bangunan. Haygreen dan Bowyer (1996), juga menambahkan apabila kayu secara alami dapat tahan terhadap serangan cendawan dan serangga disebabkan karena sebagian zat ekstraktif bersifat racun atau paling tidak menolak jamur pembusuk dan serangga. Hal ini lah yang bertolak belakang dengan kayu jabon yang sangat rendah tingkat ketahanannya terhadap serangan rayap tanah.

Sifat Fisis Kayu

Tabel 5. Data Rata-rata Dan Standar Deviasi Pengujian Sifat Fisis

Parameter Uji Satuan Rata-rata Standar Deviasi

Kadar Air % 9,35 0,83 diasumsikan bahwa peralihan musim. Manuhuwa (2007), menyatakan bahwa

26

musim sangat berpengaruh terhadap kadar air segar, pada musim penghujan kadar air akan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau.

Kadar air kayu jabon terdapat nilai rata-rata antara 10,60 – 8,10%. Dapat dilihat pada lampiran 3, bahwa nilai persen kadar air kayu tertinggi yang dihasilkan pada ulangan ke 3 kayu jabon dengan nilai 10,60%. Nilai persen kadar air terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 5 dengan nilai 8,10%. Nilai rata-rata persen kadar air yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 9,35%, serta standar deviasi yang terdapat dari persen kadar airnya sebesar 0,83%.

2. Kerapatan

Kerapatan kayu berhubungan dengan kadar air, dimana kayu dengan kadar air yang besar umumnya mempunyai berat jenis lebih rendah (Kasmudjo, 2010).

Kerapatan suatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun, rongga selnya, jumlah pori, kadar air yang terkandung didalamnya dan zat-zat ekstraktifnya. Berat kayu juga dipengaruhi oleh banyaknya pori dalam kayu.

Semakin banyak pori pada kayu, maka semakin ringan dan sebaliknya kayu yang kurang memiliki pori maka kayu tersebut akan semakin berat.

Kerapatan yang terdapat pada kayu jabon memiliki nilai berkisaran antara 0,50 – 0,62 g/cm³. Dapat dilihat bahwa nilai kerapatan kayu tertinggi yang dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1, 3, dan 4 dengan nilai 0,62 g/cm3. Nilai kerapatan terendah dihasilkan kayu jabon pada ulngan ke 6 dengan nilai 0,50 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 0,58 g/cm3, serta standar deviasi yang terlihat dari kerapatannya sebesar sebesar 0,47 g/cm3.

Namun nilai kerapatan Jabon pada posisi batang tersebut tidak berbeda jauh. Sebagaimana dikemukakan oleh Tsoumis dalam Risnasari (2008) bahwa variasi kerapatan diantara pohon pada jenis yang sama dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (seperti tanah, iklim, dan tempat tumbuh) dan keturunan (heredity).

3. Kembang Susut

Berdasarkan hasil penilitian Savitri et al. (2011) menunjukkan penyusutan kayu jabon arah tangensial lebih besar, dibandingkan bagian radial dan longitudinal. Kembang susut yang dihitung dari dimensi lebar masing-masing pada bagian kayu jabon antara lain, bidang tangensial dengan nilai berkisar antara 0,47 – 4,03%, radial dengan nilai berkisar antara 0,47 – 1,76% dan longitudinal dengan nilai berkisar antara 0 – 0,88%

Dapat dilihat bahwa nilai persen penyusutan dari arah tangensial yang tertinggi dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1 dengan nilai 4,03%, sedangkan nilai persen penyusutan dari arah tangensial yang terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 4 dengan nilai 0,47%. Pada arah radial nilai persen penyusutan yang tertinggi dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1 dengan nilai 1,76%, sedangkan nilai persen penyusutan dari arah radial yang terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 2 dan 4 dengan nilai 0,47%. Dapat dilihat juga bahwa nilai persen penyusutan dari arah longitudinal yang tertinggi dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 6 dengan nilai 0,88%, sedangkan nilai persen penyusutan dari arah longitudinal yang terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1, 3 dan 4 dengan nilai 0%. Hal ini sejalan dengan hasil penilitian Lempang (2014) pada jenis jabon merah yang menunjukan penyusutan terbesar pada arah tangensial

28

dengan rata-rata sebesar 1,37%, yang menyatakan bahwa penyusutan pada arah tangensial lebih besar dari pada penyusutan pada arah radial, biasanya mencapai 2 kali atau lebih.

Dokumen terkait