• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN KEAWETAN ALAMI BERDASARKAN VARIASI KETINGGIAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN KEAWETAN ALAMI BERDASARKAN VARIASI KETINGGIAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

i

SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN KEAWETAN ALAMI

BERDASARKAN VARIASI KETINGGIAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD RIZKY WIANSYAH 131201003

DEPERTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara

(2)

SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN KEAWETAN ALAMI

BERDASARKAN VARIASI KETINGGIAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD RIZKY WIANSYAH 131201003

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPERTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

i Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZKY WIANSYAH: SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN KEAWETAN ALAMI BERDASARKAN VARIASI KETINGGIAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq), dibimbing oleh RUDI HARTONO dan ARIF NURYAWAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – November 2017. Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan Hutan Tri Dharma, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan meliputi persiapan bahan baku, pengujian sifat mekanis, pengujian keawetan alami serta pengujian sifat fisis dan pengolahan data. nilai MOE tertinggi terdapat pada bagian pangkal dan yang terendah adalah bagian tengah pohon. Nilai MOR menunjukkan bahwa bagian pangkal pohon lebih besar dari pada bagian tengah pohon dan pada bagian tengah lebih besar dari pada bagian ujung pohon. Penurunan berat kayu terjadi pada semua sampel kayu yang disebabkan oleh hama yang menyerang kayu berupa rayap. Perhitungan dilakukan untuk mengetahui persentasi penurunan berat dan peningkatan kehilangan berat akibat serangan hama selama 3 bulan. Kelas keawetan dari kayu ini berada dikelas awet V dengan tingkat ketahanan kayu yang sangat rentan terhadap serangan hama. Sifat fisis guna sebagai data pendukung yang terdapat pada kayu jabon berupa kadar air yang memiliki nilai rata-rata sebesar 9,35%, kerapatan memiliki nilai rata-rata sebesar0,58 g/cm³ dan kembang susut memiliki bidang tangensial dengan nilai rata-rata 3,38%, longitudinal dengan nilai berkisar antara 0,29% dan radial dengan nilai berkisar antara 1,06%.

Kata kunci : Kayu Jabon, Sifat mekanis, Keawetan alami

(5)

i

ABSTRACT

MUHAMMAD RIZKY WIANSYAH: NATURAL MECHANICAL PROPERTIES AND TESTING FOR PROSPERITY BASED ON HIGH VARIATION OF WOOD JABON (Anthocephalus cadamba Miq), guided by RUDI HARTONO and ARIF NURYAWAN

This research was conducted in August - November 2017. Testing was carried out at the Tri Dharma Forest and Forest Products Technology Laboratory, Forestry Faculty, North Sumatra University, Medan. The method used in this study consists of several stages including raw material preparation, mechanical properties testing, natural durability testing and physical properties testing and data processing. the highest MOE value is found at the base and the lowest is the center of the tree. The MOR value indicates that the base of the tree is larger than the middle part of the tree and in the middle part is larger than the tip of the tree.

Decrease in wood weight occurs in all wood samples caused by pests that attack wood in the form of termites. Calculations were performed to determine the percentage of weight loss and increase in weight loss due to pest attacks for 3 months. The durability of this wood is in the durable class V with the level of durability of the wood which is very susceptible to pest attacks. Physical properties as supporting data found in Jabon wood in the form of water content which has an average value of 9.35%, density has an average value of 0.58 g / cm³ and shrinkage growth has a tangential field with an average value of 3 , 38%, longitudinal with values ranging from 0.29% and radial with values ranging from 1.06%.

Keywords: Jabon wood, mechanical properties, natural durability

ii Universitas Sumatera Utara

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Sifat Mekanis Dan Pengujian Keawetan Alami Berdasarkan Variasi Ketinggian Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)”.

Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai sifat mekanis kayu berdasarkan tempat tumbuh dan variasi ketinggian pohon kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) serta mengetahui nilai keawetan alami berdasarkan variasi ketinggian pohon.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Orang tua tercinta Suf Ikhwansyah., Amd dan Almh. Dra. Aliffah Harahap yang selalu memberi dukungan, doa dan kasih sayang serta memberi motivasi untuk tetap semangat dalam mewujudkan hasil penelitian ini.

2. Dr. Rudi Hartono., S.Hut., M.Si dan Arif Nuryawan., S.Hut., M.Si., Ph.D selaku pembimbing yang telah memberi masukan dan saran dalam pembuatan hasil penelitian selama ini.

3. Semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Kehutanan

4. Adik-adik tercinta Maulida Putri J, Muhammad Rifky Amalda dan Muhammad Ramadhana yang telah memberi motivasi dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

5. Teman-teman satu team penelitian Khairusaadah Capah, Ila Amalia, Ulfi Rahmi dan Muhammad Faisal Amar.

6. Teman-teman stambuk 2013 dan Martel Family kehutanan USU dan adik-adik Perum Anyelir XI yang juga memberi motivasi dan semangat.

(7)

i

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan oleh penulis.

Medan, Desember 2018

Muhammad Rizky Wiansyah

iv Universitas Sumatera Utara

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat penelitian ... 4

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Kayu Jabon ... 6

Sifat Fisis ... 8

Sifat Mekanis ... 9

Keawetan Alami ... 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

Persiapan Bahan Baku ... 14

Pengujian Sifat Mekanis ... 15

Pengujian Keawetan Alami ... 16

Pengujian Sifat Fisis ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Mekanis Kayu Jabon ... 20

Keawetan Alami Kayu ... 23

Sifat Fisis Kayu ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN

(9)

i

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. a. Ilustrasi Penebangan Pohon... 14

b. Pengambilan Bahan di Lapangan ... 14

2. a. Ilustrasi Sampel Yang di Potong ... 15

b. Pembuatan Sampel di Penggergajian ... 15

3. Pengujian Keawetan Alami ... 17

4. Nilai Rata-Rata MOE Kayu Jabon Berdasarkan Variasi Ketinggian.... 20

5. Nilai Rata-Rata MOE Kayu Jabon Berdasarkan Variasi Ketinggian.... 20

6. Nilai Rata-Rata Penurunan Berat Bulan I-III ... 23

7. Nilai Rata-Rata % Kehilangan Berat Bulan I-III ... 24

vi Universitas Sumatera Utara

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan

Berat Pada Uji Kubur (Grave Year Test) ... 16

2. Nilai MOE dan MOR kayu Jabon ... 20

3. Nilai Rata-Rata Penurunan Berat Pada Kayu... 23

4. Nilai Rata-Rata Persentasi Kehilangan Berat ... 24

5. Data Rata-rata Dan Standar Deviasi Pengujian Sifat Fisis ... 25

(11)

i

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Sifat Fisis Kayu Jabon ... 34 2. Gambar Kayu Saat Melakukan Uji Kubur (grave yard test) ... 35

viii

Universitas Sumatera Utara

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu merupakan hasil hutan primer yang memiliki keragaman jenis dan kelebihan masing-masing dengan berbagai manfaat seperti kontruksi ringan hingga perabotan rumah tangga. Namun, saat ini kualitas kayu yang berkualitas dari hutan alam semakin berkurang ketersediannya disebabkan penebangan liar, degradasi, kebakaran hutan, dan konversi lahan menjadi lahan perkebunan.

Penebangan yang semakin marak mengakibatkan penyebab masalah utama pada kerusakan hutan.

Berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan (2016) hasil hutan kayu adalah pengolahan kayu bulat dan/atau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Jenis barang-barang produksi hasil industri primer hasil hutan kayu antara lain kayu gergajian (sawn timber), serpih kayu (chipwood), bubur kayu (pulp), kayu lapis/triplek (plywood), vinir, dan LVL (laminated veneer lumber). Walaupun hingga tahun 2016 produksi vinir mencapai 793.587,61m3 atau mengalami penurunan dari produksi tahun 2015 yang mencapai 983.072,96m3, produksi kayu gergajian mencapai 1.765.080,49m3, pada tahun 2015 yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari produksi tahun 2014 yang sebelumnya hanya 1.458.623,77m3.

Pengembangan hutan masih menghadapi beberapa kendala antara lain kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan hutan tanaman. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengajak rakyat untuk bekerjasama mengembangkan hutan tanaman rakyat melalui penanaman jenis-jenis pohon

(13)

2

cepat tumbuh.Salah satu jenis tanaman hutan rakyat yang sedang marak dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini adalah kayu jabon (Anthocephalus cadamba) (Savitri et al., 2011).

Menurut penelitian Nair dan Sumardi (2000), jabon (A. cadamba) merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki prospek tinggi untuk hutan tanaman industri dan tanaman reboisasi (penghijauan) di Indonesia, karena pertumbuhannya yang sangat cepat, kemampuan beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat tumbuh, perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah, serta relatif bebas dari serangan hama dan penyakit yang serius. Keunggulan lain dari kayu jabon terletak pada tingkat kelurusan batangnya yang sangat bagus dengan batang bebas cabang sampai 60% serta lebih tahan terhadap penyakit (Martawijaya et al., 2005). Kayu jabon berpotensial sebagai bahan baku industri bahan bangunan non-konstruksi, produk biokomposit (kayu lapis, papan partikel, papan semen), papan, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak- anak, alas sepatu, korek api, konstruksi darurat yang ringan, cocok untuk pulp (Pratiwi 2003). Kayu ini juga memiliki kualitas yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku industri bingkai kayu (Widiyanto dan Siarudin, 2016).

Ada beberapa alasan yang menyebabkan tanaman ini lebih dipilih untuk dikembangkan, diantaranya yaitu kayu jabon yang merupakan tanaman cepat tumbuh, memiliki tingkat kesilindrisan batang yang cukup tinggi, mata kayunya relatif sedikit, dan memiliki sifat mekanis yang cukup baik untuk konstruksi ringan (kaso, usuk, reng, rangka jendela, dan lain-lain) (Mansur dan Tuheteru 2010).

(14)

Sifat-sifat kayu jabon menurut Savitri et al. (2011) antara lain adalah sifat fisis berupa kadar air dengan rata-rata 78,99%, berat jenis dengan rata-rata 0,34, kerapatan dengan rata-rata 0,43 g/cm3, MOE (Modulus of Elasticity) dengan rata- rata 65,1 x 102 kg/cm2 dan MOR (Modulus of Rupture) dengan rata-rata 631 kg/cm2. Sedangkan menurut Yani dan Marsoem (2009) menunjukkan nilai kadar air dengan rata-rata 93,76%, berat jenis dengan rata-rata 0,35, MOE dengan rata- rata 41,91 x 102 kg/cm2 dan MOR dengan rata-rata 265,87 kg/cm2. Sedangkan menurut Ridho (2015) menunjukkan angka yang lebih tinggi dengan kadar air rata-rata 127,41%, berat jenis dengan rata-rata 0,31, MOE dengan rata-rata 41,45 x 102 kg/cm2 dan MOR dengan rata-rata 424,54 kg/cm2. Namun pada dasarnya kayu-kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan jenis yang cepat tumbuh dan memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam terutama dari segi kekuatan (berat jenis rendah) dan keawetan. Kayu jabon mempunyai berat jenis 0,42 (0,29-0,56), kelas kuat III - IV, dan kelas awet V (Mulyana et al., 2010).

Walaupun penelitian sifat kayu jabon ini telah banyak dilakukan, akan tetapi terdapat variasi sifat-sifat kayu berdasarkan tempat tumbuhnya. Penelitian sifat kayu jabon akan berbeda dengan daerah lainnya seperti yang dilakukan oleh Yani dan Masroem (2009) di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dan Ridho (2015) di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Selain itu, variasi sifat-sifat kayu akan berbeda secara vertikal. Diduga bahwa sifat-sifat kayu jabon bagian pangkalnya akan berbeda dengan tengah maupun bagian ujungnya. Pengujian kayu juga tidak hanya dari sifat fisis maupun sifat mekanisnya saja, melainkan dari segi keawetannya juga perlu

(15)

4

dipertimbangkan, karena ketika tingkat keawetan kayu yang rendah akan terjadinya kerusakan kayu yang sangat nyata dirasakan. Hal yang paling sering terjadi adaalah akibat dari serangan hama berupa rayap yang merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan kayu secara fisik.

Berdasarkan penjelasan sifat-sifat diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Sifat Mekanis dan Pengujian Keawetan Alami Berdasarkan Variasi Ketinggian Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)”. Hal pembeda dari peneliti-peneliti yang lain adalah variasi tempat tumbuh yang berasal dari daerah berbeda dan faktor ketinggian. Dengan ini dapat menjadi pemicu untuk melakukan penelitian didaerah sekitar Medan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis sifat mekanis berdasarkan tempat tumbuh kayu jabon (A. cadamba) berdasarkan variasi ketinggian pohon.

2. Menganalisis keawetan alami kayu jabon (A. cadamba) dengan grave yard test (uji kubur) berdasarkan variasi ketinggian pohon.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun perindustrian tentang sifat mekanis dan keawetan alami kayu jabon (A. cadamba Miq.) berdasarkan variasi ketinggian.

(16)

Hipotesis

Kayu jabon (A. cadamba Miq.) memiliki sifat mekanis dan keawetan alami yang berbeda pada berbagai variasi ketinggian serta sifat fisis sebagai data pendukung.

(17)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Jabon

Kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) merupakan jenis kayu daun lebar yang pertumbuhannya sangat cepat, termasuk ke dalam famili Rubiaceae.

Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan panjang batang bebas cabang 30 m, diameter mencapai 160 cm, batang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1,50 m, kulit berwarna kelabu sampai coklat, sedikit beralur dangkal. Pertumbuhan riap sampai tanaman berumur 6 – 8 tahun adalah 7 cm/tahun dan akan menurun menjadi 3 cm/tahun sampai tanaman berumur 20 tahun. Tanaman jabon tumbuh di tanah aluvial lembab di pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa, tanah kering, di tanah liat, tanah lempung podsolik coklat, tanah tuf halus, atau tanah berbatu yang tidak sarang. Jabon memerlukan iklim basah sampai kemarau dengan tipe curah hujan A - D, mulai dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 1000 mdpl (Yudohartono, 2013).

Berdasarkan klasifikasinya, jabon termasuk ke dalam famili Rubiaceae (suku kopi-kopian). Ada dua jenis jabon yang ditanam petani di Indonesia, yaitu jabon merah (A. machropyllus) dan jabon putih (A. cadamba). Jabon merah umumnya dapat dijumpai di daerah Sulawesi dan Maluku yang dikenal dengan sebutan “samama” (sekarang dikenal dengan nama jabon merah karena kayunya berwarna merah). Nama lokal kayu jabon di negara lain,di antaranya: bangkal, kaatoan bangkal (Brunei); thkoow (Kamboja); kadam (India); cadamba, common

(18)

burr-flower tree (Inggris); sako (Laos); dan laran, selimpoh (Malaysia) (Krisnawati et al., 2011).

Jabon putih secara luas telah ditanam pada tahun 1930-an di Sabah, Malaysia; serta Jawa dan Kalimantan Timur, Indonesia. Hal ini umum dilakukan di India, serta direkomendasikan untuk penanaman di Afrika Barat. Jabon juga tumbuh baik di Kosta Rika, Puerto Rico, Venezuela, Taiwan, Suriname, dan Afrika Selatan. Di Indonesia, jabon telah dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Meskipun sebelumnya jabon telah ditanam di perkebunan komersial, namun jenis ini tidak diidentifikasi sebagai tanaman prioritas bagi petani atau masyarakat pada tahap awal diagnostik tentang domestikasi pohon di Asia Tenggara (Irawan dan Purwanto, 2015).

Namun seiring berjalnnya waktu, jenis pohon cepat tumbuh ini sekarang banyak disukai oleh masyarakat karena kemampuan adaptasi lingkungan yang luas serta keuntungan ekonomi. Jabon dianggap sebagai pilihan investasi yang ideal untuk perkebunan kayu atau hutan kemasyarakatan. Tinggi pohon jabon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang berkisar antara 100 – 160 cm dengan banir kecil hingga 2 m. Jabon bisa dipanen dalam 5 tahun ketika diameter mencapai 30 – 40 cm. Selain itu, jenis ini mudah tumbuh dan lebih tahan terhadap hama dibandingkan dengan jenis cepat tumbuh lainnya yang direkomendasikan untuk perkebunan dan kehutanan masyarakat, seperti sengon (Paraserianthes falcataria) dan gmelina (Gmelina arborea) (Mansur dan Tuheteru, 2010).

(19)

8 Sifat Fisis

Sifat fisis kayu yang diuji dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut yaitu kadar air, kerapatan, berat jenis, dan kembang susut.

a. Kadar Air

Kadar air adalah berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Kadar air kayu segar (fresh cutting) bisa mencapai lebih besar dari 100%. Kadar air dapat mempengaruhi kekuatan kayu.

Apabila terjadi penurunan kadar air maka kekuatan kayu akan meningkat.

Pengaruh penurunan kadar air terdapat sifat kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya dapat menentukan kadar air kayu. Dalam satu pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Manuhuwa, 2007).

b. Kerapatan

Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Air pada temperatur 4ºC mempunyai kerapatan sebesar 1 g/cm3. Oleh karena itu air pada temperatur tersebut dijadikan sebagai benda standar. Kerapatan air akan berkurang apabila temperaturnya dinaikkan, tetapi perubahannya sangat kecil, sehingga dapat diabaikan bila pengukuran dilakukan pada suhu kamar.

Kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun horizontal. Pada arah vertikal, bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki kerapatan rendah. Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor biologis. Pada arah horizontal, kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah. Kerapatan mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas,

(20)

penyusutan dan pengembangan, sifat mekanis, panas, sifat akustik, kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu selanjutnya (pengolahan, pengeringan, dan lain-lain) (Tsoumis, 1991).

c. Berat Jenis

Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisika kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dari kayu. Berat jenis digunakan untuk menerangkan masa suatu bahan persatuan volume. Berat jenis kayu adalah kerapatan kayu (yang didasarkan pada berat kering tanur dan volume segar) dibandingkan dengan kerapatan benda standar air yang nilainya 1 g/cm3, sehingga nilai dari berat jenis sama dengan kerapatan dengan tanpa satuan, selanjutnya dalam tulisan ini kita bahas sebagai berat jenis (Sucipto, 2009).

d. Kembang Susut

Penyusutan merupakan akibat kehilangan air pada kayu di bawah titik jenuh serat. Pengembangan adalah akibat dari penambahan kadar air kayu.

Kembang susut dimensi kayu tidak sama pada ketiga arahnya (radial, tangensial, dan longitudinal). Penyusutan arah longitudinal sering diabaikan karena persentasenya kecil biasanya berkisar antara 0,1 - 0,2% atau kurang dari 4%.

Penyusutan arah tangensial lebih besar daripada penyusutan arah radial dengan suatu faktor antara 1 sampai 3 berbanding 1 (Savitri et al., 2011).

Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar yang cenderung mengubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung

(21)

10

pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda (aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991). Dalam penggunan struktural, sifat mekanis merupakan kriteria pertama untuk pemilihan bahan yang akan digunakan.

Sifat mekanis yang diuji adalah sebagai berikut: modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), kekuatan tekan, kekerasan, ketahanan belah, dan rasio

poisson (Savitri et al., 2011).

a. Modulus of Elatisticity (MOE)

Menurut Haygreen et al. (2003) kekakuan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan dibawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan renggangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan. Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan regangan, defleksi dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjang dan ukuran balok serta MOE kayu itu sendiri. Makin tinggi MOE akan semakin kurang defleksi balok 11 atau gelagar dengan ukuran tertentu pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk (Hidayat 2012).

b. Modulus of Rupture (MOR)

Menurut Kollman dan Cote (1968) kekuatan lentur atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk ukuran kayu tersebut.

MOR dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan

(22)

lentur dengan menggunakan pengujian yang sama untuk MOE (Haygreen et al. 2003).

Keawetan Alami

Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai yang lama.

Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur pakainya (Priadi dan Pratiwi, 2014)

Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila konstruksi tersebut akan dipakai beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut diawetkan terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi meskipun suatu jenis kayu memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas awetnya rendah (Febrianto et al., 2014).

Keawetan kayu merupakan daya tahan kayu terhadap serangan faktor perusak biologis kayu (Tobing 1977). Keawetan alami kayu adalah ketahanan

(23)

12

kayu secara alami terhadap serangan organisme perusak kayu. Nilai keawetan alami kayu ditentukan oleh kelas awet kayu dengan pengujian berupa pengumpanan terhadap organisme perusak kayu. Salah satu parameter yang memengaruhi keawetan alami kayu adalah kandungan zat ekstraktif, meskipun tidak semua zat ekstraktif kayu beracun bagi organisme perusak kayu. Umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara et al., 2002). Pembentukan zat ekstraktif pada kayu dipengaruhi oleh umur kayu, umumnya antara umur pohon dengan keawetan kayu memiliki hubungan yang positif. Hal tersebut dikarenakan semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang terbentuk (Elsppat, 2007).

Tobing (1977) menyatakan bahwa terdapat dua cara pengujian keawetan alami kayu yaitu dengan uji kubur (grave yard test) dan uji laboratorium (laboratory test). Uji kubur dilakukan dengan cara contoh uji kayu dalam ukuran tertentu ditanam di lapangan dan diperiksa dalam jangka waktu tertentu untuk menentukan masa pakai serta kehilangan berat kayu tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian keawetan alami kayu dengan uji kubur berdasarkan umur kayu serta pada berbagai posisi kayu di pohon.

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – November 2017.

Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan Hutan Tri Dharma, Fakultas Kehuanan, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah chinsaw, meteran, kalifer, Universal Testing Mechine (UTM), oven, timbangan analitik, spidol, plastik, serta alat tulis pendukung lainnya.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu jabon putih (A. cadamba) usia 7 tahun yang tumbuh atau berasal dari Medan Johor sebagai

sampel penelitian.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan meliputi persiapan bahan baku, pengujian sifat fisis, pengujian sifat mekanis serta pengujian keawetan alami dan pengolahan data.

(25)

14 Persiapan Bahan Baku

Ujung 1m

Tinggi

Tengah Pohon

1m 7m

Pangkal 1m

Gambar 1.a. Ilustrasi Penebangan Pohon Jabon Gambar 1.b. Pengambilan bahan di lapangan

Pohon jabon yang sudah dipilih, ditebang pada ketinggian 40cm dari tanah, kemudian dipotong menjadi tiga bagian, yaitu pangkal sepanjang 1m, tengah sepanjang 1m dan ujung sepanjang 1m (Gambar 1). Pohon yang digunakan sebagai sampel sebanyak 2 batang. Uji sifat fisis dilakukan ulangan sebanyak 6 kali diambil secara acak guna sebagai data pendukung dan uji sifat mekanis kayu dengan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali serta uji keawetan alami dengan cara uji kubur dilakukan ulangan sebanyak 3 kali ulangan pada setiap bagian satu batang pohon. Potongan kayu jabon tersebut selanjutnya dikeringkan hingga satu bulan agar kadar air di dalam kayu menjadi kadar air kering udara.

Setelah pengambilan bahan baku dari lapangan, pada Gambar 2.a disajikan cara pembuatan sampel untuk mengukur sifat fisis dari penelitian yang mencakup bahan pengukuran kadar air, kerapatan, dan kembang susut berdimensi 2 cm x 2 cm x 2 cm sebanyak 6 kali ulangan.

(26)

2 x 2 x 30 cm

2 x 2 x 2 cm

Gambar 2.a. Ilustrasi sampel yang di potong Gambar 2.b. Pembuatan sampel di penggergajian

Pengujian Sifat Mekanis

Penentuan nilai MOE dan MOR yaitu pertama contoh uji bebas cacat disiapkan dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm (Gambar 2.a) sebanyak 3 ulangan di setiap bagiannya, kemudian dimensi lebar dan tebal contoh uji diukur menggunakan kalifer, lalu contoh uji diletakkan pada UTM dengan aksesoris pengujian lentur yang disiapkan sebelumnya dengan jarak sanggah 28 cm. Contoh uji diberikan beban secara perlahan dengan kecepatan pembebanan 1 mm/menit.

Dilakukan pencatatan defleksi yang terjadi setiap kelipatan beban dan beban maksimum pada contoh uji. Pengujian dinyatakan selesai apabila contoh uji telah rusak atau mencapai beban maksimum. Nilai MOE dan MOR dihitung dengan persamaan berikut:

(27)

16

MOE = 3 dan MOR = 3 P L

4 b h3 2 b h2 …………...(1)

Keterangan:

MOE = Modulus Elastisitas (kg/cm2) MOR = Modulus patah (kg/cm2) P = beban maksimum (kg)

∆p = perubahan beban yang digunakan(kg)

= perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) L = jarak sanggah (cm)

b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm)

Pengujian Keawetan Alami

Tabel 1. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan Berat Pada Uji Kubur (Grave Year Test)

Kehilangan Berat (%) Tingkat Ketahanan Kayu

0 Sangat Tahan

1-3 Tahan

4-8 Sedang

9-15 Tidak Tahan

>15 Rentan

Sumber: Suranto (2002) dalam Panggabean (2014)

Pengujian keawetan alami dilakukan untuk mengetahui ketahanan kayu terhadap serangan yang terjadi pada kayu yang diuji. Pengerjaan atau pengujian keawetan alami ini dengan cara uji kubur di bawah permukaan tanah sedalam 25 cm. Pengujian ini dilakukan pengecekan pada jangka waktu 3 minggu sekali selama 12 minggu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara sebelum di kubur dan sesudah di kubur.

(28)

Sampel

Gambar 3. Pengujian keawetan alami Keterangan:

: Areal penguburan sampel

: Pohon yang terdapat rayap disekitarnya : Sampel

Metode dari pengujian ini yaitu dengan cara disiapkan sampel berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm sebanyak 3 sampel dari tiap-tiap bagian kayu, serta diberi tanda menggunakan spidol permanen pada tiap sampel. Di oven terlebih dahulu dengan suhu 100ºC selama 24 jam, lalu di timbang untuk mengetahui ukuran awal sebelum dikubur. Setelah itu dilakukanlah penguburan kayu sedalam 25 cm dibawah permukaan tanah. Setelah 1 bulan sampel diangkat dari tanah, dicuci hingga bersih, di oven kembali dengan suhu dan waktu yang sama, lalu di timbang kembali apakah mengalami pengurangan berat atau tidak. Hal ini dilakukan terus menerus hingga 3 bulan.

Penurunan berat dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan hama berupa rayap. Menurut Subyanto (2000), biologi dan serangan serangga hama sangat erat dipengaruhi oleh faktor lainnya, yaitu iklim dan cuaca seperti temperatur dan kelembaban, yang berkaitan dengan pergiliran musim hujan dan kemarau. Rumus yang digunakan untuk mengetahui penurunan berat, yaitu:

(29)

18 PB =

……….………(2)

Keterangan:

PB = Penurunan berat (%) BAwal = Berat awal (g) BAkhir = Berat oven (g)

Pengujian Sifat Fisis

Sifat fisis yang diujikan pada sampel kayu meliputi kadar air, penyusutan, kerapatan, dan kembang susut. Pengujian sifat fisis dilakukan secara acak yang tanpa membedakan faktor ketinggian pohon. Contoh uji yang digunakan untuk pengujian kadar air, kerapatan, berat jenis dan kembang susut kayu berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm dengan dilakukan sebanyak 6 ulangan.

a. Kadar Air

Contoh uji ditimbang berat awalnya (BA), lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100ºC hingga beratnya konstan (BO). Nilai kadar air dihitung dengan persamaan berikut:

%KA =

………..……….………(3) Keterangan:

KA = Kadar air (%) BA = Berat awal (g) BO = Berat oven (g)

(30)

b. Kerapatan

Contoh uji ditimbang berat awal (m basah) dan diukur volume awal (V basah), lalu dimasukkan ke dalam oven 100ºC hingga konstan untuk

mendapatkan berat kering oven (m kering) dan volume kering oven (V kering).

Kerapatan diperoleh dengan persamaan berikut:

ρ basah =

dan ρ kering =

...…….(4) Keterangan:

ρ = Kerapatan (g/cm3) m basah = Berat awal (g) m kering = Berat kering oven (g) V basah = Volume awal (cm3) V kering =Volume kering oven (cm3)

c. Kembang Susut

Penyusutan yang diuji pada penelitian ini adalah penyusutan dimensi lebar pada masing-masing bidang pengamatan yaitu bidang tangensial, radial dan arah longitudinal dari kondisi basah ke kering oven. Pengukuran dimensi dilakukan menggunakan kalifer. Besarnya penyusutan masing-masing bidang untuk seluruh kondisi dihitung dengan rumus:

% Penyusutan =

…….………..(5)

Keterangan:

Di1 = Dimensi awal (mm) Di2 = Dimensi akhir (mm)

i = Arah tangensial, radial, dan longitudinal

(31)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Mekanis Kayu Jabon

Sifat mekanis kayu jabon yang diuji adalah Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR). Nilai MOE kayu jabon berkisar antara 61866,46 – 81311,02 kg/cm2, sedangkan nilai MOR berkisar antara 574,05 – 845,22 kg/cm2. Nilai MOE dan MOR disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai MOE dan MOR kayu Jabon

MOE (kg/cm2) MOR (kg/cm2)

Kayu Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung

A 81311,02 73054,85 71874,66 845,22 600,06 618,72 B 65605,19 61866,46 67539,23 682,17 574,05 652,12 rata-rata 73458,11 67460,65 69706,95 763,70 587,06 635,42

SD 11105,70 7911,39 3065,61 115,29 18,39 23,62

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa nilai nilai rata-rata MOE yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 73458,11 kg/cm2 bagian pangkal, 67460,65 kg/cm2 bagian tengah dan 69706,95 kg/cm2 bagian ujung. Sedangkan nilai rata-rata MOR adalah sebesar 763,70 kg/cm2 bagian pangkal, 587,06 kg/cm2 bagian tengah dan 635,42 kg/cm2 bagian ujung. Rata-rata nilai MOE dan MOR disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

(32)

Nilai MOE dan MOR yang paling tinggi dihasilkan pada bagian pangkal, diikut bagian ujung dan yang paling kecil adalah pada bagian tengah batang. Akan tetapi, saat dihitung menggunakan standar deviasi hasil yang didapat tetap sesuai dengan ketentuan yang ada pada bagian MOE, dimana nilai bagian pangkal sebesar 11105,70 kg/cm2 lebih besar dari pada bagian tengah dengan nilai sebesar 7911,39 kg/cm2 dan nilai bagian tengah juga lebih besar dari nilai bagian ujung yang sebesar 3065,61 kg/cm2. Sedangkan nilai standar deviasi yang terdapat pada bagian MOR, dimana nilai bagian pangkal sebesar 115,29 kg/cm2 lebih besar dari

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000

Pangkal Tengah Ujung

kg/cm2

Gambar 4. Nilai Rata-Rata MOE Kayu Jabon Berdasarkan Variasi Ketinggian

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

Pangkal Tengah Ujung

kg/cm2

Gambar 5. Nilai Rata-Rata MOR Kayu Jabon Berdasarkan Variasi Ketinggian

(33)

22

pada bagian ujung dengan nilai sebesar 23,62 kg/cm2 dan nilai bagian ujung lebih tinggi dari nilai bagian tengah sebesar 18,39 kg/cm2 sama seperti nilai rata- ratanya.

Jika dibandingan dengan penelitian Cahyono et al. (2012) yang menggunakan kayu samama (Anthocephalus macrophylus) atau biasa disebut kayu jabon merah, nilai MOE yang dihasilkan sebesar 48750 kg/cm2 dengan standar deviasinya 8664 dan nilai MOR sebesar 519 kg/cm2 dengan standar deviasi sebesar 86. Maka nilai penelitian kayu jabon dalam penelitian ini lebih tinggi di bandingkan kayu samama. Nilai rata-rata MOE yang dihasilkan sebesar 70208,57 kg/cm2 dan nilai rata-rata MOR yang dihasilkan sebesar 662,06 kg/cm2 Tingginya nilai ini kemungkinan disebabkan perbedaan jenis kayu dan perbedaan tempat tumbuh.

Pada dasarnya kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan jenis kayu cepat tumbuh dan memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam terutama dari segi kekuatan kayu itu sendiri. Kayu jabon ini termasuk kedalam kelas kuat III – IV (Mulyana et al., 2010).

Dengan kelas kekuatan kayu berkisar antara III-IV kayu ini berpotensi sebagai bahan baku industry bahan bangunan non-kontruksi, produk biokomposit (kayu lapis, papan partikel, papan semen), korek api, konstruksi darurat yang ringan, maupun pulp (Pratiwi, 2003). Kayu jabon ini juga memiliki kualitas yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku industry bingkai kayu (Widiyanto dan Siarudin,2016).

(34)

Keawetan Alami Kayu

Pengujian keawetan alami kayu jabon yang dilakukan dengan cara uji kubur (grave yard test) selama 3 bulan dan dilihat penurunan berat kayu berdasarkan ketinggian pohon setiap bulannya. Nilai rata-rata penurunan berat kayu berkisar antara 52, 01 g – 19,76 g. Nilai selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Penurunan Berat Pada Kayu

Kayu Bulan I Bulan II Bulan III

Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung A 52,50 53,38 43,03 51,14 50,80 30,46 50,23 42,87 4,12 B 51,51 37,40 41,19 50,48 24,45 38,98 19,81 22,81 35,39 Rata2 52,01 45,39 42,11 50,81 37,63 34,72 35,02 32,84 19,76 SD 0,70 11,29 1,30 0,47 18,63 6,03 21,51 14,19 22,11

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa nilai rata-rata penurunan berat yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 45,95%bagian pangkal, 38,62% bagian tengah dan 32,19% bagian ujung. Rata-rata nilai penurunan berat ini disajikan pada Gambar 6.

0 10 20 30 40 50 60

Bulan 1 Bulan II Bulan III

Penurunan berat (g)

Gambar 6. Nilai Rata-rata Penurunan Berat Bulan I - III

Pangkal Tengah Ujung

(35)

24

Selain melihat nilai rata-rata penurunan berat kayu, dilihat juga nilai rata- rata persentasi kehilangan berat pada masing-masing ketinggian pohon. Nilai persentasi kehilangan berat berkisar antara 0,76 - 90,59%. Nilai selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Persentasi Kehilangan Berat Kayu

% Kehilangan Berat

Bulan I Bulan II Bulan III

A Pangkal 1,22 3,78 5,49

Tengah 0,76 5,55 20,3

Ujung 1,78 30,47 90,59

B Pangkal 1,3 3,27 62,04

Tengah 2,4 36,19 40,47

Ujung 1,81 7,07 15,63

Ketahanan alami kayu jabon ditunjukkan dengan nilai kehilangan berat kayu selama proses pengujian kayu terhadap serangan hama berupa rayap.

Kehilangan berat kayu jabon terhadap serangan rayap tanah berkisar antara 5,49 – 90,59%. Berdasarkan nilai rata-rata persentasi kehilangan berat kayu jabon termasuk dalam kelas awet V. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

0 10 20 30 40 50 60

Bulan 1 Bulan II Bulan III

Kehilangan berat (%)

Gambar 7. Nilai Rata-rata % Kehilangan Berat Bulan I-III

Pangkal Tengah Ujung

(36)

Sedangkan jika dibandingkan dengan penelitian Cahyono et al. (2012) persentasi kehilangan berat pada kayu samama terhadap serangan rayap tanah berkisar antara 3,33 – 6,98%. Pada nilai rata-rata yang diperoleh kayu samama

termasuk dalam kelas awet II berdasarkan standar SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dari segi keawetan alami yang terdapat pada kayu jabon ini tergolong tidak awet dan kayu tidak cocok atau tidak disarankan dipergunakan sebagai bahan bangunan. Haygreen dan Bowyer (1996), juga menambahkan apabila kayu secara alami dapat tahan terhadap serangan cendawan dan serangga disebabkan karena sebagian zat ekstraktif bersifat racun atau paling tidak menolak jamur pembusuk dan serangga. Hal ini lah yang bertolak belakang dengan kayu jabon yang sangat rendah tingkat ketahanannya terhadap serangan rayap tanah.

Sifat Fisis Kayu

Tabel 5. Data Rata-rata Dan Standar Deviasi Pengujian Sifat Fisis

Parameter Uji Satuan Rata-rata Standar Deviasi

Kadar Air % 9,35 0,83

Kerapatan g/cm³

a. BA 0,59 0,05

b. BO 0,59 0,05

Kembang Susut %

a. Tangensial 3,38 1,98

b. Longitudinal 0,29 0,36

c. Radial 1,06 0,52

1. Kadar Air

Variasi kadar air pada hasil penilitian yang tidak terlalu berbeda diasumsikan bahwa peralihan musim. Manuhuwa (2007), menyatakan bahwa

(37)

26

musim sangat berpengaruh terhadap kadar air segar, pada musim penghujan kadar air akan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau.

Kadar air kayu jabon terdapat nilai rata-rata antara 10,60 – 8,10%. Dapat dilihat pada lampiran 3, bahwa nilai persen kadar air kayu tertinggi yang dihasilkan pada ulangan ke 3 kayu jabon dengan nilai 10,60%. Nilai persen kadar air terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 5 dengan nilai 8,10%. Nilai rata-rata persen kadar air yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 9,35%, serta standar deviasi yang terdapat dari persen kadar airnya sebesar 0,83%.

2. Kerapatan

Kerapatan kayu berhubungan dengan kadar air, dimana kayu dengan kadar air yang besar umumnya mempunyai berat jenis lebih rendah (Kasmudjo, 2010).

Kerapatan suatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun, rongga selnya, jumlah pori, kadar air yang terkandung didalamnya dan zat-zat ekstraktifnya. Berat kayu juga dipengaruhi oleh banyaknya pori dalam kayu.

Semakin banyak pori pada kayu, maka semakin ringan dan sebaliknya kayu yang kurang memiliki pori maka kayu tersebut akan semakin berat.

Kerapatan yang terdapat pada kayu jabon memiliki nilai berkisaran antara 0,50 – 0,62 g/cm³. Dapat dilihat bahwa nilai kerapatan kayu tertinggi yang dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1, 3, dan 4 dengan nilai 0,62 g/cm3. Nilai kerapatan terendah dihasilkan kayu jabon pada ulngan ke 6 dengan nilai 0,50 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan yang terdapat pada kayu jabon adalah sebesar 0,58 g/cm3, serta standar deviasi yang terlihat dari kerapatannya sebesar sebesar 0,47 g/cm3.

(38)

Namun nilai kerapatan Jabon pada posisi batang tersebut tidak berbeda jauh. Sebagaimana dikemukakan oleh Tsoumis dalam Risnasari (2008) bahwa variasi kerapatan diantara pohon pada jenis yang sama dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (seperti tanah, iklim, dan tempat tumbuh) dan keturunan (heredity).

3. Kembang Susut

Berdasarkan hasil penilitian Savitri et al. (2011) menunjukkan penyusutan kayu jabon arah tangensial lebih besar, dibandingkan bagian radial dan longitudinal. Kembang susut yang dihitung dari dimensi lebar masing-masing pada bagian kayu jabon antara lain, bidang tangensial dengan nilai berkisar antara 0,47 – 4,03%, radial dengan nilai berkisar antara 0,47 – 1,76% dan longitudinal dengan nilai berkisar antara 0 – 0,88%

Dapat dilihat bahwa nilai persen penyusutan dari arah tangensial yang tertinggi dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1 dengan nilai 4,03%, sedangkan nilai persen penyusutan dari arah tangensial yang terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 4 dengan nilai 0,47%. Pada arah radial nilai persen penyusutan yang tertinggi dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1 dengan nilai 1,76%, sedangkan nilai persen penyusutan dari arah radial yang terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 2 dan 4 dengan nilai 0,47%. Dapat dilihat juga bahwa nilai persen penyusutan dari arah longitudinal yang tertinggi dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 6 dengan nilai 0,88%, sedangkan nilai persen penyusutan dari arah longitudinal yang terendah dihasilkan kayu jabon pada ulangan ke 1, 3 dan 4 dengan nilai 0%. Hal ini sejalan dengan hasil penilitian Lempang (2014) pada jenis jabon merah yang menunjukan penyusutan terbesar pada arah tangensial

(39)

28

dengan rata-rata sebesar 1,37%, yang menyatakan bahwa penyusutan pada arah tangensial lebih besar dari pada penyusutan pada arah radial, biasanya mencapai 2 kali atau lebih.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sifat mekanis yang terdapat pada kayu jabon (A. cadamba Miq.), nilai MOE tertinggi terdapat pada bagian pangkal dan yang terendah adalah bagian tengah pohon. Seharusnya ketentuan nilai MOE teringgi berada dibagian pangkal dan dibagian ujung adalah nilai terendahnya. Namun setelah dihitung dari sisi standar deviasinya, nilai MOE pada bagian pangkal lebih besar dari bagian tengah pohon dan nilai pada bagian tengah lebih besar dari nilai pada bagian ujung pohon. Hal serupa yang didapat pada nilai MOR, menunjukkan bahwa bagian pangkal pohon lebih besar dari pada bagian tengah pohon dan pada bagian tengah lebih besar dari pada bagian ujung pohon.

2. Dari penurunan berat kayu jabon tiap bulannya menunjukkan bahwa penurunan berat kayu terjadi pada semua sampel kayu yang disebabkan oleh hama yang menyerang kayu berupa rayap. Terlihat perbedaan grafik yang terjadi pada keawetan alami kayu jabon sebelum ditanam hingga penanaman kayu bulan ke III tergolong sangat signifikan terjadi penurunan berat, serta meningkatkan pesentasi kehilangan berat. Perhitungan dilakukan untuk mengetahui persentasi penurunan berat dan peningkatan kehilangan berat akibat serangan hama selama 3 bulan. Kelas keawetan dari kayu ini berada dikelas awet V dengan tingkat ketahanan kayu yang sangat rentan terhadap serangan hama.

3. Sedangkan sifat fisis guna sebagai data pendukung yang terdapat pada kayu jabon berupa kadar air yang memiliki nilai rata-rata sebesar 9,35%, kerapatan memiliki nilai rata-rata sebesar0,58 g/cm³ dan kembang susut memiliki bidang

(41)

30

tangensial dengan nilai rata-rata 3,38%, longitudinal dengan nilai berkisar antara 0,29% dan radial dengan nilai berkisar antara 1,06%.

Saran

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dari segi kekuatan kayu serta keawetan alami yang terdapat pada kayu jabon (A. cadamba Miq.), ini tergolong tidak awet dan kayu tidak cocok atau tidak disarankan dipergunakan sebagai bahan utama bangunan konstruksi.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Material. 2002. Standard Method of Testing Small Clear Specimens of Timber. ASTM D-143.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pengujian Keawetan Alami Kayu Terhadap Rayap SNI 01-7207-2006. Jakarta: BSN.

Cahyono. TD, Ohorella. S, Febrianto. F (2012). Beberapa Sifat Kimia dan Keawetan Alami Kayu Samama (Anthocephalus macrophylus Roxb.) Terhadap Rayap Tanah. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis. Vol.10, No.2. IPB Press, Bogor.

Cahyono. TD, Ohorella. S, Febrianto. F (2012). Sifat Fisis Dan Mekanis Kayu Samama. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis. Vol.10, No.1.

Kepulauan Maluku.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2016. Statistik Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Elsppat T. 2007. Pengawetan Kayu dan Bambu. Jakarta (ID): Dinamika Media.

Febrianto F, Gumilang A, Carolina A, Yoresta FS. 2014. Distribusi bahan pengawet larut air pada kayu diawetkan secara sel penuh dan sel kosong.

IPB Press, Bogor.

Haygreen, JG. dan JL. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar Terjemahan Hadikusumo, S. A dan Prawirohatmodjo, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Haygreen JG, R Shmulsky, and JL Bowyer. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.

Hidayat, R. 2012. Perbaikan Kualitas Sifat Mekanis Jenis Kayu Cepat Tumbuh (Anthocephalus cadamba Miq.) Dengan Metode Pemadatan. Fakultas Kehutanan, IPB Press, Bogor.

Irawan U.S dan Purwanto E. 2015. Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) dan Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus) untuk Rehabilitasi Lahan Masyarakat: Usaha Perbaikan Teknik Perbanyakan secara Lokal. Bogor.

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Krisnawati H, K Maarit, dan K Markku. 2011. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. http://www.cifor.org (7 Oktober 2016).

Lempang M. 2014. Sifat Dasar dan Potensi Kegunaan Kayu Jabon Merah. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.2. Hal 163 – 175.

Mansur I dan FD Tuheteru. 2010. Kayu Jabon. Bogor: Penebar Swadaya.

(43)

32

Manuhuwa E. 2007. Kadar Air Dan Berat Jenis Pada Posisi Aksial Dan Radial Kayu Sukun (Arthocarpus communis, J.R dan G.Frest). Universitas Pattimura Ambon, Maluku.

Martawijaya, A.,Kartasujana, I.,Mandang, Y.I.,Prawira, S.A., Kadir, K. 2005.

Atlas Kayu Indonesia Edisi II. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Mulyana, D.C., Asmarahman dan Fahmi, I. 2010. Bertanam Jabon. Agro Media.

Jakarta.

Nair, K.S.S dan Sumardi 2000. Insect Pests and Diseases of Major Plantation Species. Dalam: Nair, K.S.S. (ed.) Insect pests and diseases in Indonesian forests: an assessment of the major treats, research efforts and literature.

CIFOR, Bogor, Indonesia.

Panggabean, AR. 2014. Asap Cair Limbah Cangkang Kemiri Sebagai Pengawet Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen). USU Press, Medan.

Pratiwi. 2003. Prospek Pohon Jabon untuk Pengembangan Hutan Tanaman.

Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 4(1):61-66.

Priadi T dan G. A. Pratiwi. 2014. Sifat Keawetan Alami dan Pengawetan Kayu Mangium, Manii dan Sengon secara Rendaman Dingin dan Rendaman Panas Dingin. IPB Press, Bogor.

Ridho, M.R. 2015. Variasi Aksial Dan Radial Sifat Fisika Dan Mekanika Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Yang Telah Tumbuh Di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Risnasari, I. 2008. Kajian Sifat Fisis Kayu Sengon Pada Berbagai Bagian Dan Posisi Batang. USU e-Repository. Medan.

Savitri R.L, Nugroho N, dan Karlinasari L. 2011. Pengujian Sifat Fisis Dan Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.). IPB Press, Bogor.

Subyanto. 2000. Ilmu Hama Hutan. Buku. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

297 hlm.

Sucipto T. 2009. Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu. Teknologi Hasil Hutan, USU Press, Medan.

Tobing TL. 1977. Pengawetan Kayu. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York: Van Nostrand Reinhold.

Widiyanto, A. dan Siarudin M. 2016. Kajian Kualitas Kayu Jabon (Antochepalus cadamba Miq) Sebagai Bahan Baku Bingkai Kayu (Studi Kasus di PT

(44)

Daisen Wood Frame, Bogor). Balai Penelitian Teknologi Agroforestry.

Ciamis

Wistara IN, Rachmansyah R, Denes F, Young RA. 2002. Ketahanan 10 Jenis Kayu Tropis-Plasma CF4 Terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cyanocephalus Light). Jurnal Teknologi Hasil Hutan. 15(2): 48-56.

Yani, A., & S.N. Marsoem. (2009). Variasi Aksial dan Radial Sifat Fisika dan Mekanika dan Struktur Anatomi Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dari Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Yogyakarta.

Yudohartono T.P. 2013. Karakteristik Pertumbuhan Jabon Dari Provenan Sumbawa Pada Tingkat Semai Dan Setelah Penanaman. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

(45)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Sifat Fisis Kayu Jabon Kadar Air (KA)

Sebelum dioven

Sesudah

dioven % KA

4.73 4.31 9.7

5.14 4.69 9.5

5.42 4.9 10.6

4.83 4.42 9.3

5.75 5.32 8.1

5.33 4.89 8.9

rata-rata 9.35

SD 0.833667

Kerapatan (KR)

m basah V basah ρ basah m kering V kering ρ kering

u1 5.67 9.04 0.62 5.24 8.2 0.63

u2 5.57 9.7 0.57 5.14 8.82 0.58

u3 5.62 9,02 0.62 5.25 8.4 0.62

u4 5.79 9.24 0.62 5.31 8.61 0.61

u5 5.38 9.24 0.58 4.92 8.6 0.57

u6 4.88 9.7 0.5 4.45 8.82 0.5

rata-rata 0.585 0.585

SD 0.047223 0.047645

Kembang Susut (KS)

u1 u2 u3 u4 u5 u6 rata-

rata SD Tangensial

Di1 2.23 2.26 2.39 2.12 2.17 2.19 Di2 2.14 2.13 2.27 2.11 2.15 2.12

%Penyusuta

n 4.03 5.75 5.02 0.47 1.82 3.19 3.38 1.9 8 Radial

Di1 2.26 2.12 2.14 2.12 2.25 2.14 Di2 2.22 2.11 2.11 2.11 2.22 2.12

%Penyusuta

n 1.76 0.47 1.40 0.47 1.33 0.93 1.06 0.5 2 Longitudinal

Di1 2.11 2.23 2.28 2.32 2.14 2.27 Di2 2.11 2.22 2.28 2.32 2.13 2.25

%Penyusuta

n 0 0.45 0 0 0.46 0.88 0.29 0.3

6

(46)

Lampiran 2. Gambar Kayu Saat Melakukan Uji Kubur (grave yard test)

Sampel A Sebelum Penguburan Sampel B Sebelum Penguburan Tengah – Pangkal – Ujung Ujung – Tengah - Pangkal

Sampel A Bulan I Pasca Tanam Sampel B Bulan I Pasca Tanam Ujung – Tengah – Pangkal Ujung – Tengah - Ujung

(47)

Sampel A Bulan II Pasca Tanam Sampel B Bulan II Pasca Tanam Pangkal – Tengah - Ujung Pangkal – Tengah - Ujung

Sampel A Bulan III Pasca Tanam Sampel B Bulan III Pasca Tanam Pangkal – Tengah - Ujung Tengah – Ujung - Pangkal

Gambar

Gambar 1.a. Ilustrasi Penebangan Pohon Jabon     Gambar 1.b. Pengambilan bahan di lapangan
Gambar 2.a. Ilustrasi sampel yang di potong          Gambar 2.b. Pembuatan sampel di penggergajian
Gambar 5. Nilai Rata-Rata MOR Kayu Jabon Berdasarkan  Variasi Ketinggian
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Penurunan Berat Pada Kayu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, cara transmisi putaran atau daya yang lain dapat diterapkan, dimana sebuah sabuk luwes atau rantai dibelitkan sekeliling puli atau sproket pada poros.. Transmisi

Dari hasil simulasi menggunakan Evolutionary Programming didapatkan hasil penempatan Node B HSDPA dengan nilai fitness sebesar 55329, ini berarti sistem dapat meng-cover 85.66%

Aset tetap dan persediaan Perusahaan dan Anak Perusahaan, telah diasuransikan terhadap risiko kebakaran dan risiko lainnya berdasarkan suatu paket polis tertentu dengan

Memberikan perlindungan hukum terhadap Korban tindak pidana pencabulan terhadap Anak perlu merumuskan kembali pasal-pasal yang secara khusus menjelaskan tentang

Kegiatan visualisasi Peta Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) di wilayah Kelurahan Lowokwaru berbasiskan mobile SIG dilakukan menggunakan data spasial berupa

Pengujian aplikasi menunjukkan bahwa aplikasi Pengenalan Kerangka dan Organ Tubuh dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kebutuhan yang telah diusulkan pada

Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk merancang bangun sistem informasi berbasis web guna memudahkan dalam hal mengakses informasi yang berhubungan

Oleh karena itu, penulis ingin mencoba merancang sistem informasi pemesanan tiket bus secara online dan dukungan teknologi berbasis web diharapkan dapat mempermudah