• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Pendahuluan

Hasil uji nilai kisaran (Range finding test) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus) pada deretan konsentrasi yang diuji. Berdasarkan respon mortalitas selama pengamatan 48 jam dapat ditentukan nilai ambang batas atas (N) dan ambang batas bawah (n) HgCl2 terhadap ikan Nila (Oreochromis niloticus) masing masing sebesar 10 mgL-1 HgCl2 dan 0.1 mgL-1 HgCl2 Tabel 2 menunjukkan persentase mortalitas kumulatif ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada konsentrasi yang berbeda selama 48 jam waktu pemaparan.

Tabel 2 Data mortalitas ikan nila pada uji nilai kisaran

Konsentrasi HgCl2 (mgL-1)

Jumlah ikan (Ekor)

Mortalitas Ikan Pada Jam Ke- (%)

0 6 12 24 36 48 A1 0 10 0 0 0 0 0 0 A2 10 0 0 0 0 0 0 B1 0,01 10 0 0 0 10 10 10 B2 10 0 0 0 0 0 0 C1 0,1 10 0 0 0 0 0 0 C2 10 0 0 0 0 0 0 D1 1 10 0 0 0 40 50 50 D2 10 0 0 0 0 10 10 E1 10 10 0 100 100 100 100 100 E2 10 0 100 100 100 100 100

17 0 25 50 75 100 0 12 24 48 72 96 Mortalitas (%)

Waktu Pemaparan (jam)

Mortalitas kumulatif ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada jam ke 24 dengan konsentrasi 1 mgL-1 HgCl2 adalah sebesar 40% dan meningkat menjadi 50% pada jam ke 36 dan 48. Mortalitas kumulatif ikan Nila (Oreochromis niloticus) 100% terjadi pada konsentrasi 10 mgL-1 HgCl2 dimulai sejak pengamatan pada jam ke 6. Pada perlakuan kontrol (0 mgL-1HgCl2) tidak ditemukan kematian ikan.

Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut diamati selama 96 jam dengan konsentrasi yang diperoleh berdasarkan analisis uji nilai kisaran. Konsentrasi HgCl2 yang digunakan pada uji toksisitas akut yaitu perlakuan A 0.37 mgL-1 HgCl2 (0.273 mgL--1 Hg), perlakuan B 1.64 mgL--1 HgCl2 (0.742 mgL-1 Hg), perlakuan C 3.15 mgL-1 HgCl2 (2.331 mgL-1 Hg) dan perlakuan D 9.92 mgL-1 HgCl2 (7.34 mgL-1 Hg). Pengamatan respon mortalitas dilakukan pada jam ke- 12, 24, 48, 72, dan 96 jam setelah pemaparan HgCl2 (Gambar 5)

Gambar 5 Mortalitas kumulatif ikan nila (Oreochromis niloticus) setelah pemaparan HgCl2 selama 96 jam

Mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus) meningkat secara signifikan pada jam ke-24. Pada konsentrasi 3.15 mgL-1 dan 9.92 mgL-1 mortalitas meningkat menjadi 100%, mortalitas pada konsentrasi 1.64 mgL-1 meningkat menjadi 55 %. Mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus) pada konsentrasi 1.64 mgL-1 meningkat menjadi 60% pada jam ke 48, sedangkan pada jam ke-96 tidak terjadi mortalitas ikan uji pada seluruh konsentrasi yang diujikan. Berdasarkan analisis probit diperoleh nilai LC50-96 jam sebesar 1.64 mgL-1 HgCl2.

Selama uji toksisitas akut, ikan nila (Oreochromis niloticus) menunjukkan berbagai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku ikan Nila (Oreochromis niloticus) terlihat secara jelas pada konsentrasi HgCl2 tertinggi (9.92 mgL-1) beberapa saat setelah waktu pemaparan. Perubahan tingkah laku yang teramati adalah hiperaktif, pergerakan operculum yang cepat dan sirip punggung yang berdiri tegak.

18

Tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus) terlihat berlendir dikarenakan sekresi mokus yang terlalu banyak. Pergerakan operkulum yang cepat melambat secara signifikan seiring dengan meningkatnya waktu pemaparan. Beberapa ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang mati ditemukan pada dasar wadah uji dengan mulut terbuka. Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berada pada perlakuan dengan konsentrasi terendah (0.37 mgL-1) tetap hidup dan aktif serta tidak menunjukkan perubahan tingkah laku.

Nilai LC50-96 jam yang diperoleh dari uji toksisitas akut selanjutnya dijadikan dasar dalam menentukan konsentrasi merkuri pada uji sub kronik . Uji sub kronik pada penelitian ini menggunakan tiga konsentrasi yaitu 0 mgL-1 HgCl2, 0.164 mgL-1 HgCl2 (0.121 mgL-1 Hg) dan 0.196 mgL-1 HgCl2 (0.145 mgL-1 Hg).

Uji Sub Kronik Parameter Fisika Kimia Air

Pengukuran parameter fisika kimia yang diukur meliputi suhu, oksigen terlarut, pH dan Amoniak. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap 14 hari. Nilai kisaran parameter fisika kimia yang diamatati selama penelitian disajikan pada Tabel 3

Tabel 3 Kisaran parameter fisika kimia air selama penelitian

Parameter Satuan Waktu Pengamatan (hari)

14 28 42 56

Suhu oC 29-29.4 28.9-29.3 27-28.1 28.3-29.1

DO mgL-1 5.6-6.6 5.7-7.2 5.3-6.1 5.8-6.3

pH - 6.1-7.6 6.4-7.4 6-6.3 6-6.3

NH3 mgL-1 0.01-3.14 0.12-0.25 0.01-0.43 0.009-0.1

Hasil pengukuran suhu di media pemeliharaan selama penelitian berkisar antara 27-29 oC Kisaran suhu tidak menunjukkan perbedaan yang menonjol selama waktu penelitian dan masih mendukung untuk kehidupan ikan uji (Boyd 1990). Derajat Keasaman (pH) selama penelitian berkisar antara 5-8 satuan pH, nilai ini masih cukup baik untuk menunjang kehidupan ikan (Hickling 1971)

Kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi kehidupan organisme perairan. Kandungan oksigen terlarut yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 4.5-6.5 mgL-1. Kisaran kandungan Oksigen terlarut ini masih mendukung untuk kehidupan ikan uji (Effendi 2003).

Hasil pengukuran amoniak selama penelitian cenderung fluktuatif pada setiap pengamatannya. Pada 14 hari pengamatan pertama kandungan amoniak dalam akuarium tergolong tinggi yakni berkisar antara 0.01 – 3.144 mgL-1 dan cenderung menurun pada minggu minggu berikutnya. Pada akhir pengamatan nilai amoniak berada pada kisaran 0.009 – 0.114 mgL-1.

Tingkat Kelangsungan Hidup

Persentase kelangsungan hidup tertinggi pada uji sub kronik terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 46.67% sedangkan untuk perlakuan 1 (0.164 mgL-1) dan 2 (0.196 mgL-1) yaitu masing masing sebesar 40.00% (Gambar 6).

19 0 25,00 50,00 75,00 100,00

0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari

Kelangsungan Hidup (%)

Hari Pengamatan

Pada dua minggu pertama setelah pemaparan, tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) padaperlakuan kontrol (0 mgL-1 HgCl2) menurun menjadi 86.67 % sedangkan untuk perlakuan 1 (0.164 mgL-1 HgCl2) dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1 HgCl2) menurun masing masing menjadi 80 % dan 76,67 %. Menurunnya persentase tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan kontrol (0 mgL-1 HgCl2) terus terjadi sampai dengan hari ke 56 sedangkan pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1 HgCl2) dan 2 (0.196 mgL-1 HgCl2) bertahan pada nilai 40% sejak pengamatan hari 42 sampai dengan hari ke 56.

Gambar 6 Tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada tingkatan sub kronik

Laju Pertumbuhan Bobot

Pengamatan laju pertumbuhan bobot rata-rata harian dilakukan selama selang waktu 56 hari.Tabel 4 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ikan nila

(Oreochromis niloticus) tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (0.270 %) diikuti dengan perlakuan 2 (0.238 %) dan perlakuan 1 (0.250 %).

Tabel 4 Laju Pertumbuhan bobot rata rata harian ikan nila Konsentrasi HgCl2 (mgL-1) Wo (g) Wt (g) LPBRH (%) 0 21.0867 24.5325 0.270 ±1.31 ±6.80 0.164 21.5733 24.6455 0.238 ±2.07 ±4.69 0.196 20.8033 23.9250 0.250 ±0.55 ±0.29

W0 : bobot rata-rata awal ikan uji, Wt : bobot rata-rata akhir ikan uji

Pengaruh merkuri terhadap perubahan laju pertumbuhan bobot ikan Nila

(Oreochromis niloticus) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p > 0.05). laju pertumbuhan bobot pada ikan nila (Oreochromis niloticus) pada penelitian ini diduga juga sangat berkaitan erat dengan faktor faktor lain. Putra et al. (2011)

20

menjelaskan bahwa laju pertumbuhan bobot juga sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur serta kualitas air media pemeliharaan.

Kandungan Merkuri Pada Organ Hati dan Ginjal

Pengamatan kandungan merkuri dalam organ hati dan ginjal ikan Nila

(Oreochromis niloticus) dilakukan pada akhir waktu pemaparan merkuri. Hasil analisis laboratorium menunjukkan organ hati ikan nila (Oreochromis niloticus)

pada perlakuan 2 memiliki kandungan merkuri tertinggi (1105.24 μg/kg) dibandingkan dengan perlakuan 1 dan perlakuan kontrol. Kandungan merkuri pada organ hati dan ginjal pada ikan nila (Oreochromis niloticus) disetiap perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan merkuri klorida (HgCl2) pada organ hati dan ginjal ikan nila

Kandungan merkuri tertinggi pada organ ginjal tertinggi terdapat pada perlakuan 1 (8196.78 μg/kg) diikuti dengan perlakuan 2 (490.13 μg/kg) dan perlakuan kontrol (<0.20 μg/kg).)

Kondisi Hati dan Empedu

Nilai rata-rata Hepatosomatic Indeks (HSI) ikan nila (Oreochromis niloticus)

pada perlakuan kontrol (0 mgL-1) yaitu sebesar 3.4685 %. Nilai rata-rata HSI cenderung meningkat pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1) yaitu sebesar 3.666 %, sedangkan pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1) menurun menjadi 2.097 %. Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap HSI disajikan pada Gambar 7.

Perbedaaan nilai rata-rata HSI pada perlakuan 1 (3.666 %) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (3.4685 %) tidak memberikan perbedaan yang nyata (p > 0.05) akan tetapi rendahnya nilai rata-rata HSI yang terdapat pada perlakuan 2 (2.097 %) memberikan perbedaan yang nyata (p < 0.05) jika dibandingkan dengan nilai rata-rata HSI pada perlakuan kontrol.

Gambar 7 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap HSI ikan nila Organ sampel Kandungan merkuri (μg/kg)

P.kontrol P.1 P.2

Hati < 0.20 638.29 1105.24

21 Rata-rata nilai Volume Empedu Relatif (VER) ikan nila (Oreochromis niloticus) menunjukkan terjadinya peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi merkuri (Gambar 8). Nilai VER tertinggi terdapat pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1) yaitu sebesar 26.6510 % diikuti dengan perlakuan 1 (0.164 mgL-1) dan perlakuan kontrol (0 mgL-1) yaitu masing masing sebesar 17.9982 % dan 12.2673 %. Pengaruh merkuri terhadap peningkatan VER pada perlakuan kontrol (12.2673 %) dan perlakuan 2 (26.6510 %) menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).

Gambar 8 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap VER ikan nila Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Nilai rata-rata IKG ikan nila (Oreochromis niloticus) pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1) menunjukkan nilai yang tertinggi, yaitu 1.3364%, dibandingkan dengan perlakuan kontrol (0 mgL-1) dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1) yaitu 0.7151 % dan 0.9372 %. Pengaruh merkuri terhadap indeks kematangan gonad ikan nila

(Oreochromis niloticus) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p > 0,05). Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap IKG ikan nila disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap IKG ikan nila

Ulangan IKG (%) P.kontrol P.1 P.2 1 0.4265% 0.3932% 0,4394% 2 0.6243% 1.0192% 2.9218% 3 1.0945% 1.3993% 0.6482% Rata-Rata 0.7151%ns 0.9372%ns 1.3364%ns STD ±0.5910 ±2.7434 ±1.4897

22 0 15 30 45 60 0,188-0,313 0,313-0,438 0,438-0,563 0,563-0,688 0,688-0,813 0,813-0,938 0,938-1,063 1,063-1,188 1,188-1313 Frekuensi (butir) Diameter telur (mm) 0 mgL-1

Fekunditas dan Diameter Telur

Nilai fekunditas ikan nila (Oreochromis niloticus) pada Tingkat Kematangan Gonad (TKG) III yang diperoleh pada tiga perlakuan secara keseluruhan berkisar 222 – 475 butir/individu.. Hasil perhitungan nilai rataan fekunditas ikan Nila

(Oreochromis niloticus) yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap fekunditas ikan nila

Ulangan Fekunditas (butir)

P.kontrol P.1 P.2 1 309 354 356 2 475 369 223 3 222 351 323 Rata-Rata 335ns 358ns 301ns ±128 ±10 ±69

Keterangan: s: berbeda nyata; ns: tidak berbeda nyata.

Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan fekunditas ikan Nila (Oreochromis niloticus) tertinggi teradpat pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1) yaitu sebesar 358 butir/individu, diikuti dengan perlakuan kontrol dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1) yaitu sebesar 335 butir/individu dan 301 butir/individu. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap fekunditas akibat pemaparan merkuri pada konsentrasi uji (p > 0.05).

Sebaran diameter telur ikan nila (Oreochromis niloticus) pada TKG III menyebar pada kisaran diameter 0,250 –1,250 mm. Gambar 11 menunjukkan bahwa pemaparan merkuri pada ikan uji tidak menyebabkan terjadinya perubahan pada tipe pemijahan. Dari Gambar 9 terlihat bahwa tipe pemijahan ikan Nila

(Oreochronis niloticus) adalah partial spawning.

Telur ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan kisaran diameter 0.438-0.563 mm memiliki frekuensi tertinggi yaitu 57 butir pada konsentrasi control (0 mgL-1). Telur ikan nila (Oreochronis niloticus) pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1 HgCl2) dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1 HgCl2) memiliki diameter telur yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter telur ikan nila (Oreochromis niloticus) pada perlakuan kontrol (Lampiran 1). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ukuran diameter telur pada perlakuan kontrol (0 mgL-1 HgCl2) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan ukuran diameter telur pada perlakuan 2 (0,196 mgL-1 HgCl2).

23 0 15 30 45 60 0,188-0,313 0,313-0,438 0,438-0,563 0,563-0,688 0,688-0,813 0,813-0,938 0,938-1,063 1,063-1,188 1,188-1313 Frekuensi (butir) Diameter telur (mm) 0,196 mgL-1 0 15 30 45 60 0,188-0,313 0,313-0,438 0,438-0,563 0,563-0,688 0,688-0,813 0,813-0,938 0,938-1,063 1,063-1,188 1,188-1313 Frekuensi (butir) Diameter telur (mm) 0,164 mgL-1

Gambar 9 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap distribusi diameter telur ikan nila

Histopatologi Insang

Insang merupakan organ yang bersentuhan langsung dengan sistem perairan, sehingga jika air di suatu perairan mengandung logam berat maka akan memberikan dampak langsung pada organ tersebut. Kerusakan pada jaringan insang dapat mengakibatkan terganggunya mekanisme pernapasan pada ikan. Connel & Miller (1995) menyatakan bahwa kerusakan pada insang dapat menyebabkan terhambatnya sistem transport elektron dan fosforilasi oksidatif pada rantai pernapasan yang pada akhirnya mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan. Kerusakan pada jaringan insang terjadi karena adanya akumulasi merkuri yang semakin tinggi seiring bertambahnya dosis dan waktu pemaparan.

Struktur jaringan insang pada perlakuan kontrol (0 mgL-1) terlihat normal, dengan deretan lamella primer dan lamella sekunder yang teratur. Sel-sel insang terdiri dari dua atau tiga lapis sel epitel yang rata dan terletak di membrane basal, jarak antar lamella sekunder terlihat jelas. Struktur jaringan insang pada perlakuan kontrol (0 mgL-1) tidak menunjukkan adanya perubahan histopatologi (Gambar 10a). Perubahan struktur jaringan insang mulai terlihat pada hari ke 14, stuktur jaringan insang pada perlakuan 1 (0,164 mgL-1) mengalami hipertropi, hyperplasia dan vakuolalisasi pada lamella sekunder (Gambar 12b). perubahan histopalogi yang terjadi pada perlakuan 2 (0,196 mgL-1) diantararanya adalah hipertropi, hyperplasia dan ketidaklurusan pada lamella sekunder (curling of secondary lamella).

24

waktu pemaparan (Tabel 8). Pada hari ke 28 (Gambar 10d), kerusakan jaringan insang pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1) terlihat dengan meluasnya penambahan sel

(hyperplasia) dan pembesaran sel yang berlebihan (hipertropi). Pada perlakuan dengan dosis yang lebih tinggi (0.196 mgL-1) penambahan jumlah sel (hyperplasia)

dan pembesaran sel yang berlebihan (hipertropi) terlihat semakin meluas dan hampir menutupi lamella sekunder (Gambar 10e).

Berhimpitnya lamella sekunder (Proliferasi) mulai terlihat pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1) dalam waktu 42 hari pemaparan (Gambar 10g) sedangkan untuk perlakuan 1 (0.164 mgL-1) berhimpitnya lamella sekunder (Proliferasi) mulai terlihat pada hari ke 52 pemaparan merkuri (Gambar 10h). Kematian sel (Nekrosis)

mulai terlihat pada hari ke 56 dari pemaparan merkuri. Perlakuan 2 (0.196 mgL-1) menunjukkan gejala kematian sel yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 1 (0.164 mgL-1).

Tabel 8 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap perubahan struktur histologis insang ikan nila (Oreochromis niloticus)

Keterangan: tingkat kerusakan (-) Tidak ada, (+) ringan, (++) Sedang, (+++) Berat HP, Hyperplasia, HT, Hipertropi, CL, Curling of Secondary Lamella,

PF, Proliferasi, NK, Neukrosis.

Ginjal

Struktur jaringan ginjal pada perlakuan kontrol (0 mgL-1) terlihat normal, dan tidak menunjukkan adanya perubahan histologis (Gambar 11a), hal ini tampak dengan ada adanya glomelurus dan tubuli tubuli ginjal serta adanya jaringan hematopoietic (pembentuk sel darah merah) dalam kondisi normal. Perubahan struktur jaringan ginjal mulai terlihat pada hari ke 28, stuktur jaringan ginjal pada perlakuan 2 (0,196 mgL-1) yang lain juga mulai terjadi penciutan sel ginjal (shrinkage) terutama pada pelakuan) mengalami hyperplasia, hemorage dan mulai terdapatnya jaringan ikat (Gambar 11e). Pengaruh Merkuri Klorida (HgCl2) terhadap perubahan struktur histologis ginjal ikan nila (Oreochromis niloticus)

terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap perubahan struktur histologis ginjal ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Keterangan: tingkat kerusakan (-) Tidak ada, (+) ringan, (++) Sedang, (+++) Berat HP, Hyperplasia, HG, Hemorage, JI, Terbentuknya Jaringan ikat, SG,

Shrinkage, PF, Proliferasi, NK, Neukrosis.

Jenis Kerusakan

Waktu Pemaparan (hari)

14 28 42 56 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 HP - + + - + ++ - ++ +++ - ++ +++ HT - + + - + ++ - ++ +++ - ++ +++ CL - - + - + + - + ++ - + ++ PR - - - - - - - - + - + ++ NK - - - - - - - - - - + ++

Jenis Kerusakan Waktu Pemaparan (hari)

14 28 42 56 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 HP - - - - - + - ++ ++ - ++ - HR - - - - - + - + ++ - ++ - JI - - - - - + - + + - + - SG - - - - - - - - + - + +++ PR NK - - - - - - - - - - - - - - + + ++ ++ - - ++ ++ - +++

25

Gambar 10 Perubahan struktur histologis insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) selama 56 hari pemaparan HgCl2. (a) perlakuan kontrol (0 mgL-1). (b, d, f, h) perlakuan 1 (0.164 mgL-1) pada hari ke 14, 28, 42 & 56. (c, e, g, i) perlakuan 2 (0.196 mgL-1) pada hari ke 14, 28,42 & 56. HT, hipertropi, HP, hyperplasia, CL,

curling of secondary lamella, ED, Edema, PF, Proliferasi, NK, neukrosis. Skala bar = 20 µm, pembesaran 100x

14 hari

28 hari

42 hari

26

Pengamatan histologis pada hari ke 42 (Gambar 11g) menunjukkan bahwa ginjal mulai mengalami perubahan letak (distorsi) hingga menyebabkan terjadinya penghimpitan pada sel ginjal antar satu dan lainnya (Proliferasi), selain itu pada yang lain juga mulai terjadi penciutan sel ginjal (shrinkage) terutama pada pelakuan 2.Kematial sel (Nekrosis) mulai terlihat baik pada perlakuan 1(0.146 mgL-1) maupun pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1). Kematian sel (Nekrosis) pada ginjal semakin meluas pada hari ke 56 hari pemaparan merkuri. Pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1), kematian sel (Nekrosis) terlihat hampir di setiap sisi pengamatan (Gambar 11i).

Hati

Hati ikan terdiri dari sel hati (hepatosit) dikelilingi oleh sinusoid. Hepatosit terdiri dari vakuola, eosinophilic sitoplasma dan nucleus (inti) berbentuk bulat bulat. Hati menerima 89% suplai darah dari vena portal yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Substansi zat-zat toksik tyang bersumber dari tumbuhan, fungi, zat logam, mineral dan zat-zat kimia lainnya yang diserap ke dalam portal ditransportasikan ke hati. Hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan untuk melakukan biotransformasi terhadap berbagai macam zat eksogen dan endogen. Kerusakan pada hati menyebabkan terganggunya berbagai fungsi hati. Connell & Millner (1995) menyatakan bahwa toksikan dapat menyebabkan gangguan pada metabolism protein, lemak dan karbohidrat, serta enzim mikrosomial.

Kerusakan pada jaringan hati mulai terlihat pada hari ke 28 dari waktu pemaparan (Gambar 12d dan Gambar12e). Pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1) dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1) mulai tampak terjadinya penambahan jumlah sel

(Hyperplasia) dan pendarahan (Hemorage). Kerusakan jaringan hati semakin meluas pada hari ke 42 dari waktu pemaparan merkuri (Gambar 12f). Pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1) mulai tampak adanya kematian sel hati (Neukrosis) dan penciutan inti sel hati (shrinkage of hepatocyte) akibat vakuolalisasi sitoplasma. Pada perlakuan 2 (0.198 mgL-1) kematian sel hati (Neukrosis) terlihatlebih meluas. Pengamatan histologis pada jaringan hati pada hari ke 56 menunjukkan tingkat kematian sel yang parah (Tabel 10). Pada perlakuan 2 (0.196 mgL-1) kematian sel terlihat hampir di seluruh sel yang diamati (Gambar 12i).

Tabel 10 Pengaruh merkuri klorida (HgCl2) terhadap perubahan struktur histologis hati ikan nila (Oreochromis niloticus)

Keterangan: tingkat kerusakan (-) Tidak ada, (+) ringan, (++) Sedang, (+++) Berat HP, Hyperplasia, HG, Hemorage, SG, Shrinkage of Hepatocite, NK,

Neukrosis

Parameter

Waktu Pemaparan (hari)

14 28 42 56 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 0 0.164 0.196 HP - - - - + ++ - +++ +++ - +++ +++ HR - - - - + + - + ++ - - - SG - - - - - - - ++ +++ - ++ +++ NK - - - - - - - + ++ - ++ +++

27

Gambar 11 Perubahan struktur histologis yang terjadi pada ginjal ikan nila

(Oreochromis niloticus) selama 56 hari pemaparan HgCl2. (a) perlakuan kontrol (0 mgL-1). (b, d, f, h) perlakuan 1 (0.164 mgL-1) pada hari ke 14, 28, 42 & 56. (c, e, g, i) perlakuan 2 (0.196 mgL-1) pada hari ke 14, 28,42 & 56. HP, hyperplasia, SG,

Shrinkage (Penciutan sel), IT, Intersitial inflammation (hemorage), JI, terbentuknya Jaringan Ikat, PF, Poliferasi, NK, Neukrosis. Skala bar = 20 µm, pembesaran 100x

14 hari

28 hari

42 hari

28                                                                      

Gambar 12 Perubahan struktur histologis yang terjadi pada hati ikan nila

(Oreochromis niloticus) selama 56 hari pemaparan HgCl2. (a) perlakuan kontrol (0 mgL-1). (b, d, f, h) perlakuan 1 (0.164 mgL-1) pada hari ke 14, 28, 42 & 56. (c, e, g, i) perlakuan 2 (0.196 mgL-1) pada hari ke 14, 28,42 & 56. HP, hyperplasia, SG,

Shrinkage of hepatocite (Penciutan sel) NK, neukrosis. Skala bar = 20 µm, pembesaran 100x

14 hari

28 hari

42 hari

29 Pembahasan

Merkuri (Hg) merupakan salah satu polutan yang sangat berbahaya walaupun dalam kadar yang rendah (Kehrig et al. 2002). Konsentrasi merkuri pada tubuh ikan akan terus meningkat melalui proses biomagnifikasi dan bioakumulasi. Pengaruh langsung polutan termasuk merkuri terhadap ikan biasanya dinyatakan dengan toksisitas akut dan uji sub kronik. Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah. Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan uji merupakan salah satu bentuk penelitian ekotoksikologi perairan yang berfungsi untuk mengetahui apakah effluent atau badan perairan penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut (Soemirat 2003). Berdasarkan uji toksisitas akut yang dilakukan selama 96 jam diperoleh nilai LC50 sebesar 1.64 mgL-1HgCl2.

Nilai LC50 berbagai jenis logam berat terhadap ikan Nila (Oreochromis niloticus) juga telah dilaporkan sebelumnya, Ishikawa et al. (2007) melaporkan bahwa nilai LC50 merkuri klorida terhadap ikan Nila (Oreochromis niloticus)

adalah 0.22 mgL-1. Perbedaan nilai LC50 yang terjadi diakibatkan karena adanya perbedaan ukuran hewan uji (Guedenon et al. 2012).

Kaoud et al. (2011) menyatakan bahwa nilai LC50 suatu biota dipengaruhi oleh jenis dan ukurannya serta bahan toksikan yang digunakan. Nilai LC50 dari cadmium klorida terhadap ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah 40.53 mgL-1. Hal ini menunjukkan bahwa merkuri merupakan logam berat yang sangat berbahaya dibandingkan logam berat lainnya seperti Cd. Darmono (1995) menyatakan bahwa daftar urutan logam dari toksisitas yang paling tinggi ke toksisitas yang paling rendah adalah Hg2+> Cd2+> Ag2+> Ni2+> Pb2+> As2+ > Cr2+> Sn2+> Zn2+.

Kematian ikan nila (Oreochromis niloticus) secara cepat pada uji toksisitas akut disebabkan oleh rusaknya organ pernapasan ikan Nila (Oreochromis niloticus). Struktur jaringan insang yang tersusun atas epitel tipis, dan secara langsung berhubungan dengan zat toksik di lingkungan, menyebabkan organ tersebut menjadi rentan terhadap kerusakan (Roberts, 1978). Insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Logam berat dapat menyebabkan kerusakan pada reaksi enzimatik yang terdapat pada insang (Purnomo & Muchyiddin 2007).

Enzim yang ada pada organ insang adalah enzim karbonik anhydrase dan NaK ATPase. Karbonik anhydrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi ssam karbonat (H2CO3). Apabila ikatan Zn diganti dengan logam berat lain maka fungsi enzim akan menurun (Purnomo & Muchyiddin 2007). Menurut Suseno et al. (2010) merkuri dapat menyebabkan kerusakan insang dan berakibat pada gangguan pengaturan osmotik. Kerusakan insang dapat terjadi akibat pengikatan merkuri oleh lendir melewati lamella dan pada kadar yang lebih besar mampu menghambat proses pertukaran gas-gas dan ion pada lamella sehingga sistem respirasi ikan terhambat dan dapat menimbulkan kematian.

Selama 56 hari masa pemeliharaan, perlakuan kontrol (0 mgL-1) memiliki persentase tingkat kelangsungan hidup tertinggi (46.67%) diikuti oleh perlakuan 1 (0.164 mgL-1) dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1) yakni masing masing sebesar 40 %.

30

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis merkuri klorida yang dipaparkan terhadap hewan uji akan menurunkan derajat kelangsungan hidup (Survival Rate)

hewan uji tersebut. Menurut Lu (1995) semakin besar konsentrasi logam berat yang dipaparkan pada media pemeliharaan akan semakin meningkatkan tingkat mortalitas organisme akuatik.

Adanya mortalitas ikan uji pada konsentrasi kontrol disebabkan adanya pengaruh kondisi parameter kimia media terutama ammoniak. Hasil pengamatan yang dilakukan pada hari ke-14 menunjukkan nilai amoniak tertinggi dibandingkan dengan hari ke 28, 42 dan 56. Nilai amoniak pada masa awal pemeliharan berkisar antara 0.01 – 3.144 mgL-1, amoniak yang tinggi ini diduga berasal dari kandungan feses dalam air yang berasal dari ikan uji. Nilai amoniak yang tinggi ini dapat menyebabkan ikan mengalami kehilangan keseimbangan dan menyebabkan kematian (Palar 2004).

Nilai amoniak terus menurun seiring berkurangnya hewan uji di dalam wadah uji, pada akhir pengamatan nilai amoniak berada pada kisaran 0.009 – 0.114 mgL-1sedangkan nilai pH berada pada kisaran 5.8 – 6.3. Nilai parameter fisik dan kimia perairan lainnya juga berada pada kisaran yang layak bagi kelangsungan hidup hewan uji, antara lain suhu (27.0 – 29.3 o

C), oksigen terlarut (> 4.6 mgL-1). Laju pertumbuhan bobot rata-rata harian ikan nila (Oreochromis niloticus)

tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (0.270 %) diikuti dengan perlakuan 2 (0.238 %) dan perlakuan 1 (0.250 %). Pada penelitian ini, konsentrasi merkuri belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan bobot ikan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pemberian pakan dalam jumlah yang optimum pada semua perlakuan sehingga tidak menyebabkan adanya pengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot ikan, Pemberian jumlah pakan (Feeding rate) 2% daribobot tubuh didasarkan pada pertimbangan agar ikan uji mampu bertahan hingga akhir masa pemeliharaan dan mengurangi pencemaran air pada media uji akibat sisa pakan.

Insang merupakan organ penting untuk pernapasan dan osmoregulasi (Fernadez & Mason 2003). Dolenec & Kuzir (2009) menyatakan bahwa insang ikan adalah organ multifungsi yang bertanggung jawab untuk respirasi, osmoregulasi, keseimbangan asam-basa dan ekskresi limbah nitrogen. Kerusakan pada jaringan insang akibat paparan logam berat dilaporkan dapat mengurangi konsumsi oksigen dan menganggu fungsi osmoregulasi ikan (Mishra & Mohanty 2008)

Gangguan fungsi insang yang dialami oleh ikan uji diduga karena adanya perubahan struktur histologis pada jaringan insang ikan uji yang diakibatkan oleh paparan logam berat merkuri. Hasil pengamatan histologis pada jaringan insang ikan uji menunjukkan telah terjadi berbagai kerusakan sel diantaranya hyperplasia, hipertropi dan poliferasi lamella sekunder. Kerusakan yang ditimbulkan semakin besar seiring bertambahnya dosis merkuri yang diberikan dan lamanya waktu pemaparan. Kematian sel (Nekrosis) mulai terlihat pada hari ke 42 baik pada perlakuan 1 (0.164 mgL-1) dan perlakuan 2 (0.196 mgL-1). Hal ini juga dilaporkan oleh Liao et al. (2006) yang menyatakan bahwa akumulasi merkuri pada ikan sangat tergantung terhadap dosis dan waktu pemaparan toksikan, paparan merkuri pada ikan akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam hati (hepatosit), insang dan gonad.

Giguère et al. (2004) menyatakan bahwa hati adalah organ paling cocok untuk biomonitoring kesehatan ikan terutama akibat paparan logam berat, karena

31 konsentrasi logam paling banyak terakumulasi di bagian hati. Selain itu hati juga merupakan organ utama yang berperan untuk melakukan detoksifikasi terhadap berbagai jenis toksikan. Palar (2004) menjelaskan bahwa keberadaan toksikan dapat mempengaruhi kerja dari enzim-enzim yang berada di dalam hati. Kong et al. (20120 melaporkan adanya peningkatan aktivitas enzim Acid phosphatase (ACP) dan alkalin phosphatase (AKP) serta cytochrome P-450 (Henczová et al. 2008) di dalam hati ikan seiring meningkatnya dosis dan waktu pemaparan merkuri yang diberikan, hal yang sama juga pernah dilaporkan sebelumnya oleh Broeg (2003) dan Rajalakshmi & Mohandas (2008). Aktivitas enzim akan menurun seiring meningkatnya jumlah akumulasi merkuri di dalam hati hewan uji (Henczová et al. 2008).

Pemaparan merkuri juga mengakibatkan terganggunya kondisi hati ikan uji. Hati merupakan organ utama berbagai jalur metabolisme kunci, hati juga merupakan organ yang sangat sensitif untuk menunjukkan gelaja perubahan

Dokumen terkait