• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertumbuhan dan Aktivitas Oksidasi Metan

Uji oksidasi metan dilakukan untuk menentukan apakah isolat BGM1, BGM3, dan BGM9 mampu mengoksidasi metan selama periode inkubasi. Hasil uji oksidasi metan, menunjukkan bahwa ketiga isolat tersebut mampu mengoksidasi metan sebagai sumber karbon dan energi. Hal ini terlihat dari densitas sel ketiga isolat yang menunjukkan peningkatan selama periode inkubasi. Isolat BGM1 mempunyai laju oksidasi metan tertinggi sebesar 232.71 µmol/mL/hari, BGM3 sebesar 376.79 µmol/mL/hari, dan BGM9 sebesar 235.93 µmol/mL/hari (Gambar 2, 3, dan 4).

Gambar 2 Aktivitas oksidasi metan ( ) dan OD sel ( ) isolat BGM1 pada media NMS bebas nitrat dan ammonium.

Gambar 3 Aktivitas oksidasi metan ( ) dan OD sel ( ) isolat BGM3 pada media NMS bebas nitrat dan ammonium.

  0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 10 60 110 160 210 260 310 360 410 460 4 6 8 10 12 Densitas Sel Oksidasi Metan mol/ml/hari) Hari 0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 10 60 110 160 210 260 310 360 410 460 4 6 8 10 12 Densitas Sel Oksidasi Metan mol/ml/hari) Hari

 

 

Gambar 4 Aktivitas oksidasi metan ( ) dan OD sel ( ) isolat BGM9 pada media NMS bebas nitrat dan ammonium.

Kinetika pertumbuhan sel dapat memberikan informasi tentang kecepatan pertumbuhan sel. Parameter yang dihitung dalam kinetika pertumbuhan sel adalah laju pertumbuhan spesifik (µ) dan percepatan pertumbuhan maksimum (Vmax). Laju pertumbuhan spesifik isolat BGM1, BGM3, dan BGM9 masing-masing sebesar 0.134 hari-1(r2 = 0.97), 0.151 hari-1 (r2 = 0.97), dan 0.130 hari-1 (r2 = 0.98). Isolat BGM1 mempunyai nilai Vmax sebesar 0.51 hari-1 (r2 = 0.74), BGM3 sebesar 0.53 hari-1 (r2 = 0.86), dan BGM9 sebesar 0.54 hari-1 (r2 = 0.81).

Akumulasi Ammonium dalam Kultur Bakteri Metanotrof

Hasil uji akumulasi ammonium memperlihatkan bahwa ketiga isolat bakteri metanotrof BGM1, BGM3, dan BGM9 yang ditumbuhkan pada media NMS bebas nitrat dan ammonium, mampu mengakumulasi ammonium. Konsentrasi ammonium dalam kultur ketiga isolat bakteri tersebut meningkat selama periode inkubasi dan mencapai konsentrasi tertinggi pada hari terakhir inkubasi. Konsentrasi ammonium tertinggi pada isolat BGM1, BGM3, dan BGM9 masing-masing sebesar 24.79 µM, 17.77 µM, dan 13.98 µM (Gambar 5, 6, dan 7).

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 10 60 110 160 210 260 310 360 410 460 4 6 8 10 12 Densitas Sel Oksidasi Metan mol/ml/hari) Hari

 

Gambar 5 Konsentrasi ammonium ( ) dan OD sel ( ) isolat BGM1 pada media NMS bebas nitrat dan ammonium.

Gambar 6 Konsentrasi ammonium ( ) dan OD sel ( ) isolat BGM3 pada media NMS bebas nitrat dan ammonium.

Gambar 7 Konsentrasi ammonium ( ) dan OD sel ( ) isolat BGM9 pada media NMS bebas nitrat dan ammonium.

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0 5 10 15 20 25 30 1 4 7 10 13 16 19 Densitas Sel Konsentrasi Ammonium M) Hari 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0 5 10 15 20 25 30 1 4 7 10 13 16 19 Densitas Sel Konsentrasi Ammonium M ) Hari 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0 5 10 15 20 25 30 1 4 7 10 13 16 19 Densitas Sel Konsentrasi Ammonium M) Hari

    2.69 1.73 0.92 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 BGM1 BGM3 BGM9 Laju Akumulasi Ammonium mol/ml/hari) Isolat

Isolat BGM1 mempunyai laju akumulasi ammonium tertinggi sebesar 2.69 ± 0.75 µmol/mL/hari (Gambar 8).

Gambar 8 Laju akumulasi ammonium isolat BGM1, BGM3, dan BGM9. Karakteristik nifD dan nifH dari Bakteri Metanotrof

Ketiga isolat yang mempunyai aktivitas oksidasi metan dan akumulasi ammonium yaitu BGM1, BGM3, dan BGM9 dan enam isolat lain yang merupakan isolat terpilih dan mampu mengakumulasi ammonium yaitu SS1, SS3, SS10, ST18, SP3, dan INP4 (Reginaldi 2010) diamplifikasi gen nifH dan nifDnya. Amplifikasi berhasil dilakukan dengan menggunakan pasangan primer nifHD-F dan nifD-R. Pasangan primer tersebut berhasil mengamplifikasi gen nifD isolat BGM3 dan BGM9. Sedangkan isolat BGM1 dan SP3 tidak berhasil teramplifikasi. Hasil visualisasinya memperlihatkan pita DNA berukuran 1.9 kb (Gambar 9).

 

Gambar 9 Elektroforesis gel agarose 1% gen nifD berukurun 1900 bp yang diamplifikasi dengan PCR (Keterangan : M= 1 kb ladder, Sumur 1= BGM3; 2= BGM9; 3= SS1; 4= SS3; 5= SS10; 6= ST18; 7= INP4).

 

Isolat BGM3 dan BGM9 serta enam isolat lain (SS1, SS3, SS10, ST18, SP3, INP4) teramplifikasi gen nifHnya menggunakan pasangan primer nH17K-F dan nH139P-R. Hasil visualisasi amplikon pada gel elekroforesis yang diamati di atas UV transluminator memperlihatkan pita DNA berukuran 400 bp (Gambar 10).

 

Gambar 10 Elektroforesis gel agarose 1% gen nifH berukuran 400 bp yang diamplifikasi dengan PCR (Keterangan: M= 1 kb ladder, sumur 1= BGM3, 2= BGM9, 3= SS1, 4= SS3, 5= SS10, 6= ST18, 7= INP4, 8= SP3).       M 1 2 3 4 5 6 7   ~1900 bp ~ 400 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8 10000 bp 2000 bp 1500 bp 300 bp 10000 bp 500 bp 300 bp       M 1 2 3 4 5 6 7   ~ 400 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8

 

 

Produk amplifikasi gen nifD dan nifH disekuen untuk mengetahui urutan nukleotidanya. Sekuen yang diperoleh dianalisis kemiripannya dengan data di GenBank menggunakan program Blast-X. Hasil analisis protein NifD menunjukkan bahwa isolat SS1, SS3, SS10, ST18 homolog dengan Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039, sedangkan INP4, BGM3, dan BGM9 homolog dengan Xanthobacter autotrophicus Py2 (Tabel 2). Analisis protein NifH memperlihatkan homologi isolat SS1, SS3, SS10, ST18 dengan B. mobilis DSM 2326 dan B. indica subsp. indica ATCC 9039. Sedangkan INP4, BGM3, dan BGM9 homolog dengan uncultured nitrogen fixing bacterium dan SP3 mempunyai homologi dengan BchX (bacteriochlorophyllide reductase)(Tabel 3).

Tabel 2 Hasil analisis sekuen gen nifD dengan menggunakan program BLAST-X 

Isolat Sekuen Nitrogenase Bakteri yang Homolog Identity value e-value No. Akses SS1 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

97 % 0.0 YP

001831616 SS3 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

84 % 0.0 YP

001831616 ST18 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

99 % 0.0 YP

001831616 SS10 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

73 % 1e-40 YP

001831616 INP4 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Xanthobacter autotrophicus Py2

97 % 0.0 YP

001415005 BGM3 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Xanthobacter autotrophicus Py2

95 % 0.0 YP

001415005 BGM9 Nitrogenase molybdenum-iron protein

alpha chain (NifD) pada Xanthobacter autotrophicus Py2

94 % 0.0 YP

 

Tabel 3 Hasil analisis sekuen gen nifH dengan menggunakan program BLAST-X

Isolat Sekuen Nitrogenase Bakteri yang Homolog Identity value e-value No. Akses SS1 Nitrogenase iron protein (NifH)

pada Beijerinckia mobilis

99 % 4e-63 CAD91829 SS3 Nitrogenase reductase (NifH)

pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

98 % 5e-63 YP_0018316 15

SS10 Nitrogenase reductase (NifH) pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

98 % 7e-68 YP_0018316 15

ST18 Nitrogenase reductase (NifH) pada Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039

98% 6e-69 YP_0018316 15

INP4 Dinitrogenase reductase (NifH) uncultured nitrogen-fixing bacterium

94 % 5e-64 BAE45579

BGM3 Dinitrogenase reductase (NifH) uncultured nitrogen-fixing bacterium

97 % 5e-56 BAE45579

BGM9 Dinitrogenase reductase (NifH) uncultured bacterium 93 % 8e-53 ACO36748 SP3 Bacteriochlorophyllide reductase subunit Bradyrhizobium sp. BTAi1(BchX) 88 % 4e-50 YP_0012422 53

Analisis Conserved Domain (CDD) untuk NifH menunjukkan bahwa protein tersebut termasuk ke dalam superfamili Ras_like_GTPase. Struktur kuartener NifH menunjukkan dua subunit identik, masing-masing subunit terdiri dari lembar beta yang diapit oleh heliks alfa. Terdapat gugus 4Fe-4S ditengah yang menghubungkan kedua subunit serta memiliki dua situs pengikatan Mg-ATP yang terletak di setiap subunit (Gambar 11a). 4Fe-4S adalah donor elektron obligat kepada komplek Fe-Mo atau NifD. NifH mempunyai kemiripan struktural dengan molekul transduksi sinyal seperti G-protein dan ras. Hal ini dapat dilihat dari susunan elemen inti yang sama yaitu (1) lembar beta paralel yang diapit oleh heliks alfa; (2) walker A atau p-loop; (3) dua switch region, switch I dan II (Schlessman et al. 1998).

Berdasarkan analisis CDD sekuen asam amino NifD termasuk ke dalam superfamili nitrogenase oksidoreduktase dan famili nitrogenase FeMo alfa. Subunit alfa tersebut mempunyai metallo-klaster FeMo-co (1Mo-7Fe-9S) yang

 

 

berada ditengah dan klaster P (8Fe-7S) di luar yang menghubungkan antara subunit alfa dengan subunit beta (Gambar 11b).

Gambar 11 Prediksi struktur tiga dimensi protein (a) NifH: kuning= lembar beta, hijau= heliks alfa, merah= klaster 4Fe-4S dan (b) NifD: kuning= lembar beta, hijau= heliks alfa, A= klaster FeMo-co, B= klaster P.

Penjajaran sekuen asam amino NifH isolat-isolat uji dengan sekuen asam amino NifH bakteri diazotrof yang diambil dari GenBank, menunjukkan daerah-daerah yang konserv. Dari hasil penjajaran sekuen tersebut menunjukkan bahwa NifH mempunyai tiga motif region yang penting dalam fungsi enzim nitrogenase. Ketiga motif region tersebut adalah p-loop atau walker A, switch I, dan switch II (Gambar 12). NifH atau protein Fe mempunyai tiga fungsi utama dalam sistem enzim nitrogenase yaitu sebagai donor elektron obligat untuk protein FeMo atau NifDK, ikut terlibat dalam biosintesis FeMo-co dari protein FeMo, dan terlibat dalam penyisipin FeMo-co. Hasil penjajaran sekuen asam amino NifD juga menunjukkan adanya daerah-daerah yang conserved, diantaranya adalah situs-situs pengikatan klaster FeMo-co dan klaster P (Gambar 13).

(a) (b)

A

B

 

Cys97 Arg100 Cys132

Gambar 12 Penjajaran sekuen asam amino NifH isolat BGM3, BGM9, SS1, SS3, SS10, ST18, INP4, dan SP3 dengan sekuen asam amino NifH bakteri pembanding dari GenBank: 1. Beijerinckia indica subsp. indica ATCC 9039, 2. B. indica subsp. lacticogenes, 3. B. mobilis, 4. Methylocapsa acidiphila B2, 5. Methylocella tundrae, 6. M. palustris, 7. M. silvestris BL2, 8. Bradyrhizobium japonicum, 9. Azospirillum brasilense, 10. Rhodobacter capsulatus. (Keterangan: segitiga terbuka adalah Cys97 dan Cys132 yang merupakan residu pengikatan kalster 4Fe-4S, segitiga tertutup adalah Arg100 yaitu residu yang terlibat dalam penghambatan nitrogenase sebagai respon terhadap ketersediaan ammonium).

p-loop Switch I

 

 

 

lanjutan

Gambar 13 Penjajaran sekuen asam amino NifD isolat BGM3, BGM9, SS1, SS3, SS10, ST18, dan INP4 dengan sekuen asam amino NifD bakteri pembanding dari GenBank: 1. Beijerinckia indica subsp. indica, 2. Beijerinckia mobilis, 3. Methylocella silvestris BL2, 4. Xanthobacter autotrophicus Py2. (Keterangan: segitiga kuning = αCys62, biru = αCys88, dan hijau = αCys154 adalah residu-residu pengikatan klaster P; segitiga merah = αCys275 adalah residu pengikatan klaster FeMo-co; segitiga hitam adalah residu-residu yang terlibat dalam reduksi substrat oleh klaster FeMo-co).

 

  Filogeni Isolat berdasarkan NifH, NifD, dan gen 16S rRNA

Analisis filogenetik berdasarkan sekuen asam amino NifH memperlihatkan bahwa isolat SS1, SS3, SS10, ST18, INP4, BGM3, dan BGM9 tergolong dalam kelompok I yang merupakan nitrogenase molibdenum konvensional seperti yang terdapat pada proteobakteria (α, , dan ). Sedangkan isolat SP3 termasuk ke dalam kelompok IV yang terdiri dari nifH dari arkhea dan nifH-like sequences. Isolat SS1, SS3, SS10, dan ST18 satu kelompok dengan Beijerinckia dan berkerabat dekat dengan Methylocapsa acidiphila B2 dengan nilai identitas sebesar 87%. Isolat BGM3 dan INP4 menunjukkan kekerabatan yang sangat dekat dengan nilai identitas 92% dan bersama-sama dengan isolat BGM9 berada dalam satu kelompok dengan Methylocystis echinoides, Azorhizobium caulinodans, dan Bradyrhizobium japonicum. Isolat SP3 berkerabat dekat dengan Rhodobacter capsulatus sebesar 100% (Gambar 14).

Hasil analisis filogenetik berdasarkan sekuen asam amino NifD menunjukkan hasil yang agak berbeda dengan hasil blastX namun masih memperlihatkan hubungan kekerabatan yang dekat antara isolat SS1, SS10, dan ST18 dengan genus Beijerinckia, Methylocapsa, dan Methylocella. Isolat INP4 berkerabat dengan Xanthobacter autotrophicus Py2 dan bersama-sama dengan BGM3 berada dalam satu kelompok dengan metanotrof tipe X (Methylococcus capsulatus Bath), metanotrof tipe II (Methylosinus trichosporium OB3b dan Methylocella palustris), Sinorhizobium meliloti, dan Rhizobium sp. Sedangkan isolat BGM9 dan SS3 berada di luar kelompok tersebut (Gambar 15).

 

Gambar 14 Filogenetik berdasarkan sekuen asam amino NifH isolat metanotrof yang dibandingkan dengan beberapa bakteri diazotrof dengan metode NJ dan bootstrap1000x.

Kelompok I

Kelompok III

Kelompok IV Kelompok II

SS10

Beijerinckia mobilis CAD91829 Beijerinckia derxii subsp. derxii ST18

SS1 SS3

Beijerinckia indica subsp. indica Methylocapsa acidiphila B2 CAD91842

BGM9

Methylocystis echinoides AAO49388 Azorhizobium caulinodans ORS 571 Bradyrhizobium japonicum AAG60754 INP4

BGM3

Methylocystis sp. H9a CAD91844 Burkholderia fungorum CAJ33842

Methylosinus trichosporium CAD91846 Methylosinus trichosporium OB3b Methylocella silvestris BL2 YP 002363879

Methylococcus capsulatus str. Bath Methylococcus capsulatus CAD91850 Rhizobium etli CIAT 652 YP 001984599 Azospirillum brasilense CAA35868

Methylobacter luteus CAD91849 Methylomonas methanica AAK97417

Methylomonas rubra AAO49403 Klebsiella pneumoniae ABG91761 Azotobacter chroococcum AAR11505 Azotobacter vinelandii AAA64709

Rhodobacter capsulatus anfH CAA49624 Azotobacter vinelandii anfH AAA82508 Desulfomicrobium baculatum AAL06265 Clostridium pasteurianum nifH6 CAA30364

Clostridium pasteurianum nifH4 CAA30362 Clostridium pasteurianum nifH1 CAA30359 Clostridium pasteurianum nifH5 CAA30363

Methanobacterium ivanovii CAA30384

Rhodobacter capsulatus bchX CAA77548 SP3

Methanococcus voltae CAA27407

Methanothermococcus thermolithotrophicus

Rhodobacter capsulatus bchL CAA77523 Synechococcus elongatus PCC 7942 frxC 100 99 74 95 85 41 26 99 27 98 96 52 71 99 61 47 85 94 98 96 98 83 92 42 53 36 54 28 29 13 78 15 27 67 87 61 0.05

 

 

INP4

Xanthobacter autotrophicus Py2 Methylococcus capsulatus str. Bath Methylosinus trichosporium OB3b

Methylocella palustris CAE55883

Sinorhizobium meliloti 1021 AAK65108 Rhizobium sp. A23874

BGM3

Beijerinckia mobilis CAE55877 Beijerinckia indica subsp. indica Methylocapsa acidiphila B2 CAE55881 ST18

SS1

Beijerinckia derxii subsp. venezuelae Methylocella silvestris BL2 YP 002363878 Methylocystis sp. H9a CAE55887

SS10

Methylobacter luteus CAE55888 BGM9 SS3 98 64 95 61 52 24 55 14 13 20 41 0.1

Gambar 15 Filogenetik berdasarkan sekuen asam amino NifD isolat metanotrof yang dibandingkan dengan beberapa bakteri diazotrof dengan metode NJ dan bootstrap1000x.

Analisis sekuen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat SS1, SS3, SS10, dan ST18 mempunyai kemiripan terdekat dengan Beijerinckia sp. P310-1, sedangkan isolat INP4 mempunyai kemiripan terdekat dengan Xanthobacter sp. M5C24. Beijerinckia dan Xanthobacter termasuk ke dalam kelompok bakteri metilotrof yang mampu menggunakan senyawa beratom karbon satu sebagai sumber karbon dan energi. Radajewski et al. (2002) melaporkan terdapat dua substrat penting bagi metilotrof di alam yaitu metanol dan metan. Analisis filogenetiknya memperlihatkan kekerabatan yang sangat dekat antara genus Beijerinckia dengan genus Methylocapsa dan Methylocella dengan nilai identitas sebesar 96 % (Gambar 16). Sedangkan isolat BGM1, BGM3, dan BGM9 berdasarkan analisis sekuen 16S rRNA, masing-masing mempunyai kemiripan dengan Methylocystis

  SS1 SS10 Beijerinckia sp. p310-1 GU138101 SS3 ST18

Beijerinckia mobilis DSM 2326 AJ563932 Beijerinckia mobilis AB119200

Beijerinckia derxii subsp. venezuelae Beijerinckia derxii subsp. derxii Beijerinckia indica subsp. lacticogenes

Beijerinckia indica subsp. indica Methylocella silvestris BL2 AJ491847

Methylocella tundrae T4 AJ555244 Methylocapsa sp. KYG FN433469

Methylocella palustris K Y17144 Methylocapsa acidiphila B2 AJ278726 Methylosinus trichosporium SM6 AJ458477

Methylosinus trichosporium Y18947 Methylosinus sporium Y18946

Methylocystis parvus Y18945

Rhodopseudomonas palustris D25312 B.japonicum X87272

Azorhizobium caulinodans LMG 6465 X67221 INP4

Xanthobacter sp. M5C24 HQ025924

Rhodobacter capsulatus ATCC 11166 D16428 Rhodospirillum rubrum D30778

Klebsiella pneumoniae AF130981 Methylomonas methanica S1 AF304196 Methylobacter luteus NCIMB 11914 AF30419 100 100 100 100 100 100 98 44 74 100 95 96 99 64 70 65 96 93 43 91 96 67 100 63 0.02

rosea SV97T, Methylocystis parvus 57, dan Methylococcus capsulatus Texas (Astuti 2009).

Gambar 16 Filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA isolat metanotrof yang dibandingkan dengan beberapa bakteri diazotrof dengan metode NJ dan bootstrap 1000x.

Pembahasan

Kemampuan bakteri metanotrof dalam mengoksidasi metan ditunjukkan dengan peningkatan laju oksidasi metan serta densitas sel selama periode inkubasi. Ketiga isolat uji yaitu BGM1, BGM3, dan BGM9 mampu tumbuh dengan media cair NMS bebas nitrat dan ammonium dan gas metan sebagai sumber karbon dan energi. Penggunaan media NMS bebas nitrat dan ammonium bertujuan untuk mencegah penghambatan oksidasi metan oleh ammonium. Menurut Schimel (2000) oksidasi metan dapat dihambat oleh ammonium karena ukuran dan struktur

 

 

molekul ammonium memiliki kesamaan dengan metan, sehingga enzim MMO dapat mengikat dan bereaksi dengan ammonium. Hal ini disebabkan enzim MMO mempunyai spesifisitas substrat yang luas. Ammonium dapat dioksidasi baik oleh enzim sMMO maupun pMMO dan penambahan ammonium dalam kultur mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan bakteri metanotrof yang diuji (Hanson & Hanson 1996).

Oksidasi metan pada isolat BGM1, BGM3, dan BGM9 cenderung meningkat selama inkubasi, akan tetapi terlihat penurunan di titik tertentu. Penurunan tersebut terdeteksi pada jam ke-8 pada kultur isolat BGM1 dan BGM3. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan saat penginjeksian sampel dan pengukuran per hari menggunakan kromatografi gas. Terdapat parameter-parameter penting yang harus diperhatikan saat pengukuran konsentrasi metan menggunakan kromatografi gas antara lain temperatur dan tekanan saat pengukuran, jumlah sampel yang diinjeksikan, dan standard yang harus diinjeksikan sebelum pengukuran sampel. Temperatur dan tekanan pada saat pengukuran selama periode inkubasi tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu berkisar antara 22-23 °C dan tekanan 763-765 mmHg. Kemungkinan turunnya oksidasi metan pada jam ke-8 disebabkan jumlah penginjeksian sampel yang kurang tepat.

Isolat BGM1, BGM3, dan BGM9 sebelumnya telah diidentifikasi berdasarkan gen 16S rRNAnya dan masing-masing berkerabat dekat dengan Methylocystis rosea SV97T, M. parvus 57, dan Methylococcus capsulatus Texas (Astuti 2009). Genus Methylocystis termasuk ke dalam kelompok metanotrof tipe II sedangkan Methylococcus capsulatus merupakan metanotrof tipe X. Tahap pertama oksidasi metan pada semua metanotrof kecuali Methylocella spp. dikatalisis oleh enzim pMMO yang akan mengkonversi metan menjadi metanol. Enzim tersebut merupakan enzim bergantung tembaga yang membutuhkan ketersediaan tembaga untuk sintesisnya. Sedangkan jika ketersediaan tembaga terbatas, maka metanotrof tipe X, sebagian metanotrof tipe II, dan metanotrof tipe I genus Methylomonas dan Methylomicrobium akan mensintesis sMMO (Auman et al. 2001; Baani & Liesack 2008). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa hanya isolat BGM9 yang mempunyai enzim sMMO (Hapsary 2008). Hal ini

 

sesuai dengan penelitian Koh et al. (1993) yang melaporkan bahwa metanotrof tipe II genus Methylocystis yaitu M. pyriformis dan M. parvus diketahui tidak mempunyai aktivitas enzim sMMO.

Metanotrof tipe II dan tipe X selain mengoksidasi metan juga mempunyai kemampuan dalam memfiksasi nitrogen menjadi ammonium. Isolat BGM1, BGM3, dan BGM 9 diuji kemampuan fiksasi nitrogennya menggunakan metode langsung dengan menghitung konsentrasi ammonium yang terakumulasi di dalam media NMS bebas nitrat dan ammonium. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ketiga isolat tersebut mampu memfiksasi nitrogen menjadi ammonium. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ammonium yang terdeteksi di dalam media dan konsentrasinya meningkat selama periode inkubasi. Selain itu kemampuan fiksasi nitrogen juga bisa dilihat dari peningkatan densitas sel yang menggambarkan pertumbuhan bakteri pada media NMS bebas nitrat dan ammonium, padahal apabila tidak ada sumber nitrogen bakteri tidak akan tumbuh. Khadem et al. (2010) mengatakan bahwa bakteri akan berhenti tumbuh ketika jumlah ammonium kurang dari 5 µM. Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga isolat mendapatkan sumber nitrogennya dengan cara memfiksasi nitrogen. Kultur isolat BGM 1 mempunyai konsentrasi ammonium dan densitas sel yang tinggi selama inkubasi jika dibandingkan dengan isolat BGM3 dan BGM9. Walaupun konsentrasi ammonium mengalami peningkatan, akan tetapi pada beberapa titik terjadi penurunan seperti pada kultur isolat BGM1 terlihat penurunan konsentrasi ammonium pada hari ke-16. Hal ini kemungkinan ammonium yang dikeluarkan oleh isolat tersebut ke media, sebagian digunakan untuk pertumbuhannya. Peningkatan densitas sel yang rendah selama inkubasi pada isolat BGM3 dan BGM9 menunjukkan pertumbuhan yang sangat lambat yang disebabkan bakteri membutuhkan fase adaptasi yang lama untuk mensintesis enzim nitrogenase. Hal ini karena di dalam media tidak mengandung sumber nitrogen yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis protein dan asam-asam amino termasuk enzim.

Proses fiksasi nitrogen merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak gen. Proporsi protein yang terlibat dalam metabolisme energi yang diinduksi selama kondisi fiksasi nitrogen sangat tinggi antara lain: 20 % gen nif yang berperan langsung dalam sintesis, maturasi, dan fungsi nitrogenase; 7 %

 

 

protein untuk transkripsi, regulatori, dan transduksi sinyal; 39 % protein transpor dan enzim-enzim untuk metabolisme; 16 % protein yang terlibat dalam konversi dan produksi energi; dan 16 %nya lagi belum diketahui fungsinya (Yan et al. 2010). Semua ini mendukung fakta bahwa proses fiksasi nitrogen secara biologis adalah proses yang sangat bergantung energi dan membutuhkan ATP serta tenaga pereduksi dalam jumlah yang besar, sehingga mengakibatkan pertumbuhan bakteri dalam kondisi fiksasi nitrogen ini sangat lambat.

Dua hal utama yang dapat mempengaruhi proses fiksasi nitrogen adalah konsentrasi oksigen dan ammonium. Oksigen adalah repressor penting bagi transkripsi gen nif yang menyandikan nitrogenase, oksigen juga dapat merusak metalocenters dari enzim nitrogenase. Padahal oksigen juga dibutuhkan oleh metanotrof untuk menghasilkan energi yang akan digunakan dalam proses fiksasi nitrogen. Oleh karena itu bakteri metanotrof membutuhkan konsentrasi oksigen yang rendah selama proses fiksasi nitrogen. Konsentrasi oksigen yang bisa ditoleransi oleh bakteri metanotrof berbeda-beda. Metanotrof yang membutuhkan oksigen konsentrasi rendah antara lain: Methylobacter luteus kurang dari 2 % (v/v), Methylocystis T1 kurang dari 6 % (v/v), M. capsulatus Batch kurang dari 10 % (v/v). Namun beberapa metanotrof diketahui bisa memfiksasi nitrogen pada konsentrasi oksigen yang lebih tinggi yaitu Methylosinus trichosporium OB3b pada konsentrasi oksigen 15-17 % (v/v) dan Methylocapsa acidiphila B2T pada konsentrasi oksigen atmosfer (Khadem et al. 2010; Dedysh et al. 2004). Pada penelitian ini isolat BGM1, BGM3, dan BGM 9 ditumbuhkan pada kultur batch tanpa pengaturan konsentrasi oksigen. Akan tetapi ketiga isolat tersebut mampu memfiksasi nitrogen serta mengakumulasi ammonium. Kemungkinan ketiga isolat tersebut mempunyai aktivitas metabolik untuk mengurangi konsentrasi oksigen di dalam sel.

Ammonium adalah bentuk nitrogen anorganik terikat dan merupakan sinyal yang paling penting untuk meregulasi proses fiksasi nitrogen. Ammonium dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri namun apabila konsentrasinya berlebih maka akan menghambat proses fiksasi nitrogen. Penelitian oleh Yan et al. (2010) membuktikan bahwa penambahan ammonium yang berlebih akan menekan proses transkripsi gen nif. Sebanyak 255 gen pada Pseudomonas stutzeri A1501

 

teraktivasi selama kondisi fiksasi nitrogen dan 166 gen termasuk gen untuk global regulation nitrogen (Ntr) dan protein regulator spesifik Nif menjadi tidak aktif setelah diberi shock ammonium selama sepuluh menit. Hal ini karena proses fiksasi nitrogen sangat dikontrol pada level transkripsi dan posttranslasi yang berkaitan dengan respon ketersediaan nitrogen.

Karakterisasi gen nif dilakukan untuk mempelajari karakter gen yang berperan penting dalam proses fiksasi nitrogen tersebut. Gen-gen yang terlibat dalam proses fiksasi nitrogen ini sangat conserved sepanjang sejarah evolusi. Gen yang berperan penting dalam struktural enzim nitrogenase adalah gen nifH dan nifD. Karena sifatnya yang conserved, menyebabkan kedua gen tersebut menjadi alat molekuler yang ideal untuk mendeteksi kemampuan fiksasi nitrogen pada suatu mikroorganisme. Pada penelitian ini selain tiga isolat uji yang telah diketahui mampu memfiksasi nitrogen yaitu BGM1, BGM3, dan BGM9, terdapat enam isolat lain yang akan dikarakterisasi gen nifnya yaitu SS1, SS3, SS10, ST18, INP4, dan SP3. Semua isolat kecuali isolat BGM1 berhasil teramplifikasi gen nifHnya dengan menggunakan pasangan primer nH17K-F dan nH139P-R yang diambil dari publikasi Elbetagy dan Ando (2008). Hasil amplikon menunjukkan pita berukuran sekitar 400 bp. Hal ini sesuai dengan penelitian Elbetagy dan Ando (2008) yang mendapatkan hasil amplifikasi gen nifH berukuran 393 bp pada sampel akar dan batang padi menggunakan pasangan primer yang sama.

Dokumen terkait