• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, yaitu :

HASIL DAN PEMBAHASAN

25

Bobot Karkas

Bobot karkas diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan (bobot potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal) dan alat reproduksi. Rataan bobot karkas terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan bobot karkas (kg/ekor)

Perlakuan

Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 8,28 7,06 6,44 21,78 7,26 2 6,76 7,46 7,12 21,34 7,11 Total 15,04 14,52 13,56 43,12

Rataan 7,52 7,26 6,78 s 7,19 Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan bobot karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu pakan berbasis pucuk batang tebu sebesar 7.52 kg/ekor dan rataan bobot karkas terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu pakan yang berbasis pucuk batang ubi sebesar 6.78 kg/ekor.

Rataan bobot karkas ketiga perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.

6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4 7.6 P1 P2 P3 Series1

Gambar 1. Histogram rataan bobot karkas

Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki nilai bobot karkas yang tertinggi 7.52 kg dan nilai bobot karkas yang terendah

26

6.78 kg pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum berbasis pucuk batang ubi kayu.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian dari ketiga jenis pakan tersebut terhadap bobot karkas dilakukan analisis keragaman yang terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis keragaman bobot karkas

Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 0.56 0.28 0.58tn 9.55 30.82 Galat 3 1.47 0.49

Total 5 2.03

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 9.73%

Hasil uji keragaman pada Tabel 12. menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0.05 yang berarti perlakuan P1, P2, dan P3 pada domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas, walaupun rataan bobot karkas yang diperoleh antar perlakuan sedikit berbeda.

Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ransum dan zat-zat makanan dalam ransum. Konsumsi bahan kering ransum P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar 257,77 ; 255,16 dan 255,10 gram DM/ekor/minggu. Berdasarkan analisis ragam, konsumsi ransum dan zat-zat makanan pada ransum domba dalam penelitian ini tidak berbeda nyata.

Konsumsi ransum (bahan kering = BK) pada domba dalam penelitian ini dapat dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi yang seharusnya. Menurut Davendra dan Mc Ilroy (1992), kebutuhan ternak akan zat-zat makanan dapat terpenuhi jika ternak mengkonsumsi ransum (dalam bahan kering) sebesar 3% dari bobot tubuh. Domba-domba yang digunakan dalam

27

penelitian ini bobotnya berkisar antara 12-16 kg sehingga konsumsi bahan kering domba seharusnya berkisar antara 360-480 kg. Konsumsi ransum pada dasarnya ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi, sehingga ternak akan berhenti makan apabila telah merasa tercukupi kebutuhan energinya.

Ransum yang ditambahkan dengan pakan tambahan (feed aditif) “starbio” dapat menurunkan tingkat serat kasar yang terkandung dalam bahan pakan (pucuk batang tebu, pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu) dengan cara pemutusan ikatan lignoselulosa menjadi ikatan sederhana sehingga kandungan serat kasar rendah dan dapat diserap oleh tubuh ternak.

Apabila ransum tidak padat energi (tinggi serat), maka daya tampung alat pencernaan, terutama organ fermentative akan menjadi faktor pembatas utama konsumsi. Ternak akan berhenti makan setelah kapasitas rumennya terpenuhi meskipun sesungguhnya masih memerlukan tambahan energi.

Kandungan nutrisi yang sama antar perlakuan dapat menyebabkan bobot karkas tidak berbeda nyata tersebut. Disamping umur ternak juga mempengaruhi bobot karkas dimana umur ternak yang dipakai hampir seragam. Maka setelah dianalisa ada penelitian ini belum didapatkan pengaruh yang berbeda antar ketiga perlakuan. Owen and Norman (1977) menyatakan bahwa jika umur bertambah, maka bobot tubuh bertambah sehingga akan meningkatkan karkas.bobot

Tidak berbedanya pengaruh dari ketiga jenis pakan tersebut juga disebabkan karena bobot potong (lampiran.4) yang tidak nyata. Bobot badan dapat mempengaruhi bobot karkas.

28

Persentase karkas diperoleh dari perbandingan antar bobot karkas dengan bobot tubuh kosong dikali seratus persen. Rataan persentase karkas dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan persentase karkas (%/ekor) Perlakuan

Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 48,70 47,12 46,93 142,75 47,58 2 46,70 47,27 47,19 142,06 47,35 Total 96,30 94,39 94,12 284,81

Rataan 48,15 47,20 47,06 47,47 Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan persentase karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan pakan berbasis pucuk batang tebu sebesar 48.15% dan rataan persentase karkas terendah terdapat pada pakan berbasis pucuk batang ubi sebesar 47.06%. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu 7,52 kg dengan persentase karkas tertinggi pada perlakuan P1 juga yaitu 47,47%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berg dan Buttterfield (1976) yang menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian – bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan.

Rataan persentase karkas hasil penelitian ini adalah 47,06% sampai 48,15%. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan rata-rata persentase karkas domba yaitu 45-55%. Peningkatan persentase karkas juga sejalan dengan pertambahan bobot hidup domba dimana bobot hidup tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 18.10 kg sehingga persentase karkas pada perlakuan P1 cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Davendra (1977) yang menyatakan bahwa karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai

29

produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi karkas meningkat.

Rataan persentase karkas ketiga perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

46.4 46.6 46.8 47 47.2 47.4 47.6 47.8 48 48.2 48.4 P1 P2 P3 Series1

Gambar 2. Histogram rataan persentase karkas

Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki nilai persentase karkas yang tertinggi 48.15% dan nilai persentase karkas yang terendah 47.06% pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum berbasis pucuk batang ubi kayu.

Komposisi pakan yang diberikan juga memberi pengaruh terhadap persentase karkas dimana pakan yang diberikan berupa hasil samping dari limbah pertanian yang memiliki kandungan nutrisi yang kurang baik, hal ini sesuai pernyataan Tulloh (1978) yang menyatakan bahwa komposisi pakan juga berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas. Ternak yang mendapat pakan hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta didalam saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan proporsi biji-bijian yang tinggi.

30

Untuk mengetahui pengaruh pemberian dari ketiga jenis pakan yang digunakan tehadap persentase karkas dilakukan analisis keragaman yang terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisis keragaman persentase karkas

Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 1.41 0.70 3.26tn 9.55 30.82 Galat 3 0.65 0.22

Total 5 2.06

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 1.00%

Hasil uji keragaman pada Tabel 14 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan p3 pada domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas.

Hal ini dapat disebabkan karena pakan pada perlakuan P1, P2 dan P3 mempunyai nilai nutrisi yang hampir sama, begitu juga dengan umur ternak yang hampir seragam sehingga mempengaruhi hasil yang tidak berbeda nyata tersebut. Davendra (1977) dan Parakkasi (1995) menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh umur dan tingkat makanan.

Dalam hal ini tingkat makanan berupa nutrisi pada pakan hampir sama antar perlakuan terutama kandungan proteinnya. Levi et al (1967) juga mengatakan hal yang sama bahwa bobot badan hidup erat hubungannya dengan umur, semakin tinggi bobot hidup maka persentase karkas akan meningkat.

31

Bobot lemak yang diambil adalah bobot lemak subkutan serta bobot lemak ginjal dan pelvis. Bobot lemak tersebut diperoleh dari penimbangan lemak setelah pendinginan selama 24 jam.

Bobot Lemak Subkutan

Bobot lemak subkutan adalah bobot lemak yang diperoleh dari bagian bawah kulit karkas. Rataan bobot lemak subkutan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rataan bobot lemak subkutan (g/ekor)

Perlakuan

Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 902,60 768,80 708,40 2379,80 93,27 2 729,40 812,40 768,92 2310,72 770,24 Total 1632,00 1581,20 1477,32 4690,52

Rataan 816,00 790,60 738,66 781,75 Dari Tabel 15. dapat dilihat bahwa rataan bobot lemak subkutan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang tebu sebesar 816.00 g/ekor dan rataan bobot lemak subkutan terendah terdapat pada perlakuan P3 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang ubi yaitu 738.66 g/ekor. Bobot lemak dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dimana konsumsi pakan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu sebesar 257,77 gr/minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murray dan Slezacek (1976) yang menyatakan bahwa domba yang mendapatkan pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan yang lebih banyak.

32 680 700 720 740 760 780 800 820 840 P1 P2 P3 Series1

Gambar.3. Histogram rataan bobot lemak subkutan

Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki nilai bobot lemak subkutan yang tertinggi 816.00 g dan nilai bobot lemak subkutan yang terendah 738.66 g pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum berbasis pucuk batang ubi kayu.

Tabel.16. Analisis keragaman bobot lemak subkutan

Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 6216.27 3108.133 0.52tn 9.55 30.82 Galat 3 17780.94 5926.98

Total 5 23997.2

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 9.85%

Hasil uji keragaman pada Tabel.16 menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan P3 pada domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot lemak subkutan.

Pengaruh yang tidak berbeda nyata antar pelakuan ini disebabkan karena pemberian ketiga jenis pakan tersebut juga memberikan pengaruh yang tidak

33

perlakuan juga tidak nyata karena bobot lemak tubuh sebanding dengan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman (1993) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tingi pula bobot karkas, pesentase karkas dan bobot lemak yang didapat.

Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis

Bobot lemak ginjal dan pelvis adalah bobot lemak yang menyelubungi ginjal dan yang terdapat pada pelvis karkas. Rataan bobot lemak ginjal dan pelvis dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rataan bobot lemak ginjal dan pelvis (g/ekor) Perlakuan

Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 156,40 133,40 120,40 410,20 136,73 2 125,60 140,60 133,89 400,09 133,36 Total 282,00 274,00 254,29 810,29

Rataan 137,00 137,00 127,15 135,056 Dari Tabel 17. dapat dilihat bahwa rataanbobot lemak ginjal dan pelvis tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang tebu sebesar 137.00 g/ekor dan rataan bobot lemak ginjal dan pelvis terendah terdapat pada perlakuan P3 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang jagung dengan rataan sebesar 127.15 g/ekor.

Bobot lemak dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dimana konsumsi pakan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu sebesar 257,77 gr/minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa jumlah lemak dalam tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan yang dikonsumsi.

Rataan bobot lemak ginjal dan pelvis ketiga perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

34 120 125 130 135 140 145 P1 P2 P3 Series1

Gambar.4. Histogram rataan bobot lemak ginjal dan pelvis

Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki nilai bobot lemak ginjal dan pelvis yang tertinggi 282,00 g dan nilai bobot lemak ginjal dan pelvis yang terendah 254.29 g pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum berbasis pucuk batang ubi kayu.

Tabel 18. Analisis keragaman bobot lemak ginjal dan pelvis

Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 203.388 101.69 0.52tn 9.55 30.82 Galat 3 591.23 197.08

Total 5 794.62

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 10.40%

Hasil uji keragaman pada Tabel 18 menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan P3 pada domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot lemak ginjal dan pelvis. Bobot lemak yang dihasilkan sangat beragam dan cendrung semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak. Soeparno (1994) menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur, maka bobot tubuh akan

35

meningkat juga. Lemak akan ditimbun selama pertumbuhan dan perkembangan, sesuai dengan pola pertumbuhan komponen karkas yang diawali dengan pertumbuhan yang cepat , kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan lemak meningkat.

Bobot lemak ginjal dan pelvis juga mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya bobot karkas dan umur ternak. Soeparno (1994) menyatakan bahwa persentase lemak kakas akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian terhadap karkas dan lemak adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 19.

Tabel 19. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Parameter P1 P2 P3

Bobot Karkas (kg/ekor) 7,26tn 7,52tn 6,78tn Persentase Karkas (%/ekor) 47,20tn 48,15tn 47,06tn

Bobot Lemak Subkutan (g/ekor) 790,60tn 816,00tn 738,66tn

Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis (g/ekor) 137,00tn 141,00tn 127,15tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

Rekapitulasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 pada domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak subkutan serta bobot lemak ginjal dan pelvis.

Dokumen terkait