UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK
BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI KAYU
DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP
KARKAS DOMBA SEI PUTIH
EVA KURNIAWATI
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK
BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI KAYU
DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP
KARKAS DOMBA SEI PUTIH
SKRIPSI
Oleh :
EVA KURNIAWATI
050306015
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK
BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI KAYU
DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP
KARKAS DOMBA SEI PUTIH
SKRIPSI
Oleh :
EVA KURNIAWATI
050306015/PETERNAKAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Uji Ransum Berbasis Pucuk Batang Tebu, Pucuk Batang Jagung dan Pucuk Batang Ubi Kayu dengan Penambahan Starbio terhadap Karkas Domba Sei Putih.
Nama : Eva Kurniawati
Nim : 050306015
Departemen : Peternakan Program Studi : Produksi Ternak
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Usman Budi, SPt. MSi Ketua Anggota
Mengetahui
Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP Ketua Departemen Peternakan
ABSTRACT
EVA KURNIAWATI, The experiment of feed bases point of a sugar-reed, point of a corn stick and point of a cassava stick on carcass Sei Putih Shep. Under advices of HASNUDI and USMAN BUDI.
This research conducted in Biological Veterinary Laboratory of Animal Husbandry Departement, Faculty of Agriculture North Sumatera University, at jl. Prof A. Sofyan no.3 Medan. The aim of this research would be to know eficiensy and efecktivites level the experiment of feed bases point of a sugar-reed, point of a corn stick and point of a cassava stick on carcass.
The result showed the highest average carcass weight at P1 (7,26 kg) and the lowest
average at P3 (6,78 kg). The highest average carcass percentage at P1 (48,15 %) and the
lowest average at P3 (47,06 %). The highest average subcutan fat percentage at P3 (10,89 %)
and the lowest average at P1 (10,84 %). The highest average chanel + pelvic fat weight at P2
(1,88 %) and the lowest average at P1 (1,86 %).
The statistic analysis of the research resultindicated that P1, P2 and P3 showed non-signitifacans effect (P<0.05) to the carcass weight, carcass percentage, subcutan fat weight and the chanel + pelvis fat weight.
ABSTRAK
EVA KURNIAWATI, Uji Ransum Berbasis Pucuk Batang Tebu, Pucuk Batang Jagung dan Pucuk Batang Ubi Kayu dengan Penambahan Starbio terhadap Karkas Domba Sei Putih. Di bawah bimbingan HASNUDI dan USMAN BUDI.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas ransum yang berbasis limbah pertanian (pucuk batang tebu, pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu) dengan penambahan starbio terhadap karkas domba.
Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak subkutan dan bobot lemak ginjal dan pelvis.
Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan P1 (berbasis pucuk batang tebu), P2 (pucukbatang jagung), P3 (pucuk batang ubi kayu). Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot badan karkas tertinggi pada perlakuan P1 (7,52 kg) dan rataan bobot karkas terendah pada P3 (6,78 kg). Rataan persentase karkas tertinggi pada P1 (48,15 %) dan rataan persentase karkas terendah pada P3 (47,06 %). Rataan persentase lemak subkutan tertinggi pada P3 (10,89 %) dan rataan persentase lemak subkutan terendah pada P1 (10,84 %). Rataan persentase lemak ginjal dan pelvis tertinggi pada P2 (1,88 %) dan rataan persentase lemak ginjal dan pelvis terendah pada P1 (1,86 %).
Analisis statistik terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa P1, P2 dan P3 pada domba tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak subkutan dan bobot lemak ginjal + pelvis.
RIWAYAT HIDUP
Eva Kurniawati, dilahirkan di Binjai pada tanggal 12 Desember 1986 dari bapak
T. Ibrahim, SH dan ibu Dra. Syafrilayati. Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU negeri 2 Binjai. Pada tahun 2005 masuk Fakultas
Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis
memilih program studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen Peternakan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kecamatan Pematang Bandar
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada bulan Juni sampai Juli 2008. Penulis
melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September sampai dengan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan kepada penulis dan karena rahmat serta karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Ransum Berbasis Pucuk Batang
Tebu, Pucuck Batang Jagung, dan Pucuck Batang Ubi Kayu dengan Penambahan
Starbio Terhadap Karkas Domba Sei Putih” yang merupakan salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS
selaku ketua komisi pembimbing penulis dan Bapak Usman budi, SPt, MSi,
selaku anggota komisi pembimbing penulis yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan dikemudian hari. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
DAFTAR ISI
ABSTRACK ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Domba Sei Putih ... 4
Pertumbuhan Domba ... 5
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 6
Pakan Domba ... 7
Hijauan Pakan Ternak ... 8
Pucuk Tebu ... 8
Batang jagung ... 9
Daun Ubi Kayu ... 10
Starbio... ... 10
Pakan Hasil Samping Pertanian... ... 12
Dedak Padi... ... 12
Bungkil Kelapa... 13
Ampas Tahu... ... 14
Bahan Pakan Pelengkap ... 15
Molases... ... 15
Urea ... 15
Garam ... 16
Karkas ... 16
Lemak ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan Alat Penelitian ... 20
Alat Penelitian ... 20
Metode Penelitian... ... 21
Pararneter Penelitian ... 22
Pelaksanaan Penelitian ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Karkas ... 25
Persentase Karkas ... 28
Bobot Lemak Subkutan ... 31
Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis ... 33
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penampilan Bobot Lahir ... 5
Tabel 2. Kebutuhan Harian Domba ... 7
Tabel 3. Kandungan Zat Gizi dalam Pakan Domba ... 8
Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Pucuk Tebu ... 9
Tabel 5. Kandungan Nilai Gizi Batang Jagung ... 9
Tabel 6. Kandungan Nilai Gizi Daun Ubi Kayu ... 10
Tabel 7. Kandungan Nilai Gizi Dedak Padi ... 13
Tabel 8. Kandungan Nilai Gizi Bungkil Kelapa ... 13
Tabel 9. Kandungan Nilai Gizi Ampas Tahu ………..14
Tabel 10. Kandungan Nilai Gizi Molases ……… 15
Tabel 11. Rataan Bobot Karkas ………... 25
Tabel 12. Analisis Keragaman Bobot Karkas ………...26
Tabel 13. Rataan Persentase Karkas………..28
Tabel 14. Analisis Keragaman Persentase Karkas……….30
Tabel 15. Rataan Bobot Lemak Subkutan ……….31
Tabel 16. Analisis Keragaman Bobot Lemak Subkutan ……….. 32
Tabel 17. Rataan Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis ………33
Tabel 18. Analisis Keragaman Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis ………..34
DAFTAR GAMBAR
1. Histogram rataan bobot karkas ………. 25
2. Histogram rataan persentase karkas ……….. 29
3. Histogram rataan persentase lemak subkutan ………... 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulasi pakan ………... 40
2. Konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/minggu) ...………. 41
3. Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) ………... 41
4. Bobot potong (kg/ekor) ……… 41
5. Analisis keragaman bobot potong ……… 41
ABSTRACT
EVA KURNIAWATI, The experiment of feed bases point of a sugar-reed, point of a corn stick and point of a cassava stick on carcass Sei Putih Shep. Under advices of HASNUDI and USMAN BUDI.
This research conducted in Biological Veterinary Laboratory of Animal Husbandry Departement, Faculty of Agriculture North Sumatera University, at jl. Prof A. Sofyan no.3 Medan. The aim of this research would be to know eficiensy and efecktivites level the experiment of feed bases point of a sugar-reed, point of a corn stick and point of a cassava stick on carcass.
The result showed the highest average carcass weight at P1 (7,26 kg) and the lowest
average at P3 (6,78 kg). The highest average carcass percentage at P1 (48,15 %) and the
lowest average at P3 (47,06 %). The highest average subcutan fat percentage at P3 (10,89 %)
and the lowest average at P1 (10,84 %). The highest average chanel + pelvic fat weight at P2
(1,88 %) and the lowest average at P1 (1,86 %).
The statistic analysis of the research resultindicated that P1, P2 and P3 showed non-signitifacans effect (P<0.05) to the carcass weight, carcass percentage, subcutan fat weight and the chanel + pelvis fat weight.
ABSTRAK
EVA KURNIAWATI, Uji Ransum Berbasis Pucuk Batang Tebu, Pucuk Batang Jagung dan Pucuk Batang Ubi Kayu dengan Penambahan Starbio terhadap Karkas Domba Sei Putih. Di bawah bimbingan HASNUDI dan USMAN BUDI.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas ransum yang berbasis limbah pertanian (pucuk batang tebu, pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu) dengan penambahan starbio terhadap karkas domba.
Parameter yang diteliti adalah bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak subkutan dan bobot lemak ginjal dan pelvis.
Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan P1 (berbasis pucuk batang tebu), P2 (pucukbatang jagung), P3 (pucuk batang ubi kayu). Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot badan karkas tertinggi pada perlakuan P1 (7,52 kg) dan rataan bobot karkas terendah pada P3 (6,78 kg). Rataan persentase karkas tertinggi pada P1 (48,15 %) dan rataan persentase karkas terendah pada P3 (47,06 %). Rataan persentase lemak subkutan tertinggi pada P3 (10,89 %) dan rataan persentase lemak subkutan terendah pada P1 (10,84 %). Rataan persentase lemak ginjal dan pelvis tertinggi pada P2 (1,88 %) dan rataan persentase lemak ginjal dan pelvis terendah pada P1 (1,86 %).
Analisis statistik terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa P1, P2 dan P3 pada domba tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak subkutan dan bobot lemak ginjal + pelvis.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Dalam pembangunan dewasa ini jumlah penduduk semakin meningkat,
juga tingkat pendapatan dan pengetahuan / kapita, maka terjadi pergeseran
permintaan terhadap daging berkualitas baik. Konsumsi protein hewani
masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini sebesar 4,19 g / kapita / hari setara
dengan daging sebesar 5,25 kg, telur 3,5 kg dan susu 5,5 kg / kapita / tahun,
sedangkan konsumsi protein hewani masyarakat Sumatera Utara baru dapat
memenuhi standar kebutuhan telur, sedangkan susu sangat rendah konsumsinya
(Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2008).
Usaha peternakan ruminansia di Indonesia pada saat ini masih mengalami
kendala dan hambatan terutama dalam hal penyediaan pakan hijauan, mengingat
semakin terbatasnya lahan pertanian untuk penanaman hijauan pakan ternak.
Keterbatasan lahan tersebut mengakibatkan para peternak cenderung untuk
memanfaatkan limbah dari sektor pertanian yang pada umumnya memiliki
kualitas dan nilai gizi yang rendah.
Limbah pertanian seperti halnya jerami padi, jerami jagung, jerami kacang
tanah, daun ubi kayu dan daun ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak ruminansia atau ternak potong pada khususnya karena pada saat ini
penggunaan hasil samping produk pertanian belum semuanya dimanfaatkan
secara maksimal terlebih lagi digunakan sebagai pakan hijauan utama. Selain itu
hijauan yang berasal dari hasil produk pertanian merupakan sisa akhir yang tidak
digunakan lagi untuk mendapatkannya tidaklah sulit karena selalu tersedia setiap
2
mengandung serat pada umumnya merupakan pakan yang mempunyai faktor
pembantas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah.
Pendekatan melalui teknik pengolahan pakan sebelum pakan dikonsumsi
akan dapat meningkatkan daya guna limbah hasil pertanian (pucuk batang tebu,
pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu). Rekayasa teknologi pengolahan
pakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi limbah hasil
pertanian adalah teknik amoniasi dan fermentasi. Proses amoniasi akan
melemahkan ikatan lignoselulosa serta fermentasi telah terbukti dapat
menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar.
Bahan pakan yang berasal dari limbah perkebunan mempunyai kandungan
serat kasar yang tinggi. Kadar serat kasar yang tinggi dapat mengganggu
pencernaan zat-zat lain akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun. Pemberian
pakan dari limbah ini sebagai pakan ternak dirasa perlu untuk mengetahui sejauh
mana peranan hasil samping industri pertanian dan perkebunan terhadap
pertumbuhan domba setelah diolah menjadi pakan dalam bentuk kering.
Kandungan nutrisi dari limbah pertanian dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi domba hanya saja kandungan serat kasarnya yang tinggi dapat menurunkan
tingkat kecernaan terhadap zat-zat lain sehingga diperlukannya penambahan zat
aditif “starbio” yang dapat menambah dan menyeimbangkan populasi
mikroorganisme yang menguntungkan dan menguraikan serat kasar tersebut
sehingga seluruh zat-zat nutrisi yang terkandung dalam limbah pertanian tersebut
dapat diserap seutuhnya oleh ternak.
Pakan ternak yang berasal dari limbah pertanian yang telah ditambahkan
3
tersebut dapat dicerna oleh domba sehingga dapat meningkatkan massa otot
dengan demikian persentase karkas juga ikut meningkat.
Sehubungan dengan hal di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui
sejauh mana pemberian limbah pertanian ini yang mempunyai kandungan gizi
rendah dengan penambahan starbio yang dapat menambah dan menyeimbangkan
populasi mikroorganisme yang menguntungkan dalam saluran pencernaan
sehingga lebih mengoptimalkan kerja mikroorganisme tersebut untuk merombak
pakan rendah tersebut menjadi zat-zat yang dibutuhkan oleh domba sehingga
persentase karkas dapat meningkat dan perlu kiranya dilakukan penelitian
mengenai pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan terhadap bobot karkas,
persentase karkas dan bobot lemak domba jantan selama tiga bulan penggemukan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas ransum yang berbasis
limbah pertanian (pucuk batang tebu, pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi
kayu) dengan penambahan starbio terhadap karkas.
Kegunaan Penelitian
Sebagai landasan rekomendasi bagi masyarakat atau instansi terkait untuk
menggunakan pakan ternak yang berbasis limbah pertanian (pucuk batang tebu,
pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu) dengan penambahan starbio.
Hipotesa Penelitian
Limbah pertanian (pucuk batang tebu, pucuk batang jagung dan pucuk
batang ubi kayu) dengan penambahan starbio sebagai pakan ternak berpengaruh
4
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Sei Putih (Hair Sheep)
Secara umum ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari
segi pemeliharaannya, yaitu : a) cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari
satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam setahun, b) berjalan dengan jarak lebih
dekat sehingga mudah dalam pemeliharaan, c) pemakan rumput, kurang memilih
pakan yang diberikan dan kemampuan merasa kurang tajam sehinga mudah dalam
pemberian pakan, d) sumber pupuk kandang dan keuangan bagi peternak
(Tomaszweska, et al, 1993).
Domba Sei Putih adalah bangsa domba yang diperoleh dari persilangan
yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Ternak (SBPT) Sungei Putih Galang,
Sumatera Utara bekerjasama dengan Small Ruminant-Collaborative Research
Support Program (SR-CRSP) sejak tahun 1986. Komposisi darahnya adalah 50 %
domba lokal Sumatera, 25 % domba St. Croix (Virgin Island) dan 25 % domba
Barbados Blackbelly (Gatenby et al., 1995). Beberapa keuntungan atau kelebihan
yang diperoleh dari domba Sungei Putih antara lain : 1) Produktivitasnya lebih
tinggi daripada domba lokal Sumatera (± 40 % lebih tinggi). Hal ini ditandai
dengan laju pertumbuhan yang tinggi, tetapi jumlah anak per kelahiran, interval
beranak dan mortalitas anak yang relatif rendah, 2) Adaptasi yang baik terhadap
lingkungan termasuk resisten terhadap parasit internal, 3) Karkasnya lebih besar,
dengan kualitas pakan yang baik, rata-rata bobot hidup domba jantan muda adalah
20 kg pada umur 7 bulan dan 30 kg pada umur 11 bulan, 4) Wolnya lebih sedikit
5
Berdasarkan alasan tersebut domba Sungei Putih disebut Hair Sheep
(Gatenby and Batubara, 1994).
Tabel 1. Penampilan bobot lahir, sapih (6 bulan dan 12 bulan) Domba Sungei Putih dan lokal Sumatera (kg)
No Karakteristik Sungei Putih Sumatera 1 Bobot Lahir
A. Jantan 2,52 1,17 B. Betina 2,35 1,64
2 Bobot Sapih : Umur 90 Hari (kg)
A. Jantan 12,62 9,25 B. Betina 11,50 8,14
3 Bobot Umur 6 Bulan (kg)
A. Jantan 19,06 18,45 B. Betina 19,71 15,16
4 Bobot Umur 12 Bulan (kg)
A. Jantan 35,10 24,50
B. Betina 27,20 18,90
Sumber : Doloksaribu et al., 1996 ; Subandriyo et al.,1996
Pertumbuhan Domba
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun, seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua jaringan-jaringan
tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut
dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan
zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan
air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1979).
Dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar meningkatkan berat badannya,
tetapi juga menyebabkan konformasi oleh perbedaan tingkat pertumbuhan
komponen tubuh, dalam hal ini urat daging dari karkas atau daging yang akan
6
Pada domba sampai dengan umur 2,5 bulan, pertumbuhan absolut akan
berjalan lambat. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas, terjadi kenaikan
pertumbuhan yang cepat dan saat domba mencapai pubertas, terjadi kembali
perlambatan pertumbuhan dan kurva akan menjadi lebih landai pada saat
mencapai titik belok atau inflection point pubertal (Anggorodi, 1979).
Sistem Pencernaan Ruminansia
Sistem pencernaan adalah penghancuran bahan makanan
(mekanis/enzimatis, kimia dan mikrobia) dari bentuk kompleks (molekul besar)
menjadi sederhana (bahan penyusun) dalam saluran cerna. Pada hewan bahan
makanan yang diubah menjadi energi melalui pencernaan adalah karbohidrat,
lemak, dan protein. Sedangkan yang langsung diserap berupa vitamin, mineral,
hormon dan air (Anonymous, 2008).
Proses pencernaan pada ruminansia sangat kompleks dan beberapa faktor
saling mempengaruhi, sehingga mekanisme pencernaan terutama yang terjadi
dalam rumen perlu diketahui untuk mengoptimalkan penggunaan nutrien. Sistem
pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang
dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan,
penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalananya menuju tubuh
(saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Disamping itu
sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi)
bahan-bahan pakan yang tidak dapat diserap kembali (Parakkasi, 1985).
Perbedaan antara ternak ruminansia dengan ternak non ruminansia
7
dan abomasum. Pada ternak ruminansia pencernaan akan terjadi secara :
a) mekanis yaitu di mulut, b) fermentatif terjadi di retikulo-rumen oleh mikroba
rumen dan c) hidrolitis oleh enzim pencernaan yang dihasilkan oleh induk semang
(ternak itu sendiri) terjadi di abomasum. Berbeda dengan ternak lain, dimana pada
ternak ruminansia proses fermentasi terjadi sebelum usus dan kapasitasnya sangat
besar (Siregar, 2008).
Pakan Domba
Kebutuhan ternak akan dicerminkan oleh kebutuhan terhadap nutrisi,
jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase
(pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusu), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan
lingkungan hidupnya serta berat badannya. Jadi setiap ternak yang berbeda
kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Tomaszeweska, et al, 1993).
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba
BB BK Energi Protein Ca P ME TDN Total DD
(Kg) (Kg) (%BB) (Mcal) (Kg) (g) (g) (g) 5 0.14 - 0.6 0.61 51 41 1.91 1.4 10 0.25 2.5 1.01 1.28 81 68 2.3 1.6 15 0.36 2.4 1.37 0.38 115 92 2.8 1.9 20 0.51 2.6 1.8 0.5 150 120 3.4 2.3 25 0.62 2.5 1.91 0.53 160 128 4.1 2.8 30 0.81 2.7 2.44 0.67 204 163 4.8 2.3
Sumber : NRC (1985).
Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari rumput, hijauan dan
konsentrat. Pemberian pakan berupa kombinasi ketiga bahan tersebut akan
memberi peluang terpenuhinya zat-zat gizi yang dibutuhkan domba dan biaya
8
Kebutuhan ternak akan zat gizi dalam makanan domba perlu diperhatikan
untuk mendapat hasil yang maksimal dalam usaha penggemukan domba.
Kandungan gizi dalam makanan domba ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan zat gizi dalam makanan domba (dasar bahan kering)
Berat Konsumsi Energi Protein Ca P Vitamin Badan TDN DE ME A Kg Kg % Mcal/kg % % % I.U./kg Domba jantan muda digemukan
30 1.3 64 2.8 2.3 11.0 0.37 0.23 588 40 1.6 70 3.1 2.5 11.0 0.31 0.19 638 50 1.8 70 3.1 2.5 11.0 0.28 0.17 708 Domba jantan muda disapih awal
10 0.6 73 3.2 2.6 16.0 0.40 0.27 1417 30 1.4 73 3.2 2.6 14.0 0.36 0.24 1821
Sumber : NRC (1975)
Hijauan Pakan Ternak Pucuk Batang Tebu
Seperti halnya limbah yang mengandung serat pada umumnya, pucuk tebu
sebagai pakan mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan
kecernaannya yang sangat rendah, pucuk tebu mempunyai kadar serat kasar dan
kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 46,5% dan 14%
(Ensminger, et al, 1990).
Hasil ikutan tanaman tebu merupakan pakan sumber serat atau energi yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah pucuk tebu, daun
tebu, ampas tebu (bagase), blotong dan tetes (molases). Pucuk tebu memiliki daya
cerna dan nilai gizi yang relatif rendah, hal tersebut dapat dilihat dari kandungan
serat kasarnya yang cukup tinggi (42,30%). Akan tetapi dengan tindakan
pengolahan kimiawi, hayati dan fisik, secara signifikan mampu meningkatkan
9
Tabel 4. Kandungan nilai gizi pucuk batang tebu
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 16.67a
Protein Kasar 5.47a TDN 53b Serat Kasar 17.71a Lemak Kasar 2.49a Energi Metabolis (Mcal) 3.94c
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2009) b. NRC (1995)
c. Loka Penelitian Kambing potong Sei Putih (2009)
Pucuk Batang Jagung
Batang jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya
dipanen dan dapat diberikan pada ternak, baik dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk kering. Pemanfaatan jerami jagung sebagai makanan ternak telah
dilakukan terutama untuk ternak kerbau, sapi, kambing dan domba
(Reksohadiprodjo, 1979). Limbah pertanian banyak digunakan sebagai makanan
ternak seperti batang jagung. Batang jagung mempunyai kadar serat kasar yang
tinggi tetapi masih dapat dicerna oleh ternak domba.
Ternak domba dan kambing menyukai batang jagung yang
dipotong-potong pada batang jagung mempunyai kadar serat kasar yang tinggi, tetapi masih
dapat dicerna oleh ternak domba (Jamarun, 1991). Komposisi nutrisi pucuk
batang jagung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nilai gizi pucuk batang jagung
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 63.21a
Protein Kasar 8.12a TDN 59b Serat Kasar 25.87a Lemak Kasar 2.78a Energi Metabolis (Mcal) 4.00c
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2009) b. NRC (1985)
10
Pucuk Batang Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot utilissima, Pohl) merupakan tanaman tahunan yang
termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah
tropik dengan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi dan toleran
terhadap hama penyakit (Sosrosoedirdjo, 1982).
Tanaman ubi kayu dianggap penting karena menghasilkan umbi yang
banyak mengandung karbohidrat, hampir tidak memilih tanah dapat tumbuh di
tempat yang kering dan mudah dalam pemeliharaannya
(Darjanto dan Mujati, 1980).
Meskipun HCN terdapat dalam ubi kayu tetapi ternak monogastrik
(unggas) diketahui kurang bermasalah dengan HCN ini dbandingkan dengan
ternak ruminansia karena suasana dalam pencernaannya dapat menonaktifkan
enzim linamarine dengan demikian menghambat produksi HCN
(Wanasuria, 1990).
Tabel 6. Kandungan nilai gizi pucuk batang ubi kayu
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 74.92a
Protein Kasar 17.05a TDN 61.80b Serat Kasar 10.85a Lemak Kasar 6.02a Energi Metabolis (Mcal) 4.61c
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2009) b. NRC (1985)
c. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2009)
Starbio
Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi)
11
yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellumonas clostridium
thermocellulosa (pencerna lemak), Agaricus dan Coprinus (pencerna lignin), serta
Klebssiella dan Azozpirillum transiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio
merupakan probiotik anaerob penghasil enzim pemecah karbohidrat (selulosa,
hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum
ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi
penggunaan ransum. Starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak.
Probiotik Starbio
Probiotik starbio merupakan koloni bakteri alami yang terdiri dari : 1)
Mikroba Proteolitik, 6 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang
biasa diformulasikan : Nitrosomonas / Nitrobacter / Nitrospira / Nitrosococcus /
Nitrosolobus, 2) Mikroba Lignolitik, 6 x 109 satuan pembentuk koloni/garam
bahan. Jenis yang biasa diformulasikan : Clavaria dendroidea / Clitocybe
alexandri / Hypoloma fasciculare, 3) Mikroba Nitrogen, 4 x 109 satuan
pembentuk koloni/garam bahan. Jenis yang biasa diformulasikan : Azotobacter
Spp / Bayerinkya Spp / Clostridium parteiriuanum / Nostoc Spp / Anabaena Spp /
Tolypothix Spp / Spirilium lipoferum, 4) Mikroba Selulotik, 8 x 108 satuan
pembentuk koloni/garam bahan. Jenis yang biasa diformulasikan : Trichoderma
polysporeum / Trichoderma viridae / Cellulomonas acidula / Bacillus cellulase
disolven, 5) Mikroba Lipolitik, 5 x 108 satuan pembentuk koloni/garam bahan.
Jenis yang biasa diformulasikan : Spirillium liporerum.
(Lembah Hijau Multifarm, 2009).
Fungsi utama probiotik starbio : 1). Menurunkan Biaya Pakan, mikroba
12
ternak, membantu penyerapan lebih banyak sehingga pertumbuhan ternak lebih
cepat dan produksi dapat meningkat. Hasilnya FCR (Feed Convertion Ratio) akan
menurun sehingga biaya pakan lebih murah, 2). Mengurangi Bau Kotoran Ternak,
pakan yang dicampur dengan starbio akan meningkatkan kecernaan penyerapan
sehingga ; kotoran ternak (feces) lebih sedikit kering dan kandungan amonia
dalam kotoran ternak akam menurun sampai 50%. Akhirnya daya tahan tubuh
ternak akan meningkat dan kondisi ternak akan lebih segar, karena kontaminasi
lalat lebih sedikit. Peternak dan lingkungannya akan lebih nyaman, tidak
terganggu dengan kotoran ternak (Lembah Hijau Multifarm, 2009).
Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa penggunaan starbio pada pakan
mengakibatkan bakteri yang ada pada starbio akan membantu memecahkan
struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak nutrisi yang dapat
diserap dan ditransformasikan ke produk ternak. Selain itu produktivitas ternak
akan meningkat, bahkan lebih banyak zat nutrisi yang dapat diuraikan dan
diserap, analisis proksimat probiotik starbio mengandung : 19,17% air, 10,42%
protein, 0,11% lemak kasar, 8,37% serat kasar dan 51,54% abu.
Pakan Hasil Sampingan Pertanian Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dan pengayakan hasil
ikutan dari penumbukan padi (Parakkasi, 1985).
Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras
13
kandungan serat kasar dedak. Bila dilihat dari asal-usul dedak yang merupakan
limbah proses pengolahan gabah menjadi beras, wajar jika serat kasar yang
dikandung dedak ini tinggi (Rasyaf, 1992).
Tabel 7. Kandungan nilai gizi dedak padi
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 89.10a
Protein Kasar 13.80a TDN 64.30b Serat Kasar 8.00a Lemak Kasar 8.20a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1985)
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah bahan pakan tenak yang berasal dari sisa
pembuatan minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan
sangat potensial untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995).
Kandungan nilai gizi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel.8. Kandungan nilai bungkil kelapa
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 84.40a
Protein Kasar 21.00a TDN 81.30b Serat Kasar 15.00a Lemak Kasar 1.80a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1985)
Ampas Tahu
Meskipun disebut ampas tahu tetapi ampas tahu ini masih berguna bagi
14
sudah mengalami pemerasan. Karena sifat ampas tahu cepat sekali basi dan
berbau kurang sedap, bila tidak segera dihabiskan haruslah dijemur hingga kering
agar dapat disimpan lebih lama (Kastyanto, 1982).
Limbah kedelai seperti ampas tahu, bungkil dan hasil samping lainnya
masih mengandung protein yang cukup dan dipergunakan sebagai pakan ternak
seperti domba, babi, sapi, unggas dan ikan. Kandungan gizi dari ampas tahu masih
tinggi (Departemen Pertanian, 2001).
Ampas tahu, onggok, dedak merupakan bahan pakan ternak yang potensial
digunakan sebagai pakan penyusun konsentrat bagi ternak besar. Kandungan
potensi kasar dari ampas tahu segar cukup tinggi sehingga dapat digolongkan
sebagai pakan konsentrat sumber protein, karena tahu terbuat dari hasil tanaman
sehingga ampasnya masih mengandung protein dan cukup baik untuk dijadikan
sebagai pakan ternak (Bakrie et al., 1990). Komposisi nutrisi ampas tahu dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kandungan nilai ampas tahu
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 89.26a
Protein Kasar 19.03a TDN 79b Serat Kasar 20.44a Lemak Kasar 5.64a Energi Metabolis (Mcal) 5.08c
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1985)
c. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2009)
15
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi
gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan
karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi, sehingga bisa juga digunakan
untuk pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pendukung. Disamping
harganya murah, kelebihan tetes tebu adalah pada aroma dan rasanya. Oleh karena
itu apabila dicampur dalam ransum maka akan bisa memperbaiki aroma dan
[image:30.612.135.518.276.358.2]rasanya (Hassan dan Ishada, 1991).
Tabel. 10. Kandungan nilai gizi molases
Kandungan Zat Kadar Zat Bahan Kering 67.50a
Protein Kasar 3.50a TDN 81.00b Serat Kasar 0.38a Lemak Kasar 0.08a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1985)
Urea
Urea yaitu diamida asam karbonat, adalah hasil akhir utama metabolisme nitrogen pada mamalia. Urea bila diberikan kepada ruminansia, akan melengkapi
sebagian dari protein hewan yang dibutuhkan karena urea tersebut disintesis
menjadi protein mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1979).
Urea yang diberikan di dalam ransum ternak ruminansia di dalam rumen
akan dipecah oleh enzim urease menjadi ammonium dimana ammonium bersama
mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi, apabila
urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh
dinding rumen, kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali
16
Garam
Garam merangsang sekresi saliva, terlalu banyak garam akan
menyebabkan retensi air sehingga meninggalkan udema. Defisiensi garam lebih
sering terjadi pada hewan herbivora dari pada hewan lainnya. Hai ini disebabkan
hijauan dan butiran mengandung sedikit garam (Anggorodi, 1979).
Garam dapur dapat ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat
konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 kg/ekor/hari.
Semula pengaruhnya terlihat peningkatan konsumsi kemudian menurun sampai
jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1995).
Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan
tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur dan berat badan turun
(Anggorodi, 1979).
Karkas
Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari
berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (karpus dan tarsus) ke bawah dan
kulit (Soeparno, 1994).
Bobot karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran
pencernaan, darah, kepala, kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus
atau tarsus ke bawah. Dinyatakan bahwa dijumpai sedikit modifikasi,
kadang-kadang dengan atau tanpa ginjal, lemak ginjal, lemak pelvis, lemak sekitar
ambing, diaphragma dan ekor. Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam
bobot karkas dan persentase karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara
17
Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi,
bangsa ternak, proporsi bagian – bagian non karkas, ransum yang diberikan dan
cara pemotongan (Berg dan Buttterfield, 1976).
Persentase karkas pada domba khusus digemukkan 56-58%, domba yang
gemuk 45-55%. Rata-rata 50% bobot badan hidup domba adalah karkas
(Lawrie, 1995).
Apabila ternak tidak diberi makan atau minum pada periode tertentu (dua
hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya
jumlah urine dan feses selama periode tertentu. Komposisi pakan juga
berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas. Ternak yang mendapat pakan
hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta didalam
saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan
proporsi biji-bijian yang tinggi. Ternak yang dipuasakan keragaman persentase
karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh, 1978).
Perbedaan komposisi tubuh dan karkas di antara bangsa ternak disebabkan
oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedan bobot pada saat dewasa
(Soeparno, 1994).
Menurut Natasasmita (1978) proporsi komponen karkas dan potongan
karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang
terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah
dan lemak yang optimal.
Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang
diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin
18
Devendra (1977) menyatakan persentase karkas merupakan sifat penting
dalam kajian mengenai karkas. Persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin dan pakan yang dikonsumsi. Persentase karkas merupakan faktor yang
penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya
dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi
karkas meningkat.
Owen and Norman (1977) menyatakan bahwa jika umur bertambah, maka
bobot tubuh bertambah sehingga akan meningkatkan persentase karkas.
Levi et al (1967) juga mengatakan hal yang sama bahwa bobot badan
hidup erat hubungannya dengan umur, semakin tinggi bobot hidup maka
persentase karkas akan meningkat.
Lemak
Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis, banyak terkumpul
dalam dinding rongga perut dan ginjal. Jaringan lemak relatif stabil dari pengaruh
nutrisi lingkungan fisik dibanding dengan ternak monogastrik (Crouse, et al.,
1981). Menurut Berg dan Butterfield (1976) menyatakan jumlah lemak dalam
tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan yang
dikonsumsi.
Lemak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu lemak omental (di
bagian saluran pencernaan), lemak internal (di sekitar ginjal dan pelvis), lemak
intramuskular (antar otot) dan lemak subkutan di bawah kulit. Perkembangan
depot lemak subkutan bersifat lambat. Penimbunan lemak pada bagian abdominal
memvariasikan nutrisi ransum terutama energi dan protein. Peningkatan
kandungan energi ransum akan meningkatkan pula kandungan lemak dan
peningkatan protein ransum maka jumlah lemak abdominal akan menurun
(Hasibuan, 1996).
Lemak cadangan tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimiliki tetapi
berasal dari karbohidrat dan adakalanya dari protein. Lebih kurang 50% dari
jaringan lemak terdapat di bawah kulit, sisanya ada di sekeliling alat-alat tubuh
tertentu teristimewa ginjal, dalam membran di sekeliling usus, dalam urat daging
dan di tempat-tempat lainnya (Anggorodi, 1984).
Murray dan Slezacek (1976) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan
dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun perlemakan pada tingkat
pemberian pakan yang berbeda pada domba, tetapi berbeda dalam depot lemak.
Domba yang mendapat pakan lebih banyak mempunyai lemak subutan yang lebih
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian USU. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan
dimulai dari bulan September sampai dengan Desember 2009.
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun jumlah domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak
18 ekor domba Sei Putih dengan kisaran bobot badan awal rata-rata 14,26 ± 2,64
kg, Ransum terdiri dari pucuk tebu, batang jagung, daun ubi kayu, ampas tahu,
dedak halus, urea, garam dan starbio, Air minum diberikan secara ad-libitum,
Obat – obatan seperti obat cacing (kalbazen), anti bloat kembung, teramycin
(salep) mata dan vitamin, Rodalon sebagai desinfektan kandang.
Alat
Kandang individual 18 unit beserta perlengkapannya, Tempat pakan dan
minum, Timbangan bobot hidup dan Bobot karkas berkapasitas 50 kg dengan
kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk
menimbang pakan, Mesin penggiling pakan (chopper), Sapu untuk membersihkan
kandang, Pisau, Ember untuk tempat pakan dan air minum, Plastik, Cutter, Alat
tulis, buku data dan kalkulator.
Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
21
P1 = pucuk tebu, ampas tahu, dedak, molases, urea, garam, dan starbio
P2 = batang jagung, ampas tahu, dedak, molases, urea, garam, dan starbio
P3 = pucuk ubi, ampas tahu, dedak, molases, urea, garam, dan starbio
Sedang ulangan yang dapat dibentuk disesuaikan dengan rumus, yaitu ;
t (r-1) ≥ 15
3 (r-1) ≥ 15
3r-3 ≥ 15
3r ≥ 18
r ≥ 6
Metode linier percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + σi + ∑i
Dimana :
i = 1,2,3,...t (perlakuan)
j = 1,2,3,...r (ulangan)
Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satu perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
µ = Efek nilai tengah
σi = Efek perlakuan pada taraf ke-i
∑ij = Pengaruh galat percobaan taraf ke-i pada ulangan ke-j.
(Hanafiah, 2002).
Kombinasi susunan pada percobaan adalah :
P22 P26 P31 P24 P33 P35
22
P13 P25 P15 P14 P16 P23
Parameter Penelitian 1. Bobot Potong (g)
Yaitu yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan (bobot
potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam
(selain ginjal), dan alat reproduksi.
2. Persentase Karkas (%)
Yaitu yang diperoleh dari perbandingan antara bobot karkas dengan bobot
tubuh kosong dikali 100%.
3. Bobot Lemak Subkutan (g)
Yaitu yang diperoleh dari lemak pada bagian bawah kulit karkas.
4. Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis (g)
Yaitu yang diperoleh dari lemak pada bagian bawah kulit karkas.
Pelaksanan Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan yaitu kandang individual dengan ukuran 1m x 0,5 x
1m sebanyak 18 buah. Kandang dan semua perlatan yang digunakan seperti
tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan rodalon.
23
Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 ekor, penempatan
domba dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan bobot badan domba.
Sebelum dilakukan penimbangan bobot awal domba.
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pakan yang diberikan adalah 100% konsentrat dimana semua bahan pakan
yang digunakan dijadikan dalam bentuk konsentrat. Probiotik Starbio diberikan
secara oral dicampur dengan ransum, kemudian pakan dan air minum diberi
adlibitum, air diganti setiap harinya dan tempat air dicuci bersih. Sisa pakan
ditimbang untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan
penelitian diadakan adaptasi 1 minggu.
Pemberian Obat-Obatan
Ternak domba masuk kandang langsung diberikan obat cacing selama
adaptasi dengan dosis 1 cc setiap 5 kg bobot badan.
Metode Pengambilan Contoh, yaitu :
a) pada penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 6 ulangan, b) domba
yang dipotong diambil secara acak dari masing-masing ulangan sehigga mewakili
setiap perlakuan (2 setiap perlakuan), c) Jumlah domba yang dipotong sebanyak
6 ekor yang dijadikan sampel untuk memperoleh persentase non karkas dan
persentase bobot saluran pencernaan.
Pemotongan Ternak Domba
Pemotongan domba dilakukan sesuai syariat Islam setelah dipuasakan
selama 24 jam. Pemotongan domba dilakukan dengan memotong vena jugularis,
oesophagus, dan trachea (dekat tulang rahang bawah), tujuannya supaya terjadi
24
ditimbang bobotnya (bobot darah). Kemudian ujung oesophagus diikat agar isi
rumen tidak keluar apabila ternak digantung. Kepala dilepaskan dari tubuh
kemudian ditimbang (bobot kepala), kaki depan (karpus) ke bawah dan ke
belakang (tarsus) dilepas dan ditimbang, ekor dilepas dan ditimbang, kedua kaki
belakang ternak tersebut digantung, kemudian kulitnya dilepas dan ditimbang
bobotnya (bobot kulit). Semua oragan tubuh bagian dalam dikeluarkan yaitu hati,
limpa, jantung, paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu dan alat reproduksi
kecuali ginjal kemudian ditimbang masing-masing (komponen non karkas). Bobot
yang diperoleh dari selisih bobot potong (bobot tubuh setelah dipuasakan) dengan
bobot darah, kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal)
dan alat reproduksi disebut bobot karkas segar (bobot karkas panas). Setelah
diperoleh bobot karkas, karkas dimasukkan ke dalam alat pendingin selama 24
jam untuk diuraikan agar lemaknya mudah diuraikan.
25
Bobot Karkas
Bobot karkas diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan (bobot
potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam
[image:40.612.130.511.227.309.2](selain ginjal) dan alat reproduksi. Rataan bobot karkas terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan bobot karkas (kg/ekor) Perlakuan
Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 8,28 7,06 6,44 21,78 7,26 2 6,76 7,46 7,12 21,34 7,11 Total 15,04 14,52 13,56 43,12
Rataan 7,52 7,26 6,78 s 7,19 Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan bobot karkas tertinggi terdapat
pada perlakuan P1 yaitu pakan berbasis pucuk batang tebu sebesar 7.52 kg/ekor
dan rataan bobot karkas terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu pakan yang
berbasis pucuk batang ubi sebesar 6.78 kg/ekor.
Rataan bobot karkas ketiga perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4 7.6
P1 P2 P3
Series1
Gambar 1. Histogram rataan bobot karkas
Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki
[image:40.612.135.480.425.617.2]26
6.78 kg pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum berbasis pucuk batang ubi
kayu.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian dari ketiga jenis pakan tersebut
terhadap bobot karkas dilakukan analisis keragaman yang terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis keragaman bobot karkas
Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 0.56 0.28 0.58tn 9.55 30.82 Galat 3 1.47 0.49
Total 5 2.03
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 9.73%
Hasil uji keragaman pada Tabel 12. menunjukkan bahwa F hitung lebih
kecil dari F tabel pada taraf 0.05 yang berarti perlakuan P1, P2, dan P3 pada
domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot
karkas, walaupun rataan bobot karkas yang diperoleh antar perlakuan sedikit
berbeda.
Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ransum dan zat-zat makanan dalam
ransum. Konsumsi bahan kering ransum P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar
257,77 ; 255,16 dan 255,10 gram DM/ekor/minggu. Berdasarkan analisis ragam,
konsumsi ransum dan zat-zat makanan pada ransum domba dalam penelitian ini
tidak berbeda nyata.
Konsumsi ransum (bahan kering = BK) pada domba dalam penelitian ini
dapat dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi yang
seharusnya. Menurut Davendra dan Mc Ilroy (1992), kebutuhan ternak akan
zat-zat makanan dapat terpenuhi jika ternak mengkonsumsi ransum (dalam bahan
27
penelitian ini bobotnya berkisar antara 12-16 kg sehingga konsumsi bahan kering
domba seharusnya berkisar antara 360-480 kg. Konsumsi ransum pada dasarnya
ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi, sehingga ternak akan berhenti
makan apabila telah merasa tercukupi kebutuhan energinya.
Ransum yang ditambahkan dengan pakan tambahan (feed aditif) “starbio”
dapat menurunkan tingkat serat kasar yang terkandung dalam bahan pakan (pucuk
batang tebu, pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu) dengan cara
pemutusan ikatan lignoselulosa menjadi ikatan sederhana sehingga kandungan
serat kasar rendah dan dapat diserap oleh tubuh ternak.
Apabila ransum tidak padat energi (tinggi serat), maka daya tampung alat
pencernaan, terutama organ fermentative akan menjadi faktor pembatas utama
konsumsi. Ternak akan berhenti makan setelah kapasitas rumennya terpenuhi
meskipun sesungguhnya masih memerlukan tambahan energi.
Kandungan nutrisi yang sama antar perlakuan dapat menyebabkan bobot
karkas tidak berbeda nyata tersebut. Disamping umur ternak juga mempengaruhi
bobot karkas dimana umur ternak yang dipakai hampir seragam. Maka setelah
dianalisa ada penelitian ini belum didapatkan pengaruh yang berbeda antar ketiga
perlakuan. Owen and Norman (1977) menyatakan bahwa jika umur bertambah,
maka bobot tubuh bertambah sehingga akan meningkatkan karkas.bobot
Tidak berbedanya pengaruh dari ketiga jenis pakan tersebut juga
disebabkan karena bobot potong (lampiran.4) yang tidak nyata. Bobot badan dapat
mempengaruhi bobot karkas.
28
Persentase karkas diperoleh dari perbandingan antar bobot karkas dengan
bobot tubuh kosong dikali seratus persen. Rataan persentase karkas dapat dilihat
[image:43.612.134.508.172.258.2]pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan persentase karkas (%/ekor) Perlakuan
Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 48,70 47,12 46,93 142,75 47,58 2 46,70 47,27 47,19 142,06 47,35 Total 96,30 94,39 94,12 284,81
Rataan 48,15 47,20 47,06 47,47 Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan persentase karkas tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 dengan pakan berbasis pucuk batang tebu sebesar
48.15% dan rataan persentase karkas terendah terdapat pada pakan berbasis pucuk
batang ubi sebesar 47.06%. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas,
bobot karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu 7,52 kg dengan persentase
karkas tertinggi pada perlakuan P1 juga yaitu 47,47%. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Berg dan Buttterfield (1976) yang menyatakan bahwa persentase
karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak,
proporsi bagian – bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara
pemotongan.
Rataan persentase karkas hasil penelitian ini adalah 47,06% sampai
48,15%. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan rata-rata
persentase karkas domba yaitu 45-55%. Peningkatan persentase karkas juga
sejalan dengan pertambahan bobot hidup domba dimana bobot hidup tertinggi
diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 18.10 kg sehingga persentase karkas pada
perlakuan P1 cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Davendra (1977)
29
produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup
dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi karkas meningkat.
Rataan persentase karkas ketiga perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
46.4 46.6 46.8 47 47.2 47.4 47.6 47.8 48 48.2 48.4
P1 P2 P3
Series1
Gambar 2. Histogram rataan persentase karkas
Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki
nilai persentase karkas yang tertinggi 48.15% dan nilai persentase karkas yang
terendah 47.06% pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum berbasis pucuk
batang ubi kayu.
Komposisi pakan yang diberikan juga memberi pengaruh terhadap
persentase karkas dimana pakan yang diberikan berupa hasil samping dari limbah
pertanian yang memiliki kandungan nutrisi yang kurang baik, hal ini sesuai
pernyataan Tulloh (1978) yang menyatakan bahwa komposisi pakan juga
berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas. Ternak yang mendapat pakan
hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta didalam
saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan
30
Untuk mengetahui pengaruh pemberian dari ketiga jenis pakan yang
digunakan tehadap persentase karkas dilakukan analisis keragaman yang terlihat
pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis keragaman persentase karkas
Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 1.41 0.70 3.26tn 9.55 30.82 Galat 3 0.65 0.22
Total 5 2.06
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 1.00%
Hasil uji keragaman pada Tabel 14 menunjukkan bahwa F hitung lebih
kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan p3 pada domba
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase
karkas.
Hal ini dapat disebabkan karena pakan pada perlakuan P1, P2 dan P3
mempunyai nilai nutrisi yang hampir sama, begitu juga dengan umur ternak yang
hampir seragam sehingga mempengaruhi hasil yang tidak berbeda nyata tersebut.
Davendra (1977) dan Parakkasi (1995) menyatakan bahwa persentase karkas
dipengaruhi oleh umur dan tingkat makanan.
Dalam hal ini tingkat makanan berupa nutrisi pada pakan hampir sama
antar perlakuan terutama kandungan proteinnya. Levi et al (1967) juga
mengatakan hal yang sama bahwa bobot badan hidup erat hubungannya dengan
umur, semakin tinggi bobot hidup maka persentase karkas akan meningkat.
31
Bobot lemak yang diambil adalah bobot lemak subkutan serta bobot lemak
ginjal dan pelvis. Bobot lemak tersebut diperoleh dari penimbangan lemak setelah
pendinginan selama 24 jam.
Bobot Lemak Subkutan
Bobot lemak subkutan adalah bobot lemak yang diperoleh dari bagian
[image:46.612.132.511.264.351.2]bawah kulit karkas. Rataan bobot lemak subkutan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rataan bobot lemak subkutan (g/ekor) Perlakuan
Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 902,60 768,80 708,40 2379,80 93,27 2 729,40 812,40 768,92 2310,72 770,24 Total 1632,00 1581,20 1477,32 4690,52
Rataan 816,00 790,60 738,66 781,75 Dari Tabel 15. dapat dilihat bahwa rataan bobot lemak subkutan tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang tebu
sebesar 816.00 g/ekor dan rataan bobot lemak subkutan terendah terdapat pada
perlakuan P3 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang ubi yaitu 738.66 g/ekor.
Bobot lemak dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dimana konsumsi
pakan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu sebesar 257,77 gr/minggu.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Murray dan Slezacek (1976) yang menyatakan
bahwa domba yang mendapatkan pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan
yang lebih banyak.
32
680 700 720 740 760 780 800 820 840
P1 P2 P3
[image:47.612.136.477.82.271.2]Series1
Gambar.3. Histogram rataan bobot lemak subkutan
Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki
nilai bobot lemak subkutan yang tertinggi 816.00 g dan nilai bobot lemak
subkutan yang terendah 738.66 g pada perlakuan P3 yang menggunakan ransum
berbasis pucuk batang ubi kayu.
Tabel.16. Analisis keragaman bobot lemak subkutan
Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 6216.27 3108.133 0.52tn 9.55 30.82 Galat 3 17780.94 5926.98
Total 5 23997.2
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 9.85%
Hasil uji keragaman pada Tabel.16 menunjukkan bahwa Fhitung lebih
kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan P3 pada domba
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot lemak
subkutan.
Pengaruh yang tidak berbeda nyata antar pelakuan ini disebabkan karena
[image:47.612.130.511.434.505.2]33
perlakuan juga tidak nyata karena bobot lemak tubuh sebanding dengan bobot
badan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman (1993) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tingi pula bobot
karkas, pesentase karkas dan bobot lemak yang didapat.
Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis
Bobot lemak ginjal dan pelvis adalah bobot lemak yang menyelubungi
ginjal dan yang terdapat pada pelvis karkas. Rataan bobot lemak ginjal dan pelvis
[image:48.612.130.512.317.404.2]dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rataan bobot lemak ginjal dan pelvis (g/ekor) Perlakuan
Ulangan P1 P2 P3 Total Rataan 1 156,40 133,40 120,40 410,20 136,73 2 125,60 140,60 133,89 400,09 133,36 Total 282,00 274,00 254,29 810,29
Rataan 137,00 137,00 127,15 135,056 Dari Tabel 17. dapat dilihat bahwa rataanbobot lemak ginjal dan pelvis
tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang
tebu sebesar 137.00 g/ekor dan rataan bobot lemak ginjal dan pelvis terendah
terdapat pada perlakuan P3 dengan bahan pakan berbasis pucuk batang jagung
dengan rataan sebesar 127.15 g/ekor.
Bobot lemak dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dimana
konsumsi pakan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu sebesar 257,77
gr/minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berg dan Butterfield (1976) yang
menyatakan bahwa jumlah lemak dalam tubuh adalah paling beragam dan sangat
tergantung pada jumlah pakan yang dikonsumsi.
Rataan bobot lemak ginjal dan pelvis ketiga perlakuan dapat dilihat pada
34
120 125 130 135 140 145
P1 P2 P3
[image:49.612.136.478.82.270.2]Series1
Gambar.4. Histogram rataan bobot lemak ginjal dan pelvis
Dari gambar histogram di atas dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki
nilai bobot lemak ginjal dan pelvis yang tertinggi 282,00 g dan nilai bobot lemak
ginjal dan pelvis yang terendah 254.29 g pada perlakuan P3 yang menggunakan
ransum berbasis pucuk batang ubi kayu.
Tabel 18. Analisis keragaman bobot lemak ginjal dan pelvis
Ftabel SK DB JK KT Fhit 0.05 0.01 Perlakuan 2 203.388 101.69 0.52tn 9.55 30.82 Galat 3 591.23 197.08
Total 5 794.62
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = 10.40%
Hasil uji keragaman pada Tabel 18 menunjukkan bahwa Fhitung lebih
kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P1, P2 dan P3 pada domba
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot lemak
ginjal dan pelvis. Bobot lemak yang dihasilkan sangat beragam dan cendrung
semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak. Soeparno (1994)
[image:49.612.133.510.446.520.2]35
meningkat juga. Lemak akan ditimbun selama pertumbuhan dan perkembangan,
sesuai dengan pola pertumbuhan komponen karkas yang diawali dengan
pertumbuhan yang cepat , kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan
lemak meningkat.
Bobot lemak ginjal dan pelvis juga mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya bobot karkas dan umur ternak. Soeparno (1994) menyatakan bahwa
persentase lemak kakas akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rekapitulasi hasil penelitian terhadap karkas dan lemak adalah
[image:50.612.132.508.379.472.2]sebagaimana ditampilkan pada Tabel 19.
Tabel 19. Rekapitulasi hasil penelitian
Perlakuan Parameter P1 P2 P3
Bobot Karkas (kg/ekor) 7,26tn 7,52tn 6,78tn Persentase Karkas (%/ekor) 47,20tn 48,15tn 47,06tn
Bobot Lemak Subkutan (g/ekor) 790,60tn 816,00tn 738,66tn
Bobot Lemak Ginjal dan Pelvis (g/ekor) 137,00tn 141,00tn 127,15tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
Rekapitulasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan
P3 pada domba memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap
bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak subkutan serta bobot lemak ginjal
dan pelvis.
36
Kesimpulan
Pemberian pakan berbasis hasil limbah pertanian berupa pucuk batang
tebu, pucuk batang jagung dan pucuk batang ubi kayu dengan penambahan starbio
pada domba memberikan hasil yang sama baiknya terhadap bobot karkas,
persentase karkas, bobot lemak subkutan serta bobot lemak ginjal dan pelvis.
Saran
Peternak disarankan memanfaatkan bahan pakan yang efektif dan efisien
penyediaannya dari hasil limbah pertanian berupa pucuk batang tebu, pucuk
batang jagung dan pucuk batang ubi kayu dengan penambahan starbio pada
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.,1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Bakrie, B. P dan T, Sitompul, 1990. Analisa Kualitas Ampas Tahu sebagai Makanan Ternak Ruminansia. Ilmu dan Peternakan. Edisi Khusus Sumatera Utara.
Berg, R. T dan R. M. Butterfield, 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sidney University. Press, Sidney.
Crouse., J. D, J. R. Busborn, R. A. Field and C. L. Feller., 1981. Effect of Breed, Diet, Sex, Location and Slaughter Weight on Lambs Growth, Carcas Compotition and Meat Flavour, Mc Garaw Hill Book Company, New York.
Darjanto dan Mujati, 1980. Khasiat, Racun dan Masakan Ketela Pohon, Cetakan Kedua Yayasan Dwi Sri, Bogor.
Devendra, C. and M. Burns. 1977. Goat Production In The Tropics.C.A.B. Farham Royal Bucks, England. Pp.1,21.
Departemen Pertanian., 2001. Teknologi Tepat Guna : Budidaya Peternakan Domba., Jakarta.
Dewi, R., 2000. Pengaruh Pemberian Berbagai Level Urea pada Amoniasi Jerami Padi Terhadap Persentase Karkas Domba Jantan, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, USU, Medan.
Doloksaribu, M., E. Romjali., S. Elieser., Subandriyo and R. M. Gatenby. 1996. Production Performance Of Domba Sungei Putih In North Sumatera In Small Ruminant Production ; Recommendations For Southeast Asia. Proc. Of Whorkshop Held In Parapat, North Sumatera, Indonesia, May, 12-15.
Dwiyanto,K., A.Priyanti., dan D. Zainuddin. 2001. Pengembangan Ternak Berwawasan Agribisnis Di Pedesaan Dengan Memanfaatkan Limbah Pertanian dan Pemilihan Bibit Yang Tepat. Balai Penelitian Ternak. Jurnal Lit Bang Pertanian. XV (I).
Gatenby, R.M and Batubara, L.P., 1994. Management Of Sheep In The Humid Tropics. Experiencies Of North Sumatera, Second symposium On Sheep Production In Malaysia, 22 – 24 November 1994, Fakulty Of Veterinary Medicine and Animal Science University Agriculture Malaysia, Serdang. Center For Tropical Animal Production and Disease Studies.
Hanafiah, K. A., 2002, Rancangan Percobaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hassan, A. dan M. Ishada., 1991. Effect Of Water, Molasses and Urea Addition on Oil Palm Frond Sillage Quality, Fermentation and Palatability, In Proceedings of The Third International Symposium on The Nutrition of Herbivora, Penang.
Hasibuan, J, M., 1996. Pengaruh Isi Rumen Sapi Sebagai Substitusi Dedak dalam Ransum Terhadap Bobot Badan, Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, USU, Medan.
Herman, R. 1993. Perbandingan Pertumbuhan, Komposisi Tubuh dan Karkas antara Domba Priangan dan Ekor Gemuk. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.`
Jamarun, N., 1991. Penyediaan, Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak di Sumatera Barat, Pusat Penelitian Uneversitras Andalas, Padang.
Kasyanto, 1982. Membuat Tahu, Penebar Swadaya, Jakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU., 2008.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU., 2009.
Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging, University Indonesia Press, Jakarta.
Lembah Hijau Multifarm., 2009.
Levi, D., M. Soller and A. shilo, 1967. Animal Production. 9:115.
Loka Penelitian Kambing Potong., 2009. Galang.
NRC, 1975. Nutrien Requirement of Sheep. Sixth Revised Edition. National Academy of Science. Wasington DC.
Parakkasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia, UI Press. Jakarta.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Rasyaf. M. 1992. Bahan Makanan Ternak Unggas, Kanisius, Yogyakarta.
Reksohadiprojo, 1979. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik, Kanisius, Yogyakarta.
Siregar, Z., 2008. Diktat Mikrobiologi Nutrisi Ternak. Medan
Smith dan Mangkoewidjojo., 1988. Pemeliharan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Soeparno, 1994. ilmu dan Teknologi Daging. Gajah mada University. Yogyakarta.
Sosrosoedirdjo, R. S., 1982. Bercocok Tanam Ketela Pohon. CV Yasa Guna, Jakarta.
Tomaszewska,M.W.,J.M.Mastika,A.Djaja Negara,S,Gardiner, dan T.R. Wiradarya.1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press,Surabaya.
40
Lampiran 1. Formulasi pakan domba
Formulasi pakan berbasis pucuk batang tebu (P1)
Bahan Pakan %Pakan %PK %SK %TDN
Pucuk Tebu 77.51 2.20 7.10 21.2
Ampas Tahu 7.35 3.80 4.10 15.84
Dedak 0.72 0.27 0.20 1.31
Starbio 0.20 0.05 0.04 0 Molases 0.31 0.02 0.002 0.51
Urea 0.25 0.01 0 0
Garam 0.04 0 0 0
Bungkil Kelapa 13.62 7.50 5.30 28.82
Total 100 13.85 16.742 67.68
Formulasi pakan berbasis pucuk batang jagung (P2)
Bahan Pakan %Pakan %PK %SK %TDN
Pucuk Jagung 47.90 3.25 8.23 23.6
Ampas Tahu 18.43 4.13 4.44 17.16
Dedak 13.03 2.11 1.23 9.85
Starbio 0.47 0.05 0.04 0
Molases 0.67 0.02 0.002 0.49 Urea 0.40 0.01 0 0
Garam 0.60 0 0 0
<