PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN OPEN APPROACH
TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN
INDUKTIF-KREATIF MATEMATIS
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh:
ROBIAH ADAWIYAH
NIM : 1112017000021
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
i
ABSTRAK
ROBIAH ADAWIYAH (1112017000021).“Pengaruh Pembelajaran dengan Open Approach terhadap Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2016.
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di Jakarta Selatan tahun ajaran 2015/2016, bertujuan untuk menganalisis pengaruh pembelajaran dengan open
approach terhadap kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis pada materi
bangun datar segiempat. Indikator kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis yang diukur dalam penelitian ini yaitu: (a)Generalisasi kreatif, (b)Pola Kreatif, dan (c)Analogi Kreatif. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian randomized control group posttest only design. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan mengambil dua dari delapan kelas, satu kelas sebanyak 33 siswa sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainnya sebanyak 34 siswa sebagai kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan Uji-t pada taraf nyata 5% diperoleh nilai signifikansi 0,000 yang bernilai kurang dari � = 0,05. Hal ini menunjukan, bahwa kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis siswa yang diterapkan pembelajaran dengan open approach lebih tinggi dibandingkan kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis siswa yang diterapkan dengan pembelajaran secara konvensional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis siswa yang diterapkan pembelajaran dengan open approach untuk seluruh indikator yang telah ditetapkan lebih tinggi daripada kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional. Secara spesifik, indikator dari kemampuan penalaran-induktif kreatif matematis yang memberikan hasil paling tinggi yaitu indikator generalisasi kreatif dibandingkan dengan indikator yang lainnya. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran dengan open
approach pada materi bangun datarsegiempat berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis.
ii
Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher’s Training, Jakarta Syarif
Hidayatullah State Islamic University, June 2016.
This research was conducted at one of junior high school in south jakarta on academic year of 2015/2016. The purpose is to analyze the effect of open approach toward mathematical inductive-creative reasoning ability on quadrilateral chapter. The indicators of mathematical inductive-creative reasoning ability in this research are, (a) Creative generalization, (b)Creative patterns, and (c)Creative analogy. The research method is quasi experiment with randomize control group post test only design. Samples are chosen by cluster random sampling technique by taking two of eight classes, one class with 33 students as experimental class and one other class with 34 students as a control class. Based on result of hypothesis testing with t-test at significant level of 5%, it was obtained that the significant level is 0,000 < 0,05
(specified significant level). It shows that students’ mathematical inductive-creative
reasoning ability which were taught by open approach is higher than students’
mathematical inductive-creative reasoning ability of those which were taught by conventional learning.
The result shows that students’ mathematical inductive-creative reasoning ability
which were taught by open approach for overall indicators is higher than the other
student which were taught by using conventional learning. Specifically, the result
shows that mathematical inductive-creative reasoning ability with open approach give highest score on the indicator of creative generalization compare with other indicators. The conclusion of this research is mathematical inductive-creative reasoning ability on the quadrilateral chapter using open approach having a significantly effect towards mathematical inductive-creative reasoning ability.
iii
KATA PENGANTAR
ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Tidak dapat dipungkiri beberapa kendala penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini, namun dengan kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan motivasi dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Khairunnisa, S.Pd, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi dan semangat yang tiada henti dalam membimbing penulis selama ini. Semoga apa yang telah Bapak dan Ibu berikan kepada penulis, menjadi jalan pintu ridhoNya.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Kadir, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd. Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd. Selaku Dosen Penasihat Akademik yang
iv
6. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing PPKT yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian skripsi bersamaan dengan pelaksanaan PPKT.
7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan menjadi amal jariyah yang tiada henti bagi Bapak dan Ibu. 8. Bapak Drs. Susmulyadi, M.Pd selaku kepala SMP Negeri 178 Jakarta, yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
9. Ibu Rustini, S.Pd selaku Guru Bidang Studi Matematika SMP Negeri 178 Jakarta yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat bermanfaat.
10. Siswa dan siswi kelas VII SMP Negeri 178 Jakarta tahun ajaran 2015/2016, khususnya kelas VII-5 dan VII-7 yang bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.
11. Keluarga tercinta, Ayahanda H. Hanafi, Ibunda Hj. Mardiah serta kakak-kakak dan adik yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu mengumpulkan kita bersama di dunia dan di akhirat.
12. Sahabat seperjuangan selama perkuliahan, Endah, Mia, Ivo, Icha yang telah menemani segala suka duka masa perkuliahan. Semangat untuk kalian semoga segera menyusul untuk menyelesaikan skripsi.
13. Sahabat sehidup dan seatap, Rizqa dan Evia atas segala bantuan, semangat dan kebersamaan yang telah dilalui selama ini. Semangat yah sahabatku, ayo kejar target lulus.
v
15. Sahabat organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika periode 2014/2015 khususnya anggota divisi LITBANG Wirna, Hani, Andin, Riri, Lala, Akma, Hamzah. Terimakasih atas kerjasama dan pengalaman yang telah kita lakukan bersama.
16. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2012 khususnya kelas A. Terimakasih atas kebersamaan dan bantuan selama ini baik langsung maupun tidak langsung.
17. Kaka tingkat tersayang dan terbaik angkatan 2011 Kak Fuji Lestari dan Kak Novika (Chacha) atas segala kasih sayang dan bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT selalu menyayangi kakak berdua.
18. Kaka tingkat angkatan 2009, 2010, 2011 khususnya Kak Tommy Aditya, Kak Heni Hanifah, Kak Shidik, Kak Yusuf, Kak Ramlah, Mbak Nurul, Kak Rika, Kak Ana, Ka Aay, Bang Irwan, Bang Aziz Muhtasyam, Ka Icum atas segala nasihat, bimbingan, saran, dan semangat selama penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT memudahkan segala urusan kakak sekalian. 19. Adik kelas angkatan 2013, 2014, 2015 khususnya Nisa, Nurul, Yaza, Sinta,
Rohimah dan Kiki yang sudah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.
20. Kakak, Hermawan yang selalu ada untuk menemani, membimbing, memberi nasihat, mendoakan, dan memberikan fasilitas kepada penulis selama ini. Semoga Allah selalu menyayangi dan memudahkan segala urusan kakak.
21. Kakak Wenas Navy Marindo, yang selalu memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih dan maaf untuk selalu merepotkan. Semoga Allah memudahkan segala urusan kakak.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah
vi
Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun skripsi yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran kertas skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.
Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.
Jakarta, Juni 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 10
A. Kajian Teoritik... 10
1. Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 10
a. Definisi Berpikir ... 10
b.Definisi Berpikir Kreatif Matematis ... 11
c.Definisi Penalaran Matematis ... 16
d.Penalaran Kreatif Matematis ... 18
e.Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 19
2. Pembelajaran dengan Open Approach ... 21
a. Definisi Pembelajaran ... 21
b. Open Approach ... 22
viii
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
B. Metode dan Desain Penelitian ... 30
C. Populasi dan Sampel ... 32
D. Variabel Penelitian... 32
E. Teknik Pengumpulan Data ... 32
F. Instrumen Penelitian ... 33
1. Validitas ... 35
2. Daya Pembeda ... 36
3. Taraf Kesukaran ... 37
4. Uji Reliabilitas ... 39
G. Teknik Analisis Data ... 40
1. Uji Normalitas ... 40
2. Uji Homogenitas ... 41
3. Uji Hipotesis ... 42
H. Perumusan Hipotesis Statistik ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Deskripsi Data ... 44
1. Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Secara Keseluruhan ... 44
2. Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Per Indikator ... 45
B. Analisis Data ... 47
1. Uji Prasyarat Analisis ... 47
ix
b. Uji Homogenitas ... 48
2. Uji Hipotesis ... 48
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 49
1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49
2. Analisis Hasil Tes Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 57
a. Indikator Generalisasi Kreatif ... 59
b. Indikator Pola Kreatif ... 62
c. Indikator Analogi Kreatif ... 64
D. Keterbatasan Penelitian ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... ………30 Tabel 3.2 Desain Penelitian... ………31 Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis 33 Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis 34 Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif
Matematis ... 35 Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Kemampuan Penalaran
Induktif-Kreatif Matematis ... 37 Tabel 3.7 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kemampuan Penalaran
Induktif-Kreatif Matematis ... 38 Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran ... 38 Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 39 Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 44 Tabel 4.2 Perbandingan Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Per Indikator ... 45 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif
Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 47 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas dan Uji Hipotesis Tes Kemampuan Penalaran
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 29
Gambar 4.1 Histogram Persentase Skor Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 46
Gambar 4.2 Contoh Masalah pada Pertemuan Ketiga ... 52
Gambar 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa pada Tahapan Siswa Belajar Mandiri ... 52
Gambar 4.4 Hasil Pekerjaan Siswa pada Tahapan Siswa Belajar Mandiri ... 53
Gambar 4.5 Hasil Pekerjaan Siswa pada Tahapan Siswa Belajar Mandiri ... 54
Gambar 4.6 Hasil Pekerjaan Siswa pada Tahapan Diskusi dan Membandingkan... 55
Gambar 4.7 Hasil Pekerjaan Siswa pada Tahapan Membuat Ringkasan ... 56
Gambar 4.8 Contoh Soal Indikator Generalisasi Kreatif ... 59
Gambar 4.9 Jawaban Siswa untuk Soal Indikator Generalisasi Kreatif... 60
Gambar 4.10 Contoh Soal Indikator Pola Kreatif ... 62
Gambar 4.11 Jawaban Siswa untuk Soal Indikator Pola Kreatif ... 63
Gambar 4.12 Contoh Soal Indikator Analogi Kreatif Kreatif ... 65
xii
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 91 Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 101 Lampiran 4 Kisi–kisi Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif
Matematis ... 129 Lampiran 5 Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 130 Lampiran 6 Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif
Matematis ... 133 Lampiran 7 Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran Induktif–Kreatif
Matematis ... 138 Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif
Matematis ... 139 Lampiran 9 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Kemampuan Penalaran
Induktif-Kreatif Matematis ... 140 Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kemampuan Penalaran
Induktif-Kreatif Matematis ... 141 Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Penalaran
Induktif-Kreatif Matematis ... 142 Lampiran 12 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Beda dan Taraf Kesukaran
Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 143 Lampiran 13 Perhitungan Uji Validitas, Daya Beda, Taraf Kesukaran, dan
Reliabilitas Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 144 Lampiran 14 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Kelas
xiii
Lampiran 15 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Kelas Kontrol ... 147 Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas, Homogenitas dan Uji Hipotesis Data
Posttest Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis ... 148
Lampiran 17 Tabel “r” Product Moment ... 151 Lampiran 18 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis tahap Pra
Penelitian ... 152 Lampiran 19 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis tahap Pra
Penelitian ... 153 Lampiran 20 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis
tahap Pra Penelitian ... 154 Lampiran 21 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis tahap Pra Penelitian ... 156 Lampiran 22 Daftar Pertanyaan dan Hasil Wawancara Pra Penelitian ... 157 Lembar Uji Referensi
Surat Permohonan Izin Penelitian
1
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan karena begitu banyak manfaatnya dalam kehidupan manusia. Banyak sekali aplikasi dari ilmu matematika yang memudahkan pekerjaan manusia modern saat ini, salah satunya ialah kecanggihan teknologi yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Sejalan dengan hal tersebut menurut Cockcroft yang dikutip oleh Fadjar Shadiq, beliau menyatakan bahwa manusia akan sangat sulit atau bahkan tidak mungkin jika dalam kehidupan modern abad ke–20 ini tidak memanfaatkan matematika dalam kehidupannya.1 Dari pendapat tersebut, maka sebagai manusia modern abad ini hampir tidak mungkin untuk tidak memanfaatkan matematika dalam kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melihat begitu besarnya manfaat matematika, maka sudah seharusnya matematika menjadi ilmu pengetahuan yang harus dipelajari dan dikembangkan untuk kemajuan kehidupan manusia.
Berbicara mengenai matematika dan keharusannya untuk dipelajari, Indonesia merupakan negara dengan kurikulum yang mengharuskan siswanya mulai dari sekolah dasar hingga lanjut untuk mempelajari matematika. Menurut Permendiknas no 22 tahun 2006, tujuan mata pelajaran matematika ialah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, kemampuan penalaran, memecahkan masalah, komunikasi matematika, dan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.2 Selain itu mengacu pada kurikulum 2013 kemampuan memahami, menalar, mengolah, menyaji dan lainnya merupakan hal yang harus dimiliki siswa yang tertuang dalam kompetensi inti tiga dan empat.3 Lebih lanjut, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), suatu dewan
1 Fadjar Shadiq, Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting?, (Yogyakarta: PPTK
Matematika, 2007), h.3.
2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi
3 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 69 Tahun 2013 tentang Kerangka
2
nasional guru matematika di Amerika menetapkan bahwa standar kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari matematika yaitu pemecahan masalah
(problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connection) dan representasi (representation).4
Mengacu dari hal-hal tersebut, penulis menyoroti kemampuan penalaran yang merupakan salah satu dari tujuan pembelajaran matematika dan juga merupakan salah satu kemampuan standar yang ditetapkan NCTM.
Matematika dan penalaran merupakan dua hal yang saling terkait bahkan tidak dapat terpisahkan, kemampuan penalaran sangat diperlukan agar dapat memahami materi matematika sehingga siswa yang tidak memiliki kemampuan penalaran yang baik akan menjadikan matematika sebagai materi hafalan saja karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi matematika. Selain itu kemampuan penalaran juga menjadi penunjang untuk mencapai kemampuan matematika yang lain seperti kemampuan pemecahan masalah. Siswa akan sulit memecahkan suatu masalah jika kemampuan bernalarnya tidak berkembang dengan baik. Melihat bahwa kemampuan penalaran sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap siswa maka sudah sepatutnya proses pembelajaran matematika di Indonesia harus mampu mengembangkan kemampuan penalaran siswa.
Berdasarkan laporan Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS), yaitu studi internasional berkenaan dengan prestasi matematika dan
sains siswa, pada TIMSS 2011 kerangka penilaian terdiri dari dua dimensi utama yaitu dimensi konten yang berkenaan dengan materi dan dimensi kognitif yang berkenaan dengan proses berpikir, untuk dimensi kognitif terdiri dari pengetahuan sebesar 35%, penerapan sebesar 40%, dan penalaran sebesar 25%.5 Data TIMSS
2011 menunjukan skor penalaran siswa Indonesia sebesar 388, hasil ini turun jika dibandingkan TIMSS 2007 yaitu sebesar 394, selain itu hasil TIMSS 2011 mengenai kemampuan penalaran siswa Indonesia menunjukan bahwa kemampuan penalaran siswa Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan skor
4 NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, (Reston: NCTM, 2000) 5 Ina V.S. Mullis, et al., TIMSS 2011 International Result in Mathematics, (Chestnut
penalaran dari sebagian besar negara yang berpartisipasi dalam TIMSS 2011.6 Meskipun demikian, hasil TIMSS 2011 tersebut tidak dapat digeneralisasi secara luas bahwa secara keseluruhan kemampuan penalaran matematik siswa Indonesia rendah, namun hasil TIMSS tersebut secara bijak dapat dijadikan referensi bagi para praktisi pendidikan matematika untuk terus mengevaluasi dan mengembangkan proses pendidikan di Indonesia agar mampu mengembangkan kemampuan matematik siswa salah satunya kemampuan penalaran matematik.
Laporan lain mengenai kemampuan penalaran siswa Indonesia yaitu laporan dari Indonesia National Assessment Programme (INAP). Penelitian INAP 2012 dilaksanakan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kalimantan Timur dengan hasil penelitian INAP 2012 menyatakan rerata skor matematika untuk setiap dimensi kognitif yang meliputi pengetahuan (knowing), penerapan (aplying), dan penalaran (reasoning) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berturut–turut sebesar 500,42; 495; dan 492,98 sementara Kalimantan Timur untuk pengetahuan, penerapan dan penalaran berturut–turut 496,74; 488,99; 486,79.7 Berdasarkan hasil tersebut memberikan fakta bahwa aspek penalaran menjadi aspek terendah jika dibandingkan dengan pengetahuan dan penerapan.
Pemaparan mengenai kemampuan penalaran yang telah disebutkan membawa pada beberapa hal penting, hal pertama yaitu kemampuan penalaran merupakan aspek penting yang menjadi salah satu tujuan dari pendidikan matematika di Indonesia dan merupakan salah satu kemampuan standar yang harus dimiliki siswa berdasarkan ketetapan NCTM, hal kedua kemampuan penalaran siswa Indonesia masih tergolong rendah jika mengacu standar Internasional, dan ketiga jika dibandingkan aspek pengetahuan dan penerapan maka kemampuan penalaran menjadi yang terendah. Atas dasar beberapa hal penting tersebut penulis merasa bahwa kemampuan penalaran matematik siswa harus mendapatkan perhatian serius salah satunya dalam bentuk penelitian yang berkenaan dengan kemampuan penalaran.
6Ibid., p. 163
7Laporan INAP 2012, tersedia di
4
Dalam penelitian ini penulis memusatkan masalah pada kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis. Penulis memusatkan penelitian pada penalaran induktif dengan didasarkan adanya penelitian dari peneliti psikologi yang menyatakan bahwa seseorang lebih cenderung kepada proses belajar dan berpikir dengan cara coba–coba dibandingkan dengan proses analisis formal.8 Selain itu
Chapman menyatakan bahwa pada dasarnya berpikir induktif tidak akan mengurangi kemampuan penalaran deduktif seseorang, meskipun pada awalnya sebagian besar seseorang berpikir dengan cara induktif, namun ketika data telah ditemukan mereka akan cenderung untuk menyatakan dalam bentuk deduktif.9 Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa kemampuan penalaran induktif penting dan menarik untuk diteliti lebih dalam.
Alasan yang menjadi dasar penulis memusatkan masalah pada penalaran induktif yang bersifat kreatif didasarkan pada pentingnya penalaran kreatif dalam menopang kemampuan lain dalam pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa penalaran kreatif sangat berperan dalam pemecahan masalah non rutin, mengingat bahwa dalam pemecahan masalah non rutin siswa tidak bisa langsung mengenali solusi masalah namun terlebih dahulu siswa harus mengkontruksi penalaran.10 Pendapat tersebut, secara langsung mengatakan bahwa kemampuan penalaran yang bersifat kreatif menopang aspek-aspek penting lain dalam proses pembelajaran matematika salah satunya pemecahan masalah.
Penalaran induktif dapat diartikan sebagai proses bernalar yang mengambil kesimpulan umum dengan berdasarkan fakta–fakta khusus yang membawa pada kesimpulan umum, dimana kesimpulan umum yang diambil bersifat probabilistik. Sementara penalaran induktif–kreatif matematis dapat
8Jarnawi Afgani Dahlan,“Meningkatkan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa
Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open - Ended”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2004, h.21, tidak dipublikasikan
9Utari Sumarmo,“Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA
Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 1987, h.38, tidak dipublikasikan
10
diartikan sebagai penalaran induktif matematis yang bersifat kreatif, dengan menekankan aspek originalitas sebagai unsur kreatif. Dengan kata lain penalaran jenis ini menuntut siswa untuk menggunakan nalarnya dalam mengambil kesimpulan induktif dengan menekankan originalitas hasil pemikiran penalar, bukan didasarkan dengan cara meniru hasil pemikiran, baik meniru dari proses pembelajaran, buku teks dan sebagainya.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan, kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis sangat penting untuk dimiliki dan harus terus dikembangkan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran matematika. Kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis merupakan bagian dari kemampuan penalaran matematis, yang secara logis dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memiliki kemampuan penalaran induktif-kreatif matematis yang baik, maka siswa secara umum harus memiliki kemampuan penalaran matematis yang baik, namun fakta yang terjadi di lapangan kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah.
Penelitian pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap siswa di salah satu SMP Negeri di Jakarta Selatan memperlihatkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah. Berikut salah satu contoh soal yang diberikan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa dengan indikator memperkirakan jawaban dan proses solusi.
1. Jika � = {bilangan asli kurang dari 10}, = {bilangan ganjil kurang dari 9},
= {bilangan prima kurang dari 7} maka tentukan:
a. � − �
b. � ∪ �
c. ∪ �
6
71,94. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa di sekolah tersebut masih rendah.
Hal tersebut juga dapat dilihat dari jawaban siswa. Berikut variasi jawaban siswa untuk indikator soal memperkirakan jawaban dan proses solusi.
Siswa 1: (tidak menjawab)
Siswa 2: a. S - Ac = {2 ,4, 6}; b. Ac∪ Bc = {1,6
}; c. (A
∪B)c = {2, 4, 6}Siswa 3: a. S - Ac = {1, 3, 5, 7}; b. Ac∪ Bc = {1,3, 5, 7
}; c. (A
∪B)c = {4, 6, 8, 9} Siswa 4 : a. S - Ac = {1, 3, 5, 7 } ; b. Ac∪ Bc = {1, 2, 4, 6, 7, 8, 9}; c. (A
∪B)c = {4, 6, 8, 9}Beberapa siswa sama sekali tidak memberikan jawaban seperti terlihat pada siswa 1, hal tersebut menunjukan siswa belum mampu memperkirakan jawaban dan proses solusi. Sebagian besar siswa menjawab seperti siswa 2 dimana secara keseluruhan jawaban salah, siswa mampu memperkiran jawaban namun proses solusi yang diberikan seluruhnya salah. Sebagian kecil siswa menjawab seperti siswa 3 dan siswa 4 dimana secara keseluruhan jawaban sudah tepat walaupun jawaban pada siswa 3 masih terdapat sedikit kesalahan. Sehingga kemampuan penalaran matematis siswa yang diukur pada indikator memperkirakan jawaban dan proses solusi masih tergolong rendah.
Hasil dari penelitian pendahuluan tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada guru matematika di sekolah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, guru matematika tersebut menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa harus ditingkatkan, lebih lanjut guru tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan siswa pada pelajaran matematika berbeda-beda ada yang cepat, lamban, bahkan masih ada yang bermain-main.
untuk mengkonstruksi pengetahuan dan nalarnya sendiri, sehingga pemahaman konsep dan kemampuan bernalar siswa kurang mencapai hasil yang optimal.
Berdasarkan uraian–uraian tersebut, sudah seharusnya kemampuan penalaran induktif–kreatif siswa dikembangkan, salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah menerapkan pembelajaran dengan open approach. Open approach merupakan pendekatan pengajaran yang bersifat terbuka, dalam proses pembelajarannya siswa diberikan masalah open–ended yang menuntut siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir sesuai dengan kemampuan siswa, diskusi menjadi pusat kegiatan belajar siswa dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis, kemudian di akhir pembelajaran guru memberikan pemantapan berupa kesimpulan–kesimpulan dan mengkoneksikan ide–ide yang muncul dari aktivitas siswa dalam memecahkan masalah open–ended dalam rangka membantu siswa menemukan generalisasi matematika, rumus, aturan dan sebagainya. Dengan proses pembelajaran tersebut diyakini dapat meningkatkan kemampuan penalaran–induktif kreatif matematis siswa.
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh
Pembelajaran dengan Open Approach terhadap Kemampuan Penalaran Induktif–Kreatif Matematis“.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa yang dalam penelitian ini mengacu pada kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis. 2. Kurang bervariasinya model, strategi, pendekatan dan metode yang
diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dari masalah yang teridentifikasi sebagai berikut: 1. Pendekatan pengajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Open
8
meliputi: mengajukan masalah open–ended, siswa belajar secara mandiri, diskusi dan membandingkan, dan membuat ringkasan.
2. Kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis dalam penelitian ini dibatasi pada tiga indikator yaitu: Kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati dengan cara yang unik (generalisasi kreatif), kemampuan menarik kesimpulan yang didasarkan pada keserupaan proses atau data dengan cara yang unik (analogi kreatif), dan menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dengan cara yang unik (pola kreatif)
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti akan dikaji lebih lanjut dengan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan open approach?
2. Bagaimana kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori?
3. Apakah kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan open approach lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa
setelah memperoleh pembelajaran dengan open approach.
2. Mengidentifikasi kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori.
3. Menganalisis perbandingan kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan open
approach dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan informasi bahwa pembelajaran dengan open approach memberikan pengaruh yang positif terhadap kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis.
b. Sebagai referensi untuk penelitan lain yang relevan 2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa.
b. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis siswa.
10
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. KAJIAN TEORITIK
1. Kemampuan Penalaran Induktif–Kreatif Matematis a. Definisi Berpikir
Berpikir merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari aktivitas manusia. Adanya kemampuan untuk berpikir melalui akal menjadikan manusia sebagai makhluk yang istimewa karena dengan kemampuan berpikir manusia mampu mengelola dan memajukan kehidupan. Kemampuan berpikir manusia akan semakin maju seiring bertambahnya usia dimulai dari berpikir konkret menuju kemampuan untuk dapat memikirkan hal–hal yang abstrak. Saat ini perkembangan dunia semakin pesat, berbagai kemudahan begitu terasa dalam melaksanakan aktivitas harian, hal ini tidak terlepas dari hasil berpikir manusia kreatif yang terus menerus berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang berguna dan memudahkan pekerjaan manusia.
Berpikir menurut Gilmer ialah proses pemecahan masalah dan proses menggunakan gagasan atau lambang–lambang pengganti yang tampak secara fisik selain itu berpikir merupakan proses penyajian peristiwa internal dan eksternal.1 Selanjutnya Peter Reason mengemukakan bahwa berpikir ialah proses mental yang lebih dari sekedar mengingat ataupun memahami karena pada dasarnya mengingat hanyalah proses penyimpanan informasi yang ketika dibutuhkan maka dilakukan usaha permintaan pengeluaran informasi kembali pada otak sementara memahami ialah adanya perolehan apa yang didengar dan dibaca serta mampu menghubungkan keterkaitan aspek-aspek dalam memori.2
1
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2.
2
Selain itu para ahli psikologi berpendapat bahwa proses berpikir pada taraf tinggi melalui tahapan–tahapan sebagai berikut.
1) Terdapat masalah yang harus dipecahkan.
2) Mengumpulan fakta–fakta yang berkaitan dengan pemecahan masalah. 3) Mengolah dan mencerna fakta–fakta yang telah ditemukan.
4) Menemukan cara memecahkan masalah.
5) Mengevaluasi, mencocokkan hasil penyelesaian masalah. 3
Mengacu dari pendapat–pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa berpikir merupakan proses mental yang terjadi di dalam diri manusia yang merupakan proses taraf tinggi, karena proses tersebut lebih dari sekedar mengingat bahkan lebih dari memahami dimana proses berpikir dimulai dari adanya masalah yang harus dipecahkan, kemudian pengumpulan fakta–fakta yang berperan sebagai data untuk pemecahan masalah, selanjutnya fakta yang telah didapatkan dianalisis sehingga permasalahan terpecahkan.
b. Definisi Berpikir Kreatif Matematis
Berbicara mengenai berpikir kreatif erat relasinya dengan kreativitas, hal ini dikarenakan kreativitas merupakan produk dari proses berpikir kreatif. Kreativitas merupakan salah satu hal terpenting yang harus dimiliki oleh manusia agar mampu menghadapi dinamika kehidupan. Menurut Supriadi kreativitas merupakan suatu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang berbeda dari yang telah ada.4 Sementara Semiawan menyatakan sebagai kemampuan untuk
melahirkan gagasan baru yang kemudian diterapkan dalam pemecahan masalah.5 Urban mendefinisikan kreativitas sebagai suatu penciptaan baru, tidak biasa dan mengejutkan sebagai solusi dari masalah yang dirasakan.6
3 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet.5,
1990), h. 46.
4 Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas pada
Anak Usia Taman Kanak – Kanak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 13.
5Ibid., h. 14.
6
12
Lebih lanjut menurut Bergstrom kreativitas ialah kemampuan individu dalam menghasilkan sesuatu yang baru dan tidak terduga (unpredictable).7 Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut merumuskan kreativitas dengan mengacu sesuatu yang bersifat baru atau yang tidak biasa.
Hakikatnya kreativitas bukan hanya berbicara mengenai sesuatu yang bersifat baru kreativitas lebih luas dari hal tersebut, kreativitas juga berkaitan dengan gagasan yang bervariasi, gagasan yang banyak, pengungkapan gagasan yang terperinci dan sebagainya. Definisi kreativitas yang lebih luas diungkapkan oleh Munandar yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir, dan kemampuan untuk memperinci atau mengembangkan suatu gagasan.8 Berdasarkan definisi yang diungkapkan Munandar, maka untuk mengukur kreativitas dapat dilihat melalui kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan kerincian.
Selanjutnya definisi mengenai berpikir kreatif dijelaskan sebagai berikut, Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai proses berpikir yang menghasilkan hal–hal yang baru, hal–hal tersebut dapat berupa hubungan– hubungan baru dari berbagai hal, solusi penyelesaian yang baru dari sebuah soal, bentuk artistik yang baru dan sebagainya.9 Mednick mendefinisikan berpikir kreatif sebagai pembentukan dari elemen-elemen yang berhubungan menjadi suatu kombinasi baru.10 Lebih lanjut Johnson mengemukakan bahwa berpikir kreatif berkaitan dengan ketekunan, disiplin diri yang melibatkan aktivitas mental berupa mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi atau ide yang tidak biasa dengan menggunakan pikiran terbuka, membuat hubungan–hubungan dan
7 Erkki Pehkonen, The State of Art in Mathematical Creativity, ZDM, 1997, p. 63. 8 S.C. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,
(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,1992), h. 50.
9 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, Cet.8, 2000), h. 47.
10 R Keith Sawyer et al, Creativity and Development, (New York: Oxford
menerapkan imajinasi sehingga menghasilkan ide baru dan berbeda.11 Pendapat lain berasal dari Puccio dan Murdock mengemukakan bahwa berpikir kreatif memuat keterampilan kognitif dan metakognitif, menghasilkan banyak ide, ide yang berbeda, ide yang bersifat baru, memuat disposisi diantaranya sikap terbuka, berani, bertindak cepat, berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan, menggunakan cara berpikir orang lain yang kritis, dan adanya kepekaan terhadap perasaan orang lain.12
Mengacu berbagai pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan gagasan yang bersifat baru, menghasilkan banyak ide dan ide yang berbeda. Selain itu berpikir kreatif juga dapat diartikan sebagai proses berpikir yang menghasilkan sebuah kreativitas. Sehingga dalam hal ini berpikir kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan produk berpikir yang mencerminkan orisinalitas, keluwesan, kelancaran dan kerincian.
Berpikir kreatif dalam matematika dapat diartikan melakukan pemecahan masalah atau tugas–tugas matematika dengan melibatkan proses berpikir kreatif. Spraker mendefinisikan kreativitas matematika sebagai kemampuan untuk menghasilkan solusi penyelesaian matematika yang baru atau yang tidak biasa.13 Tall mengatakan bahwa berpikir kreatif matematika ialah kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah atau perkembangan berpikir dengan memperhatikan aturan penalaran deduktif serta hubungan dari konsep–konsep dihasilkan untuk di integrasikan pada pokok–pokok matematika.14 Sehingga dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif matematis
merupakan kemampuan berpikir seseorang dalam menyelesaikan masalah matematika yang melibatkan proses berpikir kreatif yaitu mencerminkan komponen keaslian (orisinalitas), keluwesan, kelancaran dan kerincian.
11La Moma, “Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui
Pembelajaran Generatif Siswa SMP”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika
FMIPA UNY, Yogyakarta, 2012, h. 506.
12Ibid., h. 507.
13Derek W Haylock, “A Framework for Assessing Mathematical Creativity in
School Children”, Educational Studies in Mathematics, Vol.18, 1987, p. 61.
14
Individu yang kreatif mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki pikiran yang terbuka, berani mengambil resiko, dan sebagainya. Sejalan dengan hal tersebut hal–hal yang cenderung dilakukan oleh individu kreatif antara lain: 1) Mampu melihat masalah dan situasi dengan fleksibel.
2) Memiliki banyak informasi yang relevan terhadap suatu tugas.
3) Mampu megkombinasikan informasi dan ide yang dimiliki dengan cara– cara baru.
4) Mengevaluasi pencapaian yang diperoleh mengacu pada standar yang tinggi.
5) Mempunyai gairah sehingga mengeluarkan waktu dan usaha yang banyak terhadap apa yang dikerjakan. 15
Parnes yang dikutip dalam Nursito mengemukakan lima macam perilaku kreatif sebagai berikut:
1) Fluency (kelancaran), yaitu suatu kemampuan untuk menghasilkan ide
yang serupa dalam pemecahan masalah.
2) Flexibility (keluwesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai
macam ide yang tidak biasa dalam pemecahan masalah.
3) Originality (keaslian), yaitu kemampuan dalam memberikan respon yang
unik atau luar biasa.
4) Elaboration (Keterperincian), yaitu kemampuan mengemukakan ide
yang rinci dalam mewujudkan ide menjadi kenyataan.
5) Sensitivity (kepekaan), yaitu adanya kepekaan dalam menanggapi
masalah dalam suatu keadaan. 16
Lebih lanjut Munandar memberikan penjelasan mengenai ciri–ciri kemampuan berpikir kreatif siswa sebagai berikut:
1) Keterampilan Berpikir Lancar
15Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 407
Melahirkan banyak jawaban, ide, pertanyaan atau penyelesaian
masalah.
Mengemukakan banyak cara dalam melakukan sesuatu. Memikirkan lebih dari satu jawaban.
2) Keterampilan Berpikir Luwes
Melahirkan jawaban, ide atau pertanyaan yang bervariasi. Mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Mencari banyak alternatif.
Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
3) Keterampilan Berpikir Orisinal
Melahirkan ungkapan atau gagasan yang baru dan unik.
Memikirkan cara yang berbeda dari yang biasa atau tidak lazim dalam mengungkapkan diri.
Mampu menghasilkan suatu kombinasi yang berbeda dari yang
biasa atau tidak lazim dari bagian–bagian atau unsur-unsur. 4) Keterampilan memperinci
Mampu mengembangkan dan memperkaya suatu gagasan atau produk.
Memperinci secara detil suatu gagasan, objek atau situasi sehingga
lebih menarik. 5) Keterampilan menilai
Mampu menentukan standar acuan penilaian sendiri. Mampu mengambil keputusan dalam situasi terbuka.
Tidak hanya melahirkan gagasan namun mewujudkannya dalam
bentuk nyata.17
Dalam penelitian ini, permasalahan difokuskan pada salah satu indikator kemampuan berpikir kreatif, yaitu kemampuan berpikir orisinal atau orisinalitas, telah dideskripsikan bahwa orisinalitas memiliki ciri-ciri
16
diantaranya menciptakan ungkapan atau gagasan yang baru dan unik, memikirkan cara yang berbeda dari yang biasa atau tidak lazim dalam mengungkapkan diri, mampu menghasilkan suatu kombinasi yang berbeda dari yang biasa atau tidak lazim dari bagian–bagian atau unsur-unsur. Berdasarkan deskripsi tersebut, orisinalitas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dengan cara yang unik atau tidak biasa.
c. Definisi Penalaran Matematis
Menurut Shurter dan Pierce yang dikutip oleh Sumarmo, penalaran dapat diartikan sebagai suatu proses dalam mencapai kesimpulan yang logis dengan didasarkan pada fakta dan sumber yang relevan.18 Definisi lain mengenai penalaran diungkapkan oleh Johnson-laird dan Byrne yang menyatakan bahwa penalaran merupakan proses penarikan kesimpulan yang didasarkan prinsip-prinsip dan fakta-fakta dimana seseorang menarik kesimpulan baru atau mengevaluasi kesimpulan yang telah diketahui.19 Dari pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa penalaran merupakan proses berpikir dengan menarik kesimpulan dengan didasarkan pada fakta atau sumber yang relevan.
Secara umum, terdapat dua jenis penalaran jika ditinjau dari cara untuk menarik kesimpulan, yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif. Dalam penelitian ini penalaran yang dimaksud adalah penalaran induktif. Polya mendefinisikan penalaran induktif sebagai suatu penalaran alami yang memungkinkan seseorang memperoleh pegetahuan ilmiah, sementara Neubert dan Binko berpendapat bahwa penalaran induktif berhubungan dengan menemukan pola dan gambar.20 Pendapat lain, Hume menyatakan
bahwa penalaran induktif merupakan aktifitas pikiran untuk menyimpulkan
18Utari Sumarmo,“Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa
SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 1987, h. 31, tidak dipublikasikan.
19
Constantinos Christou and Eleni Papageorgiou, “A Framework of Mathematics Inductive Reasoning”, Learning and Instruction, Vol. 17, 2007, p. 56.
berdasarkan sesuatu yang diamati menjadi tidak diamati, melihat matahari terbit setiap hari akan membawa pada kesimpulan bahwa besok matahari akan terbit lagi.21
Penalaran induktif adalah suatu aktivitas berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum, sebaliknya penalaran deduktif merupakan suatu aktivitas berpikir yang berusaha menarik kesimpulan tentang hal khusus didasarkan pada hal–hal umum atau suatu hal yang telah dibuktikan kebenarannya.22 Sehingga dari pendapat-pendapat ahli mengenai definisi penalaran induktif dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran induktif merupakan jenis penalaran dengan menarik kesimpulan bersifat umum berdasarkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus.
Menurut Utari Sumarmo, indikator yang termasuk ke dalam penalaran induktif diantaranya adalah:
1) Transduktif, yaitu menarik suatu kesimpulan dari satu kasus khusus yang selanjutnya diterapkan pada kasus khusus lainnya.
2) Analogi, yaitu berupa penarikan kesimpulan yang didasarkan pada keserupaan proses atau data.
3) Generalisasi, yaitu berupa penarikan kesimpulan umum dengan didasarkan pada data atau hal–hal yang teramati.
4) Memperkirakan jawaban solusi ataupun kecenderungan, berupa interpolasi dan ekstrapolasi.
5) Memberi penjelasan terhadap model, sifat, fakta, hubungan atau pola yang ada.
6) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur. 23
21
Steven A Sloman and David A Lagnado, The Problem of Induction, in Keith J Holyoak and Robert G Morrison, Eds, The Cambridge Handbook of Thinking and Reasoning, (New York: Cambridge University Press, 2005), p. 95.
22 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTS untuk
Optimalisasi Pencapaian Tujuan, (Yogyakarta: PPTK MATEMATIKA, 2008), h. 12.
23Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik:Apa, Mengapa, dan Bagaimana
18
Indikator yang termasuk ke dalam penalaran deduktif adalah: 1) Melaksanakan perhitungan dengan didasarkan aturan atau rumus tertentu 2) Menarik kesimpulan logis, memeriksa validitas suatu argumen,
membuktikan, dan menyusun suatu argumen yang valid.
3) Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan pembuktian dengan proses induksi matematika. 24
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada penalaran induktif dengan indikator penalaran induktif dibatasi pada generalisasi, analogi dan pola dengan definisi sebagai berikut:
1) Generalisasi adalah proses menarik kesimpulan berdasarkan sejumlah data yang teramati.
2) Analogi adalah penarikan keserupaan dari sejumlah proses atau data. 3) Pola yaitu menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi. d. Penalaran Kreatif Matematis
Penalaran Kreatif Matematis merupakan terjemahan dari creative
mathematically founded reasoning yang diusulkan oleh Johan Lithner.
Lithner mendefinisikan penalaran sebagai suatu proses mengadopsi cara berpikir untuk menghasilkan suatu pernyataan yang berujung pada pencapaian kesimpulan dalam suatu pemecahan masalah.25
Ditinjau dari sifatnya Lithner membagi penalaran menjadi dua, yakni penalaran yang bersifat kreatif (creative mathematically founded reasoning) dan penalaran yang bersifat tiruan (imitative reasoning).
Penalaran tiruan merupakan suatu proses bernalar dimana proses membangun cara bernalar didasarkan dengan cara meniru ataupun mengingat. Lebih lanjut, lithner membagi penalaran tiruan menjadi dua, yakni penalaran ingatan (memorized reasoning) dan penalaran algoritma
(algorithmic reasoning).26
24Ibid.,
25 Johan Lithner, A research framework for creative and imitative reasoning,
Educational Studies in Mathematics, 2008, p. 257.
Menurut Lithner, penalaran ingatan memenuhi kriteria berikut: 1) Pemilihan strategi dalam pemecahan masalah berupa mengingat
jawaban secara lengkap
2) Implementasi strategi dalam pemecahan masalah hanya dengan menuliskan jawaban saja, karena jawaban sudah diingat. 27
Sementara penalaran algoritma memenuhi kriteria berikut:
1) Pemilihan strategi dalam pemecahan masalah berupa mengingat prosedur jawaban.
2) Bagian penalaran yang tersisa dari implementasi strategi merupakan bagian penalaran yang mudah, kesalahan seperti tidak teliti saja yang membuat penalar tidak sampai pada kesimpulan. 28
Dari kriteria yang telah disebutkan, dapat dikatakan bahwa soal–soal yang hanya menuntut siswa dengan mengingat cara, prosedur ataupun jawaban lengkap merupakan soal–soal yang tidak melatih kemampuan bernalar secara kreatif melainkan bernalar dengan tiruan.
Adapun penalaran dengan kategori penalaran kreatif matematis harus memenuhi kriteria kreativitas, logis dan anchoring.
1) Kreativitas (creativity).
Maksud dari kreativitas ialah penalar menghasilkan proses rangkaian penalaran yang baru, dan cukup lancar serta fleksibel. Kreatif dalam hal ini menekankan aspek orisinalitas jawaban siswa.
2) Logis (plausibility).
Logis artinya terdapat argumen–argumen yang mendukung dalam pemilihan suatu strategi atau implementasi strategi hingga argumen tersebut dapat menjelaskan bahwa kesimpulan yang dicapai benar.
3) Anchoring
Anchoring diartikan bahwa argumen yang digunakan didasarkan pada
properti matematika instrinsik yang melibatkan penalaran. 29
27Ibid., 28Ibid., p. 259
29 Johan Lithner, Learning Mathematics by Creative or Imitative Reasoning, 12th
20
e. Penalaran Induktif–Kreatif Matematis.
Berdasarkan kajian teoretik yang telah dipaparkan, secara umum, ada dua jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penelitian ini memfokuskan pada penalaran induktif. Selanjutnya, penalaran induktif dalam penelitian ini terbatas pada generalisasi, analogi, dan pola. Pembatasan definisi dari generalisasi, pola dan analogi sebagai berikut:
1) Generalisasi adalah proses menarik kesimpulan berdasarkan sejumlah data yang teramati.
2) Analogi adalah penarikan keserupaan dari sejumlah proses atau data. 3) Pola yaitu menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi.
Telah disebutkan bahwa secara umum terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif, tetapi menurut kerangka teoritis Lithner, penalaran terbagi dua yaitu penalaran kreatif dan imitatif. Lithner mendefinisikan penalaran kreatif harus memenuhi tiga kriteria seperti kreativitas, logis dan anchoring.
Kreativitas diartikan bahwa pemikir menciptakan urutan penalaran baru dengan mempertimbangkan aspek lancar serta fleksibel dan kreatif dalam hal ini menekankan aspek orisinalitas dari jawaban siswa. Sementara logis diartikan terdapat argumen yang dapat menjelaskan mengapa pilihan strategi membawa pada kesimpulan yang benar. Anchoring yaitu argumen didasarkan pada sifat matematika instrinsik yang melibatkan penalaran.
Berdasarkan penjelasan tentang penalaran kreatif dan kreativitas, maka dalam penelitian ini dibatasi hal-hal berikut ini:
1) Penalaran Kreatif yaitu kemampuan penalaran yang melibatkan kriteria kreativitas.
2) Kriteria kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu aspek orisinalitas
3) Orisinalitas dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dengan cara yang unik atau tidak biasa
Sehingga, definisi dari penalaran induktif-kreatif matematis yaitu proses berpikir yang menarik kesimpulan bersifat umum berdasarkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus dengan melibatkan aspek kreatif. Indikator penalaran induktif–kreatif matematis dalam penelitian ini yaitu: 1) Menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati
dengan cara yang unik (generalisasi kreatif).
2) Menarik keserupaan proses atau data dengan cara yang unik (analogi kreatif).
3) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dengan cara yang unik (pola kreatif).
2. Pembelajaran dengan Open Approach a. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar dimana menurut Surya belajar ialah proses yang dialami oleh individu sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku akibat dari interaksi individu tersebut dengan lingkungannya.30 Sejalan dengan Surya, Fontana mengemukakan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai akibat dari pengalaman hidup individu tersebut.31 Lebih jauh Horward L. Kingskey
menyatakan bahwa belajar ialah proses dimana suatu tingkah laku
30 Rusman, Pembelajaran Tematik Terpadu Teori, Praktik dan Penilaian, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2015), h. 13.
31 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,
22
dimunculkan atau diubah melalui latihan atau praktik.32 Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut dapat ditarik persamaan bahwa belajar berkaitan erat dengan adanya perubahan tingkah laku individu. Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan proses internal yang terjadi secara sadar di dalam diri individu yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku, adanya perubahan tingkah laku merupakan hasil interaksi proses belajar individu tersebut dengan lingkungan maupun pengalaman.
Berkaitan dengan belajar, pembelajaran merupakan sistem yang memfasilitasi proses belajar. Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dimana interaksi yang dilakukan dapat berupa interaksi langsung atau tidak langsung. Menurut Warsita pembelajaran merupakan usaha agar peserta didik terfasilitasi untuk belajar atau kegiatan membelajarkan peserta didik.33 Mengacu pendapat Warsita maka pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan agar terbentuk kondisi yang membuat peserta didik belajar.
Dalam konteks yang umum, pembelajaran terjadi di dalam kelas dimana terdapat interaksi antara guru, peserta didik dan sumber belajar. Hal ini sejalan dengan konsep komunikasi bahwa pembelajaran merupakan komunikasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa dimana guru berperan sebagai komunikator dan siswa berperan sebagai komunikan serta materi yang dikomunikasikan berperan sebagai ilmu pengetahuan.34 Dari berbagai pendapat di atas, pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting untuk memudahkan individu mengalami proses belajar, karena adanya pembelajaran memfasilitasi belajar siswa, mengarahkan dan memudahkan siswa pada tercapainya tujuan belajar.
b. Open Approach
Teori awal mengenai open approach berasal dari Jepang. Open
approach memiliki relasi yang kuat dengan open–ended approach. Sekitar
32 Rusman, op.cit., h. 13. 33Ibid., h. 21
tahun 1970 diadakan penelitian mengenai evaluasi, saat itu penelitian yang terkemuka ialah penelitian oleh Shimada dan kawan-kawannya mengenai evaluasi prestasi siswa, mereka mengembangkan masalah open ended dalam rangka mengevaluasi aktivitas siswa.35 Pada awalnya penelitian dilakukan oleh 4 peneliti yaitu Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshihiko Hashimoto dan Kenichi Shibuya, beberapa tahun kemudian beberapa peneliti dan guru– guru sekolah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga akhirnya terbit buku the open–ended approach: A new proposal for teaching mathematics yang diterbitkan oleh NCTM.36 Keterkaitan open approach dengan
open-ended approach sebagaimana dikatakan Nohda bahwa pendekatan open–
ended yang diusulkan oleh Shimada menekankan bahwa masalah tidak hanya
memiliki satu jawaban saja atau dengan kata lain open-ended yang diusulkan Shimada menekankan pada berbagai macam jawaban benar, sementara dalam
open approach makna keterbukaan lebih luas dari open-ended approach
dengan penambahan selain masalahnya terbuka yakni memiliki jawaban yang banyak, masalah memiliki banyak cara menjawab, dan dari masalah tersebut mampu dihasilkan banyak masalah baru.37
Tujuan dari open approach bukanlah agar siswa menghasilkan jawaban yang benar melainkan bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir matematik.38 Kemudian teori tentang open approach diadopsi oleh negara Thailand dan di negara tersebut teori open approach diintegrasikan dengan lesson study serta menjadi suatu pendekatan pengajaran.39 Open approach pada awalnya diimplementasikan pada kelas
matematika di Thailand pada tahun 2002.40 Dalam penelitian ini penulis
35
Nobuhiko Nohda, Teaching by Open-Approach Method in Japanese Mathematics Classroom, Proceedings of the Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education(PME), 2000, p. 2.
36
Ibid., p. 3. 37
Ibid., p. 6.
38Ibid., p. 8.
39Wasukree Jaijan, Suladda Loipha, Making Mathematical Connection with
Transformations Using Open Aproach, HRD Journal, 2012, p. 92. 40
Naphaporn Woranetsudathip, Chokchai Yuenyong, Enhancing Grade 1 Thai
Students’ Learning about Mathematical Ideas on Addition Through Lesson Study and Open
24
menggunakan langkah–langkah open approach yang telah diadopsi di Thailand.
Tahapan–tahapan open approach yang menekankan pada proses pemecahan masalah yang diusulkan oleh Inprasitha sebagai berikut:
1) Fase 1: Mengajukan Masalah Open-ended. (posing open–ended
problems)
Dalam tahapan pertama ini, guru mengajukan masalah open–ended kepada siswa, kemudian guru meminta siswa untuk memahami permasalah yang diberikan.
2) Fase 2: Siswa Belajar Secara Mandiri. (Students’ self–learning through
problem solving)
Dalam tahapan ini, siswa berusaha untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru dengan berbagai macam cara sesuai dengan kemampuan matematika siswa. Di tahapan ini, tugas guru ialah mencatat cara yang digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.
3) Fase 3: Diskusi dan Membandingkan. (Whole class discussion and
comparison)
Dalam tahapan ini, siswa mempresentasikan di depan kelas cara yang digunakan dalam memecahkan permasalahan. Tugas guru ialah memperhatikan ide yang dikemukakan oleh siswa dan membuat koneksi atas ide–ide yang muncul dari siswa.
4) Fase 4: Membuat Ringkasan. (Summarization through connecting students’ mathematical ideas that emerge in the classroom)
siswa dengan bahasa siswa sendiri ataupun mengacu pada pikiran siswa. 41
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pembelajaran dengan
Open Approach yang diusulkan oleh Inprasitha dengan langkah–langkah
pembelajaran sebagai berikut:
1) Mengajukan Masalah Open–ended
Guru memberikan LKS kepada siswa yang memuat masalah
open–ended
Siswa membaca soal untuk memahami permasalahan yang
diberikan
Siswa mendaftar semua fakta dari permasalahan yang diberikan
2) Siswa Belajar Mandiri
Siswa mengidentifikasi pernyataan yang mendasari masalah Siswa aktif menemukan ide untuk memecahkan masalah yang
diberikan
3) Diskusi dan Membandingkan
Siswa aktif berdiskusi untuk memilih dan mengevaluasi
penyelesaian yang digunakan
Siswa menetapkan penyelesaian yang paling tepat
Siswa membandingkan penyelesaian yang digunakan dengan
penyelesaian kelompok lain 4) Membuat Ringkasan
Siswa dibimbing oleh guru membuat ringkasan atas sejumlah ide
yang muncul dari proses diskusi yang telah dilakukan
Siswa menyimpulkan ide yang memberikan penyelesaian unik
3. Pembelajaran Konvensional
Pada umumnya proses pembelajaran secara konvensional berpusat pada guru (teacher center), pembelajaran secara konvensional yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan metode ekspositori.
26
Metode ekspositori dalam beberapa hal, sama seperti metode ceramah, dimana metode ekspositori dan ceramah sama–sama berpusat pada guru (teacher
center). Namun porsi guru untuk berceramah dalam metode ekpositori lebih sedikit
dibandingkan metode ceramah. Metode ekspositori bermula dengan guru memberi penjelasan terhadap materi lalu memberikan contoh soal. Di dalam metode ini siswa tidak hanya mendengar penjelasan guru namun terdapat latihan soal, jika ada hal yang tidak dipahami siswa dapat bertanya kepada guru. Jadi dalam metode ekspositori siswa lebih aktif jika dibandingkan dengan metode ceramah.42
Prosedur dalam metode ekspositori sebagai berikut:
a. Guru memberikan konsep materi dengan metode ceramah, selanjutnya guru memberikan contoh soal dengan metode demonstrasi, lalu siswa diberi kesempatan untuk bertanya melalui metode tanya jawab, kemudian siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru, salah seorang siswa ditugaskan untuk mengerjakan soal di papan tulis. b. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat rangkuman atau
guru yang membuat sendiri rangkuman, atau guru bersama siswa membuat rangkuman bersama–sama. 43
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tipparat Noparit pada tahun 2005 dengan
judul “Developing Instruction Based on Open Approach and Its Impact on Level of Geometric Achievement of Eight” yang meneliti pengaruh dari pembelajaran open approach terhadap tingkat kemampuan berpikir geometris dan hasil belajar geometri di kelas VIII menyatakan bahwa terdapat peningkatan pada level kemampuan berpikir geometris siswa dari level dua ke level tiga setelah pembelajaran dengan open approach diterapkan.44
2. Penelitian Anis Kurniasari yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Penalaran Analogi
42Suherman, op.cit., h. 203.
43 H.M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 272 – 273. 44
Matematik Siswa” menyatakan bahwa kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan model Creative Problem Solving (CPS) lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan model Creative Problem Solving sebesar 74,62 dan nilai rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan model konvensional sebesar 67,62.45
3. Penelitian Latifah Mutmainnah yang berjudul “Strategi Metakognitif untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Tipe Generalisasi”
menyatakan bahwa pembelajaran dengan strategi metakognitif dapat meningkatkan kemampuan generalisasi matematis siswa. Rata-rata kemampuan generalisasi matematis siswa pada siklus I menunjukan angka 66,1 dan meningkat menjadi 76,3 pada siklus II.46
C. Kerangka Berpikir
Secara umum kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis, merupakan kemampuan siswa dalam bernalar dengan melihat hal–hal atau fakta– fakta khusus yang membawa pada suatu kesimpulan umum dengan melibatkan aspek kreatif. Kemampuan penalaran induktif–kreatif matematis yang diukur dalam penelitian ini dibatasi pada tiga indikator yaitu: generalisasi kreatif, analogi kreatif, dan pola kreatif. Mengacu pada indikator–indikator tersebut, maka dibutuhkan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bersifat terbuka.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa akan mengembangkan kemampuan nalar siswa sementara pembelajaran yang bersifat terbuka akan mengembangkan kreativitas siswa dalam berpikir yang dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk memecahkan persoalan dengan mandiri dan bebas untuk
45
Anis Kurniasari, Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa, (Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015), h.47, tidak dipublikasikan.
46
28
mengeksplorasi kemampuan berpikirnya selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk saling diskusi dengan teman.
Pembelajaran dengan open approach merupakan pembelajaran yang bersifat terbuka dan menekankan pada proses pemecahan masalah. Pembelajaran dengan open approach terdiri dari empat tahapan. Pada tahapan pertama yaitu mengajukan masalah open-ended, guru memberikan masalah open–ended kepada siswa dan siswa diminta membaca soal untuk memahami permasalahan. Hal tersebut melatih siswa untuk mengamati masalah dan diharapkan siswa dapat bernalar analog dengan cara mengaitkan kesamaan antara pengetahuan yang dimiliki dengan masalah yang dihadapi. Tahapan kedua yaitu siswa belajar mandiri, pada tahapan ini siswa mengidentifikasi pernyataan yang mendasari masalah, selanjutnya siswa aktif menemukan ide untuk memecahkan permasalahan yang diberikan, d