• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Pebi (2010:9) menggambarkan teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Pebi (2010:9) menggambarkan teori"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB BABBABBAB IIIIIIII KAJIAN

KAJIANKAJIANKAJIAN PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA DANDANDANDAN HIPOTESISHIPOTESISHIPOTESISHIPOTESIS PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN

2.1 2.1 2.1

2.1 LandasanLandasanLandasanLandasan TeoriTeoriTeoriTeori dandandandan KonsepKonsepKonsepKonsep 2.1.1

2.1.1 2.1.1

2.1.1 TeoriTeoriTeoriTeori KeagenanKeagenanKeagenanKeagenan ((((AgencyAgencyAgencyAgency TheoryTheoryTheoryTheory))))

Jensen dan Meckling (1976) dalam Pebi (2010:9) menggambarkan teori keagenan sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Agen bertanggungjawab kepada prinsipal dengan membuat laporan pertanggungjawaban setiap periode tertentu.

Hubungan antara prinsipal dan agen pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of Interest). Kepentingan yang saling bertentangan tersebut menyebabkan keraguan kepada agen terhadap kewajaran laporan pertanggungjawaban yang dibuat akibat manipulasi. Untuk meminimalisasi dampak dari konflik kepentingan dapat dilakukan dengan adanya monitoring dari pihak ketiga yaitu auditor independen (Surya Antari, 2007). Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sarana laporan pertanggungjawaban. Tugas auditor adalah memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan.

(2)

2.1.2 2.1.2 2.1.2

2.1.2 PengertianPengertianPengertianPengertian AuditAuditAuditAudit

Menurut Sukriesno Agoes (2004:3) auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah dilakukan disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Whittington, et. al. (2001) dalam Susiana dan Arleen Herawaty (2007) menyatakan bahwa audit adalah pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh perusahaan akuntan publik independen. Definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:

1) Proses yang sistematis;

2) Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif;

3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi; 4) Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence); 5) Kriteria yang ditentukan;

6) Menyampaikan hasil- hasilnya; dan 7) Para pemakai yang berkepentingan.

Arens, et. al. (2008:4) menyatakan bahwa audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh seorang yang kompeten, orang independen, sedangkan definisi menurut Abdul Halim (2008:3) audit adalah review metodis dan pemeriksaan obyektif item, termasuk verifikasi informasi spesifik yang ditentukan oleh auditor

(3)

atau ditetapkan oleh praktek umum. Umumnya, tujuan dari audit adalah untuk menyatakan pendapat atas atau mencapai kesimpulan tentang apa yang telah diaudit.

2.1.3 2.1.3 2.1.3

2.1.3 JenisJenisJenisJenis AuditAuditAuditAudit

Munawir (2008:18) menyatakan ada 3 jenis audit yaitu: 1) Audit laporan keuangan (financial statement audit)

Pemeriksaan laporan keuangan untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan klien. Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2) Audit kepatuhan (compliance audit)

Audit kepatuhan meliputi pemeriksaan aktivitas keuangan atau aktivitas operasi tertentu dengan tujuan untuk menentukan kesesuaianya dengan kondisi atau aturan tertentu. Kriteria dalam pemeriksaan ini biasanya datang dari penguasa, misalnya pemerintah.

3) Audit operasional (operational audit).

Audit operasional merupakan pemeriksaan sistematis atas aktivitas operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan pemeriksaan ini adalah menilai prestasi, mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan, dan membuat rekomendasi untuk pengembangan dan tindakan lebih lanjut.

(4)

2.1.4 2.1.4 2.1.4

2.1.4 ManfaatManfaatManfaatManfaat AuditAuditAuditAudit

Menurut Abdul Halim (2008:62) manfaat audit dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi ekonomi dan sisi pengawasan.

1) Manfaat ekonomis audit.

(1) Meningkatkan kredibilitas perusahaan.

Audit dilaksanakan untuk mengatahui pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan suatu perusahaan. Audit dilaksanakan agar laporan keuangan perusahaan dapat lebih dipercaya oleh pengguna laporan keuangan. Dengan demikian kredibilitas perusahaan akan meningkat sehingga para pemakai laporan keuangan akan memandang bahwa risiko investasi atas perusahaan tersebut relatif lebih rendah daripada perusahaan yang tidak diaudit.

(2) Meningkatkan efisiensi dan kejujuran.

Audit dilaksanakan agar elemen intern perusahaan lebih meminimalisasi kesalahan dan penyimpangan dalam proses akuntansi.

(3) Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.

Auditor independen, berdasarkan pengujiannya dapa memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian internal dan untuk meningkatkan efisiensi operasional perusahaan klien.

(4) Mendorong efisiensi pasar modal.

Pada tingkat makro, audit memberi dampak positif yang sangat penting. Audit yang dilakukan secara efektif akan menghasilkan laporan keuangan auditan berkualitas, relevan, dan handal atau reliable. Dengan demikian,

(5)

pasar modal yang menggunakan informasi yang dihasilkan laporan keuangan sebagai sumber informasi utamanya, akan dapat berjalan secara efisien. Pasar modal yang efisien akan menghasilkan alokasi sumber daya yang efisien pula sehingga perekonomian nasional akan berjalan secara efisien.

2) Manfaat dari sisi pengawasan.

Sofyan Harahap dalam (Abdul Halim, 2008:63) mengemukakan manfaat audit dari sisi pengawasan adalah sebagai berikut:

(1) Preventive control.

Tenaga akuntansi akan bekerja lebih berhati-hati dan akurat bila mereka menyadari adanya audit.

(2) Detective control.

Suatu penyimpangan atau kesalahan yang terjadi lazimnya akan dapat diketahui dan dikoreksi melalui suatu proses audit.

(3) Reporting control.

Setiap kesalahan perhitungan, penyajian, atau pengungkapan yang tidak dikoreksi dalam keuangan akan disebutkan dalam laporan pemeriksaan. Dengan demikian pembaca laporan keuangan terhindar dari informasi yang keliru atau menyesatkan.

2.1.5 2.1.5 2.1.5

2.1.5 Jenis-jenisJenis-jenisJenis-jenisJenis-jenis AuditorAuditorAuditorAuditor

Auditor adalah seseorang yang menyediakan jasa kepada masyarakat terutama di bidang audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan yang dibuat

(6)

kliennya (Abdul Halim, 2008:11). Boynton, et. Al. (2006:1) mengemukakan tiga jenis auditor, yaitu goverment auditors, internal auditors, and independent auditors. Berikut adalah penjelasan mengenai ketiga jenis auditor tersebut :

1) Auditor pemerintah (goverment auditors)

Auditor pemrintah adalah audit profesional yang berkerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujuakn kepada pemerintah. Di Indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-undang dasar 1945. 2) Auditor internal (internal auditors)

Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas audit yang dilakukannya terutama ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.

3) Auditor independen (independent auditors)

Auditor independen adalah auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan terbuka. Perusahaan terbuka yaitu perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal, perusahaan-perusahaan besar, dan kecil. Auditor independen berpraktik harus dilakukan melalui suatu kantor akuntan publik yang telah mendapat ijin dari Departemen Keuangan.

(7)

2.1.6 2.1.6 2.1.6

2.1.6 KinerjaKinerjaKinerjaKinerja AuditorAuditorAuditorAuditor

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Teori tentang prestasi kerja lebih banyak mengacu pada teori psikologi yaitu tentang proses tingkah laku kerja seseorang, sehingga seseorang tersebut menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya (Agustia, 2006:104). Kinerja atau prestasi kerja dapat diukur melalui kriteria seperti kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi dan keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan.

Gibson, et. al. (1996) dalam Wibowo (2009), menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu.

Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi dan Kanaka (1998:116) adalah auditor yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk

(8)

menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Kalbers dan Forgarty (1995) mengemukakan bahwa kinerja auditor sebagai evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung.

Fanani ,dkk (2008) menyatakan bahwa pencapaian kinerja auditor yang lebih baik harus sesuai dengan standar dan kurun waktu tertentu, yaitu:

1) Kualitas kerja

Mutu penyelesaian pekerjaan dengan bekerja berdasar pada seluruh kemampuan dan keterampilan, serta pengetahuan yang dimiliki auditor.

2) Kuantitas kerja

Jumlah hasil kerja yang dapat diselesaikan dengan target yang menjadi tanggungjawab pekerjaan auditor, serta kemampuan untuk memanfaatkan sarana dan prasarana penunjang pekerjaan.

3) Ketepatan Waktu

Ketepatan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu yang tersedia.

Kinerja auditor merupakan hasil kerja yang dicapai oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya, dan menjadi salah satu tolak ukur yang digunakan untuk menentukan apakah suatu pekerjaan yang dilakukan akan baik atau sebaliknya. Kinerja auditor menjadi perhatian utama, baik bagi klien ataupun publik, dalam menilai hasil audit yang dilakukan.

(9)

2.1.7 2.1.7 2.1.7

2.1.7 ProfesionalismeProfesionalismeProfesionalismeProfesionalisme

Istilah profesionalisme berasal dari kata profesi yang mengandung dua dimensi pengertian. Dimensi pertama berkaitan dengan sifat kegiatan dan dimensi kedua berkaitan dengan tingkat kemahiran. Profesionalisme berarti suatu kemampuan yang dilandasi oleh tingkat pengetahuan yang tinggi dan latihan khusus, daya pemikiran yang kreatif untuk melaksanakan tugas-tugas yang sesuai dengan bidang keahlian dan profesinya (Abdul Halim, 2008:13). Pernyataan ini didukung oleh Dunfee and colleagues (2004:73) dalam Danielle E. Warren dan Miguel Alzola (2008) yang berpendapat bahwa secara umum tanggung jawab auditor adalah bertindak secara obyektif. Auditor juga harus menggunakan kompetensi dan profesionalismenya dalam melakukan suatu audit.

Menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke (2002) dalam Herliansyah (2008:10) profesionalisme adalah tanggung jawab untuk berperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat. Sebagai profesional Akuntan Publik mengakui tanggungjawabnya terhadap masyarakat, klien, rekan seprofesi termasuk untuk berperilaku yang terhormat sekalipun pengorbanan pribadi.

Dalam melaksanakan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, auditor independen harus memutuskan prosedur audit yang diperlukan untuk keadaan tertentu, sehingga diperoleh dasar yang memadai dalam memberikan pendapatnya. Keputusan auditor harus didasarkan atas pertimbangan matang, sebagaimana yang harus dilakukan oleh seorang profesional yang

(10)

kompeten (Herliansyah, 2008:12). Menurut Hall (1968) dalam Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah (2006) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu: 1) Pengabdian pada profesi

Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.

2) Kewajiban sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun professional karena adanya pekerjaan tersebut.

3) Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang professional harus membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi).

4) Keyakinan terhadap peraturan profesi

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan professional adalah rekan sesame profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

5) Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan.

(11)

2.1.8 2.1.8 2.1.8

2.1.8 EtikaEtikaEtikaEtika ProfesiProfesiProfesiProfesi

Arens (2008:67) mendefinisikan etika secara umum sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya dapat berjalan secara teratur. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku Bisnis. Merujuk pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu ciri yang membedakan profesi-profesi yang ada adalah etika profesi yang dijadikan sebagai standar pekerjaan bagi para anggotanya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi, khususnya bagi profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat seperti profesi auditor. Masyarakat akan menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya.

Mukadimah Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan prinsip etika profesi dalam kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia merupakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan (Abdul Halim, 2008:29). Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya dalam melakukan pekerjaanya termasuk dalam membuat keputusan pemberian opini. Hal ini didukung dengan pendapat Gordon F. Woodbine dan Joanne Liu (2010) yaitu moralitas memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.

(12)

Prinsip etika merupakan rerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia terdapat delapan prinsip etika yaitu:

1) Tanggung jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2) Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

3) Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

4) Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5) Kompetensi dan kehati-hatian profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh

(13)

manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.

6) Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa pesetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7) Perilaku profesional

Setiap anggota berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8) Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.

2.1.9 2.1.9 2.1.9

2.1.9 PelatihanPelatihanPelatihanPelatihan AuditorAuditorAuditorAuditor

Pelatihan menurut Tanjung dan Arep (2002) adalah salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keahlian (skill) dan sikap (attitude). Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian khusus sseseorang atau kelompok orang (Notoatmodjo, 1998 dalam Ayuni, 2008). Mangkunegara (2002) dalam Ayuni (2008) menyatakan pelatihan adalah suatu suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan teroganisir dimana staf mempelajari

(14)

pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Pelatihan bisa diselenggarakan oleh organisasi profesi atau dilakukan secara mandiri oleh kantor akuntan publik terhadap staf auditor. Pelatihan ini harus cukup mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Pelatihan di sini dapat berupa kegiatan-kegiatan, seperti seminar, symposium, lokakarya pelaihan itu sendiri dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya.

2.2 2.2 2.2

2.2 RumusanRumusanRumusanRumusan HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian 2.2.1

2.2.1 2.2.1

2.2.1 PengaruhPengaruhPengaruhPengaruh ProfesionalismeProfesionalismeProfesionalismeProfesionalisme TerhadapTerhadapTerhadapTerhadap KinerjaKinerjaKinerjaKinerja AuditorAuditorAuditorAuditor

Profesionalisme berarti suatu kemampuan yang dilandasi oleh tingkat pengetahuan yang tinggi dan latihan khusus, daya pemikiran yang kreatif untuk melaksanakan tugas-tugas yang sesuai dengan bidang keahlian dan profesinya (Abdul Halim, 2008:13). Auditor dengan pandangan profesionalisme yang tinggi akan memberikan pengaruh positif bagi kinerjanya, sehingga hasil audit laporan keuangan akan lebih dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan baik pihak internal ataupun eksternal perusahaan. Hal ini mendukung penelitian Bamber (2002), Cohen (2001), Dinata Putri (2013) yang menunjukkan bahwa profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja auditor, yang dimana semakin tinggi tingkat keprofesionalismean auditor maka kinerja yang dihasilkan akan semakin memuaskan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

(15)

2.2.2 2.2.2 2.2.2

2.2.2 PengaruhPengaruhPengaruhPengaruh EtikaEtikaEtikaEtika ProfesiProfesiProfesi TerhadapProfesiTerhadapTerhadapTerhadap KinerjaKinerjaKinerjaKinerja AuditorAuditorAuditorAuditor

Marianus Sinaga (2008) mendefinisikan etika sebagai hal yang berkaitan dengan watak manusia yang ideal dan pelaksanaan disiplin diri melebihi persyaratan undang-undang. Prinsip etika profesi dalam kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawab auditor kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini juga memandu anggota dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Auditor yang memenuhi prinsip etika profesi akan mampu memberikan rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap pekerjaannya. Rasa tanggungjawab membuat auditor berusaha sebaik mungkin menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan berkualitas. Penelitan yang dilakukan Gabritha Floretta (2014) menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta dan Dinata Putri (2013) dalam penelitiannya di Kantor Akuntan Publik di Bali menyatakan etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Ariani (2009) menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor yang dimana apabila seorang auditor tidak memiliki atau mematuhi etika profesinya maka ia tidak akan dapat menhasilkan kinerja yang memuaskan bagi dirinya sendiri maupun kliennya.

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

(16)

2.2.3 2.2.3 2.2.3

2.2.3 PengaruhPengaruhPengaruhPengaruh PelatihanPelatihanPelatihanPelatihan AuditorAuditor TerhadapAuditorAuditorTerhadapTerhadapTerhadap KinerjaKinerjaKinerjaKinerja AuditorAuditorAuditorAuditor

Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan dapat dilakukan dengan mengkuti seminar atau simposium. Bertambahnya pengalaman auditor yang diperoleh melalui pelatihan akan meningkatkan ketelitian dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan dengan ketelitian yang tinggi menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan menunjukkan kinerja auditor yang baik. Jamilah Lubis (2008) dalam penelitiannya di Inspektorat Provinsi Sumatera Utara menyatakan terdapat pengaruh yang positif dari pelatihan terhadap kinerja auditor dan penelitian yang dilakukan Adinda (2011) menunjukkan bahwa variabel pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor junior.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen RPIJM ini disusun sebagai bagian dari proses akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah, yang berisikan Pendahuluan, Gambaran Umum Dan

Apabila terdapat subsequent events yang memiliki dampak langsung terhadap laporan keuangan maka auditor wajib mengusulkan adjustment terhadap

Karyawan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja, namun yang dicapai tidak sesuai dengan harapan maka mereka secara sukarela akan memperbaiki aktivitasnya untuk

4 Berdasarkan penjelasan diatas penulis mencoba menganalisa bahwa penggunaan piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor, awalnya berangkat dari

dengan benar. Dengan kegiatan berdiskusi melalui Grup WhatsApp, peserta didik dapat menjelaskan ciri - ciri pantun yang dibuat dengan benar. Melalui kegiatan mengamati video

Sudah ada penelitian sebelumnya tentang perencanaan strategis dengan pendekatan Blue Ocean Strategi (BOS) dan Balanced ScoreCard (BSC), seperti pada penelitian yang dilakukan oleh

Siapapun yang mengembangkan, model ELR dapat membantu manajer tidak hanya untuk mengukur tingkat kesiapan lembaga untuk mengimplemantasikan e-learning, tetapi

Tujuan dari penulisan ini yaitu menganalisa performansi sistem refrigerasi dengan secondary refrigerant campuran Ethylene Glycol dan air, dilihat dari COP sistem