• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur vegetasi

Hasil analisis vegetasi hutan mangrove di Areal Model Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu dengan luasan 0,25 ha di jumpai 6 jenis penyusun yakni pada tingkat pohon (6 jenis), kemudian diikuti oleh tingkat pancang (6 jenis) dan tingkat semai (6 jenis). Ada 3 jenis penyebarannya terbesar pada tingkat pertumbuhan pohon yaitu Rhizophora apiculata dengan persen penyebaran sebesar 72 %, Avicennia sp sebesar 64 %, Sonneratia sp sebesar 56 %

dan Ceriops tagal sebesar 28 %. Avicennia spp., Sonneratia spp., dan

Rhizophora spp , baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, hampir selalu dijumpai dalam plot penelitian. Hal ini wajar mengingat ketiganya merupakan tumbuhan mangrove mayor yang selalu berada di garis terdepan berhadapan dengan garis pantai atau muara sungai. Tumbuh-tumbuhan ini telah beradaptasi terhadap pengaruh fluktuasi arus pasang surut yang menyebabkan variasi genangan dan salinitas pernyataan Setyawan et al., ( 2008).

Dari 25 petak contoh untuk jenis pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan, semai, pancang dan pohon didapati tidak semua jenis penyusun hutan mangrove di areal model arboretum mangrove di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu ini di jumpai. Pada seluruh tingkat pertumbuhan di jumpai ada 6 jenis indukan dan 6 jenis tingkat anakan. Hal ini diduga karena lebar mangrove yang sangat sempit dan akibat konversi mangrove menjadi tambak, sehingga sebagian besar buah yang jatuh langsung hanyut oleh air pasang, terutama jenis-jenis

banyak di jumpai karena buahnya yang besar dan panjang yang di kenal dengan prapagul yang langsung menancap pada substrat setelah jatuh dari pohon induknya (Tomlinson, 1986).

Komposisi jenis

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Rhizophora apiculata (INP = 66,7 %) dan Sonneratia sp (INP = 65,6 %), untuk tingkat pancang jenis-jenis yang dominan

antara lain Rhizophora apiculata (INP = 42,8 %), Avicennia lanata (INP = 41,8 %) dan untuk tingkat semai jenis-jenis yang dominan adalah

Rhzophora apiculata (INP = 48,3 %) dan Avicennia lanata (INP = 39,9 %). Jenis- jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas,bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam.

Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove adalah pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Dengan adanya kondisi yang berpengaruh tersebut hutan mangrove beradaptasi dalam hal ; sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem peakaran; sistem perkembangan buah (vivipar, kriptovivipar dan biji normal); pola zonasi pertumbuhan dan komposisi mangrove.

Maka seluruh jenis penyusun hutan mangrove di areal model arboretum mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu tersebar secara tidak merata dan ditemukan dari analisia vegetasi bahwa frekuensi setiap jenis adalah kurang dari 75 %. Pernyataan Onrizal (2009) bahwa pohon mangrove membutuhkan waktu 5 tahun untuk tumbuh menjadi pohon dewasa dan penanamannya mempunyai rasio kesuksesan 75% untuk tumbuh menjadi pohon dewasa. Tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan baik jika berada di lahan yang memiliki sistem air terbuka ke laut lepas dimana pergantian air laut dapat terjadi setiap hari atau secara reguler sehingga akar tumbuhan tersebut mendapatkan air yang “baru” setiap harinya.

Pada seluruh tingkatan pertumbuhan pohon, indeks vegetasi mangove di model mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan sebaran INP pada tingkat pertumbuhan, di mana pada tingkat pohon terdapat 2 jenis yakni Rhizophora apicualta dan Sonneratia sp yang memiliki INP terbesar seperti yang di dapati pada INP diatas atau lebih dari 50 % karena disebabkan karena berada pada subrat berlumpur. Dari INP total tingkat semai dan pancang tidak ada jenis memiliki INP lebih besar dari 50 % INP total.

Sumber : hasil analisis data

Keanekaragaman Jenis

Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis (H’) diketahui bahwa pada tingkat semai, pancang dan pohon keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di Areal Model Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu rendah, H’ berkisaran antara 0,0 – 2,0. Pada seluruh tingkatan pertumbuhan, keanekragaman jenis vegetasi mangove di setiap plot tergolong rendah yang terlihat dari nilai indeks keanekaragaman (H’) < 2,0. Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Nilai H' = 0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh (sampel) dan H' maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna menurut (Ludwig dan Reynold, 1988).

Indeks keragaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks keragaman Shanon-wiener. Kriteria nilai indeks karagaman jenis berdasarkan Shanon-wiener (H’) berkisar 0 – 7 dengan kriteria sebagai berikut: jika H’ (0 < 2) tergolong rendah, H’ (2 < 3) tergolong sedang, H’ (> 3) atau lebih tergolong tinggi. Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya

No Nama Jenis

INP (%)

Semai Pancang Pohon

1 Sonneratia sp 38.4 37.0 65.6 2 Avicennia lanata 39.9 41.8 64.6 3 Rhizhopora apiculata 48.3 42.8 66.7 4 Xylocarpus granatum 28.2 26.5 32.3 5 Ceriop decandra 25.3 28.0 36.2 6 Bruguiera gimnorhiza 19.9 23.9 34.6 Jumlah 200.0 200.0 300.0

interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya (Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008).

Berdasarkan total nilai indeks penting, tingkat kekritisan lahan mangrove di areal model mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu termasuk kedalam kawasan mangrove yang memiliki kondisi rusak. Hal ini terlihat pada nilai keragaman jenis pada masing masing tingkat pertumbuhan sebesar relatif kecil Hs’= 1,50 dan λs‘ = 0,23 menunjukkan nilai yang berada jauh dibawah nilai rata-rata untuk kondisi mangrove yang tidak rusak. Kondisi mangrove telah mengalami peningkatan kerusakan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Menurut data BPHM Wilayah II (2006) menunjukkan bahwa luas penyebaran hutan mangrove di Sumut mencapai 364.580,95 Ha yang sebagian besar atau (sekitar 60%) diantaranya dalam kondisi rusak dan kerusakan paling tinggi di wilayah Tanjung Pura. Berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah.

Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove

Di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang kerapatan di tingkat pohon adalah 2432 pohon/ha. Ini menunjukkan bahwa kondisi mangrove di areal ini baik, sesuai

Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Nomor 201 Tahun 201 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove, telah mengeluarkan suatu kriteria tingkat kerusakan mangrove berdasarkan nilai kerapatan pohon per hektar. Kriteria baku tersebut dibagi menjadi baik (sangat padat) apabila terdapat > 1.500 pohon per hektar, baik (sedang) apabila terdapat 1.000 < μ < 1.500 pohon per hektar, rusak (jarang) apabila terdapat < 1.000 pohon per hektar.

Dokumen terkait