• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan, baik makanan maupun minuman, yang dapat dikonsumsi sebagai komponen dalam diet sehari-hari dan mempunyai khasiat mencegah penyakit disamping khasiat zat-zat gizi yang dikandungnya (Goldberg 1994). Sementara itu BPOM (2005) pangan fungsional didefenisikan sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Produk pangan fungsional untuk kalangan dewasa lebih difokuskan sebagai produk pangan untuk meningkatkan stamina dengan penambahan komponen, yaitu zat besi, kalsium dan komponen bioaktif lain (Hardinsyah 2004).

Minuman fungsional yang diberikan kepada contoh penelitian ini adalah minuman fungsional torbangun dan lemon yang dapat dilihat pada Gambar 9. Bahan pendukung yang digunakan dalam pembuatan minuman ini adalah madu dan jeruk lemon. Madu berkontribusi dalam memberikan rasa pada minuman tersebut. Penambahan lemon dalam minuman bertujuan untuk mengurangi bau langu dari daun torbangun. Lemon berfungsi meningkatkan cita rasa dan aroma yang segar pada minuman. Selain itu menurut Sutomo (2008), lemon juga mengandung bioflavonoid, flavonoid, dan pektin yang bermanfaat untuk kesehatan. Flavonoid sebagai antioksidan yang berperan terhadap penurunan keluhan sindrom pramenstruasi yaitu stres dan retensi air.

Almatsier (2004) mengatakan bahwa vitamin C dalam lemon juga berperan dalam absorbsi dan metabolisme besi di dalam tubuh. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorbsi. Penambahan lemon diharapkan dapat meningkatkan absorbsi besi di dalam tubuh sehingga resiko sindrom pramenstruasi dapat berkurang.

Gambar 9 Minuman fungsional torbangun dan lemon

Minuman fungsional torbangun dan lemon memiliki kandungan mineral dan fitokimia yang berfungsi dalam penurunan keluhan sindrom pramenstruasi. Hasil uji fitokomia membuktikan bahwa di dalam tanaman torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan tanin. Stephenson (2001) mengemukakan bahwa tanaman yang mengandung iridoid dan flavonoid serta kandungan fitokimia yang

berhubungan dengan hormon reproduksi dapat digunakan untuk pengobatan tradisional penderita sindrom pramenstruasi.

Kandungan Minuman Fungsional Torbangun dan Lemon

Kandungan minuman fungsional torbangun dan lemon yang terdiri dari kadar air, kadar mineral, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat disajikan pada Tabel 9 dan hasil uji dari laboratorium disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 9 Persentase Data Proksimat Minuman Fungsional Torbangun dan Lemon

Nama Sampel Parameter Satuan Hasil

Minuman Fungsional Torbangun dan Lemon

Air % 87.6 Abu % 0.02 Protein % 0.10 Lemak % 0 Karbohidrat % 12.3 Kadar Air

Air dalam suatu produk atau makanan dan minuman merupakan komponen yang penting, karena air dapan mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa dalam makanan dan minuman tersebut. Kandungan air dalam makanan dan minuman juga ikut menentukan daya terima, kesegaran, serta daya tahan (Winarno 2008). Kadar air pada minuman fungsional torbangun dan lemon cukup tinggi yaitu 87.6%, nilai kadar air ini sudah tergolong baik untuk produk minuman fungsional walaupun kadar air bukan termasuk salah satu persyaratan minuman fungsional menurut SNI (1992). Hasil ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan Pramadya et al. (2010) yang menunjukkan kadar air pada produk yang di blanching berkisar antara 83.38-8892%. Air yang terdapat pada minuman fungsional torbangun dan lemon berasal dari air yang ditambahkan saat mengekstrak daun torbangun dan air yang berasal dari lemon serta madu yang digunakan sebagai penambah citarasa dari minuman fungsional torbangun dan lemon tersebut.

Kadar Abu

Abu merupakan komponen anorganik yang merupakan sisa pembakaran bahan organik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Park (1996), jumlah abu yang diperoleh tidak akan sama dengan jumlah mineral yang terdapat pada bahan yang diuji karena mungkin saja terjadi loss akibat penguapan ataupun interaksi antar unsur di dalamnya. Berdasarkan hasil analisis, produk minuman fungsional torbangun dan lemon memiliki kadar abu 0.02%. Nilai kadar abu 0.02% berarti bahwa dalam setiap 100 gram produk terdapat 0.02% unsur-unsur mineral. Kandungan mineral yang terkandung dalam produk minuman fungsional torbangun dan lemon berasal dari bahan baku daun torbangun. Hasil ini tidak jauh beda dengan kandungan abu pada penelitian yang dilakukan Pramadya et al. (2010) sebesar 0.04%, dimana kadar abu yang rendah menunjukkan bahwa minuman ini aman untuk dikonsumsi.

Kadar Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2008). Berdasarkan hasil analisis minuman fungsional torbangun dan lemon memiliki nilai kadar protein yaitu 0.10%. Kandungan protein yang rendah disebabkan bahan baku yang berasal dari daun yang memiliki kadar protein yang tidak terlalu tinggi.

Kadar Lemak

Lemak merupakan komponen zat gizi yang berfungsi untuk menentukan mutu suatu produk. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak pada minuman fungsional torbangun dan lemon yaitu 0%. Nilai kadar lemak yang sangat rendah dan dapat dikatakan produk bebas lemak (BPOM RI 2011) menunjukkan bahwa produk minuman fungsional torbangun dan lemon juga baik dikonsumsi oleh orang yang menderita obesitas.

Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung secara by difference diasumsikan sebagai kandungan selain air, abu, protein dan lemak. Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat pada minuman fungsional torbangun dan lemon yaitu 12.3%. Nilai kadar karbohidrat ini sangat tergantung pada bahan – bahan lain yang ditambahkan pada minuman fungsional torbangun dan lemon. Pada penelitian ini. Sumber karbohidrat selain dari bahan baku minuman fungsional yaitu daun torbangun, juga dapat berasal dari madu dan lemon. Kandungan karbohidrat pada madu per 100 gram nya sebesar 82.4 gram, sedangkan kandungan karbohidrat pada madu per 100 gram nya sebesar 9 gram SNI (2009).

Kandungan Mineral pada Minuman Fungsional Torbangun dan Lemon Tumbuhan torbangun kaya akan zat gizi mineral seperti kalsium, dan magnesium. Kandungan-kandungan tersebut dapat digunakan untuk menurunkan keluhan pada penderita sindrom pramenstruasi. Kandungan mineral pada daun torbangun lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan hijauan lainnya (Zakiyah 2007). Data kandungan dan rata-rata sumbangan terhadap kecukupan energi dan zat gizi dari minuman fungsional torbangun dan lemon disajikan pada Tabel 10 dan hasil uji dari laboratorium disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 10 Kandungan Mineral pada Minuman Fungsional Torbangun dan Lemon

No Zat Gizi Kandungan (100ml) Kandungan per takaran saji (1 gelas= 316ml) Sumbangan (%) Sumbangan per takaran saji (%) 1. Kalsium 9.28 mg 29.32 mg 0.90 2.84 2. Besi 0.20 mg 0.63 mg 1.28 4.04 3. Magnesium 2.16 mg 6.82 mg 1.23 3.88

Kandungan Fitokimia pada Daun Torbangun dan Minuman Fungsional Torbangun dan Lemon

Selain kandungan mineral, torbangun juga kaya akan kandungan fitokimianya yang juga dapat menurunkan keluhan sindrom pramenstruasi. Seperti kandungan flavonoid, steroid dan saponin. Data kandungan fitokimia pada minuman fungsional torbangun dan lemon disajikan pada Tabel 11 dan hasil uji dari laboratorium disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 11 Kandungan Fitokimia pada Minuman Torbangun dan Lemon Nama Sampel Identitas dan keadaan sampel Parameter Hasil Daun Torbangun Simplisia serbuk - padatan Fitokimia: Alkaloid Wagner Negatif Mayer Negatif Dragendrof Negatif Streoid Positif Flavonoid Positif Tanin Positif Saponin Positif Triterpenoid Negatif Hidroquinon Negatif Minuman Fungsional Daun Torbangun Minuman - Cairan Fitokimia: Alkaloid Wagner Negatif Mayer Negatif dragendrof Negatif Steroid Positif Flavonoid Positif Tanin Negatif Saponin Positif Triterpenoid Negatif Hidroquinon Negatif

Berdasarkan hasil uji fitokimia pada daun torbangun dan pada minuman fungsional torbangun dan lemon positif mengandung flavonoid, steroid, dan saponin yang ditandai dengan perubahan warna dan saponin terdapat buih/busa pada waktu ekstraksi atau pada waktu pemekatan ekstrak tumbuhan (Hidayati et al. 2005). Hasil uji alkaloid, triterpenoid, hidroquenon menunjukkan hasil negatif dengan tidak adanya terbentuk endapan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tengo et al. (2010) uji alkaloid dapat dilihat jika suatu ekstrak terbentuk endapan berwarna hijau, endapan hijau diperkirakan merupakan kompleks kalium-alkaloid. Sedangkan untuk kandungan tanin menunjukkan hasil positif pada daun torbangun dan menunjukkan hasil negatif pada minuman fungsional torbangun dan lemon. Hal ini disebabkan karena pada minuman fungsional torbangun dan lemondilakukan proses blanching dengan perendaman air panas dengan suhu 820C selama 1 menit. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal, inaktivasi enzim (katalase dan peroksidae) dan melunakkan jaringan (Fardiaz et al. 1980).

Karakteristik Contoh

Karakteristik contoh penelitian yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel usia, berat badan, tinggi badan, IMT, uang saku, awal menstruasi (menarche) dan lama menstruasi. Karakteristik contoh disajikan dalam Tabel 12. Contoh dalam penelitian ini rata-rata berusia 18.33±0.47 tahun baik pada kelompok minuman torbangun maupun kelompok kontrol. Secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara kelompok usia 18 tahun dengan kelompok usia 19 tahun. Penelitian yang dilakukan Sianipar et al. (2009) mengungkapkan bahwa gangguan menstruasi merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi oleh wanita terutama pada usia remaja.

Uang saku pada contoh penelitian terbesar berada pada kelompok uang saku dibawah Rp 800.000 yaitu 61.5% dengan rata-rata 842307±353653 rupiah. Sedangkan kelompok uang saku antara Rp 800.000 – Rp 1.500.000 yaitu 33.3% dan kelompok uang saku diatas 1.500.000 hanya 5.1%. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) uang saku antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Menurut penelitian Soekirman (2000) menyatakan apabila uang saku meningkat atau tinggi, pola konsumsi pangan akan semakin beragam dan umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang bernilai gizi tinggi.

Berat badan pada contoh penelitian terbesar berada pada kelompok berat badan 46-55 kg sebesar 46.2% dengan rata-rata 49.13±6.98 kg dan tidak berbeda jauh dengan kelompok berat badan antara 36-45 kg. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) berat badan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Tinggi badan pada contoh penelitian terbesar berada pada kelompok tinggi badan antara 144-154 cm yaitu 56.4% dengan rata-rata tinggi badan 154±5.3cm. Sebesar 5.1 % contoh penelitian yang memiliki tinggi badan diatas 164 cm. Hasil uji Anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) tinggi badan antar kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Indeks massa tubuh pada contoh penelitian pada kedua kelompok perlakuan terbesar pada kelompok 18.5-25 yaitu sebesar 61.5% dengan rata-rata indeks massa tubuh 20.61±2.71. Indeks massa tubuh 18.5-25 berarti contoh penelitian yang memiliki massa tubuh yang normal, sedangkan penelitian yang memiliki massa tubuh yang dibawah 18.5 yang berarti kurus sebesar 28.2%. Contoh penelitian yang memiliki indeks massa tubuh di atas 25 kg yang berarti obesitas sebesar 10.3%. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) indeks massa tubuh antar kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Usia pertama seorang wanita mendapatkan menstruasi disebut menarke. Usia pertama menstruasi atau menarke pada contoh penelitian rata-rata berada pada usia 12.56±1.20 tahun. Tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara kelompok minuman torbangun dan kelompok kontrol. Usia pertama menstruasi contoh penelitian terbesar berada pada kelompok usia 12-14 tahun yaitu sebesar 51.3%. Umumnya usia pertama terjadi menstruasi yang sering terjadi pada usia 13 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Coad (2002) bahwa usia rata-rata menarke di Eropa adalah 12 tahun hingga 13 tahun, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Khatoon (2011) menyebutkan bahwa remaja yang berada di India

rata-rata mendapatkan menstruasi pertama kali pada usia 12.78 tahun atau pada usia 13 tahun.

Lama menstruasi contoh penelitian berada pada kisaran 3-8 hari sebesar 35% dengan rata-rata kisaran 6.95±1.74 hari. Lama kisaran menstruasi contoh penelitian adalah normal. Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Proverawati dan Misaroh (2009), yang menyatakan siklus menstruasi pada wanita normalnya berkisar antara 21-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari dengan lama menstruasi 3-5 hari, ada yang 7-8 hari. Dengan uji Anova, lama mentruasi pada contoh penelitian pada kelompok minuman torbangun dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05).

Tabel 12 Karakteristik Contoh Penelitian Karakteristik Kontrol (n=20) MT dan Lemon (n=19) Total (39) N % n % n % p Usia 0.661 18 tahun 14 70.0 12 63.2 26 66.7 19 tahun 6 30.0 7 36.8 13 33.3 Rata – rata 18.3±0.47 18.3±0.49 18.33±0.47 Uang saku 0.758 <800.000 9 45.0 13 68.4 24 61.5 800.000-1500.000 10 50.0 5 26.3 13 33.3 >1500.000 1 5.0 1 5.3 2 5.1 Rata-rata 825000±329073 860526±386069 842307±353653 BB (kg) 0.704 36-45 7 35.0 7 36.8 14 35.9 46-55 9 45.0 9 47.4 18 46.2 >56 4 20.0 3 15.8 7 17.9 Rata –rata 49.55±7.19 48.68±6.93 49.13±6.98 TB (cm) 0.230 144-154 9 45.0 13 68.4 22 56.4 155-164 9 45.0 6 31.6 15 38.5 >165 2 10.0 0 0 2 5.1 Rata – rata 155±6.65 153±03.42 154±5.3 IMT 0.754 <18,5 5 25.0 6 31.6 11 28.2 18,5-25 14 70.0 10 52.6 24 61.5 >25 1 5.0 3 15.8 4 10.3 Rata – rata 20.48±2.28 20.76±3.16 20.61±2.71 Menarke (tahun) 0.665 <12 11 55.0 18 42.1 19 48.7 12-14 19 40.0 1 57.9 20 51.3 Rata-rata 12.65±0.98 12.47±1.42 12.56±1.20 Lama menstruasi (hari) 0.368 3-8 17 85.0 18 94.7 35 89.7 9-14 3 15.0 1 5.3 4 10.3 Rata – rata 6.70±1.55 7.21±1.93 6.95±1.74

Ket: BB= Berat Badan; TB= Tinggi Badan; IMT=Indeks MassaTubuh *Berbeda signifikan (one-way anova p<0.05)

Kebiasaan Konsumsi

Kebiasaan konsumsi pada contoh penelitian diamati sesudah intervensi pertama. Kebiasaan konsumsi contoh penelitian sesudah intervensi pertama diambil melalui food frequency semi quantitatif 1x30 hari kemudian diambil rataannya. Pengukuran konsumsi pangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan contoh penelitian yang meliputi jenis makan yang dikonsumsi (makanan pokok, makanan/minuman manis, protein hewani, buah- buahan, sayuran dan makanan olahan), frekuensi dan jumlah konsumsi dari setiap jenis makan dalam ukuran rumah tangga (URT). Sebaran contoh penelitian menurut kebiasaan konsumsinya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran Contoh Penelitian Menurut Kebiasaan Konsumsi

Konsumsi pangan Kontrol Perlakuan

n % n % Makanan Pokok Sering (≥3 kali/hari) 5 25.0 4 21.1 Jarang (<3 kali/hari) 15 75.0 15 78.9 Rata-rata 1.25±0.44 1.21±0.41 Makanan/Minuman Manis Sering (≥3 kali/minggu) 16 80.0 12 63.2 Jarang (<3 kali/minggu 4 20.0 7 36.8 Rata-rata 1.80±0.41 1.63±0.49 Protein hewani Sering (≥3 kali/minggu) 19 95.0 15 78.9 Jarang (<3 kali/minggu) 1 5.0 4 21.1 Rata-rata 1.95±0.22 1.78±0.41 Buah-buahan Sering (≥3 kali/minggu) 12 60.0 9 47.4 Jarang (<3 kali/minggu) 8 40.0 10 52.6 Rata-rata 1.60±0.50 1.47±0.51 Sayuran

Sering (≥3 kali/minggu) 17 85.0 13 68.4

Jarang (<3 kali/minggu) 3 15.0 6 31.6 Rata-rata 1.85±0.36 1.68±0.47 Makanan Olahan Sering (≥3 kali/minggu) 16 80.0 13 68.4 Jarang (<3 kali/minggu) 4 20.0 6 31.6 Rata-rata 1.80±0.41 1.68±0.47

Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh penelitian menurut kebiasaan konsumsi makan dan minuman pada contoh yang mengalami sindrom pramenstruasi. Pada umumnya contoh peneliti mengonsumsi makanan pokok seperti nasi hanya 2 kali dalam sehari, jarang yang mengonsumsi nasi 3 kali sehari. Ini salah satu yang menyebabkan defisit energi pada contoh penelitian. Protein hewani yang sering dikonsumsi pada contoh penelitian adalah telur dan ayam. Sebanyak 80% pada kelompok kontrol dan 63.2% pada kelompok perlakuan. Lutfiah (2007) menyatakan bahwa cara meminimalkan sindrom pramenstruasi dapat dilakukan dengan memperbaiki diet. Salah satu diet yang

dianjurkan untuk meminimalkan keluhan sindrom pramenstruasi adalah meningkatkan konsumsi protein.

Makanan dan minuman manis juga sering dikonsumsi pada contoh penelitian, sebanyak 80% pada kelompok kontrol dan 63.2% pada kelompok perlakuan. Makanan dan minuman manis disini yaitu coklat, dodol, cake/kue basah, sirup, susu, teh manis, kopi. Berdasarkan dari ke tujuh jenis makanan dan minuman manis tersebut, yang paling banyak dikonsumsi pada contoh penelitian yaitu coklat, susu (susu cair kemasan) dan teh manis. Buah-buahan juga sering dikonsumsi pda contoh penelitian, sebanyak 60% pada kelompok kontrol dan 47.4% pada kelompok perlakuan, akan tetapi buah-buahan yang dimaksud disini dalam bentuk jus yang juga tinggi akan kadar gulanya. Penelitian Almatsier (2004) menyatakan bahwa minuman manis, bersoda, coklat dan makanan yang mengandung tinggi gula akan menghambat mineral (zat besi dan kalsium) yang berperan dalam proses penurunan keluhan sindrom pramenstruasi.

Pada sayuran juga sering dikonsumsi pada contoh penelitian, sebanyak 85% pada kelompok kontrol dan sebanyak 68.4% pada kelompok perlakuan. Contoh penelitian cenderung sering mengonsumsi sayuran yang tinggi serat seperti kacang panjang, kubis, kembang kol, dan wortel. Hal ini disebabkan karena tempat makan/warung untuk contoh membeli makan menawarkan sayuran yang tidak bervariasi setiap harinya. Pangan tinggi serat akan menghambat mineral (zat besi dan kalsium) yang berkerja dalam penurunan keluhan sindrom pramenstruasi (Almatsier 2004). Makanan olahan juga sering dikonsumsi pada contoh penelitian, sebesar 80% pada kelompok kontrol dan 68.4% pada kelompok perlakuan. Makanan olahan yang sering dikonsumsi disini adalah donat, mie ayam, bakso, gorengan dan keripik. Dimana makanan tersebut mengandung tinggi lemak yang dapat memperburuk keluhan sindrom pramenstruasi. Park et al. (2010) mengungkapkan bahwa wanita yang memiliki persen lemak tubuh lebih tinggi memiliki kecenderungan mengalami gangguan sindrom pramenstruasi yang lebih tinggi.

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Gizi

Konsumsi makanan pada contoh penelitian diamati sebelum, sesudah intervensi pertama dan sesudah intervensi kedua. Konsumsi contoh penelitian sebelum, selama dan sesudah intervensi diambil melalui food recall 2x24 jam (2 hari, 1 hari biasa dan 1 hari libur) kemudian di ambil rataannya. Konsumsi contoh sebelum, sesudah intervensi pertama dan sesudah intervensi kedua didapat dari rata-rata konsumsi contoh selama intervensi. Rata-rata konsumsi makanan contoh sebelum, selama dan sesudah intervensi disajikan pada Tabel 14 dan outputnya pada Lampiran 5.

Zat gizi yang diamati dalam penelitian ini adalah energi yang dapat mempengaruhi keluhan sindrom pramenstruasi. Penelitian yang dilakukan oleh Webb (1986) menjelaskan bahwa perubahan aktifitas fisik selama siklus menstruasi, dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran energi pada fase luteal sebagai akibat dari perubahan hormon. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa adanya hubungan nyata antar konsumsi energi terhadap kelompok perlakuan (minuman fungsional torbangun dan lemon) (p<0.05). Hal ini diduga karena rata- rata jumlah konsumsi energi contoh penelitian termasuk kedalam katagori berlebih, disebabkan karena adanya kandungan antioksidan pada minuman

fungsional torbangun dan lemon seperti Zn dan Fe sehingga jumlah energi yang dibutuhkan melebihi batas normal yaitu ≥ 120% AKG. Perubahan konsumsi makanan ini disebabkan keadaan contoh selama intervensi mengalami masa Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Situasi dan kondisi saat contoh mengalami UTS dan UAS sulit terkendali karena keinginan atau nafsu makan untuk mengonsumsi cemilan yang tinggi kandungan lemak.

Tabel 14 Rata-Rata Konsumsi Sebelum, Setelah Intervensi Pertama dan Kedua.

Zat Gizi (satuan) Rata-rata konsumsi Awal Nilai p Tengah Nilai p Akhir Nilai p

Kontrol MTL Kontrol MTL Kontrol MTL

Energi (kkal) 1682 1660 0.73 1761 1908 0.05* 1770 1847 0.25 Protein (g) 53.69 50.47 0.19 45.21 55.98 0.03* 49.98 59.43 0.01* Lemak (g) 395.35 411.66 0.54 382.09 454.32 0.07 349.97 365.30 0.62 Ca (mg) 1330.75 1029.68 0.60 1687.70 4316.23 0.01* 3754.82 6371.66 0.01* Fe (mg) 13.21 15.56 0.14 14.39 17.72 0.13 15.43 17.96 0.21 Mg (mg) 210.40 174.63 0.01* 142.23 208.74 0.00 140.17 195.38 0.00*

Ket: Awal = sebelum intervensi; Tengah = setelah intervensi pertama; Akhir = setelah intervensi kedua; MTL = Minuman Torbangun dan Lemon

*Berbeda signifikan (one-way anova p<0.05).

Zat gizi protein berpengaruh terhadap tingkat keluhan sindrom pramenstruasi. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa adanya hubungan nyata antar konsumsi protein terhadap kelompok kontrol (p<0.05). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka semakin berkurang tingkat keluhan sindrom pramenstruasi. Penelitian yang dilakukan Lutifah (2007) menyatakan, salah satu cara untuk menurunkan tingkat keluhan sindrom pramenstruasi yaitu dengan memperbaiki diet. Salah satu diet yang dianjurkan adalah meningkatkan konsumsi protein. Karena protein berfungsi menstabilkan kadar gula darah dan meningkatkan cadangan energi.

Zat gizi lemak juga berpengaruh terhadap tingkat keluhan sindrom pramenstruasi. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa adanya hubungan nyata negatif antar konsumsi lemak (penurunan konsumsi lemak) terhadap kelompok perlakuan (minuman fungsional torbangun dan lemon) (p<0.05). Karena adanya kandungan flavonoid pada minuman fungsional torbangun dan lemon yang dapat menekan nafsu makan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rismawati et al. (2012) tumbuhan yang berasal dari golongan falvonoid mampu menekan kadar glukosa dan trigliserida akhir pandrial (setelah makan), serta kandungan serat/fiber yang berperan dalam sistem pencernaan dalam tubuh. Semakin rendah konsumsi lemak maka tingkat keluhan sindrom pramenstruasi akan semakin berkurang juga. Hasil penelitian yang dilakukan Park et al. (2010) mengungkapkan bahwa wanita yang memiliki persen lemak tubuh lebih tinggi memiliki kecenderungan mengalami gangguan sindrom pramenstruasi. Strine et al. (2005) juga menyebutkan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas juga berhubungan dengan masalah sindrom pramenstruasi.

Selain konsumsi energi, protein dan lemak yang berpengaruh terhadap tingkat keluhan sindrom pramenstruasi, konsumsi mineral (Ca, Fe dan Mg) juga

dapat berpengaruh terhadap tingkat keluhan sindrom pramenstruasi. Berdasarkan uji Anova didapatkan hasil adanya hubungan nyata antara konsumsi kalsium terhadap tingkat keluhan sindrom pramenstruasi (p<0.05). Menurut Bendich (2000) telah banyak penelitian yang melakukan uji coba dengan pemberian berbagai macam suplemen untuk menurunkan gejala sindrom pramenstruasi akan tetapi hanya kalsium yang memberi hasil yang signifikan terhadap penurunan gejala sindrom pramenstruasi. Selain itu berdasarkan hasil uji Anova, tidak ada hubungan yang nyata antara konsumsi zat besi terhadap tingkat keluhan sindrom pramenstruasi (p>0.05). Penelitian yang dilakukan Lutifah (2007) menyatakan bahwa tingkat konsumsi zat besi dari susu dan pangan tidak terdapat hubungan yang nyata terhadap tingkat penurunan keluhan sindrom pramenstruasi.

Tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, lemak, kalsium, magnesium dan zat besi) contoh sebelum, sesudah intervensi pertama dan sesudah intervensi kedua dapat dilihat pada (Tabel 15) dan outputnya pada Lampiran 6. Tingkat kecukupan didapatkan dengan membandingkan konsumsi zat gizi dengan kecukupan zat gizi pada masing-masing contoh. Kecukupan zat gizi contoh dihitung mengunakan tabel AKG zat gizi tahun 2013 untuk wanita usia 16-18 tahun dan 19 – 29 tahun dengan penyesuaian menggunakan BB aktual contoh. Contoh dengan status gizi normal menggunakan BB aktual sedangkan untuk contoh dengan status gizi lebih dan kurus menggunakan berat badan ideal. Berdasarkan WKNPG (2013), AKG zat gizi wanita usia 16 - 18 tahun yaitu 2125 gram untuk energi, 59 gram untuk protein, 71 gram untuk lemak, 1200 mg untuk kalsium, dan 26 mg untuk Fe. Sedangkan AKG zat gizi wanita usia 19 - 29 tahun yaitu 2250 gram untuk energi, 56 gram untuk protein, 75 gram untuk lemak, 1100 mg untuk kalsium,dan 26 mg untuk Fe.

Tabel 15 Tingkat Kecukupan Gizi Contoh pada Fase Intervensi

Zat Gizi Tingkat kecukupan gizi (%) Nilai p

Awal Kategori Tengah Kategori Akhir Kategori Kontrol

Energi 83.20 Kurang 84.50 Kurang 85.15 Kurang 0.39 Protein 96.03 Cukup 80.73 Kurang 89.61 Kurang 0.02*

Lemak 18.57 Cukup 18.54 Cukup 16.78 Cukup 0.46

Ca 114.90 Lebih 140.96 Lebih 342.15 Lebih 0.00*

Fe 52.46 Kurang 58.41 Kurang 60.84 Kurang 0.50

Mg 90.89 Cukup 61.11 Kurang 60.51 Kurang 0.00*

Perlakuan

Energi 83.32 Kurang 94.89 Cukup 92.05 Cukup 0.00* Protein 97.68 Cukup 105.46 Cukup 112.93 Cukup 0.73 Lemak 20.66 Cukup 22.41 Cukup 18.20 Cukup 0.02* Ca 106.12 Lebih 400.25 Lebih 620.73 Lebih 0.00*

Fe 67.41 Kurang 76.18 Cukup 77.68 Cukup 0.54

Mg 70.51 Kurang 81.37 Cukup 76.70 Cukup 0.04*

Ket: Awal = sebelum intervensi; Tengah = setelah intervensi pertama; Akhir = setelah intervensi kedua; MT = Minuman Torbangun

Dokumen terkait