• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Metodologi

E.3. Validasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGOLAHAN SAGU

Pengolahan sagu di daerah Kotamadya Sukabumi sudah menggunakan cara semi mekanis. Pabrik pengolahan sagu memperoleh suplai batang sagu dari daerah Cianjur dan Bojong Opang. Pengiriman sagu dilakukan setiap 3 hari sekali, dengan jumlah pengiriman batang sagu untuk sekali pengiriman seberat 4,5 ton.

Untuk memulai proses pengolahan batang sagu tersebut dipotong-potong terlebih dahulu dengan ukur an panjang 70 cm, batang sagu yang telah dipotong-potong dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9. Batang sagu yang telah dipotong-potong.

Setelah dipotong-potong batang sagu tersebut dikuliti sehingga hanya tersisa bagian dalam batang sagu saja. Bagian dalam batang sagu tersebut dihancurkan dengan menggunakan mesin penghancur, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9 untuk memperoleh serat-serat kayu yang berisi pati sagu.

Gambar 10. Alat penghancur batang sagu.

Serat-serat batang sagu tersebut kemudian diberi air yang ditaruh pada sebuah tempat pengadukan. Kemudian serat kayu tersebut diaduk dan diperas, air hasil perasan dialirkan ke bak penampungan untuk kemudian diendapkan. Tempat pengadukan dan bak penampungan untuk pengendapan dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b)

Gambar 11. Tempat pengadukan dan Bak pengendapan. (a) Tempat pengadukan

(b) Bak pengendapan.

Setelah dilakukan pengendapan air kemudian dibuang dan diperoleh hasil sagu basah, hasil sagu basah dapat dilihat pada Gambar 11. Sagu basah tersebut kemudian dijemur hingga kering.

Gambar 12. Sagu basah.

Penjemuran dilakukan di halaman pabrik pengolahan sagu seperti yang terlihat pada Gambar 12. Untuk 1 ton batang sagu dapat menghasilkan pati sagu sebesar 200-300 kg pati sagu.

Gambar 13. Penjemuran pati sagu.

Kotamadya Sukabumi sampai saat ini memiliki 6 pabrik pengolaha n mie gleser yang masih aktif, dimana 5 pabrik masih melakukan pengolahan dengan cara manual dan satu pabrik sudah melakukan pengolahan secara mekanis.

Pengolahan mie gleser diawali dengan pembuatan adukan pati sagu yang dicampurkan dengan pewarna dan air panas. Adukan pati sagu tersebut dicampurkan dengan tepung sagu sedikit demi sedikit dan diaduk hingga berubah menjadi adonan berbentuk gel. Adukan pati sagu dan adonan berbentuk gel dapat dilihat pada Gambar 13.

(a) (b)

Gambar 14. Bentuk adonan pati sagu dan adonen gel. (a) Adukan pati sagu

(b) Adonan pati sagu berbentuk gel.

Adonan pati sagu yang telah berbentuk gel dicampur dengan tepung sagu untuk membuat adonan mie. Untuk pabrik yang masih manual pembuatan adonan mie dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia yang memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan untuk pabrik pengolahan mekanis pembuatan adonan dilakukan dengan menggunakan mesin pembuat adonan. Mesin pembuat adonan ini memiliki kapasitas 50 kg adonan, sehingga waktu pembuatan adonan dapat dipersingkat sehingga mampu menghasilkan mie lebih banyak. Pembuatan adonan mie secara manual dan mesin pembuat adonan serta bentuk adonan dapat dilihat pada Gambar 14.

(a) (b) (c) Gambar 15. Pembuatan adonan dan bentuk adonan mie.

(a) Pembuatan adonan secara manual (b) Mesin pembuat adonan (c) Bentuk adonan mie

Adonan mie tersebut kemudian dicetak menjadi bentuk mie dengan menggunakan alat press, alat press ini dapat dilihat pada Gambar 15. Setelah dicetak menjadi bentuk mie, mie tersebut kemudian direbus selama kurang lebih 1 menit. Setelah direbus mie tersebut direndam di dalam ember selama kurang lebih 1 jam, hingga mie yang direndam mengambang.

Gambar 16. Alat press.

Air rendaman mie dibuang dan kemudian mie tersebut diberi minyak, setelah itu mie siap untuk dijual ke pasar. Proses pemberian minyak dan mie yang siap dijual dapat dilihat pada Gambar 16.

(a) (b)

Gambar 17. Cara Pemberian minyak dan Mie yang siap dipasarkan. (a) Pemberian minyak pada mie

(b) Mie yang sudah siap dipasarkan.

Mie yang sudah siap untuk dipasarkan dimasukan ke dalam karung untuk kemudian diangkut ke pasar-pasar tradisional yang ada di Kotamadya Sukabumi.

C. SISTEM DINAMIK

Pembuatan model, simulasi dan analisa dilakukan dengan mengacu pada sasaran, tujuan dan skenario. Sistematika hasil dan pembahasan mencakup penterjemahan diagram sebab akibat (Gambar 7) ke dalam diagram alir sistem dinamik untuk memperjelas hubungan yang terjadi antar komponen di dalam sistem, melakukan validasi model dengan data sekunder yang diperoleh, simulasi dan analisis terhadap model dengan skenario yang telah ditetapkan.

Model yang dibangun mengikuti bentuk model sistem dinamik dengan simbol-simbol yang digunakan adalah simbol-simbol diagram alir sistem dinamik. Model yang dibangun dibagi kedalam dua sub-sistem yaitu sub- sistem penyediaan mie dan sub-sistem penyediaan sagu:

1. Model Sub-Sistem Ketersediaan Mie

Pada sub-sistem ketersediaan mie yang ditunjukkan oleh Gambar 17. komponen-komponen yang mempengaruhi adalah sub-sistem produksi mie dan sub-sistem permintaan mie. Sub-sistem produksi mie ditentukan oleh jumlah produksi mie rata-rata, dimana jumlah produksinya pada saat- saat tertentu akan mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Lonjakan produksi mie terjadi ketika bulan puasa atau hari raya. Peningkatan yang

prod_mie_mesin_per_thn lj_prod_mie_mesin lj_prod_mie_mnal prod_mie_mnal_per_thn rt_prod_mie_msn rt_prod_mie_manualtot_prod_mie kon_mie_per_thn pddk_kt_1 prmntaan_mie prmntaan_mi_per_thn lj_permintaan_mie NERACA_MIE prtmbhn_tua lj_mati_kt jmlh_anak2_kt prtmbhn_dws_kt jmlh_dws_kt jmlh_tua_kt hrpn_hdp_kt

jelas terlihat adalah pada produksi ketika bulan puasa. Jumlah produksi rata-rata diluar bulan puasa hanya sebesar 700 kg/hari untuk pabrik pengolahan mie secara manual dan 1.100 kg/hari untuk pabrik pengolahan mie secara mekanis, sedangkan pada bulan puasa produksinya dapat meningkat hingga 1.500 kg/hari untuk pabrik pengolahan mie secara manual dan 3.000 kg/hari untuk pabrik pengolahan secara mekanis.

Sub-sistem permintaan mie komponen yang mempengaruhinya adalah tingkat konsumsi mie dan sub-sistem kependudukan. Fluktuasi jumlah permintaan juga terjadi pada sub-sistem permintaan mie dimana pada setiap bulan puasa terjadi lonjakan permintaan mie. Bentuk diagram alir sistem dinamik dari sub-sistem kependudukan dapat dilihat pada Gambar 18.

jmlh_btg

sg_hsl_olah keb_sg_non_mie keb_non_mie

lj_pngrman

Gambar 19. Model sub-sistem kependudukan.

2. Model Sub-Sistem Ketersediaan Sagu

Pada sub-sistem ketersediaan sagu komponen-komponen yang berpengaruh di dalamnya yaitu sub-sistem penyediaan sagu dan sub-sistem permintaan sagu. Untuk sub-sistem penyediaan sagu komponen- komponen penyusunnya adalah pengiriman batang sagu dan pengolahannya. Pengiriman sagu dilakukan setiap 3 hari sekali dengan jumlah sekali pengiriman sebesar 4,5 ton batang sagu. Setiap 1 ton batang sagu berdasarkan hasil survei dapat menghasilkan 3 kwintal tepung sagu. Sedangkan permintaan sagu berdasarkan pada permintaan sagu untuk produksi mie ditambah dengan permintaan sagu untuk konsumsi non mie, sedangkan kebutuhan sagu untuk industri masih diabaikan. Bentuk model sub-sistem ketersediaan sagu dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 20. Model sub-sistem ketersediaan sagu.

Hasil akhir dari sistem pengolahan mie berbasis pati sagu ini adalah untuk melihat neraca mie dan ketersediaan sagu sebagai bahan baku untuk pembuatan mie dalam kurun waktu 30 tahun mendatang.

3. Validasi Model Dasar

Validasi model dasar yang dilakukan adalah dengan membandingkan data kependudukan hasil simulasi dengan data kependudukan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Kotamadya Sukabumi.

Jumlah penduduk didalam simulasi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk, dimana rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk per tahunnya adalah sebesar 0,9% per tahun.

Metoda validasi yang digunakan adalah metode Mean Absolute Percent Error (MAPE). Perbandingan antara data hasil simulasi dengan data aktual dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 6. Tabel perbandingan data

1996 241.277 241.277 0 0,0000 1997 243.448 241.488 1.960,24 0,0081 1998 245.639 241.309 4.330,03 0,0179 1999 247.850 243.068 4.781,52 0,0197 2000 250.080 243.185 6.894,91 0,0284 2001 252.330 247.792 4.538,38 0,0183 2002 254.601 249.643 4.958,09 0,0199 2003 256.892 248.559 8.333,24 0,0335 2004 259.204 259.204 0 0,0000 ? ?Xm-Xd?/Xd 0,1458

Dimana: Xm = Data Hasil Simulasi

Xd = Data aktual

|Xm-Xd| = Nilai Absolut Selisih Data

|Xm-Xd|/Xd = Nilai Eror ? |Xm-Xd|/Xd = Total Eror MAPE = 1/9 x 0,1458 x 100%

= 1,62%

Besarnya error dari perbandingan antara data hasil simulasi dengan data aktual adalah sebesar 1,62%, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat validitas data hasil simulasinya sebesar 98,38%.

4. Simulasi Model

Simulasi model dinamik ini dibuat dalam bentuk yang interaktif sehingga memudahkan untuk melakukan simulasi pada setiap skenario yang ingin ditampilkan. Bentuk dari model dapat dilihat pada Gambar 20.

Model interaksi ini dilengkapi dengan fasilitas slide bar yang bertujuan untuk memudahkan mengatur komponen-komponen yang perlu diubah untuk menjalankan skenario. Komponen-komponen yang dapat diubah antara lain adalah tingkat konsumsi per tahun, jumlah produksi mie, jumlah kebutuhan sagu untuk produksi dan jumlah produksi sagu.

Simulasi dilakukan dalam kurun waktu 30 tahun mendatang yaitu mulai tahun 1996-2026, hal ditujukan untuk dapat lebih memperjelas keadaan sistem pengolahan mie berbasis pati sagu untuk jangka waktu yang panjang. Model matematis dari model dinamik pengolahan mie berbasis pati sagu ini akan dilampirkan pada Lampiran 3.

Model Dinamik Pengolahan Mie Berbasis Pati Sagu Kasus Kotamadya Sukabumi

Fraksi Pertumbuhan Penduduk Kotamadya Sukabumi

0.009

Jumlah Penduduk

Akhir Tahun Simulasi 241,277.00

SIMULASI

MULAI KELUAR

Grafik Neraca Mie Sagu

Tahun

Jumlah Mie (Ton)

prmntaan_mie tot_prod_mie NERACA_MIE 1,996 1,999 2,002 2,005 2,008 2,011 2,014 2,017 2,020 2,023 2,026 -20,000 -10,000 0 10,000 20,000

Produksi Mie Secara Manual

250 300 350 400 450 500

255.50

Produksi Mie Secara Mekanis

250 300 350 400 450 500

401.50

Tingkat Konsumsi Per Tahun

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.00648 LANJUT Neraca Mie (Ton) 0 20,000 50,000 0 20,000 50,000 116.12

Gambar 21. Tampilan program simulasi.

a. Skenario-1 Model Dasar Tanpa Kebijakan

Grafik yang ditampilkan dalam skenario ini adalah grafik neraca mie dan grafik kebutuhan sagu untuk produksi mie dari pabrik manual dan mekanis serta grafik jumlah ketersediaan sagu. Dengan komponen- komponen yang berpengaruh pada skenario ini adalah tingkat konsumsi rata-rata untuk mie gleser dan jumlah produksi rata-rata tepung sagu. Simulasi pada skenario-1 ini menggunakan asumsi bahwa setiap penduduk Kotamadya Sukabumi mengkonsumsi mie gleser, sehingga dapat diperoleh tingkat rata-rata konsumsi mie per kapita per tahunnya dari membagi rata-rata produksi per tahun dengan jumlah penduduk. Asumsi bahwa seluruh penduduk Kotamadya Sukabumi mengkonsumsi mie gleser berdasarkan pada bahwa Kotamadya Sukabumi merupakan salah satu sentra produksi mie gleser.

Pada skenario ini tidak ada kebijakan apapun yang mempengaruhi sistem sehingga pada skenario ini keadaan yang terjadi mendekati keadaan yang sebenarnya dimana berdasarkan asumsi yang berlaku

Grafik Neraca Mie Sagu

Tahun

Jumlah Mie (Ton)

prmntaan_mie tot_prod_mie NERACA_MIE 1,996 1,999 2,002 2,005 2,008 2,011 2,014 2,017 2,020 2,023 2,026 0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

Grafik Jumlah Produksi Sagu dan Jumlah Kebutuhan Sagu

Jumlah Sagu (Ton)

sg_hsl_olah 10,000

15,000

maka diperoleh rata-rata konsumsi mie gleser per kapita adalah sebesar 0,00648 ton/kapita/tahun, dengan rata-rata jumlah produksi mie gleser sebesar 657 ton/tahun. Kebutuhan sagu untuk produksi pada skenario ini adalah sebesar 200,45 ton sagu/tahun dengan rata-rata jumlah produksi tepung sagu sebesar 109,5 ton/tahun setara dengan 365 ton batang sagu. Pola kecenderungan yang dihasilkan oleh skenario ini dapat dilihat pada Gambar 21 untuk neraca sagu dan Gambar 22 untuk kecenderungan jumlah produksi dan jumlah kebutuhan sagu.

Gambar 23. Pola kecenderungan jumlah produksi sagu dan jumlah kebutuhan sagu hasil simulasi skenario-1.

Dari tampilan grafik- grafik diatas dapat dilihat untuk grafik permintaan mie gleser tidak terlalu tinggi sehingga terjadi surplus mie gleser yang cukup tinggi di pasaran yaitu mencapai 19.003 ton mie gleser pada akhir tahun 2026 dengan tingkat permintaan pada akhir tahun 2026 masih dibawah 5.000 ton mie, berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan suatu tindakan sehingga surplus mie gleser yang terjadi tidak terbuang begitu saja. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah diversifikasi hasil olahan mie gleser, seperti membuat makanan olahan yang berbahan baku mie gleser atau dengan memberi penyuluhan untuk memberikan nilai tambah pada produk mie gleser salah satunya adalah penyuluhan untuk memberikan kemasan yang menarik pada produk mie gleser sehingga memiliki tampilan yang memiliki daya tarik untuk dikonsumsi. Tindakan lainnya yang dapat diambil adalah memberikan penyuluhan tentang pentingnya higienis dan sanitasi pada proses produksi dan memberikan jaminan terhadap kebersihan dan kesehatan produk sehingga para konsumen merasa aman ketika mengkonsumsi mie gleser. Dengan timbulnya rasa aman pada konsumen maka tingkat konsumsi pun akan meningkat.

Untuk ketersediaan sagu pun mengalami surplus yang cukup tinggi yaitu sebesar 8.915 ton tepung sagu pada akhir tahun 2026 dengan asumsi tingkat produksi rata-rata per tahunnya dan jumlah pengiriman batang sagu tetap, sehingga perlu diambil suatu tindakan pengambilan kebijakan yang dapat memanfaatkan keadaan tersebut. Tindakan yang dapat diambil salah satunya adalah menjual kelebihan sagu yang dihasilkan ke daerah lain sehingga dapat dijadikan salah satu pendapatan daerah.

b. Skenario-2 Model dengan Kebijakan Peningkatan Konsumsi Melalui Diversifikasi Hasil Olahan Mie Gleser

Pada skenario ini terjadi peningkatan konsumsi mie gleser yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pada permintaan mie gleser, maka komponen yang berpengaruh dalam skenario ini adalah jumlah konsumsi rata-rata mie gleser. Peningkatan konsumsi ini terjadi dengan asumsi bahwa kebijakan yang dilakukan pada skenario- 1 yaitu melakukan diversifikasi pangan dan program penyuluhan untuk memberikan kemasan yang menarik pada produk mie gleser dan program penyuluhan tentang pentingnya higienis dan keamanan produk berhasil. Akibat keberhasilan dari kebijakan tersebut maka pada skenario-2 ini produk pangan hasil olahan mie gleser sudah beragam jenisnya sehingga masyarakat pun mengkonsumsinya lebih sering dan karena sudah timbul rasa aman ketika mengkonsumsi mie gleser ini maka masyarakat pun berani untuk mengkonsumsi mie gleser lebih banyak lagi.

Peningkatan jumlah konsumsi rata-rata yang terjadi diasumsikan sebesar 0,08012 ton/tahun dari tingkat konsumsi sebesar 0,00648 ton/tahun menjadi 0,0866 ton/tahun.

Kecenderungan permintaan mie yang terjadi setelah ada peningkatan jumlah konsumsi rata-rata dapat dilihat pada Gambar 23. Grafik menunjukkan bahwa dengan terjadinya peningkatan jumlah konsumsi rata-rata yang mencapai 0,08012 ton/tahun terlihat adanya kekurangan stok mie gleser sebesar 328 ton pada akhir tahun 2026 dan

Grafik Neraca Mie Sagu

Jumlah Mie (Ton)

10,000 20,000

kecenderungan yang terlihat pada garis neraca mie masih jauh untuk berpotongan dengan garis permintaan mie, kondisi ini terjadi jika diasumsikan jumlah produksi per tahun dari pabrik pengolahan mie gleser tidak ada peningkatan..

Untuk menanggulangi hal tersebut maka dapat diambil sebuah kebijakan untuk meningkatan produksi mie gleser per tahunnya yaitu dengan mengembangkan usaha pabrik pengolahan mie gleser yang sudah ada sehingga kapasitas produksinya dapat meningkat. Cara lain yang dapat diambil adalah dengan mengambil produk mie gleser dari luar daerah Kotamadya Sukabumi namun kebijakan ini diambil jika pengembangan usaha pengolahan mie gleser ini tidak dapat dilakukan atau lebih menguntungkan jika mengambil dari luar bila dibandingkan dengan mengembangkan usaha pengolahan mie gleser. Besarnya peningkatan poduksi mie gleser yang diperlukan akan disimulasikan pada skenario-3.

Gambar 24. Grafik neraca mie hasil simulasi skenario-2.

c. Skenario-3 Model dengan Kebijakan Peningkatan Tingkat konsumsi dan Peningkatan Produksi Mie Gleser

Pada skenario sebelumnya diambil kebijakan untuk meningkatkan tingkat konsumsi mie gleser, salah satu cara meningkatkan tingkat konsumsi mie gleser adalah dengan melakukan diversifikasi hasil olahan mie gleser dan penyuluhan tentang pentingnya higienis dan keamanan produk, pada skenario tersebut terlihat dengan peningkatan tingkat konsumsi sebesar 0,08012 ton/tahun yaitu tingkat konsumsi menjadi 0,0866 ton/tahun maka akan terjadi kekurangan stok mie gleser di pasaran jika diasumsikan kebijakan yang diambil berhasil dijalankan. Untuk menanggulangi kekurangan stok pada situasi tersebut maka tingkat produksi rata-rata per tahunnya harus ditingkatkan lagi dengan tidak melebihi kapasitas produksi pabrik yang ada sekarang. Dengan keadaan yang ada sekarang maka tingkat produksi per tahun paling tinggi yang memungkinkan hanya sebesar 1.095 ton/tahun untuk pabrik mekanis dan 547,5 ton/tahun untuk

Grafik Neraca Mie Sagu

Jumlah Mie (Ton)

40,000

pabrik manual. Namun dengan tingkat produksi tersebut bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi sebesar 0,0866 ton/tahun kebutuhan mie gleser di pasaran baru akan terpenuhi pada tahun 2007. Maka untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan cepat diperlukan tingkat produksi yang lebih besar dari 1.642,5 ton/tahun. Hasil simulasi dari skenario-3 ini dapat dilihat pada Gambar 24. Dari grafik yang ditampilkan terlihat bahwa dengan tingkat produksi sebesar 1.642,5 ton/tahun kebutuhan akan mie gleser di pasaran dapat terpenuhi pada tahun 2007.

Peningkatan jumlah produksi sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi pabrik-pabrik pengolahan dapat dilakukan dengan cara merangsang investor sehingga usaha pengolahan mie gleser dapat berkembang. Sehingga pabrik-pabrik pengolahan mie gleser yang proses pengolahannya masih secara manual dapat berkembang menjadi pabrik yang pengolahannya sudah secara mekanis sehingga tingkat produksinya dapat meningkat lebih besar dari 1.642,5 ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar. Agar para investor tertarik untuk menanamkan modal dalam usaha ini, pemerintah Kotamadya Sukabumi perlu melakukan sebuah promosi terhadap usaha pengolahan mie gleser ini seperti membuat sebuah pabrik percontohan dimana didalamnya pengolahan mie sudah dilakukan dengan baik dan efektif serta menghasilkan sebuah produk yang memiliki nilai tambah bila dibandingkan dengan mie gleser hasil olahan pada umumnya.

Gambar 25. Grafik neraca mie hasil simulasi skenario-3.

d. Skenario-4 Model dengan Kebijakan Peningkatan Produksi Mie Gleser dan Peningkatan Kebutuhan Sagu Produksi Mie

Pada skenario ketiga diambil sebuah kebijakan untuk meningkatkan produksi mie gleser dengan asumsi terjadi peningkatan tingkat konsumsi yang diakibatkan oleh suksesnya kebijakan pada skenario-1 yaitu melakukan diversifikasi hasil olahan dari mie gleser dan menciptakan produk mie gleser yang lebih bersih dan sehat sehingga menimbulkan rasa aman pada konsumen ketika mengkonsumsi mie gleser. Peningkatan produksi mie gleser tersebut tentu saja harus diikuti dengan peningkatan kebutuhan sagu untuk produksi mie. Pada skenario keempat ini akan menampilkan pengaruh dari peningkatan kebutuhan sagu untuk produksi mie sebagai akibat dari meningkatnya produksi mie gleser terhadap neraca sagu Kotamadya Sukabumi tanpa adanya kebijakan untuk meningkatkan produktivitas pengolahan sagu.

Grafik Jumlah Produksi Sagu dan Jumlah Kebutuhan Sagu

Jumlah Sagu (Ton)

15,000

Dari hasil simulasi yang ditampilkan pada grafik neraca sagu (Gambar. 25) jika terjadi peningkatan kebutuhan sagu untuk produksi mencapai 600 ton/tahun maka akan terjadi kekurangan stok sagu sebesar 3.421 ton pada akhir tahun 2026 dengan asumsi tidak ada perubahan pada jumlah pengiriman batang sagu, kecenderungan yang terlihat pada grafik adalah kekurangan tersebut akan semakin membesar. Hal tersebut dapat terjadi jika tidak ada kebijakan yang diambil untuk meningkatkan jumlah produksi tepung sagu di Kotamadya Sukabumi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sebuah kebijakan untuk meningkatkan hasil panen tanaman sagu untuk dapat menutupi kekurangan stok yaitu salah satunya dengan melakukan intensifikasi karena berdasarkan hasil survey, para petani pemilik lahan sagu kebanyakan menanam tanaman sagu bukan untuk diambil sagunya melainkan hanya diambil kulit batang dan daunnya saja hanya beberapa petani saja yang membudidayakan tanaman sagu untuk diambil sagunya. Berdasarkan keadaan tersebut maka tingkat produktivitas lahan sagu masih dapat ditingkatkan lagi untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada skenario-4.

Gambar 26. Grafik neraca sagu hasil simulasi.

e. Saran Kebijakan

Untuk dapat mengembangkan industri pengolahan mie gleser maka beberapa saran kebijakan berikut dapat ditempuh:

ii. Meningkatkan tingkat konsumsi mie gleser dengan melakukan diversifikasi hasil olahan mie gleser seperti membuat makanan olahan yang berbahan baku mie berbasis pati sagu contoh spagetti dari mie berbasis pati sagu atau mie instant dari mie berbasis pati sagu.

iii. Meningkatkan mutu produk mie gleser sehingga dapat dijadikan sebuah komoditas yang bernilai tinggi, dengan cara menjual mie gleser dengan menggunakan kemasan yang menarik.

iv. Memberikan penyuluhan kepada para pemilik pabrik pengolahan mie gleser untuk memperhatikan tentang sanitasi pabrik pengolahan serta kebersihan produk yang dihasilkan,

seperti mewajibkan pemilik pabrik untuk melakukan pengemasan terhadap produk yang dihasilkan.

v. Membuat sebuah sentra perdagangan mie gleser dan makanan olahan lainnya yang berbahan baku mie gleser untuk menarik investor.

vi. Memberikan penyuluhan cara pengolahan sagu yang efektif sehingga tidak banyak tepung sagu yang terbuang ketika dilakukan pengolahan.

vii. Membuat sebuah standar mutu sehingga seluruh produk mie gleser yang dijual dipasaran memiliki mutu yang seragam. Standar mutu yang diterapkan harus dapat menyaingi mutu produk mie lainnya yang dijual dipasaran.

viii. Memberikan penyuluhan tentang manfaat penggunaan teknologi didalam memproduksi mie gleser.

ix. Membuat sebuah teknologi pengolahan mie yang murah sehingga dapat terjangkau oleh para pengusaha mie gleser.

Dokumen terkait