• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dalam membangun model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dilakukan melalui survei dan Focus Group Discussion (FGD). FGD merupakan cara yang efektif dalam melakukan pendekatan kepada petani. FGD dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi prasarana usahatani yang dibutuhkan, tetapi juga dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi petani secara langsung dan memberikan pemahaman kepada petani bahwa pengembangan prasarana usahatani dapat dijadikan salah satu solusi dalam pemecahan masalah rendahnya kesejahteraan petani.

Kegiatan FGD dilakukan di dua tempat yaitu di Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor. Cihea Cianjur dipilih sebagai tempat penelitian karena Cihea Cianjur merupakan sentra produksi pangan Indonesia dengan pelaksanaan kegiatan usahatani yang telah terorganisir, sehingga memudahkan dalam pengambilan data-data yang dibutuhkan. Pemilihan Situ Gede untuk daerah pengembangan model karena kawasan pertanian Situ Gede belum memiliki prasarana usahatani yang memadai.

Kegiatan FGD di Cihea Cianjur diikuti oleh dua kelompok tani yaitu Kelompok Tani Mekar Sari dan Kelompok Tani Sauyunan. FGD dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, untuk kelengkapan informasi setiap kelompok tani terdiri dari 18 orang dari blok tersier hulu, tengah dan hilir. Petani di Kelompok Tani Mekar Sari memiliki luas lahan rata-rata di bagian hulu 2683,3 m2, bagian tengah 6775 m2 dan bagian hilir 2895,2 m2. Petani di Kelompok Tani Sauyunan memiliki luas lahan rata-rata di bagian hulu 11294,5 m2, bagian tengah 5589 m2 dan bagian hilir 4957,1 m2. Nama petani, luas petakan sawah dan blok tersier dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kegiatan FGD di Situ Gede diikuti oleh 1 kelompok tani yaitu Kelompok Tani Harapan Mekar. FGD juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sama dengan FGD yang dilakukan di Cihea Cianjur. FGD diikuti oleh 17 orang

petani dari blok tersier bagian tengah. Petani memiliki luas lahan rata-rata 3435,3 m2. Daftar nama petani dan luas lahan dapat dilhat pada Lampiran 2.

FGD diawali dengan presentasi mengenai pengembangan prasarana usahatani. Presentasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada petani mengenai tujuan dan manfaat pengembangan prasarana usahatani. Setelah itu dilakukan tanya jawab dengan petani dengan kuesioner yang telah disediakan. Diskusi difokuskan kepada pengembangan prasarana jalan usahatani, irigasi pipa, dan prasarana off farm. Hal ini akan menjadi parameter utama dalam model

pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. a. Usahatani

Petani di Cihea Cianjur adalah petani dengan usahatani padi dan palawija. Intensitas tanam 2 kali tanam padi dan 1 kali tanam palawija dalam satu tahun. Varietas padi yang digunakan adalah Ciherang, Mekongga dan IR 64. Produksi rata-rata 5,6 ton per hektar dengan biaya produksi Rp 3.000.000 per hektar. Palawija yang dibudidayakan adalah kedelai. Varietas yang digunakan adalah Argo Mulyo, Anjasmoro, MS Dapros, Burangrang dan Raja Basa. Rata-rata produksi 1,5 ton/hektar. Data produksi lahan sawah Cihea Cianjur dapat dilihat pada Lampiran 3.

Petani di Situ Gede merupakan petani dengan usahatani padi. Intensitas tanam petani adalah 2 kali setahun. Rata-rata produksi padi 4,2 ton/hektar. Varietas padi yang digunakan adalah Santana, Metik Wangi dan Ciherang. Data produksi lahan sawah Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Kebutuhan Prasarana Lahan

Pada umumnya petani di Cihea Cianjur maupun di Situ Gede Bogor membutuhkan prasarana jalan usahatani. Dari survei dan FGD yang telah dilakukan di Cihea Cianjur, jalan usahatani sangat dibutuhkan karena beberapa alasan 76% petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mengurangi ongkos pengangkutan pupuk ke tengah lahan sebesar Rp 10.000 – Rp 30.000 untuk sekali tanam, 76 % petani berpendapat jalan usahatani mengurangi ongkos angkut panen sebesar 10 % dari jumlah panen atau sebesar Rp 25.000 – Rp 30.000/ kuintal hasil panen, 60 % petani berpendapat jalan usahatani dapat mempemudah jalan traktor dan 47,8 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat

mempemudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Namun terdapat 23,9 % petani tidak membutuhkan jalan usahatani karena lokasi lahan terletak di dekat jalan desa. Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Cihea Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil survei dan FGD yang dilakukan di Situ Gede Bogor menunjukkan bahwa 100 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mengurangi ongkos angkut pupuk dari jalan ke lahan dan mengurangi ongkos angkut panen, sebanyak 76,5 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mempemudah jalan traktor dan 80 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mempemudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Situ Gede Bogor selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Saluran irigasi di Cihea Cianjur maupun di Situ Gede Bogor adalah saluran irigasi tanah dengan efisiensi yang relatif kecil. Di Cihea Cianjur pemeliharan saluran ini diorganisir oleh kelompok tani. Setiap petani diwajibkan membayar sebesar 50 kg padi per hektar untuk biaya pemeliharaan. Untuk meningkatkan efisiensi irigasi serta mengurangi ongkos pemeliharaan dan perawatan ini maka petani membutuhkan saluran irigasi pipa. Selain itu di atas irigasi pipa juga dapat dibuat jalan usahatani.

Berdasarkan hasil survei dan FGD yang dilaksanakan di Cihea Cianjur dapat disimpulkan bahwa petani membutuhkan saluran irigasi pipa dengan beberapa alasan yaitu 76,1 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi jumlah kebutuhan air karena tidak bocor selama penyaluran, 63 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi ongkos pemeliharaan saluran seperti babat rumput dan longsoran, 26,09 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa lebih mudah biaya rehabilitasi dibandingkan saluran tanah, 72 % berpendapat bahwa saluran irigasi pipa diatasnya dapat dibuat jalan usahatani dan 54,4 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa lebih mudah perawatannya. Namun terdapat 19,6 % petani tidak membutuhkan saluran irigasi pipa karena saluran irigasi pipa perawatannya akan lebih susah karena adanya endapan lumpur dan sampah. Persentase respon

kebutuhan prasarana irigasi pipa di Cihea Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7

Hasil survei dan FGD yang dilaksanakan di Situ Gede menunjukkan bahwa100 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi jumlah air karena bocor selama penyaluran, mengurangi ongkos pemeliharaan saluran seperti babat ruput dan longsoran, di atasnya dapat dibuat jalan usahatani dan lebih mudah perawatannya. Sebanyak 76,6 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi lebih mudah biaya rehabilitasinya dibandingkan saluran tanah. Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 8.

Selain prasarana jalan usahatani dan irigasi pipa, petani juga menginginkan penataan petak lahan agar lebih tertata dan rapi. Hal ini dapat terwujud dengan adanya campur tangan semua pihak terkait mulai dari petani hingga pemerintah. Pada umumnya petani di Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor merupakan petani penggarap. Di Cihea Cianjur 65,2 % petani berpendapat bahwa penataan bentuk petak lahan perlu dilakukan agar lebih tertata dan rapi, 60,9 % petani berpendapat lebar petakan tidak perlu sama dan perlu dilaksanakan di masa datang, 2,2 % petani berpendapat penataan petak lahan dimusyawarahkan oleh petani sendiri, 56,5 % penataan petak lahan difasilitasi pemerintah, 17,4 % petani berpendapat bahwa penataan petak lahan dikerjakan oleh petani dan 41,3 % petani berpendapat bahwa penataan petak lahan ifasilitasi pemerintah. Namun 34,8 % petani tidak setuju bdengan penataan petak lahan karena berbeda kepemilikan lahan dan pengelolaannya lebih susah. Persentase respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Cihea Cianjur dapat dilihat pada Lampiran 9.

Hasil survei dan FGD Situ Gede menunjukkan bahwa100% petani setuju dengan penataan petak lahan agar lebih tertata dan rapi, 17,7 % petani berpendapat perlu lebar petakan yang sama, 70,6 % petani berpendapat lebar petakan tidak perlu sama, 23,5 % petani berpendapat penataan petak lahan perlu saat ini, 76,5 % petani berpendapat penataan petak lahan perlu di masa datang, 23,5 % petani berpendapat penataan petak lahan dimusyawarahkan oleh petani, 76,5 % penataan petak lahan difasilitasi pemerintah, 11,8 % petani berpendapat bahwa penataan petak lahan dikerjakan oleh petani dan 88,2 % petani berpendapat

bahwa penatan petak lahan difasilitasi oleh pemerintah. Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Cihea Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

Formulasi Permasalahan Sistem

Permasalahan dalam sistem merupakan kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan para pelaku di dalam sistem itu sendiri. Dalam keadaan nyata permasalan mengenai prasarana usahatani dapat dilihat dalam permasalahan yang terjadi di daerah irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor. Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan di dua tempat tersebut maka dapat dilakukan formulasi permasalahan yang ada di dalam sistem. Beberapa permasalahan yang terjadi di antaranya :

1) Efisiensi penyaluran saluran irigasi sebesar 77,5 % (PU, 2010) hal ini menyebabkan lahan-lahan sawah bagian hilir jarang mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman.

2) Dibutuhkan biaya tambahan untuk memelihara saluran irigasi sebesar 50 kg padi per petani untuk satu kali tanam.

3) Terbatasnya akses alat dan mesin pertanian seperti traktor dan mesin bajak ke lahan karena tidak adanya jalan usahatani yang memadai.

4) Dibutuhkannya ongkos angkut pupuk sebesar Rp 20.000 per 100 kg dan ongkos angkut panen sebesar 10 % dari hasil panen.

5) Kapasitas dan jumlah penggilingan beras belum dapat memenuhi kebutuhan petani, jumlah tempat penggilingan beras saat ini yaitu 103 tempat penggilingan dengan kapasitas 20800 ton/tahun, 107 tempat penggilingan dengan kapasitas 9900 ton/tahun dan 31 tempat penggilingan padi dengan kapasitas 5000 ton/tahun (Dinas Pertanian 2010)

6) Belum berkembangnya industri rumah tangga atau tidak adanya prasarana off farm yang dapat dijadikan alternatif lain dalam meningkatkan pendapatan petani seperti alat pengolahan menir menjadi makanan ringan yang memiliki nilai jual tinggi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perlu dilaksanakan pengembangan prasarana on farm dan off farm secara terpadu agar permasalahan

yang terjadi dapat teratasi. Untuk itu perlu campur tangan pemerintah dalam pendanaan dan pembangunan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan proses menentukan variabel-variabel yang terdapat di dalam sistem dan mempengaruhi kinerja sistem. Dalam model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi terdapat beberapa variabel utama atau sub sistem yang ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan dan perumusan permasalahan yang telah dilakukan. Beberapa variabel utama dan parameter yang mempengaruhi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi adalah:

- Sub sistem prasarana usahatani (Sub I) a) Jaringan irigasi

b) Jalan usahatani

c) Target pembangunan prasarana usahatani d) Biaya pembangunan prasarana

e) Efisiensi irigasi

- Sub sistem pendanaan dan kelayakan pembangunan prasarana usahatani (Sub II)

a) Pendanaan pemerintah b) Pendanaan oleh petani c) Suku bunga

d) Net Present Value e) Gross B/C

- Sub sistem produksi lahan (Sub III) a) Luas lahan

b) Laju konversi lahan c) Produktivitas lahan d) Produksi padi e) Produksi beras f) Produksi kedelai

- Sub sistem keuntungan petani (Sub IV) a) Jumlah petani

b) Biaya produksi

c) Keuntungan produksi padi d) Keuntungan produksi beras e) Keuntungan produksi non padi f) Keuntungan Industri pangan g) Kebutuhan hidup layak h) Iuran pemeliharaan prasarana

Setelah dilakukan identifikasi variabel yang terdapat di dalam sistem, maka ditentukan keterkaitan antara variabel tersebut. Variabel yang terdapat di dalam sistem memiliki hubungan positif maupun negatif antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dalam diagram sebab akibat (causal loop) pada Gambar 5.

Prasarana Usahatani Off Farm dan On Farm

Efisiensi Irigasi Investasi Pemerintah Keuntungan Petani Produktivitas Lahan Konversi dan Penambahan Prasarana IP

Pendanaan oleh Petani Biaya

PembangunanPrasarana

Luas Lahan Produktif Biaya Produksi Penjualaan Kedelai Pendapatan Perkapita Industri Pangan Jumlah Petani Laju Konversi Lahan Pertambahan Penduduk + -+ + -+ + + + + + + + + -+ + + Penjualan Padi Penjualan Beras -+ +

Selanjutnya diagram sebab akibat pada Gambar 5 diinterpretasikan ke dalam diagram input-output (black box). Diagram ini menggambarkan proses input menjadi output. Di dalam black box ini terdapat input yang terkendali, input tak terkendali, output yang dikehendaki, output yang tak dikehendaki dan manajemen sistem. Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dapat dilihat pada Gambar 6.

INPUT LINGKUNGAN

· Peranan pemerintah

· Peranan Petani

INPUT TAK TERKENDALI

· Luas lahan produktif

· Jumlah penduduk

· Efisiensi irigasi awal

· IP awal

· Biaya pembangunan prasarana

· Biaya produksi

· Harga produk

· Laju Inflasi

· Biaya Pembangunan Prasarana

OUTPUT DIKEHENDAKI

· Efisiensi irigasi yang tinggi

· Pendapatan perkapita petani meningkat.

Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi

INPUT TERKENDALI

· Laju pertambahan penduduk

· Laju konversi lahan

· Tahapan pembangunan prasarana

· Dana pembangunan prasarana dari pemerintah

· Porsi non padi

· Suku bunga

OUTPUT TAK DIKEHENDAKI

· Produksi lahan turun

· Gross B/C< 1

Manajemen pengembangan prasarana usahatani

Gambar 6 Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.

Model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi memiliki empat sub model. Empat sub model tersebut yaitu sub model prasarana usahatani, sub model pendanaan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani, sub model produksi lahan dan sub model keuntungan petani. Keempat sub model ini memiliki fomula tersendiri namun saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Keterkaitan antara sub model dapat dilihat pada Gambar 7 dan source code dapat dilihat pada Lampiran 11.

Prasarana Usahatani Produksi Lahan

Keuntungan Petani

Pendanaan dan Analisis Kelayakan Pembangunan

Prasarana Usahatani

Gambar 7 Sector frame model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi

a) Sub model prasarana usahatani (Sub I)

Sub I menggambarkan tahap pembangunan prasarana usahatani. Prasarana usahatani yang ada dalam sub model ini ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan. Prasarana yang dibutuhkan yaitu saluran irigasi pipa dan jalan usahatani. variabel-variabel yang terlibat dalam sub model ini adalah luas lahan produktif, konversi lahan, tahun pembangunan prasarana, sisa pembangunan jaringan irigasi, panjang irigasi per ha, target pembangunan irigasi, pengurangan jaringan irigasi, efisiensi irigasi awal, peningkatan efisiensi irigasi, efisiensi irigasi, unit biaya irigasi, pendanaan irigasi, persentase target pembangunan prasarana, panjang jalan usahatani per ha, target pembangunan jalan usahatani, pengurangan jalan usahatani, sisa pembangunan JUT, unit biaya jalan usahatani, pendanaan jalan usahatani, pembangunan prasarana, persentase pembangunan prasarana, prasarana industri pangan, Biaya pembangunan RPC,

target pembangunan off farm dan pendanaan prasarana off farm. Sub I terhubung dengan sub III. Sub I terhubung dengan sub III melalui variabel luas lahan produktif dan konversi lahan. Sub I dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sub model prasarana usahatani

b) Sub model pendanaan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani (Sub II).

Sub model pendanaan pembangunan prasarana usahatani dan analisis kelayakan pembangunan prasarana menggambarkan peranan pemerintah dan petani dalam pendanaan prasarana yang akan dibangun beserta analisis ekonominya. Variabel yang terdapat dalam sub model ini adalah persentase target pembangunan prasarana, target pembangunan off farm, pendanaan JUT, pendanaan irigasi, total biaya pembangunan prasarana usahatani, biaya pembangunan prasarana per tahun, pendanaan on farm, pendanaan off farm, total

investasi, angsuran pertahun, lama angsuran, total pendanaan pemerintah, persentase pendanaan pemerintah dan pendanaan prasarana oleh petani, total PV pendapatan, PV pendapatan, pendapatan, tahun pembangunan prasarana, suku bunga, Discount Factor, PV biaya, biaya produksi pertahun, total PV biaya, Net Present Value dan Gross B/C. Sub II terhubung dengan sub 1 melalui variabel pendanaan off farm, pendanaan untuk irigasi, pendanaan jalan usahatani dan tahun pembangunan prasarana. Variabel yang menghubungkan sub II dengan sub IV adalah variabel biaya produksi pertahun dan pendapatan. Sub II dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Sub model pendanaan pembangunan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani

c) Sub model produksi lahan (Sub III)

Sub model produksi lahan menggambarkan tahapan produksi lahan per tahun. Variabel-variabel yang mempengaruhi produksi lahan pada sub model ini adalah luas lahan produktif, konversi lahan, laju konversi lahan, luas tanam padi, luas tanam non padi, hasil padi, produktivitas padi, laju produktivitas padi, peningkatan produktivitas padi, produksi padi per tahun, biaya produksi padi per

ha, peningkatan biaya produksi padi, laju kenaikan biaya produksi, biaya produksi padi, beras kotor, beras, produksi beras, biaya produksi beras per kg, biaya produksi beras, produksi menir, biaya produksi pangan per kg, produksi kedelai per tahun, produktivitas kedelai, kenaikan produktivitas kedelai, laju produktivitas kedelai, biaya produksi kedelai per ha, kenaikan biaya produksi kedelai, laju kenaikan biaya produksi, IP non padi, porsi non padi, IP padi, kenaikan IP, IP, IP awal, ongkos angkut pupuk, ongkos angkut panen dan penghematan ongkos angkut. Sub III berkaitan dengan sub I melalui variabel persentase peningkatan efisiensi irigasi, efisiensi irigasi awal dan presentase pembangunan prasarana sub III dapat dilihat pada Gambar 10.

d) Sub model keuntungan petani (Sub IV)

Sub model keuntungan petani menggambarkan kaitan antara parameter-parameter yang mempengaruhi keuntungan petani. Parameter tersebut adalah pendapatan petani, total penjualan, penjualan produksi pangan, penjualan beras, penjualan padi, penjualan kedelai, harga beras, kenaikan harga beras, laju kenaikan harga beras, harga padi, peningkatan harga padi, laju peningkatan harga padi, harga kedelai, peningkatan harga kedelai, laju peningkatan harga kedelai, harga jual produk pangan per kg, keuntungan petani per tahun, persentase keuntungan petani pertahun, keuntungan perkapita petani, iuran pemeliharaan, dana pemeliharaan, angsuran pertahun, jumlah petani, laju pertambahan penduduk, pertambahan jumlah petani, Break Event Point (BEP) produksi padi, BEP harga padi dan kebutuhan hidup layak. Sub model keuntungan petani berkaitan dengan sub model prasarana usahatani, sub model pendanaan pembangunan prasarana usahatani dan sub model produksi lahan. Sub model keuntungan petani dapat dilihat pada Gambar 11.

Sub IV berkaitan dengan sub I melalui variabel persentase pembangunan prasarana. Sub IV berkaitan dengan sub II melalui variabel pendanaan prasarana oleh petani. Selanjutnya sub IV berkaitan dengan sub III melalui variabel hasil padi, produksi beras, produksi kedelai per tahun, produksi menir, biaya produksi padi, biaya produksi beras, biaya produksi produk pangan dan biaya produksi kedelai.

Validasi Model

a) Validasi struktur model

Interaksi antara variabel model harus sesuai dengan sistem nyata. Beberapa variabel yang digunakan untuk validasi struktur model yaitu luas lahan produktif, produktivitas kedelai, produktivitas padi, produksi padi dan produksi kedelai. Hubungan antara variabel-variabel yang terdapat di dalam sub-sub model dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. Oleh sebab itu dilakukan validasi model yang telah dibangun dengan output dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Hubungan beberapa variabel model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi

Dari hasil simulasi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa jumlah lahan produktif berkurang tiap tahunnya. Walaupun lahan berkurang, produksi padi dan produksi kedelai meningkat karena laju produktivitas padi dan laju produktivitas kedelai meningkat. Hal ini sesuai dengan keadaan nyata yang dapat dibuktikan dengan data real luas lahan produktif, produksi dan produktivitas lahan di Daerah

Page 3 2010 2012 2014 2016 2018 2020 Y ears 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 5150 5350 5550 7 7 7 2 3 5 70000 80000 90000 4000 8000 12000

1: Luas Lahan Pr…2: Produktiv itas … 3: Produktiv itas … 4: Produksi Padi … 5: Produksi Kedel…

1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5

Irigasi Cihea Cianjur pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang didapat dari simulasi dapat disimpulkan bahwa struktur model dapat mewakili mekanisme kerja sistem. b) Validasi perilaku model

Validasi perilaku model adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tentang kesesuaian perilaku model dengan keadaan sistem yang sebenarnya. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pemodelan dengan data di daerah irigasi Cihea Cianjur. Variabel-variabel yang dipilih untuk divalidasi adalah luas lahan produktif, produksi padi pertahun dan produktivitas padi, produktivitas kedelai, harga padi, harga beras dan harga kedelai. Data yang digunakan untuk pengujian adalah data dari tahun 2000-2010. Keakuratan hasil model akan ditentukan dengan melakukan uji t dua arah (two tail) pada taraf nyata 5 %. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengujian validasi model

Variabel Data Nilai-t

Real Model Hitung Kritis

Luas Lahan Produktif (ha) 5517 5608,9 -0,62 2,306 Produksi Padi (ton/tahun) 66830 61379 0,64 2,306 Produktivitas Padi (ton/ha) 5,4 6,42 -1,93 2,306 Produktivitas Kedelai (ton/ha) 1,106 1,292 -1,22 2,306

Harga Padi (Rp) 1819 1490 1,97 2,306

Harga Beras (Rp) 3305 3103 0,5 2,306

Harga Kedelai (Rp) 4068 2994 2,2 2,306

Hasil validasi struktur model dan validasi perilaku model menunjukkan bahwa model yang telah dibangun dapat dikatakan valid. Model ini dapat digunakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.

Analisis Sensitivitas Model

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengaruh beberapa variabel sistem terhadap kinerja sistem. Analisis ini dilakukan dengan melihat pengaruh beberapa parameter input terhadap output model yang telah dibangun. Analisis sensitivitas ini berguna untuk menentukan skenario-skenario dan kebijakan-kebijakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Analisis sensitivitas sistem dilakukan melalui simulasi

model dengan menggunakan data daerah irigasi Cihea Cianjur. Analisis sensitivitas dilakukan untuk existing condition dan adanya pembangunan prasarana.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan intervensi terhadap parameter input terkendali yaitu parameter laju konversi lahan, laju pertambahan penduduk, suku bunga dan persentase pendanaan pemerintah, porsi non padi dan

Dokumen terkait