• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Titik Tetap

Pada sub-bab ini akan dicari titik tetap berdasarkan persamaan (3.2). Titik tetap diperoleh dengan cara menyelesaikan persamaan

= = = = = 0.

Sistem (3.2) memiliki dua jenis titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit (disease-free equilibrium) � dan titik tetap endemik (endemic equilibrium) � . Dengan menggunakan software berbasis fungsional, diperoleh titik tetap � , , , , = , 0, , , 0 , (4.1) dengan = +� +�+ , = +�+ , = +� dan titik tetap �

, , , , = ∗∗, ∗∗, ∗∗, ∗∗, ∗∗ , (4.2) dengan ∗∗= +� ∗∗ 1 ∗∗+ 2 ∗∗+ + , ∗∗= 3 ∗∗ + +, ∗∗= 2 ∗∗ ∗∗ + + 1 ∗∗ , ∗∗ = 3 ∗∗ ∗∗ +� . ∗∗= ∗∗+ ∗∗ + ,

10

Analisis Kestabilan Titik Tetap

Pada bagian ini, dilakukan analisis untuk melihat sifat kestabilan pada titik tetap. Untuk selanjutnya hanya dilakukan analisis kestabilan untuk titik tetap tanpa penyakit � , sedangkan untuk titik tetap � tidak dilakukan analisis ketabilan karena bentuknya yang sangat kompleks.

Penentuan Matriks Jacobi

Misalkan diberikan sistem (3.2) didefinisikan sebagai fungsi berikut

�= ,� ∈ ℝ5, (4.3)

dengan � ∈ ℝ5 adalah variabel-variabel yang terdapat pada sistem (3.2). Matriks Jacobi dari sistem (3.2) didefinisikan sebagai

= 11 12 13 0 15 21 22 0 0 25 31 0 0 32 42 52 33 0 0 0 44 54 0 0 55 , dengan 11=− 1 ℎ− 2 , 12 =− 1 , 13=�, 15 =− 2 , 21 = 1 + 2 , 22 = + 1 1− − , 25 = 2 , 31 = , 32 = , 32 =− − �, 42 =− 3 , 44 =− 3 ℎ− − �, 52 = 3 , 54 = 3, 55 =− − �.

Penentuan matriks Jacobi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Penentuan Matriks Jacobi untuk Titik Tetap Tanpa Penyakit

Sifat kestabilan titik tetap � , , , , = , 0, , , 0 dapat dilakukan dengan melakukan pelinearan pada sistem persamaan diferensial (4.3) di sekitar � , sehingga diperoleh matriks Jacobi untuk titik tetap tanpa penyakit sebagai berikut

= 11 12 13 0 15 0 22 0 0 25 31 0 0 32 42 52 33 0 0 0 44 0 0 0 55 , dengan 11=− ℎ− , 12 =− 1 + +�+ , 13=�, 15 =− 2 + +�+ , 22 = + 1 + +�+ ℎ − − − , 25 = 2 + +�+ , 31 = , 32 = , 33 =− − �, 42 =− 3 +�,

11

44 =− − �, 52 = 3

+�, 55 =− − �.

Penentuan matriks Jacobi untuk titik tetap tanpa penyakit dapat dilihat pada Lampiran 3.

Penentuan Nilai Eigen

Menurut Tu (1994), titik tetap � bersifat stabil jika dan hanya jika setiap nilai eigen dari matriks bernilai negatif dan tidak stabil jika dan hanya jika ada minimal satu nilai eigen dari matriks yang taknegatif. Berdasarkan matriks | − | diperoleh lima nilai eigen berikut :

1 = 44 =− − �, 2 = 112−4 2 2 , 3 = 1 + 1 2−4 2 2 , 4 = 332−4 4 2 , 5 = 3+ 3 2−4 4 2 , dengan 1 = 11 + 33 =− − − − �, 2 = 11 3313 31 = − − − − � − � , 3 = 22+ 55 = + 1 + +�+ − − − − �, 4 = 22 5525 52 = + 1 + +�+ − − − − � − 2 + +�+ 3+� ,

Sistem akan stabil jika semua nilai eigen bernilai negatif.  Untuk nilai eigen 2,

1 < 0, karena semua parameter bernilai positif,

2 bernilai negatif, jika 12 −4 2 > 0 atau 12 > 4 2, Jika dua kondisi tersebut terpenuhi , maka mengakibatkan 2 < 0.  Untuk nilai eigen 3,

3 bernilai negatif, jika 12 −4 2 < − 1,

3 bernilai negatif, jika 12 −4 2 > 0 atau 12 > 4 2, .Jika dua kondisi tersebut terpenuhi, maka mengakibatkan 3 < 0.  Untuk nilai eigen 4,

3 < 0, jika + 1 ℎ+�

+�+ < + + + +�,

4 bernilai negatif, jika 32−4 4 > 0 atau 32 > 4 4, Jika dua kondisi tersebut terpenuhi, maka mengakibatkan 4 < 0.

12

 Untuk nilai eigen 5,

3 < 0, jika + 1 ℎ+�

+�+ < + + + +�,

5 bernilai negatif, jika 32−4 4 > 0 atau 32 > 4 4,

5 bernilai negatif, jika 32−4 4 < − 3,

Jika tiga kondisi tersebut terpenuhi, maka mengakibatkan 5 < 0. Penentuan nilai eigen dapat dilihat pada Lampiran 4.

Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar

Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan 0 adalah nilai harapan banyaknya infeksi tiap satuan waktu. Infeksi ini terjadi pada suatu populasi rentan yang dihasilkan oleh satu individu terinfeksi.

Untuk menentukan bilangan reproduksi dasar digunakan pendekatan the next generation matrix. Berdasarkan persamaan (3.2), maka diperoleh matriks � dan � sebagai berikut

� = 1 + +�+ 2 + +�+ 3 +� 0 , dan � = − + 0+ + 0+.

Bilangan reproduksi dasar 0 merupakan nilai eigen positif terbesar dari matriks =��−1, yaitu 0 = 1+ 1 2+ 4 2 3 2 , dengan 1 = 1 + +�+ (− + + + ), 2 = 2 +� +� +�+ , 3= 3 +� (− + + + ). (4.4)

Penentuan bilangan reproduksi dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kondisi yang memungkinkan dari bilangan reproduksi dasar menurut van den Driessche & Watmough (2008) adalah

1. Jika 0 < 1, maka jumlah individu yang terinfeksi akan menurun pada setiap generasi, sehingga penyakit tidak akan menyebar.

2. Jika 0 > 1, maka jumlah individu yang terinfeksi akan meningkat pada setiap generasi, sehingga penyakit akan menyebar.

Simulasi

Pada bagian simulasi ini, diamati dinamika populasi dalam kondisi ketika 0 < 1. Dalam hal ini, 0 merupakan bilangan reproduksi yang didefinisikan

13 pada persamaan (4.4). Simulasi ini diperlukan untuk menunjukkan pengaruh pengobatan dan vaksinasi pada manusia serta penyemprotan pada nyamuk terhadap dinamika populasi manusia dan populasi nyamuk.

Nilai Parameter

Pemilihan parameter didasarkan pada studi yang dilakukan oleh berbagai sumber terpercaya. Beberapa nilai parameter seperti yang menyangkut populasi, didasarkan pada asumsi tentang situasi penyakit yang paling umum. Nilai-nilai parameter yang diambil sehingga diperoleh 0 < 1 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Parameter pada model malaria tipe SIRS-SI

Variabel Nilai Parameter Satuan Sumber

0.027 orang/hari Agusto et al. (2012)

0.13 nyamuk/hari Asumsi

0.0004 1/hari Agusto et al. (2012)

0.04 1/hari Agusto et al. (2012)

0.038 1/manusia × hari Asumsi 0.13 1/nyamuk × hari Chitnis et al.(2005) 0.022 1/manusia × hari Asumsi

1 0.02 tanpa satuan Asumsi

2 0.010 tanpa satuan Chitnis et al.(2005)

3 0.072 tanpa satuan Chitnis et al.(2005)

� [0,1] tanpa satuan Asumsi

� 1/730 1/hari Agusto et al. (2012)

[0,1] tanpa satuan Asumsi

0.005 1/hari Asumsi

[0,1] tanpa satuan Asumsi

0.05 1/hari Agusto et al. (2012)

0.611 1/hari Laarabi et al.(2012) Dengan linearisasi dan perhitungan terhadap sistem (3.2) di sekitar titik tetap, diperoleh matriks Jacobian dan nilai eigen untuk titik tetap tanpa penyakit. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa titik tetap tanpa penyakit memiliki sifat stabil karena semua nilai eigen bernilai negatif pada kondisi 0 < 1. Simulasi dilakukan dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 2. Nilai awal populasi manusia rentan ( ) adalah 40, populasi manusia terinfeksi adalah 2, populasi manusia pulih adalah 0, populasi nyamuk rentan adalah 500, dan populasi nyamuk terinfeksi adalah 10. Simulasi ini diperlukan untuk menunjukkan pengaruh treatment yang diberikan.

Simulasi Efektivitas Pengobatan pada Manusia

Simulasi ini dilakukan untuk menunjukkan efektivitas dari pengobatan pada manusia terhadap populasi manusia dan populasi nyamuk. Dalam hal ini, akan ditunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan nilai parameter dapat

14

mengubah bilangan reproduksi dasar 0 yang didefinisikan pada persamaan (4.4). Terdapat tiga nilai yang diamati, diambil pada selang 0.10,0.30 dengan langkah 0.10. Nilai-nilai parameter lain dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun perubahan nilai parameter yang menyebabkan terjadinya perubahan

0 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil simulasi efektivitas pengobatan pada manusia terhadap bilangan reproduksi dasar

Parameter Bilangan reproduksi dasar

= 0.10 0= 0.646

= 0.20 0= 0.454

= 0.30 0= 0.361

Pada populasi manusia sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3, jika efektivitas pengobatan pada manusia diperbesar, maka menyebabkan semakin berkurangnya jumlah manusia di kelas terinfeksi dan semakin bertambahnya jumlah manusia di kelas pulih. Sedangkan jumlah manusia di kelas rentan mengalami penurunan.

Pengobatan yang diberikan kepada manusia memberikan dampak pada populasi nyamuk sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4. Jika efektivitas pengobatan pada manusia diperbesar, maka menyebabkan menurunnya jumlah nyamuk di kelas terinfeksi dan menyebabkan bertambahnya jumlah nyamuk di kelas rentan. Hal ini dikarenakan peningkatan efektivitas pengobatan pada manusia menyebabkan penurunan pada jumlah manusia di kelas terinfeksi,

Gambar 3 Dinamika populasi manusia karena pengobatan pada manusia = 0.10 = 0.20 = 0.30

15 sehingga mengakibatkan penurunan pula pada jumlah nyamuk di kelas terinfeksi.

Bertambah atau berkurangnya jumlah manusia dan nyamuk di tiap kelas cenderung tidak sama untuk setiap kenaikan efektivitas pengobatan pada manusia. Maksimum jumlah manusia dan jumlah nyamuk di kelas terinfeksi terjadi pada saat = 25 hari. Pada saat = 25 hari, dengan efektivitas sebesar 20%, dapat menurunkan persentase manusia terinfeksi sebesar 23.81% dari total populasi manusia dan dapat menurunkan persentase nyamuk terinfeksi sebesar 5.88% dari total populasi nyamuk.

Program simulasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Simulasi Efektivitas Vaksinasi pada Manusia

Dalam hal ini, dilakukan simulasi untuk menunjukkan efektivitas dari vaksinasi terhadap populasi manusia dan populasi nyamuk. Diasumsikan manusia terinfeksi diberikan pengobatan pada manusia sebesar 10%. Akan ditunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan nilai parameter dapat mengubah bilangan reproduksi dasar 0 yang didefinisikan pada persamaan (4.4). Perubahan nilai parameter yang menyebabkan terjadinya perubahan 0 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil simulasi efektivitas vaksinasi pada manusia terhadap bilangan reproduksi dasar

Parameter Bilangan reproduksi dasar

= 0.10 0 = 0.047

= 0.20 0 = 0.039

= 0.30 0 = 0.027

Gambar 5 menjelaskan bahwa jika efektivitas vaksinasi diperbesar dan nilai parameter yang lain tetap, maka jumlah manusia pada kelas rentan semakin berkurang dan jumlah manusia pada kelas pulih semakin bertambah. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan penurunan jumlah manusia pada kelas terinfeksi.

Gambar 4 Dinamika populasi nyamuk karena pengobatan pada manusia = 0.10 = 0.20 = 0.30

16

Jika efektivitas vaksinasi diperbesar dan nilai parameter yang lain tetap, maka secara tidak langsung menyebabkan jumlah nyamuk pada kelas terinfeksi semakin berkurang sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 6. Hal ini dikarenakan peningkatan efektivitas penggunaan vaksin menyebabkan semakin berkurangnya jumlah manusia di kelas terinfeksi.

Jumlah manusia dan nyamuk di tiap kelas berbeda untuk setiap kenaikan efektivitas vaksinasi pada manusia. Pada saat = 15 hari, dengan efektivitas sebesar 20%, dapat menurunkan persentase jumlah manusia di kelas rentan sebesar 14.29% dan meningkatkan persentase jumlah manusia di kelas pulih sebesar 21.43% dari total populasi manusia. Vaksinasi yang diberikan pada manusia memberikan pengaruh terhadap berkurangnya jumlah nyamuk di kelas

Gambar 5 Dinamika populasi manusia karena vaksinasi pada manusia = 0.10 = 0.20 = 0.30

Gambar 6 Dinamika populasi nyamuk karena vaksinasi pada manusia = 0.10 = 0.20 = 0.30

17 terinfeksi. Persentase jumlah nyamuk di kelas terinfeksi berkurang sebesar 1,57% dari total populasi nyamuk saat = 15.

Program simulasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Simulasi Efektivitas Penyemprotan pada Nyamuk

Efektivitas dari penggunaan spraying terhadap populasi manusia dan populasi nyamuk ditunjukkan pada simulasi ini. Diasumsikan manusia terinfeksi diberikan pengobatan sebesar 10%. Perubahan bilangan reproduksi dasar 0 dipengaruhi dengan peningkatan atau penurunan nilai parameter � dengan nilai � yang diamati, diambil pada selang 0.10,0.30 . Nilai-nilai parameter lain dapat dilihat pada Tabel 2. Perubahan nilai parameter � yang menyebabkan terjadinya perubahan 0 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil simulasi efektivitas penyemprotan pada nyamuk terhadap bilangan reproduksi dasar

Parameter � Bilangan reproduksi dasar

�= 0.10 0 = 0.499

�= 0.20 0 = 0.488

�= 0.30 0 = 0.485

Penyemprotan pada nyamuk mengakibatkan perubahan pada populasi manusia di tiap-tiap kelas yang ditunjukkan dalam Gambar 7. Jika efektivitas penyemprotan pada nyamuk diperbesar dan nilai parameter yang lain tetap, maka jumlah manusia di kelas rentan semakin bertambah, jumlah manusia di kelas terinfeksi semakin berkurang sedangkan jumlah manusia di kelas pulih semakin berkurang pula.

Gambar 7 Dinamika populasi manusia karena penyemprotan pada nyamuk �= 0.10 �= 0.20 �= 0.30

18

Berdasarkan Gambar 8 dapat dijelaskan bahwa jika efektivitas penyemprotan pada nyamuk diperbesar, maka menyebabkan jumlah nyamuk di kelas rentan dan jumlah nyamuk di kelas terinfeksi semakin berkurang.

Persentase jumlah nyamuk di kelas rentan berkurang sebesar 19.8% dan persentase jumlah nyamuk di kelas terinfeksi pun berkurang sebesar 1.78% dari total populasi nyamuk pada saat = 10 dengan efektivitas peenyemprotan pada nyamuk sebesar 20%. Penyemprotan pada nyamuk juga memberikan dampak pada menurunnya persentase jumlah manusia di kelas terinfeksi sebesar 4.76% dari total populasi manusia.

Program simulasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Metode Analisis Homotopi

Berikut ini akan dibahas penggunaan metode homotopi yang telah diuraikan sebelumnya untuk menyelesaikan model malaria tipe SIRS-SI. Berdasarkan persamaan (3.2), maka didefinisikan suatu operator linear ℒ1,ℒ2,ℒ3,ℒ4,ℒ5 dan operator nonlinear �1,�2,�3,�4, �5 sebagai berikut

ℒ � ; = � ; , = 1,2,3,4,5, �11 = �1 − ��3+ 12+ 251+ + 1, �22 = �2 − �212+ 251+ + + �2, �33 = �3 − �2+ ( +�)�3− �1, �44 = �4 − + 32 + +� �4, �5 �5 = �5 3�2�4+ ( +�)�5, (4.5)

dengan q  [0,1] merupakan suatu parameter, � ; adalah fungsi yang bergantung pada dan q.

Berdasarkan persamaan (4.5), maka dikonstruksikan persamaan deformasi orde ke-nol berikut

1− ℒ � , − �,0 = ℎ� � , , = 1,2,3,4,5. (4.6) Gambar 8 Dinamika populasi nyamuk karena penyemprotan pada nyamuk

19 Jika q = 0 dan q = 1, maka berdasarkan persamaan (4.6) diperoleh

� , 0 =�,0 ; � , 1 = � , = 1,2,3,4,5.

Menggunakan konsep deret Taylor, � , dapat diuraikan menjadi � , = �,0 + �, +∞ =1 , = 1,2,3,4,5, dengan �, = 1 ! � , | =0, = 1,2,3,4,5. (4.7) Jika q = 1, persamaan (4.7) menjadi

� =�,0 + �, +∞

=1

, = 1,2,3,4,5, Kemudian, ditentukan persamaan orde ke-n sebagai berikut

ℒ �, − �, −1 =ℎ ,, −1 , = 1,2,3,4,5, (4.8)

(Penurunan dapat dilihat pada Lampiran 9)

dengan 1, = �1, −1 1− − σ�3, −1+ 11,2, −1− + −1 =0 21,5, −1− + −1 =0 + 1, −1, 2, = �2, −1− �2, −111,2, −1−−1 =0 21,5, −1− −1 =0 + + �2, −1, 3, = �3, −1− �2, −1+ ( +�)�3, −1 − �1, −1, 4, = �4, −1− 1− + 34,2, −1− + −1 =0 +� �4, −1, 5, = �5, −1− 3 �4, �2, −1− + −1 =0 ( +�)�5, −1, (4.9)

(Penurunan dapat dilihat pada Lampiran 10) dan

1,0 = 0 = 40, �2,0 = 0 = 2, �3,0 = 0 = 0

�4,0 = 0 = 500, �5,0 = 0 = 10. (4.10)

Solusi untuk orde ke-n dari persamaan (4.8) adalah

�, = �, −1 +ℎ , � , −1 . (4.11)

dengan = 0 untuk ≤ 1 dan = 1 untuk > 1. Dengan demikian apabila diberikan masalah taklinear dengan persamaan diferensial pada persamaan (3.2), maka dengan metode homotopi diperoleh penyelesaian pendekatan masalah tak linear tersebut sebagai berikut

� = �, ( )

10

=0

20 dengan

1 = , �2 = , �3 = 4 = , �5 = .

Aplikasi Metode Homotopi

Berdasarkan uraian pada bagian analisis metode homotopi, berikut ini prosedur untuk menentukan penyelesaian dari sistem (3.2) :

1 Misalkan didefinisikan operator linear dan operator nonlinear pada persamaan (4.5).

2 Menentukan persamaan orde ke-n pada persamaan (4.8). 3 Misalkan diberikan pendekatan awal persamaan (4.10).

4 Menentukan pendekatan penyelesaian homotopi untuk orde ke-n pada persamaan (4.11) dengan ,, −1 didefinisikan pada persamaan (4.9). 5 Menentukan penyelesaian sistem (3.2) dari persamaan (4.12).

Berdasarkan prosedur di atas, penyelesaian metode homotopi yang diperoleh bergantung pada variabel bantu h dan variabel waktu t. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan variabel bantu h yang tepat agar menghasilkan penyelesaian pendekatan analitik yang sesuai. Pemilihan variabel bantu h

diperoleh dengan cara penyelesaian homotopi diturunkan dua kali terhadap q

kemudian dievaluasi pada saat q = 0. Kurva yang saling bersinggungan disuatu selang h akan menjadi nilai h yang diambil dalam penyelesaian metode homotopi.

Berdasarkan Gambar 10, kelima kurva bersinggungan pada selang h yaitu −1.8≤ ℎ ≤0.3. Berdasarkan selang ini, dapat dipilih suatu nilai h sehingga diperoleh penyelesaian dengan absolute error yang kecil bila dibandingkan dengan suatu penyelesaian numerik. Dalam hal ini, dipilih ℎ= −1. Dengan pemilihan ℎ =−1, maka diperoleh penyelesaian homotopi sebagai fungsi dari t. Dengan demikian diperoleh penyelesaian homotopi hingga orde ke-10

1 = = �1,1 +�1,2 +�1,3 + +�1,10 ,

2 = =�2,1 +�2,2 +�2,3 + +�2,10 ,

3 = =�3,1 +�3,2 +�3,3 + +�3,10 , Gambar 9 Kurva ℎ hingga orde ke-10

21 �4 = = �4,1 +�4,2 +�4,3 + +�4,10 ,

5 = =�5,1 +�5,2 +�5,3 + +�5,10 .

Penyelesaian homotopi hingga orde ke-10 merupakan penyelesaian pendekatan analitik dari model SIRS-SI. Penyelesaian tersebut diperoleh secara eksplisit sebagai fungsi dari . Dalam hal ini, penyelesaian numerik yang diperoleh menggunakan software berbasis fungsional dianggap sebagai penyelesaian eksak dari model taklinear tersebut. Selanjutnya, dilakukan perbandingan kurva untuk melihat absolute error dari penyelesaian homotopi dan penyelesaian numerik.

Gambar 10 menunjukkan bahwa penyelesaian menggunakan metode homotopi (HAM) dan penyelesaian numerik (NUM) memiliki absolute error

yang kecil. Terlihat pada jarak kedua kurva penyelesaian yang cukup dekat. Artinya metode homotopi merupakan metode yang cukup baik digunakan untuk menyelesaikan suatu model taklinear.

Dokumen terkait