• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Pati Sagu dengan Metode HMT

Perubahan karakteristik pati sagu karena modifikasi HMT kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pH dan waktu. Untuk mengetahui keberadaan interaksi antara waktu dan pH modifikasi HMT terhadap karakteristik pati termodifikasi, pati sagu yepha hungleu dimodifikasi pada kombinasi waktu dan pH yang berbeda. Waktu modifikasi yang digunakan adalah 4 jam, 8 jam dan 16 jam. Sementara itu untuk perlakukan pH digunakan perlakuan pencucian yaitu dicuci (untuk meningkatkan pH) dan tidak dicuci.

Pemilihan waktu modifikasi dilakukan berdasarkan beberapa studi yang dilakukan sebelumnya bahwa modifikasi HMT dengan waktu 16 jam dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan karakteristik yang lebih baik bila dibandingkan dengan pati alaminya (Collado 2001; Adebowale and Lawal 2005; Purwani 2006; Olayinka 2008). Studi yang dilakukan oleh Collado et al. (1999); menunjukkan bahwa modifikasi HMT dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat (<16 jam).

Pati sagu yepha hungleu yang diperoleh dari Sentani, Jayapura merupakan pati sagu yang telah melalui berbagai tahapan proses. Pada rangkaian proses pengolahan pati sagu tersebut banyak tahapan proses yang tertunda sehingga memungkinkan adanya aktivitas mikroba pembentuk asam yang membuat pati sagu yang dihasilkan mempunyai pH yang rendah. Pengukuran pH yang dilakukan menunjukkan bahwa pati sagu mempunyai pH rendah yaitu mencapai 4.75. Rendahnya pH asal pati sagu kemungkinan akan mempengaruhi karakteristik pati sagu termodifikasi yang dihasilkan mengingat keberadaan asam organik dan suhu tinggi berpeluang menyebabkan adanya hidrolisis pati secara parsial selama modifikasi berlangsung. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan modifikasi pati sagu dengan perlakuan persiapan sampel yang berbeda yaitu tanpa tahap pencucian atau melalui tahap pencucian. Sampel yang tidak dicuci memiliki pH asam yaitu 4.75. Sementara itu pati yang dicuci mempunyai pH yang lebih tinggi.

Air yang digunakan dalam proses pencucian pati sagu asal Papua adalah air minum dalam kemasan dengan pH netral. Selama pencucian berlangsung, asam-asam organik yang terdapat pada pati sagu akan terlarut bersama air pencuci sehingga konsentrasinya menjadi jauh berkurang. Pencucian pati sagu dilakukan secara berulang untuk mengoptimalkan pengurangan asam organik yang terdapat pada pati sagu. Pencucian dengan air sebanyak tiga kali yang menggunakan perbandingan 1:3 untuk pati : air menghasilkan pati sagu dengan pH netral (pH ±

7).

Pati tanpa pencucian dan pati dengan pencucian dimodifikasi HMT dengan 3 perlakuan waktu (4 jam, 8 jam dan 16 jam) sehingga akan diperoleh 6 kombinasi yang berbeda. Kombinasi antara waktu dan perlakuan pencucian yang telah ditetapkan diharapkan dapat memberikan interaksi yang nyata terhadap karakteristik pati termodifikasi yang dituju yaitu pati dengan profil gelatinisasi tipe C yang sesuai untuk produksi bihun. Kondisi modifikasi yang lain seperti kadar air, suhu, dan jenis pati sagu dibuat homogen yaitu kadar air 26 - 27%, suhu 110oC dan menggunakan satu jenis pati sagu.

Estimasi penambahan jumlah air pada pati sagu dilakukan dengan menggunakan prinsip kesetimbangan masa. Melalui prinsip kesetimbangan masa tersebut ditetapkan kadar air target adalah sebesar 28%. Target kadar air yang lebih tinggi pada penghitungan kesetimbangan masa ditujukan untuk mengantisipasi adanya penguapan air yang terjadi pada proses penambahan air yang dilakukan dengan penyemprotan. Penyemprotan yang disertai dengan pengadukan pada wadah terbuka memungkinkan air menguap dan kadar air sebenarnya akan lebih kecil dari kadar air target. Analisis kadar air yang dilakukan terhadap pati sagu yang telah disetimbangkan selama satu malam pada suhu refrigerator menunjukkan bahwa pati sagu mempunyai kisaran kadar air 26 – 27%. Kadar air tersebut sesuai dengan kadar air yang telah ditargetkan semula.

Menurut Lawal and Adebowale (2005) pati jack bean yang dimodifikasi HMT pada kadar air 27% memiliki suhu awal gelatinisasi yang paling tinggi, viskositas puncak yang paling rendah dan breakdown yang paling rendah bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi pada kadar air yang lebih rendah (18%, 21% dan 24%) serta pati alaminya. Hal ini menunjukkan bahwa pati jack bean yang

dimodifikasi pada kadar air 27% memiliki profil gelatinisasi yang lebih mendekati pati dengan profil gelatinisasi tipe C. Studi yang dilakukan oleh Collado et al.

2001 menunjukkan bahwa pati termodifikasi dengan profil gelatinisasi tipe C dapat dihasilkan melalui modifikasi HMT yang dilakukan pada kadar air 27 – 30%.

Pemilihan suhu modifikasi dilakukan berdasarkan beberapa studi yang dilakukan sebelumnya. Modifikasi HMT pada suhu 110oC dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan profil gelatinisasi tipe C (Collado et al. 1999; Collado et al. 2001; Olayinka et al. 2008).

Penggunaan kondisi modifikasi yang homogen diharapkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada perlakuan yang diterapkan. Dengan demikian perbedaan karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan diharapkan hanya dipengaruhi oleh perlakuan pencucian dan waktu.

Pengaruh Perlakuan Pencucian, Waktu Modifikasi HMT dan Interaksinya Terhadap Profil Gelatinisasi Pati Sagu

Modifikasi pati sagu yang dilakukan pada kombinasi waktu (4 jam, 8 jam dan 16 jam) dan pencucian (tidak dicuci dan dicuci) menghasilkan pati sagu termodifikasi dengan profil gelatinisasi yang berbeda dengan pati sagu alaminya (Gambar 13). Secara visual terlihat bahwa pati sagu alami lebih mudah mengalami gelatinisasi yang dapat dilihat dari peningkatan viskositas pasta sagu alami yang lebih cepat bila dibanding pati sagu termodifikasi HMT pada semua perlakuan. Viskositas pasta sagu alami semakin meningkat dengan meningkatnya waktu dan suhu pemanasan sampai mencapai puncaknya dimana pasta pati sagu tidak dapat meningkat lagi. Secara umum sagu alami mempunyai viskositas puncak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan puncak viskositas pati termodifikasi HMT pada semua perlakuan. Adanya penurunan puncak viskositas pati yang termodifikasi HMT dilaporkan oleh Collado and Corke (1999); Collado

et al. (2001); dan Pukkahuta et al. (2008).

Puncak viskositas pasta yang tinggi pada pati sagu alami menurun dengan cepat ketika pemanasan dipertahankan pada suhu 95oC. Penurunan puncak viskositas yang tajam pada pati sagu alami mengindikasikan bahwa pati sagu alami memiliki viskositas breakdown (selisih antara viskositas puncak dengan

viskositas pasta pada saat dipertahankan pada suhu 95oC selama 20 menit) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMT pada semua perlakuan. Tingginya viskositas puncak dan viskositas breakdown pati sagu alami menunjukkan bahwa pati sagu alami lebih rentan terhadap pemanasan yang disertai pengadukan bila dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMT pada semua perlakuan. Peningkatan stabilitas pati termodifikasi HMT terhadap panas disebabkan oleh terjadinya pergeseran tipe kristalisasi pati yang mengarah pada peningkatan stabilitas granula pati (Gunaratne dan Hoover, 2002; Vermeylen et al. 2006). Selanjutnya menurut Gunaratne dan Hoover (2002), pati kentang dan uwi termodifikasi HMT mengalami pergeseran tipe kristalisasi dari tipe B menjadi A+B, dimana pati dengan tipe A mempunyai susunan kristal double heliks yang lebih rapat sehingga lebih resisten terhadap perlakuan panas.

Gambar 13 Profil gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT

Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa perbedaan profil gelatinisasi secara keseluruhan tidak hanya terjadi antara pati sagu alami dengan pati sagu termodifiksi HMT, melainkan antara sesama pati termodifikasi HMT dari semua perlakuan. Secara visual dapat dilihat bahwa pati sagu yang melalui proses pencucian dan dimodifikasi selama 4 jam mempunyai viskositas panas yang lebih

0 100 200 300 400 500 600 700 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 Waktu (menit) V isko s it as ( B U ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Su hu ( o C)

Sagu Alami HMT tidak dicuci dan w aktu 4 jam

HMT tidak dicuci dan w aktu 8 jam HMT tidak dicuci dan w aktu 16 jam

HMT dicuci dan w aktu 4 jam HMT dicuci dan w aktu 8 jam

tinggi dan viskositas breakdown yang lebih rendah yang menunjukkan bahwa pati tersebut memiliki stabilitas panas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi dengan perlakuan yang lain. Namun demikian, untuk mengetahui adanya pengaruh kombinasi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi yang nyata terhadap profil gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT diperlukan pengujian pengaruh perlakuan yang ada terhadap parameter profil gelatinisasi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian pengaruh pencucian, pengaruh waktu dan pengaruh interaksi antara pencucian dengan waktu terhadap profil gelatinisasi yang terdiri atas: suhu awal gelatinisasi (SAG), suhu puncak gelatinisasi (SPG), viskositas puncak pasta (VP), VPP (viskositas pasta panas), VB (viskositas breakdown), VPD (viskositas pasta dingin) dan VB (viskositas set back).

a. Pengaruh Pencucian

Berdasarkan pengujian dengan metode General Linier Method (GLM) pada program Statistical Analysis System (SAS) diketahui bahwa pencucian berpengaruh nyata terhadap VP (P<0.05), VPP (P<0.05), VPD (P<0.05), BD (P<0.05), dan SB (P<0.05) seperti yang disajikan pada Lampiran 1. Uji lanjut dengan metode duncan menunjukkan bahwa urutan VP pati dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah pati alami, pati HMT dicuci dan pati HMT tidak dicuci. Urutan VPP, VPD, dan SB dari yang tertinggi sampai yang terendah pati HMT dicuci, pati HMT tidak dicuci dan pati alami. Sebaliknya urutan BD yang tertinggi sampai yang terendah adalah pati alami, pati HMT tidak dicuci dan pati HMT dicuci.

Mengingat nilai VPP dan BD dari pati HMT yang diberi perlakukan pencucian sebelumnya mempunyai nilai lebih tinggi maka dapat dikatakan bahwa pati tersebut mempunyai stabilitas panas yang lebih tinggi bila dibandingkan pati HMT yang tidak diberi perlakuan pencucian sebelumnya ataupun pati alaminya. Sementara itu, berdasarkan nilai VPD dan SB dapat dikatakan bahwa pati HMT yang diberi perlakukan pencucian sebelumnya dapat dikatakan mempunyai kemampuan membentuk gel yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati HMT yang tidak diberi perlakukan pencucian sebelumnya ataupun pati alaminya.

Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan asam organik pada pati yang belum dicuci mempengaruhi perubahan yang terjadi selama modifikasi berlangsung.

b. Pengaruh Waktu

Waktu modifikasi HMT memberikan pengaruh yang nyata terhadap SAG, VP, VPP, VPD, BD dan SB seperti yang disajikan pada Lampiran 1. Semakin singkat waktu modifikasi maka SAG, VP, VPP, VPD dan SB semakin meningkat. Sebaliknya semakin singkat waktu modifikasi, VB semakin menurun.

Meningkatnya SAG dan VPP serta menurunnya VB pada pati yang dimodifikasi dengan waktu yang lebih singkat menunjukkan bahwa stabilitas panas dan pengadukan pati termodifikasi semakin meningkat dengan semakin singkatnya waktu modifikasi. Meningkatnya VPD dan SB pati yang dimodifikasi dengan waktu yang lebih singkat menunjukkan bahwa pati tersebut mempunyai kemampuan membentuk gel yang lebih baik. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa waktu modifikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadp profil gelatinisasi pati termodifikasi yang dihasilkan.

Adanya pengaruh waktu terhadap profil gelatinisasi telah dilaporkan oleh Collado and Corke (1999). Menurut Collado and Corke (1999), pati dengan kandungan amilosa yang berbeda mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap perubahan waktu modifikasi. Pati dengan kandungan amilosa yang lebih rendah lebih sensitif terhadap perubahan waktu modifikasi.

c. Pengaruh Interaksi Pencucian dan Waktu

Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara pencucian dan waktu terhadap seluruh parameter gelatinisasi dilakukan pengujian dengan metode General Linier Method (GLM) pada program Statistical Analysis System (SAS) dan uji lanjut dengan metode Duncan pada program yang sama seperti yang disajikan pada Tabel 9 dan Lampiran 1. Selain itu, interaksi antara pencucian dan waktu terhadap parameter profil gelatinisasi dapat diketahui melalui pemetaan masing-masing parameter gelatinisasi pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi yang berbeda.

Tabel 9 Profil gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT

Parameter profil gelatinisasi Perlakuan HMT pencucian:

waktu (jam)

SAG (oC) SPG (oC) VP (BU) VPP (BU) VPD (BU) VB (BU) VSB (BU) Tipe Alami 73.5 ± 1.1a 87 ± 1.1 590 ± 0d 240 ± 0a 350± 0a 350 ± 0d 110± 0a A HMT tidak dicuci:4 78.7 ± 0.0c 84.0 ± 1.1 438 ± 11b 346 ± 2d 525 ± 7d 91 ± 8c 178 ± 5c B HMT tidak dicuci:8 75.4 ± 0.5b 83.6 ± 0.5 383 ± 4a 288 ± 11b 405 ± 7b 95 ± 7c 118 ± 4ab B HMT tidak dicuci:16 78.8 ± 1.1c 83.6 ± 0.5 388 ± 4a 290 ± 0b 390 ± 14b 98 ± 4c 100 ± 14a B HMT dicuci:4 79.1 ± 0.5c Ttd* 465 ± 7c 433 ± 11f 650 ± 28e 33 ± 4a 218 ± 18d C HMT dicuci:8 79.1 ± 0.5c 85.1 ± 0.5 445 ± 7b 400 ± 0e 630 ± 0e 45 ± 7a 230 ± 0d B HMT dicuci:16 75.4 ± 0.5b 82.1 ± 0.5 380 ± 7a 305 ± 7c 438 ± 11c 75 ± 0b 133 ± 4b B Keterangan: *tidak terdeteksi

c.1. Suhu awal gelatinisasi (SAG) pati sagu

Analisis data yang disajikan pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pencucian dan waktu berpengaruh nyata terhadap suhu awal gelatinisasi (SAG) sagu (P<0.05). Adanya interaksi tersebut juga ditunjukkan dengan adanya perubahan pola SAG pada perlakuan dicuci dan tidak dicuci untuk tiga taraf waktu (Gambar 14). Perubahan pola respon baik yang disertai dengan adanya perpotongan garis ataupun tidak pada grafik respon menunjukkan adanya pengaruh interaksi dari faktor-faktor utama yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Gambar 14 Grafik pola respon SAG pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda

Uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa pati sagu HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam memiliki suhu awal gelatinisasi yang sama dengan HMT dengan pencucian dan waktu 8 jam yaitu mencapai 79.1 ± 0.5oC, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pengaruh interaksi pencucian dan waktu terhadap suhu awal gelatinisasi cenderung memperlihatkan bahwa modifikasi yang dilakukan pada pati yang terlebih dahulu dicuci dan waktu lebih singkat dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi. Selanjutnya, pati termodifikasi pada semua

75 76 77 78 79 80 0 4 8 12 16 20 Waktu (Jam) SA G ( oC)

perlakuan memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati alaminya.

Adanya peningkatan suhu awal gelatinisasi pati sagu termodifiksi HMT mengindikasikan bahwa energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan hidrogen antar dan intermolekuler di dalam granula pati sagu termodifikasi lebih besar bila dibandingkan dengan pati alaminya. Hal ini dapat terjadi apabila pengaturan kembali molekul amilosa dan amilopektin pada granula selama proses modifikasi mengarah pada peningkatan stabilitas interaksi molekul di dalam granula pati.

Pati termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam dan 8 jam terlihat membutuhkan suhu yang paling tinggi untuk memulai proses gelatinisasi. Pati termodifikasi tersebut diduga mempunyai interaksi hidrogen inter dan antar molekul dalam granula yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pati termodifikasi lain ataupun pati alaminya. Beberapa studi menunjukkan bahwa modifikasi HMT dapat meningkatkan suhu awal gelatinisasi pati antara lain pati sagu (Purwani et al. 2006), pati new cocoyam (Lawal 2005) dan pati shorgum putih (Olayinka et al. 2008). Peningkatan suhu gelatinisasi juga terjadi pada pati yang mengalami modifikasi ikatan silang (Muhammad et al. 2000; Wattanachant

et al. 2003). Peningkatan stabilitas pati termodifikasi ikatan silang terjadi karena pembentukan ikatan kovalen yang menggantikan sebagian ikatan hidrogen yang menstabilisasi interaksi molekul di dalam granula pati.

c.2. Suhu puncak gelatinisasi (SPG) pati sagu

Pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam terlihat tidak memiliki suhu puncak gelatinisasi (Tabel 9) sehingga tidak dilakukan uji statistik terhadap parameter suhu puncak gelatinisasi. Suhu puncak gelatinisasi pati sagu termodifikasi pada perlakuan lain cenderung menurun. Peningkatan suhu awal gelatinisasi yang tidak diikuti dengan peningkatan suhu puncak gelatinisasi menyebabkan rentang suhu gelatinisasi pati sagu termodifikasi menjadi lebih sempit. Penyempitan rentang suhu gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT telah dilaporkan oleh Purwani et al. (2006).

c.3. Viskositas puncak (VP) pasta pati sagu

Analisis data seperti yang disajikan pada Lampiran 1 menunjukkan adanya pengaruh interaksi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi HMT terhadap viskositas puncak (VP) pati sagu. Interaksi antara perlakuan pencucian dan waktu modifikasi menyebabkan adanya perbedaan pola respon viskositas puncak pasta pati sagu termodifikasi pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda (Gambar 15).

Gambar 15 Grafik pola respon VP pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda

Semakin panjang waktu modifikasi yang dilakukan pada sagu yang dicuci maka VP pati semakin rendah dan penurunan viskositas puncak pasta yang tajam terlihat pada saat waktu modifikasi dinaikkan dari 8 jam menjadi 16 jam. Modifikasi yang dilakukan pada pati yang tidak dicuci memperlihatkan adanya penurunan viskositas pasta pati yang tajam ketika waktu modifikasi ditingkatkan dari 4 jam menjadi 8 jam. Uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam memiliki VP tertinggi bila dibandingkan perlakuan HMT lainnya yaitu mencapai 465 ± 7 BU (Tabel 9). Sementara itu, pati yang mempunyai VP terendah adalah pati sagu yang dimodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 16 jam, namun VP pati tersebut

340 360 380 400 420 440 460 480 0 4 8 12 16 20 Waktu (jam) V isko si ta s ( B U )

tidak berbeda nyata dengan pati yang dimodifikasi tanpa pencucian dengan waktu 8 dan 16 jam.

Pengaruh interaksi antara pencucian dan waktu terhadap viskositas pasta diduga terkait dengan reaksi hidrolisis parsial selama modifikasi HMT berlangsung. Keberadaan air dan suhu tinggi yang diterapkan pada modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya amilopektin pati dan bertambahnya fraksi pati yang mempunyai berat molekul rendah (Lu et al. 1996; Vermeylen et al. 2006). Bertambahnya pati dengan berat molekul rendah dapat menurunkan viskositas puncak pasta karena pati dengan berat molekul rendah memiliki kemampuan pengembangan yang terbatas. Keterlibatan asam-asam organik (yang banyak terdapat pada pati yang tidak dicuci) dalam mengkatalisis reaksi hidrolisis pati sagu terlihat dari lebih rendahnya viskositas puncak pasta pati yang dimodifikasi tanpa perlakuan pencucian sebelumnya. Perbedaan tersebut hanya terjadi ketika modifikasi dilakukan selama 4 dan 8 jam. Modifikasi yang dilakukan dengan waktu yang lebih lama (16 jam) tidak menyebabkan adanya perbedaan viskositas puncak pasta yang nyata antara pati yang dicuci dan tidak dicuci karena diduga asam organik yang terdapat pada pati sagu yang tidak dicuci telah banyak menguap sehingga tidak lagi mempengaruhi hidrolisis yang terjadi selama modifikasi HMT.

Walaupun uji lanjut menunjukkan adanya kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang menghasilkan pati dengan viskositas puncak tertinggi, uji lanjut tersebut juga menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT pada semua perlakuan memiliki viskositas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya. Penurununan viskositas pasta pati termodifikasi HMT terjadi pada pati sorgum putih (Olayinka et al. 2008), pati ubi jalar (Collado and Cork 1999; Collado et al. 2001), pati sagu (Purwani et al. 2006), dan pati jagung (Widaningrum dan Purwani 2006; Ahmad 2009). Penurunan viskositas pasta menunjukkan adanya penurunan kemampuan penyerapan air oleh granula pati. Pati yang mempunyai kemampuan penyerapan air yang tingi akan mengalami pembengkakan yang tinggi pula yang berakibat pada tingginya viskositas puncak pasta. Pembengkakan granula pati yang berlebihan akan diikuti dengan peluruhan molekul amilosa dari dalam granula sebagai akibat dari ketidakmampuannya

menahan tekanan. Peluruhan yang terjadi akan diikuti dengan penurunan viskositas pasta yang tajam (breakdown) yang tinggi selama pemanasan seperti halnya pada pati sagu alami.

Perlakuan hidrotermal seperti HMT dapat membuat granula pati lebih resisten terhadap deformasi sebagai akibat dari penguatan gaya ikatan intra-granula (Stute et al. 1992). Oleh karena itu, pati cenderung mempunyai kemampuan penyerapan air yang rendah dan mengalami pengembangan yang terbatas pada saat mengalami gelatinisasi. Hubungan antara pengembangan granula pati dan viskositas puncak pasta terlihat jelas pada pati barley dengan berbagai proporsi amilosa dan amilopektin. Pati barley dengan kandungan amilosa tinggi mempunyai pengembangan terbatas sehingga mempunyai viskositas puncak pasta yang terbatas pula (Song and Jane 2000). Selanjutnya menurut Song and Jane (2000), barley dengan kadungan amilopektin tinggi dapat mengembang lebih bebas dan menghasilkan viskositas puncak pasta yang tinggi pada temperatur gelatinisasi yang rendah. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap pengembangan granula.

Menurut Collado and Corke (1999), perubahan viskositas puncak pati ubi jalar termodifikasi HMT dipengaruhi oleh waktu, pH dan kandungan amilosa pati. Untuk pati dengan kandungan amilosa rendah, viskositas puncak terendah dicapai pada modifikasi HMT selama 16 jam pada pH asal (pH 6.5 – 6.7). Sementara itu, untuk pati dengan kandungan amilosa tinggi, modifikasi HMT yang dilakukan pada pH asal selama 4 jam cenderung mempunyai viskositas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi selama 8 jam dan 16 jam baik pada pH asal (pH 6.5 – 6.7) maupun pH basa (pH 10).

c.4. Viskositas pasta panas (VPP) dan viskositas breakdown (VB)

Parameter viskositas pasta panas dan viskositas breakdown terkait satu sama lain karena viskositas breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak pasta dengan viskositas pasta panas. Penurunan nilai viskositas pasta panas pati umumnya selalu diikuti dengan peningkatan breakdown. Namun demikian, pada kondisi tertentu penurunan viskositas pasta panas tidak selalu diiringi dengan

peningkatan breakdown. Apabila viskositas pasta panas dan viskositas puncak pasta menurun secara proporsional maka breakdown akan cenderung tetap.

Pada penelitian ini, keterkaitan antara viskositas pasta panas dan breakdown

pada pati sagu termodifikasi HMT terlihat jelas pada Tabel 9 maupun Gambar 16. Respon viskositas pasta panas pati sagu termodifikasi HMT memperlihatkan bahwa pati yang dimodifikasi dengan perlakuan pencucian mempunyai viskositas pasta panas yang semakin menurun dengan semakin lamanya waktu modifikasi (dari 4 jam hingga 16 jam) dan viskositas breakdown semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu modifikasi. Sementara itu, peningkatan waktu modifikasi pada pati tanpa pencucian cenderung tidak merubah breakdown karena viskositas puncak dan viskositas pasta panas menurun secara proporsional.

Gambar 16 Grafik pola respon VPP (a) dan VB (b) pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda

Adanya perubahan pola respon VPP maupun VB pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda menunjukkan adanya interaksi perlakukan pencucian dengan waktu modifikasi terhadap VPP maupun VB. Adanya interksi tersebut didukung dengan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pencucian dan waktu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap VPP maupun SB (hasil pengolahan data disajikan pada Lampiran 1).

(a) (b) 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 0 4 8 12 16 20 Waktu (Jam) V isko si ta s ( B U )

Tidak dicuci Dicucil

0 20 40 60 80 100 120 0 4 8 12 16 20 Waktu (jam) V is k os it as ( B U )

Uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam memiliki viskositas panas tertinggi (433 ± 11 BU) dan breakdown terendah (33 ± 4 BU) bila dibandingkan dengan pati termodifikasi pada perlakuan lain. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam memiliki stabilitas panas dan pengadukan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati

Dokumen terkait