• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMA Negeri 3 Bogor mandiri sejak tanggal 1 Juli 1981 dengan SK Mendikbud No. 0220/0/1981 dengan alamat di jalan Pakuan Nomor 4. Data mengenai karakteristik SMA Negeri 3 Bogor tercantum dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Karakteristik SMA Negeri 3 Bogor

Karakteristik SMA Negeri 3 Bogor Keterangan

Luas Tanah 4090 m2

Luas Bangunan 2039,58 m2

Ruangan: Jumlah Luas (m2)

Ruang Kepala Sekolah 1 37,3

Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 37,3

Ruang Guru 1 122.5

Ruang Tata Usaha 1 56

Ruang Belajar/Kelas 21 1493 Laboratorium. IPA 1 143.83 Laboratorium Bahasa 1 107.52 Laboratorium Komputer 1 56 Perpustakaan 1 143.83 Ruang OSIS 1 10.8 Ruang Ekstrakurikuler 1 57.6

Ruang Koperasi Siswa 1 4.5

Musholla 1 46.92 Gudang 1 16.62 Ruang Stensil 1 14 Kantin 3 66 Toilet Guru/Karyawan 1 2.5 Toilet Kepsek 1 2.5 Toilet Siswa 5 32.46 Toilet Siswi 4 24.98

Jumlah Guru 59 orang

Jumlah Karyawan TU = 8 orang Keamanan= 2 orang Lab.IPA= 1 orang Pesuruh= 6 orang Perpustakaan= 1 orang

Waktu pembelajaran Senin- Sabtu dimulai

pada pukul 07.00 hingga 13.45 WIB

Kurikulum

Kurikulum yang digunakan di SMA Negeri 3 Bogor adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum ini disusun oleh satu tim penyusun yang terdiri atas unsur dan komite sekolah dibawah koordinasi dan pengawasan Dinas Pendidikan Kota Bogor.

Kegiatan Ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler merupakan suatu organisasi kegiatan para siswa yang berada dibawah naungan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Sasaran dengan adanya ekstrakurikuler untuk menyalurkan bakat dan minat siswa. Adapun strategi ekstrakurikuler adalah untuk menyalurkan dan mengembangkan bakar dan minat siswa berbagai kegiatan yang mendukung dapat dilaksanakan di dalam lingkungan sekolah dan luar lingkungan sekolah dengan bantuan pelatih profesional yang meliputi:

1. TARUNA adalah sebuah wadah kegiatan ekstrakurikuler dibidang Paskibra (Pasukan pengibar bendera)

2. RISGABO (Sahabat Alam) 3. KIR (Karya Ilmiah Remaja) 4. PMR (Palang Merah Remaja) 5. ROHIS (Rohani Islam)

6. CASTRO (Club Astronomi) 7. Computer Club

8. Bola Basket Club 9. FUTSAL

10. TRIPLE (Majalah sekolah)

SMA Insan Kamil Bogor

Majlis Al-Ihya Bogor didirikan pada tanggal 1 Muharram 1398 H (29 Januari 1978) di Kp. Batu Tapak, Kel. Pasir Jaya, Kec. Kota Bogor Barat, Bogor, oleh K.H.R. Abdullah bin Muhammad Nuh bin Muhammad Idris. Luas tanah

keseluruhan ± 4 Ha dengan luas bangunan ± 7000 m2. Pada tahun 1985 Majlis Al-Ihya mampu mendirikan Yayasan Pendidikan Insan Kamil dan membuka sekolah TK, SD, SMP dan SMA. Pada tahun ajaran 2006/2007 menyelenggarakan STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah). Dengan perjuangan dan perjalanan yang panjang Majlis Al-Ihya - Insan Kamil Bogor telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang memadukan keunggulan sistem pesantren dan keunggulan sistem sekolah dengan murid TK, SD, SMP dan SMA keseluruhan ± 3000 orang, serta murid madrasah ± 1000 orang. Dari 3000 murid sekolah 389 murid diantaranya bermukim atau mondok.

Kelas di Insan Kamil terbagi menjadi: a. Kelas Al-Hidayah

Adalah kelas reguler dengan penyelesaian 3 tahun, mengikuti kurikulum nasional yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan jumlah jam 36 jam seminggu.

Jadwal pelajaran mengikuti shift SMP-SMA, yaitu :

untuk SMP : Senin-Selasa-Rabu masuk pagi, Kamis-Jum’at-Sabtu masuk siang.

untuk SMA : Senin-Selasa-Rabu masuk siang, Kamis-Jum’at-Sabtu masuk pagi

b. Kelas Al-Barokah

Adalah kelas reguler dengan penyelesaian 3 tahun, mengikuti kurikulum nasional yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan penambahan jumlah jam menjadi 40 jam pelajaran seminggu

Efektif belajar masuk pagi setiap hari, dengan program khusus CTL (Contextual Teaching and Learning) setiap hari Selasa dan CD (Creative day) setiap hari Sabtu

c. Kelas Al-Hamdu Wa Asy-Syukur (Puji dan Syukur)

Adalah kelas Percepatan (Akselerasi) dengan penyelesaian 2 tahun, mengikuti kurikulum nasional yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan penambahan jumlah jam menjadi 40 jam pelajaran seminggu.

Efektif belajar masuk pagi setiap hari, dengan program khusus CTL (Contextual Teaching and Learning) setiap hari Rabu.

Ketiga kelas tersebut mendapatkan tambahan muatan kurikulum Insan Kamil, meliputi:

Diniyah

B. Arab

B. Inggris, standar TOEIC (Test of English for International Communication)

Komputer

CTL (Contextual Teaching and Learning)

PBL (Project Based Learning)

CD (Creative day) setiap hari Sabtu Kegiatan Ekstrakurikuler

Dibagi menjadi kelompok kegiatan ekstrakurikuler :

Diniyah :Tahfidzil-Qur’an, Qiro’atul-Qur’an, Rebana-Marawis, Sholawat-Nasyid, dan Kaligrafi

Bahasa :Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jepang

Olah raga prestasi :Merpati Putih, Perisai Diri, Tae Kwon Do, Karate, Futsal, Basket, Volley, dan Bulu Tangkis

Keterampilan Umum :Meraih Prestasi Olimpiade, Pertanian, Tae Kwon Do, Elektronika, Teknologi Tepat Guna (TTG) dan Karya Ilmiyah Remaja (KIR), serta Penulisan Naskah dan Teater

Murid wajib memilih 1 (satu) kegiatan ekstrakurikuler sesuai bakat dan minatnya, dan boleh memilih maksimal 2 (dua) kegiatan.

* Pada semester 6 (enam) murid tidak diwajibkan mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, kecuali yang sangat berminat dan berbakat

Sarana Ibadah

Mushola Asmaul Adzom Sarana pendidikan

Kelas, Perpustakaan, Laboratorium Bahasa Arab, Laboratorium Bahasa Inggris, Laboratorium Komputer, Laboratorium Biologi, Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia, dan Lahan praktek pertanian

Sarana Olahraga

Lapangan Bulu Tangkis, Lapangan Voley, Lapangan Basket, Lapangan Futsal (Out door), dan Tenis Meja

Sarana Kebersihan

90 Kamar Mandi dan WC keramik putih, Saniter yang terawat, Tempat wudhu, dan Air bersih (PAM dan Jet Pump) 24 jam

Sarana Lainnya

Rental komputer dan internet, Kantin khusus laki-laki dan khusus perempuan, dan Taman istirahat khusus perempuan

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin dan Umur Contoh

Contoh pada penelitian ini berjumlah 76 orang yang terdiri 38 orang dari SMA Negeri 3 (50%) dan 38 orang dari SMA Insan Kamil (50%). Proporsi contoh berdasarkan jenis kelamin seimbang antara laki-laki dengan perempuan (Tabel 4).

Umur contoh kedua sekolah berkisar antara 16–18 tahun dan lebih dari separuh contoh (73.68%) di kedua sekolah berumur 17 tahun (Tabel 4). Umur tersebut tergolong dalam fase remaja pertengahan. Menurut BKKBN (2009) masa remaja pertengahan adalah masa remaja berumur 15–18 tahun. Pada fase ini biasanya remaja mulai menuntut kebebasan dan tanggung jawab pribadi, mempersiapkan diri untuk bekerja, dan mulai mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual lebih baik.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, umur, dan urutan kelahiran

Jenis Kelamin

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Laki-laki 19 50.0 19 50.0 38 50.0 Perempuan 19 50.0 19 50.0 38 50.0 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 P-value 1.000 Umur (Tahun) 16 3 7.9 2 5.3 5 6.6 17 28 73.7 28 73.7 56 73.7 18 7 18.4 8 21.1 15 19.7 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Min-Maks 16-18 16-18 16-18 Mean±SD 17.11±0.51 17.16±0.49 17.14±0.5 Urutan Anak Sulung 12 31.58 18 47.37 30 39.5 Tengah 19 50 15 39.47 34 44.7 Bungsu 4 10.53 4 10.53 8 10.5 Tunggal 3 7.89 1 2.63 4 5.3 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Urutan Kelahiran

Separuh contoh (50%) di SMA Negeri 3 tergolong pada kategori anak tengah dan hampir separuh contoh (47.37%) di SMA Insan Kamil tergolong pada kategori anak sulung (Tabel 4). Anak tengah cenderung lebih diplomatis dan seringkali berperan sebagai penengah dalam pertengkaran, sedangkan anak sulung sering digambarkan sebagai anak yang lebih berorientasi dewasa,

penolong, mengalah, lebih cemas, mampu mengendalikan diri, dan kurang agresif dibandingkan dengan saudaranya (Santrock 2002).

Kepribadian

Sebagian besar contoh (76.3% SMA Negeri 3 dan 84.2% SMA Insan Kamil) dominan pada tipe kepribadian ekstrovert (Tabel 5). Menurut Jung (1971) diacu dalam Tahsinul (2007), tipe ekstrovert biasanya ramah, memiliki banyak teman, dan lebih berani mengambil resiko pada hal yang baru. Sementara itu, orang-orang tipe introvert biasanya banyak melakukan perenungan, tidak mudah terpengaruh orang lain, pemalu, sulit berinteraksi dengan banyak orang dan mengetahui tujuan dalam hidupnya. Uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P>0.05) pada variabel kepribadian contoh di kedua sekolah.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kepribadian

Kepribadian

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Introvert 9 23.7 6 15.8 15 19.7 Ekstrovert 29 76.3 32 84.2 61 80.3 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Min-Maks 31-57 33-52 31-57 Mean±SD 44.9±5.0 P-value 0.372

Tujuan Hidup dan Cita-cita

Tujuan hidup dan cita-cita dapat dikelompokkan menjadi tujuan yang berkaitan dengan pendidikan tinggi, bekerja mencari nafkah, prestasi, budi pekerti, menghindari masalah dengan sekolah, dan kemapanan materi. Hampir seluruh contoh (94.7% di SMA Negeri 3 dan 92.1% di SMA Insan Kamil) mempunyai rencana jangka pendek meneruskan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau kuliah. Contoh memiliki rencana hidup untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri pada jurusan yang diinginkan setelah lulus Ujian Nasional (UN). Beberapa contoh juga menyatakan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke negara tetangga. Sementara itu, sebanyak 2.6 persen contoh memiliki rencana dalam jangka pendek lainnya adalah kuliah sambil bekerja (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran berdasarkan rencana contoh dalam jangka pendek

No Rencana dalam jangka

pendek SMA Negeri 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total n % n % n % 1 Kuliah 36 94.7 35 92.1 71 93.4 2 Bekerja 1 2.6 0 0.0 1 1.3 3 Belum tahu 1 2.6 1 2.6 2 2.6 4 Lainnya 0 0.0 2 5.3 2 2.6 total 38 100.0 38 100.0 76 100.0

Proses untuk mencapai tujuan hidup dan cita-cita yang berhubungan dengan bekerja mencari nafkah setelah lulus UN dianggap sangat penting oleh lebih dari setengah contoh (51.3%) kedua sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa menuntut ilmu hingga perguruan tinggi menjadi cita-cita terbesar contoh.

Tujuan hidup dan cita-cita yang berhubungan dengan prestasi yaitu belajar yang rajin agar nilainya bagus dan beraktivitas di sekolah dengan baik dianggap sangat penting oleh lebih dari separuh contoh (53.9%). Sementara itu, beraktivitas dengan baik di sekolah dianggap penting oleh 56.6 persen contoh. Tujuan yang berkaitan dengan cara untuk menjadi siswa yang baik yaitu menghindari masalah di sekolah dianggap sangat penting oleh 42.1 persen contoh di kedua sekolah.

Tujuan yang berhubungan dengan budi pekerti seperti berbakti pada orangtua dan guru (73.7%), bertanggung jawab atas segala perbuatan (52.6%), dan berteman dengan baik (51.3%) termasuk hal yang sangat penting. Hal yang berkaitan dengan kemapanan materi seperti menabung dan hidup hemat dianggap sangat penting oleh hampir separuh contoh (48.7%). Selain itu, setengah contoh (50%) juga menyatakan bahwa menjadi orang kaya dan sukses termasuk hal yang sangat penting. Sebaran contoh berdasarkan tujuan hidup dan cita-cita dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tujuan hidup dan cita-cita

Pernyataan Persentase (%)

A B C D E

1. Meneruskan ke perguruan tinggi 0.0 0.0 0.0 21.1 78.9

2. Bekerja mencari nafkah 1.3 2.6 13.2 31.6 51.3

3. Belajar yang rajin agar nilainya bagus 0.0 0.0 3.9 42.1 53.9

4. Beraktivitas di sekolah dengan baik 0.0 1.3 15.8 56.6 26.3

5. Menghindari masalah di sekolah 1.3 2.6 13.2 40.8 42.1

6. Berbakti pada orangtua dan guru 0.0 0.0 0.0 26.3 73.7

7. Bertanggung jawab atas segala perbuatan 0.0 0.0 5.3 42.1 52.6

8. Berteman dengan baik 0.0 0.0 9.2 39.5 51.3

9. Menabung dan hidup hemat 0.0 2.6 15.8 32.9 48.7

10.Menjadi orang kaya dan sukses 1.3 1.3 7.9 39.5 50.0

Keterangan :A:Tidak penting, B:Kurang penting, C: Cukup penting, D:Penting, E:Sangat penting

Tujuan hidup dan cita-cita sebagian besar contoh (84.2%) SMA Negeri 3 dan lebih dari setengah contoh (71.1%) SMA Insan Kamil termasuk ke dalam kategori cukup penting (Tabel 8). Dengan demikian, berarti dapat dikatakan bahwa contoh belum fokus dalam memilih tujuan hidup dan cita-cita menjelang Ujian Nasional. Hal ini diduga karena contoh sebenarnya masih mencari informasi dan alternatif pilihan yang terbaik sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang diharapkan seperti meneruskan ke perguruan tinggi, berbakti pada orangtua dan guru, bekerja mencari nafkah, menjadi orang kaya dan sukses, serta menabung dan hidup hemat. Menurut Monks (1999) diacu dalam Nasution (2007), remaja pertengahan berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih, peka atau peduli, berkelompok atau sendiri, dan optimis atau pesimis, dan sebagainya. Berbeda halnya pada masa remaja akhir, cita-cita dan tujuan hidup telah mantap, baik yang berkaitan dengan masalah teman hidup, pekerjaan, jenjang pendidikan, atau hal yang berkaitan dengan dirinya kelak (Al-Mighwar 2006). Uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak adanya perbedaan (P>0.05) tujuan hidup dan cita-cita di kedua sekolah contoh.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori tujuan hidup dan cita-cita

Tujuan Hidup dan Cita-cita

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Tidak Penting (< 40) 1 2.6 7 18.4 8 10.5 Cukup Penting (40 - 48) 32 84.2 27 71.1 59 77.6 Sangat Penting (≥ 49) 5 13.2 4 10.5 9 11.8 Total 38 100 38 100 76 100.0 Min-Maks 33-50 35-49 33-50 Mean±SD 44.1±3.7 P-value 0.222

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Berdasarkan standar BKKBN (1997), lebih dari separuh contoh (71.1% di SMA Negeri 3 dan 65.8% di SMA Insan Kamil) berasal dari keluarga dengan ukuran sedang (5-6 orang), sementara proporsi besar keluarga yang sama (26.3%) di kedua sekolah termasuk kedalam keluarga kecil (Tabel 9). Menurut Guhardja et.al (1992), besar keluarga akan mempengaruhi tingkat interaksi interpersonal yang terjadi. Semakin besar keluarga, maka semakin banyak dan kompleks jumlah interaksi interpersonal yang terjadi dari keluarga. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan (p>0.05) besar keluarga di kedua sekolah contoh.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga SMA 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Kecil (≤ 4 Orang) 10 26.3 10 26.3 20 26.3 Sedang (5-6 Orang) 27 71.1 25 65.8 52 68.4 Tinggi (≥7 Orang) 1 2.6 3 7.9 4 5.3 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Min-Maks 3-7 3-9 3-9 Mean±SD 4.79±0.96 5.24±1.13 5.01±1.05 P-Value 0.665

Usia Orangtua Contoh

Usia ayah contoh berkisar antara 38 tahun hingga 70 tahun. Hampir seluruh contoh (97.4% di SMA Negeri 3 dan 94.7% di SMA Insan Kamil) memiliki ayah dengan kategori usia dewasa madya (41-65 tahun). Terdapat 5.3 persen contoh pada SMA Insan Kamil yang memiliki ayah dengan kategori usia dewasa awal, sedangkan terdapat 2.6 persen contoh pada SMA Negeri 3 memiliki ayah yang tergolong usia dewasa akhir (Tabel 10). Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan (p>0.05) usia ayah di kedua sekolah contoh.

Umur ibu contoh berada pada rentang umur 35-56 tahun. Sebagian besar umur ibu contoh (82.9% di SMA Negeri 3 dan 73.7% di SMA Insan Kamil) tergolong usia dewasa madya atau berumur 41-65 tahun. Tidak terdapat ibu contoh yang berada dalam kategori usia dewasa akhir (Tabel 10). Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan (p>0.05) usia ibu di kedua sekolah contoh. Tabel 10 berikut ini menjelaskan sebaran contoh berdasarkan umur orangtua.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan usia orangtua

Usia Orangtua (Tahun)

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Ayah Dewasa awal (20-40) 0 0.0 2 5.3 2 2.6 Dewasa madya (41-65) 37 97.4 36 94.7 73 96.1 Dewasa akhir (>65) 1 2.6 0 0.0 1 1.3 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Min-Maks 43-70 38-61 38-70 Mean±SD 49.7±5.3 47.8±4.5 48.7±4.9 P-value 0.09 Ibu Dewasa awal (20-40) 6 17.1 10 26.3 16 21.9 Dewasa madya (41-65) 29 82.9 28 73.7 57 78.1 Dewasa akhir (>65) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 35 100.0 38 100.0 73 100.0 Min-Maks 38-56 35-49 35-56 Mean±SD 45.2±4.2 43.0±3.6 44.1±3.8 P-value 0.526 Pendidikan Orangtua

Pendidikan orangtua contoh berkisar antara tidak sekolah sampai dengan tamat dari perguruan tinggi. Tingkat pendidikan ayah contoh dalam penelitian ini pada umumnya adalah perguruan tinggi (68.4% di SMA Negeri 3 dan 39.5% di SMA Insan Kamil). Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa pendidikan ayah contoh pada SMA Negeri 3 lebih tinggi dibandingkan SMA Insan Kamil. Orangtua berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya, lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat, dan perkembangan informasi dibandingkan dengan orangtua berpendidikan rendah. Mereka juga sanggup memberikan rangsangan-rangsangan fisik maupun mental sejak dini, mereka juga akan melatih anak-anaknya untuk memiliki sikap sosial yang baik, dan membiasakan untuk hidup disiplin, sehingga anak-anak memiliki sikap atau nilai sosial yang tinggi (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Uji beda Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan (P<0.05) pendidikan ayah di kedua sekolah contoh.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua

Pendidikan Orangtua

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Ayah Tidak Sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 SD 0 0.0 1 2.6 1 1.3 SMP 0 0.0 1 2.6 1 1.3 SMA 8 21.1 13 34.2 21 27.6 Akademi/Diploma 4 10.5 8 21.1 12 15.8 Perguruan Tinggi 26 68.4 15 39.5 41 53.9 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 P-value 0.014* Ibu Tidak Sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 SD 0 0.0 0 0.0 0 0.0 SMP 2 5.7 2 5.3 4 5.5 SMA 14 40 22 57.9 36 49.3 Akademi/Diploma 6 17.1 5 13.2 11 15.1 Perguruan Tinggi 13 37.1 9 23.7 22 30.1 Total 35 100.0 38 100.0 73 100.0 P-value 0.528

Berdasarkan tabel diatas, tingkat pendidikan terendah ibu contoh (5.7% di SMA Negeri 3 dan 5.3% di SMA Insan Kamil) adalah tamat SMP. Persentase tertinggi tingkat pendidikan ibu contoh (40% di SMA Negeri 3 dan 57.9% di SMA Insan Kamil) adalah tamat SMA. Hal ini berarti tingkat pendidikan ayah contoh lebih tinggi daripada ibu contoh. Uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak adanya perbedaan (P>0.05) pendidikan ibu di kedua sekolah contoh.

Pekerjaan Utama Orangtua

Persentase terbesar ayah contoh di SMA Negeri 3 memiliki pekerjaan utama sebagai karyawan swasta (36.8%), sedangkan di SMA Insan Kamil memiliki proporsi yang sama (26.3%) sebagai pegawai negeri, wiraswasta, dan karyawan swasta (Tabel 12). Terdapat 1 orang ayah SMA Negeri 3 dan 4 orang ayah di SMA Insan Kamil yang memiliki pekerjaan tambahan sebagai wiraswasta. Selain itu, lebih dari separuh ibu contoh (62.9% di SMA Negeri 3 dan 68.4% di SMA Insan Kamil) memiliki pekerjaan utama sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) atau tidak bekerja.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan utama orangtua

Pekerjaan Utama Orangtua

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Ayah Pegawai Negeri 8 21.1 10 26.3 18 23.7 Karyawan BUMN 1 2.6 4 10.5 5 6.6 ABRI/Polisi 1 2.6 1 2.6 2 2.6 Wiraswasta 9 23.7 10 26.3 19 25.0 Karyawan Swasta 14 36.8 10 26.3 24 31.6 Pensiunan 4 10.5 3 7.9 7 9.2 Buruh 1 2.6 0 0 1 1.3 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Ibu Pegawai Negeri 12 34.3 7 18.4 19 26.0 Wiraswasta 0 0.0 3 7.9 3 4.1 Karyawan Swasta 1 2.9 1 2.6 2 2.7 Pensiunan 0 0.0 1 2.6 1 1.4

Ibu Rumah Tangga 22 62.9 26 68.4 48 65.8

Total 35 100.0 38 100.0 73 100.0

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga pada penelitian ini didapatkan dari jumlah penghasilan semua anggota keluarga (ayah, ibu, dan anggota lainnya) per bulan. Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase terbesar pendapatan keluarga pada kedua sekolah contoh yaitu terletak pada kisaran Rp 2 500 001- Rp 5 000 000 (34.2% di SMA Negeri 3 dan 50% di SMA Insan Kamil).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan Keluarga (Rupiah/Bulan)

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % < 2.5 Juta 8 21.1 9 23.7 17 22.4 2 500 001 - 5 Juta 13 34.2 19 50.0 32 42.1 5 000 001 - 7.5 Juta 9 23.7 4 10.5 13 17.1 7 500 001 - 10 Juta 4 10.5 2 5.3 6 7.9 > 10 Juta 4 10.5 4 10.5 8 10.5 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Fasilitas Belajar

Proses belajar anak sangat dipengaruhi oleh fasilitas dan sarana belajar diantaranya adalah kamar pribadi, buku pelajaran, alat peraga, penerangan yang cukup, perlengkapan belajar, dan komputer. Apabila fasilitas belajar di rumah

tersedia dapat meminimalkan kemungkinan stres. Diketahui bahwa seluruh contoh di SMA Negeri 3 disediakan fasilitas dan sarana belajar di rumah, yang banyak disediakan adalah kamar pribadi (89.5%), buku pelajaran (97.4%), meja belajar (92.1%), alat tulis (97.4%), lampu belajar/penerangan yang cukup (92.1%), internet (55.3%), dan komputer (89.5%). Sementara itu, sarana yang banyak disediakan di SMA Insan Kamil adalah kamar pribadi (81.6%), buku pelajaran (100.0%), meja belajar (81.6%), alat tulis (100.0%), lampu belajar/penerangan yang cukup (97.4%), dan komputer (89.5%). Namun, kurang dari sepertiga contoh (28.9%) yang mempunyai internet di rumah. Peran orangtua dalam hal menyediakan fasilitas belajar selengkap mungkin sudah baik yaitu orangtua telah memberikan perhatian terhadap kebutuhan contoh dan peduli akan prestasi belajar contoh dengan baik.

Berbagai cara dilakukan oleh contoh dalam melengkapi kebutuhan fasilitas belajar yaitu lebih dari setengah contoh (65.8% di SMA Negeri 3 dan 57.9% di SMA Insan Kamil) dengan cara pergi membeli bersama dengan orangtua. Hal ini menggambarkan bahwa orangtua memperhatikan pendidikan anaknya. Selain itu, hampir seluruh contoh (94.7% di SMA Negeri 3 dan 81.6% di SMA Insan Kamil) merasa puas dengan fasilitas yang telah diberikan orangtua karena sebagian besar sarana dan fasilitas yang dibutuhkan contoh telah tersedia (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis fasilitas belajar di rumah

No Fasilitas Belajar SMA Negeri 3

BOGOR SMA INSAN KAMIL

Jenis fasilitas

1 Kamar pribadi 89.5 81.6

2 Buku pelajaran 97.4 100.0

3 Meja belajar 92.1 81.6

4 Alat tulis 97.4 100.0

5 Lampu belajar/penerangan yang cukup 92.1 97.4

6 Internet 55.3 28.9

7 Komputer 89.5 89.5

Cara memperoleh fasilitas belajar

1 Membeli sendiri 2.6 10.5

2 Dibelikan orangtua 65.8 57.9

3 Pergi membeli bersama 31.6 31.6

Kepuasan dengan fasilitas belajarnya

1 Puas 94.7 81.6

Interaksi Anak dengan Ayah Interaksi Contoh dengan Ayah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat dua dimensi interaksi contoh dengan ayahnya yaitu dimensi kehangatan dan dimensi kekasaran. Proporsi terbesar contoh baik SMA Negeri 3 maupun SMA Insan Kamil menyatakan bahwa ayahnya sering bertanya mengenai mata pelajaran Ujian Nasional (UN) yang sedang contoh hadapi (44.7% dan 21.1%), mendiskusikan mengenai rencana jangka pendek setelah UN kepada contoh (34.2% dan 39.5%), dan cukup dalam hal ayah membantu contoh belajar, seperti membelikan buku-buku soal UN untuk contoh kerjakan (39.5% dan 23.7%) serta memberikan pujian atau hadiah untuk memotivasi contoh belajar (36.8% dan 28.9%). Walaupun lebih dari setengah contoh (47.4% dan 55.3%) menyatakan tidak pernah menemani contoh belajar untuk menghadapi UN (Lampiran 2).

Begitu pula sebaliknya, interaksi pun terjalin antara contoh dengan ayah. Interaksi antara contoh dengan ayah menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh SMA Negeri 3 dan SMA Insan Kamil cukup mempedulikan masalah ayah (55.3% dan 44.7%), berbuat sesuatu yang membuat ayah merasa bangga dan disayang (55.3% dan 50.0%), mendiskusikan keinginan contoh dengan ayah (39.5% dan 28.9%), dan memberikan pujian atau hadiah untuk membuat ayah bahagia (34.2% dan 47.4%), serta sering membantu ayah bila ayah memerlukan sesuatu (47.4% dan 36.8%).

Sikap ayah kepada contoh yang mengarah pada dimensi kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 2. Proporsi terbesar contoh SMA Negeri 3 dan SMA Insan Kamil menyatakan ayah tidak pernah marah-marah untuk memaksa belajar (52.6% dan 50.0%), membentak contoh dengan marah (47.4% dan 44.7%), dan bertengkar dengan contoh jika tidak menuruti perintahnya (39.5% dan 47.4%). Namun, terdapat contoh (23.7% dan 47.4%) menyatakan bahwa ayahnya cukup mengkritik perbuatan contoh saat nilai-nilai buruk. Bimbingan oleh orangtua berupa kiritikan saat anak mengalami kegagalan akan mengakibatkan anak frustasi sehingga anak-anak bisa menggunakan agresi sebagai pelampiasan rasa frustasinya (Sharma 2007).

Adanya interaksi timbal balik antara ayah dengan anak yaitu kekasaran yang dilakukan ayah menyebabkan adanya interaksi kekasaran pula yang dilakukan contoh. Lampiran 2 menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh SMA Negeri 3 dan SMA Insan Kamil tidak pernah marah-marah (52.6% dan

65.8%), membentak (73.7% dan 76.3%), dan bertengkar (44.7% dan 68.4%) dengan ayahnya. Hampir separuh contoh (47.4% dan 31.6%) jarang mengkritik perbuatan ayah.

Tabel 15 menjelaskan bahwa persentase terbesar contoh (73.7% di SMA Negeri 3 dan 76.3% di SMA Insan Kamil) memiliki interaksi dengan ayah cukup baik. Artinya bahwa contoh merasakan bahwa ayah kadang-kadang membantu belajar seperti membelikan buku soal-soal menjelang UN, memberikan pujian untuk memotivasi belajar, dan mengkritik saat nilai buruk. Begitupula sikap contoh terhadap ayah seperti terkadang peduli dan membuat ayah senang. Selain itu, 10.5 persen contoh di kedua sekolah berada pada kategori kurang baik. Artinya contoh kurang dapat berinteraksi dengan ayahnya seperti kurang menemani contoh belajar menjelang UN. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak adanya perbedaan (P>0.05) interaksi contoh dengan ayah di kedua sekolah contoh.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori Interaksi contoh dengan ayah

Interaksi contoh dengan ayah

SMAN 3 BOGOR SMA INSAN KAMIL Total

n % n % n % Kurang baik (< 53) 4 10.5 4 10.5 8 10.5 Cukup baik (53-71) 28 73.7 29 76.3 57 75.0 Sangat baik (≥ 72) 6 15.8 5 10.5 11 14.5 Total 38 100.0 38 100.0 76 100.0 Min-Maks 41-79 41-79 41-79 Mean±SD 62.2±8.8 P-value 0.505

Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal interaksi pada dimensi kehangatan dan kekasaran antara contoh SMA Negeri 3 dan SMA Insan Kamil terhadap ayahnya, begitu pula sebaliknya. Tabel 16 menjelaskan bahwa rata-rata kehangatan ayah dengan contoh SMA Negeri 3 (skor rata-rata=14.5) tidak berbeda jauh dengan kehangatan ayah dengan contoh SMA Insan Kamil ( skor rata-rata=13.05). Sementara itu, rata-rata kekasaran ayah dengan contoh SMA Negeri 3 (skor rata-rata=16.03) tidak berbeda jauh dengan kekasaran ayah dengan contoh SMA Insan Kamil (skor rata-rata=15.68). Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa interaksi pada dimensi kehangatan dan kekasaran contoh di SMA Negeri 3 dan di SMA Insan Kamil terhadap orangtuanya sama saja, begitupula sebaliknya.

Tabel 16 Nilai rata-rata dan hasil uji beda interaksi contoh dengan ayah

Komunikasi Contoh dengan Ayah

Menurut Gunarsa & Gunarsa (2000) anak yang mulai menginjak usia remaja membutuhkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk menciptakan interaksi timbal balik, interaksi komunikatif dan dialogis agar permasalahan yang dihadapi oleh remaja memperoleh bantuan, dorongan dan dukungan dari

Dokumen terkait