• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi merupakan penentuan kondisi yang memberikan nilai terbaik dari pengukuran. Hasil optimalisasi dapat dilihat berdasarkan nilai kedapatulangan (%) yang berkisar antara 80–120% (Harmita 2004). Nilai kedapatulangan akan tinggi apabila konsentrasi yang dihasilkan juga tinggi. Optimalisasi dilakukan terhadap metode SPR–IDA agar logam berat dalam air laut dapat terikat kuat pada resin, sehingga dapat terukur dengan lebih baik.

Penggunaan resin sebagai pengkelat telah banyak dilakukan. Metode penggunaan resin amatlah beragam, biasanya terdiri atas gugus pengkelat yang muatannya berlawanan dengan logam yang akan diikat. Asam iminodiasetat merupakan salah satu resin pengkelat logam yang memiliki gugus –COOH yang akan berikatan dengan logam bermuatan +2, yaitu kadmium (Cd), tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), dan zink (Zn).

Volume SPR–IDA

Setiap logam memberikan respon yang berbeda pada tiap parameter optimalisasi. Pada optimalisasi volume SPR–IDA, Cu dan Cd memberikan nilai kedapatulangan (Tabel 1) yang lebih baik dibandingkan dengan logam lainnya, yaitu pada volume resin 40 µL sementara Fe dan Zn pada 50 µL, serta Mn pada 60 µL . Optimalisasi juga dilakukan pada volume SPR–IDA 30 µL untuk Cu dan Cd, serta 70 µL untuk Mn dan Zn dengan tujuan mengetahui nilai kedapatulangan sebelum/setelah titik optimum.

Tabel 1 Nilai rerata kedapatulangan (%) logam pada berbagai volume resin SPR–IDA (µL) Kedapatulangan (%) 30 40 50 60 70 Ion logam (+2) (µL) Cu 85.7 1102.5 90.4 69.7 – Cd 25.8 99.8 57.8 70.0 – Fe – 73.8 96.4 91.7 – Mn – 44.3 70.1 86.3 45.6 Zn – 59.4 109.2 112.4 75.1 Ket:(–) tidak dilakukan

Logam yang bertindak sebagai asam lewis lemah akan berikatan dengan basa Lewis lemah. Menurut teori asam basa Lewis, logam bertindak sebagai asam karena merupakan akseptor pasangan elektron bebas.

Resin asam iminodiasetat bersifat sebagai basa Lewis yang menyumbangkan pasangan elektronnya kepada logam. Berdasarkan klasifikasi asam dan basa Lewis, Cu, Fe, dan Zn merupakan logam asam Lewis yang dapat bertindak sebagai kuat ataupun lemah (borderline), Cd dan Mn merupakan logam asam lewis lemah, sedangkan SPR–IDA merupakan resin yang bersifat basa Lewis lemah.

Selain itu, diketahui bahwa logam– logam berat (Cu, Cd, Fe, Mn, Zn) termasuk logam–logam transisi yang memiliki kisaran bilangan oksidasi yang berbeda–beda. Cu mempunyai 2 bilangan oksidasi (biloks) (+1 dan +2), Cd dan Zn mempunyai 1 biloks (+2), Fe (+2 dan +3), serta Mn mempunyai 6 biloks (+2, +3, +4, +5, +6, +7). Hal ini menyebabkan kestabilan logam berbeda satu dengan yang lainnya. Cu dan Cd memberikan konsentrasi optimum pada volume SPR–IDA sebanyak 40 µL. Ini menunjukkan bahwa Cu dan Cd lebih

berperan sebagai asam lewis lemah sehingga membutuhkan volume resin yang lebih sedikit dibandingkan dengan Fe, Zn, dan Mn. Volume SPR–IDA pada Mn lebih banyak disebabkan karena rendahnya kestabilan Mn akibat banyaknya kisaran bilangan oksidasi Mn dan telah terisinya orbital setengah penuh, sehingga membutuhkan energi tinggi untuk berikatan.

pH

Faktor penting lainnya dalam proses pengkelatan logam dengan sistem pertukaran ion adalah pH. Penambahan sejumlah NH4OH berfungsi sebagai pemberi

suasana basa sehingga diharapkan SPR–IDA akan melepaskan dua protonnya (H+) untuk digantikan dengan logam bermuatan +2.

N O O O H OH H N O O O H OH H

Gambar 3 Reaksi ionisasi asam iminodiasetat

Untuk menjaga kestabilan ikatan logam dan SPR–IDA, pH diatur menggunakan HNO3 20% pada beberapa kondisi, yaitu

6.5–7.0, 8.0–8.5, 9.0–9.5, dan 10–10.5. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pH optimum untuk menjaga kestabilan logam adalah pH 8.0–8.5 untuk semua logam. Pada kondisi ini, diperoleh nilai kedapatulangan yang baik (Tabel 2).

Tabel 2 Nilai rerata kedapatulangan (%) logam pada berbagai kondisi pH

Kedapatulangan (%) 6.5–7.0 8.0–8.5 9.0–9.5 110.0–10.5 Ion logam (+2) Cu 52.50 99.40 88.08 80.49 Cd 58.80 98.21 67.16 58.00 Fe 90.54 98.37 94.48 75.69 Mn 37.58 83.61 49.44 42.44 Zn 51.58 93.49 79.29 55.20 Pada pH 6.5–7.0, kemampuan SPR– IDA untuk melepaskan protonnya rendah, sehingga logam yang terikat pada resin hanya sedikit. SPR–IDA akan melepaskan protonnya pada pH agak basa, yaitu 8–9 (Anonim 2006, Tokahoglu et al. 2001), Sehingga diperoleh kondisi optimum untuk SPR–IDA adalah pH 8–8.5. Pada pH >8.5, nilai konsentrasi berkurang secara teratur,

sebanding dengan turunnya kemampuan resin untuk mengikat logam (Lampiran 5).

Kecepatan dan Waktu Sentrifus

Sentrifus merupakan teknik pemisahan berdasarkan perbedaan bobot jenis. Molekul dengan bobot jenis lebih rendah akan berada di atas molekul dengan bobot jenis yang lebih tinggi. Metode SPR–IDA menggunakan dua kali sentrifus. Tahap pertama untuk memisahkan logam dengan garam–garam yang terdapat dalam air laut dan tahap kedua untuk memisahkan logam dengan SPR–IDA setelah ditambahkan larutan HNO3 20%. Proses pemisahan ini

akan sangat berpengaruh pada nilai kedapatulangan yang diperoleh.

Tabel 3 Nilai rerata kedapatulangan (%) logam pada berbagai kecepatan sentrifus (rpm) Kedapatulangan (%) 1000 2000 3000 4000 5000 Ion logam (+2) (rpm) Cu 62.25 79.87 82.31 97.77 81.23 Cd 52.65 56.64 65.30 100.64 87.31 Fe 37.03 53.26 62.34 58.15 98.19 Mn 50.00 67.45 86.80 98.74 89.28 Zn 42.51 38.51 43.90 44.36 105.3

Tabel 3 menunjukkan bahwa Cu, Cd, dan Mn memberikan hasil optimum pada kecepatan sentrifus 4000 rpm, Fe dan Zn pada 5000 rpm. Hal ini berkaitan dengan jumlah volume resin lebih sedkit dibandingkan dengan logam lainnya karena sifat logamnya yang lebih stabil, sehingga tidak membutuhkan kecepatan sentrifus yang terlalu tinggi. Selain kestabilan akibat bobot, hal lain menunjukkan bahwa semakin lama waktu sentrifus, pemisahan akan semakin baik. Ini terlihat pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa semua logam memiliki waktu optimalisasi yang sama, yaitu 25 menit.

Tabel 4 Rerata kedapatulangan (%) logam pada berbagai waktu sentrifus (menit) Kedapatulangan (%) 15 20 25 30 Ion logam (+2) (menit) Cu 58.35 78.29 99.40 74.33 Cd 55.07 86.76 101.59 86.43 Fe 44.22 64.34 91.88 75.10 Mn 54.41 66.83 97.62 78.13 Zn 45.73 68.69 98.38 83.90

Pada menit ke-30, kedapatulangan yang diperoleh berkurang berdasarkan nilai konsentrasinya (Lampiran 8). Lamanya waktu pemisahan akan menyebabkan naiknya suhu sampel hingga 80ºC, sehingga terjadi desorpsi logam. Selain itu, desorpsi logam juga dipegaruhi oleh ikatan yang terbentuk antara resin dan logam. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan kovalen koordinasi. Ikatan ini lebih lemah kekuatannya dibandingkan dengan ikatan kovalen, sehingga apabila terjadi kenaikan suhu yang cukup signifikan, kemungkinan logam akan terlepas dari resin SPR-IDA pun akan lebih cepat.

Nisbah HNO3 dan air

Penambahan HNO3 20% setelah proses

pemisahan tahap 1 selesai bertujuan untuk melarutkan kembali logam yang telah di ikat oleh SPR–IDA.

Tabel 5 Nilai rerata kedapatulangan (%) logam pada berbagai perbandingan HNO3 dan air (mL)

Kedapatulangan (%) 0.5:9.5 1.0:9.0 1.5:8.5 2.0:8.0 Ion logam (+2) (mL) Cu 73.92 87.12 101.69 82.30 Cd 51.81 60.17 103.69 86.79 Fe 45.52 61.29 95.53 74.08 Mn 51.25 76.04 98.76 72.95 Zn 27.11 53.24 106.45 65.18 Semua logam memberikan hasil optimalisasi pada nisbah 1.5:8.5 mL (Tabel 5) berdasarkan nilai kedapatulangannya. Pada nisbah1.5:8.5 mL, pH yang terbentuk berkisar antara 3.0–3.5. Hal ini sesuai dengan Pesavento M et al. (1997) yang melaporkan bahwa logam dengan resin bergugus iminodiasetat akan larut pada pH 3.0–3.5. Untuk nisbah 2.0:8.0 mL, kedapatulangan yang diperoleh menjadi lebih rendah. Pada kondisi ini, pH yang terbentuk berkisar antara 1.0–1.5, yang memungkinkan terjadinya pengkompleksan baru antara atom N dengan logam bermuatan +1, sehingga logam +2 yang terukur menjadi lebih sedikit. Tokahoglu et al. (2002) menyatakan bahwa pada pH lebih rendah dari 2, resin akan mengalami hidrolisis sehingga resin akan lebih mudah melepaskan logam yang berikatan dengannya. pH ini terbentuk pada nisbah HNO3 dan air adalah 1.5:8.5.

Dokumen terkait