• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Hastari pada tahun 2012, zat aktif yang terkandung pada pelepah Pisang Ambon Kuning adalah zat yang pada umumnya digunakan sebagai antibakteri, yaitu flavonoid. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan pelepah pisang tersebut agar lebih dapat diaplikasikan dalam dunia kefarmasian, sehingga peneliti memutuskan untuk membuat cold cream ekstrak pelepah Pisang Ambon Kuning.

Tujuan dari penelitan ini untuk mengetahui pengaruh komposisi dari Span 60 dan Tween 80 terhadap sifat fisik sediaan cold cream ekstrak etanol pelepah Pisang Ambon Kuning, serta mendapatkan formula yang optimal dari sediaan cold cream ekstrak etanol pelepah Pisang Ambon Kuning dengan metode Simplex Lattice Design.

Pembuatan cold cream sendiri terdiri dari beberapa run agar bisa ditentukan formula mana yang paling optimal menggunakan metode Simplex Lattice Design, dengan bantuan program Design Expert® v.10 didapatkan 5runyang berbeda dan 3 runyang direplikasi, sehingga menjadi 8 run yang terbentuk (tabel 2.), dikarenakan terdapat 2 faktor komposisi yang digunakan yaitu Tween 80 dan Span 60 sebagai emulgator ,hal tersebut bisa terjadi karena metode SLD tersebut memiliki kelebihan untuk membuat persamaan untuk melihat titik yang sangat kritis untuk dilakukan replikasi run.

Berdasarkan run yang telah diperoleh kemudian digunakan untuk pembuatan formula cold cream yang dilakukan sebanyak 3 kali replikasi untuk setiap formulanya. Formula-formula tersebut kemudian diuji untuk menunjukan kestabilan fisik maupun kimianya, uji tersebut terdiri dari uji organoleptis, kemudian terdapat uji viskositas, daya sebar, pH yang digunakan sebagai respon dalam metode Simplex Lattice Design dan ditambahkan uji stabilitas menggunakan metode freeze thaw menggunakan 3 siklus untuk mempercepat peruraian dan mengurangi waktu yang diperlukan dalam pengujian.

11

Pengujian pertama dilakukan setelah pembuatan cold cream, hal tersebut dilakukan untuk melihat nilai dari setiap faktor uji sebelum dilakukan uji kestabilan, agar nilai tersebut dapat dibandingkan dengan hasil akhir dari uji kestabilan dan terlihat mana formula yang paling stabil.

Hasil dari uji sebelum dilakukan siklus diolah dalam Design Expert® v.10 menggunakan metode Simplex Lattice Design, hal ini dilakukan untuk mendapatkan profil dari formula yang optimal sebelum dilakukan uji stabilitas dan dillihat respon yang berpengaruh.

Pada saat pembuatan cold cream hal yang paling diperhatikan adalah suhu pembuatan dikarenakan, cold cream terdiri dari 2 fase dimana minyak dalam bentuk padatan sehingga perlu dicairkan dan hal tersebut memerlukan panas. Panas yang digunakan dalam pembuatan cold cream yaitu ± 700C sehingga kedua fase perlu dipanaskan hingga suhu yang hampir sama, untuk mencegah terjadinya shock thermal yang dapat mempengaruhi proses pembentukan cold cream. Kemudian hal berikutnya yang perlu diperhatikan pada saat pencampuran 2 fase selain pada suhu yang sama, pengadukan juga harus pelan-pelan dan stabil agar emulgator dapat saling terikat dengan sempurna sehingga membentuk emulsi yang diinginkan.

Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengujian pertama, kemudian cold cream di masukan kedalam Freezer untuk memulai proses freeze thaw, dimana cold cream diinginkan terlebih dahulu dalam suhu antara -5 – 10C selama 24 jam. Selanjutnya di simpan dalam suhu ruangan (25 - 29 0C) selama 24 jam, hal ini dilakukan untuk memperkecil masa pengujian dengan maksud mempercepat penguraian pada cold cream agar terlihat stabilitasnya, lalu dilanjutkan dengan pengukuran Viskositas, daya sebar, dan pH, kumidian dicatat hasil data yang merupakan Siklus 1, hal ini dilanjutkan hingga 3 siklus penyimpanan.

3.1. Uji Viskositas

Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui konsistensi suatu sediaan yang berpengaruh pada penggunaannya secara topikal. Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan yang mengalir, nilai viskositas berbanding lurus dengan tahananya (Sinko, 2011). Viskositas diukur

12

menggunakan Viscometer Rion seri VT-04setelah pembuatan cold cream (siklus 0), didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 5. Data Rata-Rata Uji Viskositas Siklus 0

Formula 1 (dpa.s) 2 (dpa.s) 3 (dpa.s) 4 (dpa.s) 5 (dpa.s) 6 (dpa.s) 7 (dpa.s) 8 (dpa.s) Siklus 0 120 100 110 70 50 130 90 50

Dari data tersebut diolah menggunakan Design Expert® v.10 menggunakan metode SLD dan didapatkan persamaan sebagai berikut: Y = 125,0000X1 + 50.0000X2+ 50.0000 X1X2 – 40,0000X1X2 (X1X2) -253,3333X1X2 (X1-X2)2…...………… (3) Keterangan : X1 : Komponen Span 60 X2 : Komponen Tween 80 Y : Respon Viskositas

Berikut model plot respon viskositas

Gambar 1. Model Plot Respon Viskositas

Pada persamaan (3) menunjukan bentuk regresi kuadratik, dimana pengaruh komponen Span 60 dan Tween 80 terhadap viskositas sediaan, nilai positif pada persamaan tersebut berarti komponen yang digunakan dapat meningkatkan viskositas, pada Span 60 meningkatkan 125,0000 dan pada Tween 80 meningkatkan 50,0000. Komponen Span 60 lebih dominan

= Design Point X1 = A = Span 60 X2 = B = Tween 80 = Convidence Interval --- = Tolerance Interval Y = Respon Viskositas

13

berpengaruh meningkatkan viskositas dikarenakan sifat kimia dari Span 60 yang lipofilik cenderung mengikat pada fase minyak yang lebih dominan pada krim tipe A/M atau cold cream sehingga pembentukan emulsi lebih baik saat jumlah Span 60 lebih banyak. Hal tersebut menyebabkan emulsi lebih berminyak dan viskositas lebih tinggi dikarenankan fase air yang terikat didalam minyak. Kemudian uji dilanjutkan hingga siklus ke 3 dan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 6. Data Rata-Rata Uji Viskositas Siklus 1 – Siklus 3

Formula 1 (dpa.s) 2 (dpa.s) 3 (dpa.s) 4 (dpa.s) 5 (dpa.s) 6 (dpa.s) 7 (dpa.s) 8 (dpa.s) Siklus 1 120.00 100.00 106.67 70.00 40.00 130.00 90.00 53.33 Siklus 2 120.00 93.33 100.00 60.00 50.00 140.00 86.67 50.00 Siklus 3 130.00 80.00 93.33 56.67 40.00 130.00 70.00 40.00

Data-data viskositas dari siklus 0 hingga siklus 3 di uji normalitasnya menggunakan Studio R 3.2.5 dengan taraf kepercayaan 95%.Hasil data normalitas dan variansi diperoleh dengan melihat nilai p-value dari data yang telah direplikasi 3 kali. Kemudian hasil data dinyatakan normal dikarenakan nilai p-value semua di atas 0,1 begitu pula untuk variansi datanya sudah diatas 0,1 untuk nilai p-value. Jika semua data sudah diuji normalitas dan variansinya dan hasilnya baik data bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA. Uji dilakukan dengan T-test untuk mendapatkan nilai p-value. Nilai tersebut berguna untuk melihat apakah terdapat perubahan viskositas untuk siklus 0 dan siklus 3 atau akhir dari penyimpanan, agar dapat dilihat stabilitasnya melalui perubahan viskositasnya, berikut data yang diperoleh dari uji T-test :

Tabel 7. Nilai p-value Uji T-test Viskositas

Formula 1 2 3 4 5 6 7 8

T-test

14

Dari hasil diatas terlihat semua formulayang memiliki nilai p-value masih di atas 0,05 yang menunjukan perubahanyang tidak terlalu signifikan, namun ada 2 formulayang memiliki nilai p-value mendekati 0,05 hal tersebut menunjukan bahwa formula tersebut sangat memiliki perubahan yang lebih signifikan atau menunjukan adanya ketidakstabilan pada formula tersebut, secara hasil yang paling stabil dari semua formula yaitu formula 6 dan 8, namun untuk formula 8 nilai viskositasnya tidak memasuki nilai minimal untuk viskositas dari cold cream yaitu 50 dpa.s. 3.2. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemampuan cold cream untuk diaplikasikan pada kulit. Selain itu daya sebar sangat berhubungan dengan viskositas, semakin besar nilai daya sebar maka semakin kecil nilai viskositasnya. Pengukuran daya sebar menggunakan kaca bundar berskala (extensometer), dan ditimpa kaca lain yang tidak berskala, lalu diberi pemberat sebanyak 125 gram kemudian ditunggu 1 menit, selanjutnya diukur diameternya secara horizontal dan vertikal lalu dihitung rata-ratanya dan luasnya. Pengambilan data dimulai setelah pembuatan cold cream dimana data tersebut sebagai data awal untuk respon pada SLD (siklus 0). Berikut data daya sebar yang diperoleh :

Tabel 8. Data Rata-Rata Uji Daya Sebar Siklus 0

Formula 1 (cm2) 2 (cm2) 3 (cm2) 4 (cm2) 5 (cm2) 6 (cm2) 7 (cm2) 8 (cm2) Siklus 0 20.62 25.13 22.89 29.21 23.89 16.27 22.60 21.78

Kemudian data tersebut diolah menggunakan Design Expert® v.10 dengan metode SLD, dan mendapatkan persamaan sebagai berikut :

Y= 18,4450 X1 + 22,8350 X2 + 8,4200 X1.X2 – 10,0533 X1 X2 (X1- X2) +105,6267 X1 X2 (X1-X2)2………..(4) Keterangan :

X1 : Komponen Span 60 X2 : Komponen Tween 80 Y : Respon Daya Sebar

15

Berikut model plot respon daya sebar :

Gambar 2. Model Plot Respon Daya Sebar

Pada persamaan (4) menunjukan bentuk kuadratik, kemudian nilai positif yang pada masing-masing komponen Span 60 dan Tween 80 hal tersebut menunjukan bahwa kedua komponen tersebut berpengaruh meningkatkan daya sebar pada setiap formula yaitu sekitar 18,4450 dan 22,3850. Peningkatan yang lebih baik ditunjukan pada komponen Tween 80 dikarenakan, Tween 80 yang bersifat hidrofilik akan mengikat fase air, jika pada formula yang memiliki jumlah Tween 80 yang lebih banyak dibandingkan Span 60 akan membuat fase air tidak terikat dengan sempurna oleh fase minyak, dikarenakan ketidakseimbangan jumlah emulgator sehingga membuat fase air tidak terikat sempurna dan membuat viskositas menurun dan daya sebar menjadi meningkat. Kemudian uji dilanjutkan setelah dilakukan penyimpanan secara freeze thawselama 3 siklus atau 3x48 jam, pada setiap siklus data tetap di ambil hingga siklus terakhir. Berikut data yang diperoleh setelah 3 siklus :

Tabel 9. Data Rata-Rata Daya Sebar Siklus 1 – Siklus 3 Formula 1(cm2) 2(cm2) 3(cm2) 4(cm2) 5(cm2) 6(cm2) 7(cm2) 8(cm2) Siklus 1 20.71 23.40 23.83 27.79 22.78 15.50 20.97 19.84 Siklus 2 20.85 23.69 23.55 28.36 22.78 15.39 22.92 23.21 Siklus 3 20.02 23.12 24.80 28.23 21.07 16.09 21.15 22.91 = Design Point X1 = A = Span 60 X2 = B = Tween 80 = Convidence Interval --- = Tolerance Interval Y = Respon Daya Sebar

16

Kemudian data-data tersebut diuji normalitas dan variansi datanya mengunakan metode Shapiro Wilk dan Levene Test menggunakan R-Studio 3.2.5 dengan taraf kepercayaan 95%.Hasil normalitas dan variansi data yang diperoleh dilihat dari nilai p-value dimana data tersebut telah direplikasi 3 kali. Dari semua data dikatakan normal dikarenakan nilai p-valuemasih diatas 0,05. Setelah semua data diuji normalitas dan variansinya dan menunjukan hasil yang baik, kemudian data tersebut diuji ANOVA pada taraf kepercayaan 95%, uji dilakukan dengan T-Test pada siklus 0 dan siklus 3 menggunakan nilai p-value untuk mengetahui stabilitas cold cream dengan melihat perubahan dari daya sebar cold cream itu sendiri. Berikut hasil yang diperoleh dari uji T-Test :

Tabel 10. Data P-value Uji T-test Daya Sebar

Formula 1 2 3 4 5 6 7 8

T-test

(p-value) 0,0950 0,1136 0,1136 0,5541 0,0039 0,4329 0,0669 0,3853

Dari data p-value di atas terlihat hampir semua data memiliki nilai p-value diatas 0,05 yang menunjukkan adanya perubahan namun tidak terlalu signifikan, tetapi terdapat 1 formula yang memiliki nilai p value dibawah 0,05 yaitu pada formula 5 dimana formula ini memiliki perbandingan Tween 80 yang jauh lebih banyak dari pada Span 60 sehingga membuat keseimbangan antar 2 fase pada cold cream yang tidak stabil dan membuat cold cream mudah cracking, namun pada formula 8 terlihat nilai p-value yang baik hal ini dapat terjadi bisa dikarenakan formula tersebut sudah cracking sejak awal pembuatan, atau cold cream tidak dapat terbentuk sehingga tidak menunjukan perubahan pada saat penyimpanan. Formula yang memiliki kestabilan daya sebar yang paling baik adalah formula 6 memiliki jumlah Span yang perbandingannya jauh lebih banyak sehingga pengikatan setiap fase sangat baik. Dari semua data yang diperoleh daya sebar setiap formula, tren data tersebut sudah sesuai dengan teori dimana berbanding terbalik dengan viskositas. Hampir semua

17

formula memiliki nilai daya sebar sesuai dengan teori dimana 15-25 cm2 hanya pada formula 4 yang memiliki daya sebar melebihi teori.

3.3. Uji pH

Uji pH dilakukan untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap stabilitas cold cream. Dipilihnya uji pH dikarenakan suhu penyimpanan cukup mempengaruhi perubahan pH, selain itu juga sediaan yang dibuat adalah cold cream yang digunakan pada kulit dan kulit sangat sensitif terhadap pH maka uji ini dilakukan, untuk toleransi pH yang baik digunakan untuk kulit adalah 5,5-65. Uji pH dilakukan menggunakan alat pH meter digital bermerek SI Analytics Lab 850 pH diukur setelah pembuatan sebagai siklus 0. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Data Rata-Rata Uji pH siklus 0

Formula 1 2 3 4 5 6 7 8

Siklus 0 5.727 5.674 5.840 5.785 6.598 5.747 5.855 6.594

Kemudian data yang diperoleh dimasukan kedalam program Design Expert® v.10 menggunakan metode SLD sebagai respon, kemudian didapatkan persamaan sebagai berikut :

Y = 5,7370 X1 + 6,5960 X2 – 1,2760 X1.X2 + 1,6987 X1.X2(X1-X2) – 4,2187 X1.X2(X1-X2)2………..(5) Keterangan : X1 : Komponen Span 60 X2 : Komponen Tween 80 Y : Respon pH

18 Berikut model plot respon pH :

Gambar 3. Model Plot Respon pH

Dari persamaan (5) berbentuk kuadratik, dapat diketahui bahwa ternyata komponen Span 60 dan Tween 80 memberikan dampak menambah pH dilihat dari nilai positif yang diberikan, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kedua komponen tersebut memiliki pH 4,8 untuk Tween 80 dan 6,9 untuk Span 60. Nilai pH sediaan yang diinginkan yaitu 5,5-6,5 maka peningkatan pH lebih dipengaruhui oleh Tween 80 dikarenakan jarak pH sediaan lebih jauh dari pada Span 60. Respon tersebut menunjukan Span 60 mempunyai pengaruh 5,7370 poin dan Tween 80 adalah 6,5960 poin. Kemudian pengambilan data dilanjutkan sampai siklus ke 3 untuk mengetahui perubahan pH yang terjadi, data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Data pH Siklus 1 – Siklus 3

Formula 1 2 3 4 5 6 7 8

Siklus 1 5.728 5.694 5.867 5.787 6.596 5.745 5.847 6.589 Siklus 2 5.731 5.706 5.872 5.811 6.616 5.741 5.884 6.605 Siklus 3 5.727 5.724 5.891 5.814 6.586 5.747 5.905 6.593

Kemudian data-data tersebut diuji normalitas dan variansi datanya dengan Shapiro Wilk Test dan Levene Test menggunakan R studio 3.2.5 dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil pengukuran normalitas dan variansi diperoleh dari melihat nilai p-value dari masing-masing formula yang telah

= Design Point X1 = A = Span 60 X2 = B = Tween 80 = Convidence Interval --- = Tolerance Interval Y = Respon pH

19

dilakukan replikasi 3 kali sebelumnya.P-value yang diperoleh dari semua data sudah memenuhi syarat normalitas dimana nilainya sudah >0,05. Setelah data sudah diyatakan normal kemudian data diuji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, pengujian ANOVA menggunakan R-Studio 3.2.5 dengan menggunakan T-Test pada data dari siklus 0 dan siklus 3 untuk melihat perubahan pH. Data yang diperoleh dari pengujian T-Test adalah sebagai berikut :

Tabel 13. Data P-Value Uji T-Test pH

Formula 1 2 3 4 5 6 7 8

T-test

(p-value) 0,4232 0,0267 0,0103 0,0578 0,0729 0,9521 0,0035 0,9186

Dari data diatas dapat dilihat terdapat 3 formula yang memiliki nilai p-valueyang >0,05 yang berarti dinyatakan bahwa pH tersebut stabil, pada formula 1 dan 5 dilihat dari data pH sebelumnya dapat dilihat sudah sesuai dengan rentan pH kulit yang diperbolehkan yaitu 5,5-6,5, sedangkan untuk formula 8 memang terlihat nilai pH masih dalam rentan aman namun sudah di batas paling akhir tentu saja hal ini bisa dikatakan tidak baik untuk dipergunakan sebagai sediaan topical. Selain itu pH sendiri dilihat dikarenakan apakah faktor penyimpanan dapat memepengaruhi kestabilan dari sediaan cold cream.

3.4. Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk melihat secara fisik apakah terdapat perubahan bentuk, warna, atau bau dari seluruh formula yang telah dibuat.Pengamatan dilakukan setelah pembuatan hingga siklus terkahir dari freeze thaw (siklus 3) kemudian hasil pengamatan di foto dan disimpan. Ciri fisik dari cold cream setelah pembuatan semua formula memiliki warna berwarna hijau dikarenakan efek penambahan ekstrak, dan berbentuk kental dan berminyak, namun terdapat 2 formula yang sejak setelah pembuatan sudah cracking yaitu formula 5 & 8, formula tersebut memiliki komposisi Tween 80 & Span 60 (1 : 0) yang membuat ikatan antara 2 fase tidak tercampur dengan sempurna dan tidak dapat

20

membentuk emulsi yang diinginkan sehingga cold cream menjadi cracking atau kedua fase tidak dapat tercampur.

Dari hasil pengamatan organoleptis setelah pembuatan setiap krim memiliki warna hijau, hal tersebut dikarenakan penambahan ekstrak etanol pelepah Pisang Ambon Kuning yang berwarna hijau tua, sehingga warna cold cream menjadi hijau yang lebih muda. Kemudian pada formula 5 & 8 terlihat warna hijau yang lebih pekat dikarenakan ada pemisahan fase setelah pembuatan, hal tersebut membuat ekstrak yang cenderung mengikuti fase air tidak terdispersi sempurna ke dalam fase minyak sehingga membuat warna menjadi lebih gelap. Untuk tekstur sendiri hampir setiap formula hampir serupa hanya yang membedakan viskositasnya dan tingkat kekentalannya, pada formula 3, 4, dan 7 teksturnya sedikit lebih lembut dibandingkan dengan formula 1, 2, dan 6. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi dengan HLB yang dimiliki masing-masing formula, dimana batas HLB untuk cold cream sendiri 3-8, dimana pada seluruhformula tersebut hanya 3 yang masuk dalam range tersebut yaitu formula 1 & 6 (5,22) dan formula 2 (7,53), sedangkan untuk formula yang lainya sudah melebihi sehingga dapat dikatakan terjadinya pemisahan dikarenakan HLB yang tidak sesuai dengan range yang dianjurkan.

Kemudian pengamatan dilanjutkan pada saat siklus terakhir setelah penyimpanan atau pada setiap siklus (2 x 24 jam), namun pada siklus 1 dan 2 masih belum nampak adanya perubahan yang signifikan hanya berupa pemisahan titik-titik air namun sangat sulit untuk diamati. Kemudian perubahan terlihat setelah penyimpanan terakhir atau pada siklus 3, sehinggapengamatan dapat dilakukan.

Olehkarena itu untuk mendapatkan data apakah terdapat perubahan fisik cold cream dilakukanlah pengamatan dan pengambilan data pada siklus 3 tersebut, yang dilihat dari adanya perubahan warna, bentuk/tekstur, serta adanya pemisahan fase pada cold cream yang telah disimpan.

21

Pada pengamatan setelah siklus 3 terdapat beberapa perubahan terutama pada siklus 5 & 8 yang semakin gelap dan terlihat berair, hal tersebut menandakan bahwa fase pemisahan telah terjadi dikarenakan fase air mulai keluar dari fase minyak sehinga cairan hijau gelap terlihat pada formula tersebut. Untuk formula yang lainya seperti formula 2, 3, 4, dan 7 terdapat pemisahan fase yang mulai terlihat (ditunjukkan panah warna kuning) namun tidak menyebabkan perubahan warna yang signifikan, sedangkan untuk formula 1 & 6 masih tetap hijau keputihan masih sama seperti saat pembuatan hal tersebut menunjukan bahwa penyimpanan tidak terlalu mempengaruhi kestabilan dari kedua formula tersebut

3.5. Uji Tipe Cold Cream

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah cold cream yang kita buat termasuk dalam tipe krim A/M atau air dalam minyak. Pengujian dilakukan dengan menambahkan cairan Sudan III ke dalam 1 gram cold cream lalu diaduk perlahan hingga berubah warna kemerahan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan sifat dari cairan Sudan III yang bersifat nonpolar akan cenderung larut pada minyak, sedangkan krim yang dibuat adalah krim A/M sehingga Sudan III dapat tercampur homogen jika cold cream tersebut sudah termasuk pada tipe yang benar. Pengujian dilakukan setelah siklus terakhir sebagai indikator tambahan untuk menentukan formula mana yang paling optimal.

Semua formula tetap berubah menjadi sedikit kemerahan yang membedakan hanyalah homogenitasnya, hal tersebut dapat dilihat dari penampakan warna pada formula 1 & 6 terlihat warna merah merata tidak terlihat adanya air, sedangkan untuk formula lain masih terlihat warna kuning kemerahan dan terdapat air berwarna merah yang terpisah dari cold cream (ditunjukan dengan arak panah merah). Walaupun semua masih tetap terlihat berwarna merah namun dari hal tersebut terlihat pembentukan fase paling sempurna terbentuk pada formula 1 & 6 dimana larutan Sudan III tercampur secara sempurna ke dalam cold cream, sehingga formula tersebut dapat dikatakan yang paling optimal menurut uji fase cold cream.

22 3.6. Penentuan Formula Optimum

Penentuan formulaoptimum ditentukan menggunakan program Design Expert® v.10 menggunakan metode Simplex Lattice Designyang dimulai dengan menentukan parameter respon yang digunakan yaitu viskositas, daya sebar, dan pH dan komponen yang digunakan sebagai campuran yaitu Tween 80 dan Span 60. Berikut nilai parameter respon yang dioptimasi :

Tabel 14. Pemberian Nilai dan Bobot pada Respon

Respon Goal Minimum

Point Maksimum Point Bobot Viskositas (dpa.s) Maksimal 50 130 ++++ Daya Sebar (cm2) Minimal 16.27 29.21 ++++ pH In Range 5.674 6.598 +++

Pemberian nilai dan bobot diatas digunakan untuk hasil prediksi agar mendapatkan persamaan polinomial dan grafik untuk setiap respon. Selanjutnya prediksi model plot run optimum sediaan cold cream dilakukan berdasarkan respon-respon tersebut, dan berikut hasil yang diperoleh :

Gambar 4. Model Plot Run Optimum Cold Cream

= Design Point X1 = A = Span 60 X2 = B = Tween 80 = Convidence Interval --- = Tolerance Interval Y = Desirability

23

Gambar di atas menunjukan prediksi dalam penentuan formula optimal pada cold cream. Pada gambar tersebut terdapat design point (titik merah) yang merupakan titik run yang telah ditentukan sebelumnya menggunakan metode yang sama yaitu berjumlah 8, namun dalam plot hanya terlihat 5 titik dikarenakan terdapat 3 run yang memiliki perbandingan yang sama yaitu run 1 dengan 6, 5 dengan 8, 3 dengan 7 dimana run tersebut digunakan sebagai titik pembanding, sedangkan 2 run lain sebagai titik akurasi respon yang akan dihasilkan yaitu run 2 & 4. Kemudian semua run tersebut kemudian dibentuk dalam formula Cold Cream (tabel 4). Dalam prediksi tersebut kemudian didapat formula yang optimum yaitu formula dengan komposisi Tween 80 sebanyak 0,1 gram dan Span 60 sebanyak 1,9 gram (0 : 1) yang sama dengan formula 1 dan 6. Nilai desirability yang diperoleh yaitu 0,873; dimana nilai desirability adalah nilai antara 1 sampai 0 yang digunakan pada perbandingan komponen, dimana jika nilai semakin mendekati 1 maka semakin tinggi mendapatkan respon yang diinginkan. Dari nilai desirability tersebut dapat dinyatakan bahwa menurut metode SLD yang digunakan formula 1 dan 6 adalah formula yang optimum dengan desirability sebesar 0,873.

Kemudian penentuan optimasi selanjutnya dilakukan dengan menentukan nilai p-value dari perubahan stabilitas dari setiap respon menggunakan R-Studio 3.2.5 dengan T-Test yang telah dijabarkan sebelumnya berikut ringkasan data p-value yang diperoleh :

Tabel 15. Hasil Prediksi dan Hasil Formula Optimum Untuk formula 1& formula 6

Parameter Predikisi Formula Optimum

Hasil Formula

Optimum Nilai p-value

F1 F6 F1 F6 F1 F6 Viskositas (dpa.s) 120 130 130 130 0,2254 1 Daya Sebar (cm2) 20,62 16,27 20,02 16,0 0,0950 0,4329 pH 5,727 5,747 5,727 5,747 0,4232 0,9521

24

Dari data tersebut terlihat poin prediksi yang diperoleh tidak jauh berbeda setelah dilakukan run dan pengujian kestabilan, demikian juga dengan nilai p-value yang >0,05 menunjukan bahwa kedua formulatersebut sudah optimum. Hasil tersebut juga sudah sesuai teori dimana kedua formula (1&6) tersebut memiliki rentan HLB (5,22) yang sesuai dengan HLB dari cold cream yaitu 3-8, kemudian formula tersebut juga memiliki nilai viskositas sesuai dengan syarat dari sediaan cold cream yaitu >50 dpa.s, pH yang sesuai dengan rentang pH kulit yaitu 5,5-6,5, dan daya sebar cold cream 15-25 cm2 .

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil dan data yang diperoleh, didapatkan formula yang optimum untuk cold cream ekstrak etanol pelepah Pisang Ambon Kuning menurut Simplex Lattice Design dengan perbandingan Tween 80 dan Span 60 (0 :1) sebanyak (0,1 gram : 1,9 gram) yaitu formula 1 & 6.

2.Tween 80 & Span 60 merupakan komponen yang dapat mempengaruhi kestabilan fisik dari cold cream yang dilihat dari segi viskositas, daya sebar, dan pH. Selain hal tersebut campuran kedua komponen tersbut sangat menentukan besarnya HLB yang sesuai dengan range dari cold cream.

25

Daftar Pustaka

Aeni, L. N., Sulaiman, T. N. S., Mulyani, S., 2012, Formulasi Gel Mukoadhesif Kombinasi Minyak Cengkeh dan Getah Jarak Pagar Serta Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Streptococcus mutant, Majalah Farmasetik, vol.8(1). Allen, L. V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, Edisi 2, American Pharmaceutical Association, Washington, p. 287-288.

Dokumen terkait