• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar campuran Parasetamol dan Kofein ditentukan menggunakan kromatografi fase terbalik dimana fase diam (L1/C18) bersifat kurang polar dibandingkan fase gerak metanol - air.

Optimasi Fase gerak

Untuk mengetahui perbandingan fase gerak, laju alir, waktu tambat dan tekanan kolom yang optimal maka dilakukan percobaan pendahuluan dengan menyuntikkan larutan baku campuran Parasetamol dan Kofein pada konsentrasi 500 mcg/ml dan 50 mcg/ml ke dalam sistem KCKT dengan perbandingan fase gerak metanol - air (15 : 85), (20 : 70), (25 : 75), (30 : 70), (35 : 65), (40 : 60), laju alir 1,5 ml/menit. Hasil percobaan pendahuluan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI dengan fase gerak metanol : air (15 : 85), tekanan 187 kgf/cm2.

25

Gambar 4.2. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI, dengan fase gerak metanol : air (25 : 75),

tekanan 216 kgf/cm2.

Gambar 4.3. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Parasetamol BPFI, fase gerak metanol : air (30 : 70), tekanan 221 kgf/cm2.

26

Gambar 4.4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI, dengan fase gerak metanol : air (30 : 70), tekanan 221 kgf/cm2.

Gambar 4.5. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Parasetamol dengan fase gerak metanol : air (35 : 65), menggunakan pre kolom, tekanan 269 kgf/cm2.

27

Gambar 4.6. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Kofein dengan fase gerak metanol : air (35 : 65), menggunakan pre kolom, tekanan 269 kgf/cm2.

Gambar 4.7. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI, dengan menggunakan pre kolom, dengan fase gerak metanol : air (35 : 65), tekanan 269 kgf/cm2.

28

Gambar 4.8. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Parasetamol BPFI, dengan fase gerak metanol : air (40 : 60), tekanan 228 kgf/cm2.

Gambar 4.9. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI, dengan fase gerak metanol : air (40 : 60), tekanan 228 kgf/cm2.

29

Pada gambar 4.1 sampai 4.9 di atas dapat dilihat kromatogram dengan laju alir 1,5 ml/menit memberikan tekanan pompa >200 kgf/cm2, tailing faktor melebihi persyaratan yang tertera dalam USP 30 tahun 2007, yaitu tailing faktor tidak boleh lebih dari 2 dan resolusi harus lebih besar dari 1,5. Pada gambar 4.5 sampai 4.7 perbandingan metanol - air (35 : 65) adalah yang paling optimal dimana pada perbandingan itu waktu tambat lebih singkat, Parasetamol 2,225 menit dan Kofein 4,183 menit. Resolusi lebih besar dari 1,5. Karena tekanan yang terlalu tinggi akhirnya dilakukan percobaan pendahuluan pada perbandingan tersebut dengan menurunkan laju alir mrnjadi 1 ml/menit.

Hasil percobaan pendahuluan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.10. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Parasetamol BPFI dengan konsentrasi 300 mcg/ml, menggunakan pre kolom dengan fase gerak metanol : air (35 : 65), laju alir 1 ml/menit, tekanan 225 kgf/cm2.

30

Gambar 4.11. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Kofeinl BPFI dengan konsentrasi 30 mcg/ml, menggunakan pre kolom, fase gerak metanol : air (35 : 65), laju alir 1 ml/menit, tekanan 225 kgf/cm2.

Gambar 4.12. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI dengan konsentrasi 300 dan 30 mcg/ml, menggunakan pre kolom dengan fase gerak metanol : air (35 : 65), laju alir 1 ml/menit, tekanan 225 kgf/cm2.

31

Kromatogram menunjukkan bahwa waktu tambat Kofein lebih panjang dari Parasetamol. Hal ini menunjukkan bahwa Parasetamol lebih polar dibandingkan Kofein. Pada fase terbalik kolom yang digunakan lebih non polar dibandingkan dengan fase gerak, sehingga komponen yang terikat lebih lama dalam fase diam pastilah lebih non polar dari komponen yang memiliki waktu yang lebih sedikit dalam fase diam. Dari hasil penelitian juga diperoleh makin sedikit metanol yang dipakai dalam perbandingan maka makin panjang waktu tambat Kofein, sedangkan untuk Parasetamol tidak begitu jauh perubahannya, hal ini menunjukkan bahwa Kofein kurang polar dibandingkan Parasetamol.

Kondisi yang optimal diperoleh dengan perbandingan fase gerak metanol - air (35 : 65), laju alir 1 ml/menit. Pada penyuntikan 20 µl waktu tambat Parasetamol 4,184 menit, waktu tambat Kofein 6,197 menit. Penyuntikan baku campur Parasetamol dan Kofein, waktu tambat Kofein 6,207 menit. Perbedaan waktu tambat kofein ini masih diperbolehkan. Menurut Weston dan Brown (1997) perbedaan waktu tambat yang diizinkan ± 5 %. Kondisi optimal juga ditunjukkan oleh tailing faktor dan resolusi yang memenuhi persyaratan USP 30 tahun 2007. Kromatogram dapat dilihat pada gambar 4.10 sampai 4.12. Perbandingan fase gerak dan laju alir ini yang dipakai pada pengukuran selanjutnya.

Hasil identifikasi baku Parasetamol BPFI diperoleh waktu tambat 4,185 menit, baku Kofein waktu tambat 6,222 menit. Baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI diperoleh kromatogram dengan waktu tambat Parasetamol 4,185 menit dan Kofein 6,214 menit. Hasil pengujian untuk sampel diperoleh waktu tambat yang hampir sama dengan baku tunggal Parasetamol BPFI, Kofein BPFI, baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI. Waktu tambat rata-rata Bodrex (PT. Tempo scan Pacifik) Parasetamol 4,192 menit dan Kofein 6,229 menit, tablet

32

Panadol Extra (PT. Sterling Products Indonesia) Parasetamol 4,179 menit dan Kofein 6,201 menit, tablet Oskadon (PT. Supra Ferbindo Farma) Parasetamol 4,208 menit dan Kofein 6,245 menit. Hal ini berarti bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengandung Parasetamol dan Kofein. Kromatogram penentuan waktu tambat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.13. Kromatogram hasil penyuntikan larutan baku campur Parasetamol dan Kofein BPFI dengan konsentrasi 300 dan 30 mcg/ml.

Gambar 4.14. Kromatogram hasil penyuntikan larutan tablet Panadol Extra (PT. Sterling Products Indonesia) dengan konsentrasi 300 mcg/ml.

33

Gambar 4.15. Kromatogram hasil penyuntikan larutan tablet Oskadon (PT. Supra Ferbindo Farma) dengan konsentrasi 300 mcg/ml.

Gambar 4.16. Kromatogram hasil penyuntikan larutan tablet Bodrex (PT. Tempo Scan Pacifik) dengan konsentrasi 300 mcg/ml.

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Parasetamol BPFI ditentukan berdasarkan luas puncak pada rentang konsentrasi 100 sampai 500 mcg/ml,

34

diperoleh hubungan linearitas dengan koefisien kolerasi (r) = 0,9818 dan persamaan garis regresi Y = 48988,0735 X + 4696428,75. Hasil linieritas kurva kalibrasi larutan Parasetamol BPFI dapat dilihat pada gambar 4.17.

Gambar 4.17. Kurva kalibrasi larutan Parasetamol BPFI

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Kofein BPFI ditentukan berdasarkan luas puncak pada rentang konsentrasi 10 sampai 50 mcg/ml, diperoleh hubungan linearitas dengan koefisien kolerasi (r) = 0,9998 dan persamaa garis regresi Y = 29557,245 X 10364,85. Hasil linieritas kurva kalibrasi larutan Kofein BPFI dapat dilihat pada gambar 4.18.

35 Gambar 4.18. Kurva kalibrasi larutan Kofein

Harga koefisien korelasi dari persamaan regresi di atas dapat diterima. Menurut Miller, J.N ( 2005 ), pada analisis koefisian korelasi dapat mengambil rentang 0,90 sampai 0,99 atau lebih. Kadar Parasetamol dan Kofein dalam sediaan tablet dapat dihitung berdasarkan luas puncak. Kadar Parasetamol dalam sampel dapat dihitung menggunakan persamaan regresi Y = 48988,0735 X + 4696428,75 yaitu mensubsitusikan Y dengan area sampel. Sedangkan untuk kadar Kofein dalam sampel dapat dihitung dengan mensubsitusikan Y dengan area sampel dengan menggunakan persamaan garis regresi Y = 29557,245 X 10364,85

Hasil perhitungan diketahui harga X (kadar sampel) dan pengolahan data dapat dilihat pada lampiran 12, 14, 16. Perhitungan data statistik diperoleh kadar Parasetamol dan Kofein dalam sampel dapat dilihat pada lampiran 17.

Data hasil penetapan kadar Parasetamol dan Kofein dalam sediaan tablet seperti pada Tabel 4.1

36

Tabel 4.1 Data hasil penetapan kadar Parasetamol dan Kofein dalam sediaan tablet. No Nama Sampel Kadar Parasetamol (%) Kadar Kofein (%) 1 Tablet Bodrex (PT. Tempo Scan Pacifik) 110,65 ± 0,4041 94,93 ± 1,1409 2 Tablet Panadol (PT. Sterling Products Indonesia) 112,50 ± 0,2727 91,72 ± 0,7086 3 Tablet Oskadon (PT. Supra Ferbindo Farma) 116,48 ± 0,4393 102,83 ± 0,5410

Dari tabel diatas terlihat bahwa semua sampel yang diteliti mengandung Parasetamol diatas persyaratan kadar yang tertera dalam USP 30 tahun 2007 yaitu mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket Parasetamol dan Kofein. Sedangkan untuk Kofein memenuhi persyaratan yang kadar.

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode penambahan bahan baku (standard addition methode) terhadap sampel tablet Panadol (PT. Sterling Products Indonesia) meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery), uji presisi dengan parameter Standar Deviasi (SD), RSD (Relatif Standar Deviasi), batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). (Harmita, 2004).

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan 125,08 mg baku pembanding Parasetamol BPFI, dan 8,75 mg baku pembanding Kofein BPFI pada setara 500 mg analit. Data hasil pengujian perolehan kembali Parasetamol metode penambahan bahan baku (standard addition methode) dapat dilihat pada Tabel 4.2

37

Tabel 4.2 Data hasil pengujian perolehan kembali Parasetamol dan Kofein dengan metode penambahan bahan baku (standard addition methode)

Penambahan zat aktif Luas Puncak

Persen perolehan kembali (%) Parasetamol 24940270 100,59 24935124 100,45 24929978 100,32 24932865 100,39 24922627 100,13 24927846 100,26 Kadar rata-rata (%) 100,35 Standar Deviasi (SD) 0,1591

Relatif Standar Deviasi (RSD) (%) 0,1585

Kofein 1234410 98,66 1234395 98,66 1234381 98,66 1234612 98,85 1234362 98,66 1234355 98,66 Kadar rata-rata (%) 98,69 Standar Deviasi (SD) 0,0775

Relatif Standar Deviasi (RSD) (%) 0,0786

Dari data diatas diperoleh persen perolehan kembali Parasetamol 100,35%. Persen perolehan kembali ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi, rentang rata-rata hasil persen perolehan kembali adalah 98 - 102%. Hasil uji presisi dengan parameter standar deviasi (SD) sebesar 0,1591 dan Relative Standar Deviasi (RSD) 0,1585%. Nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai akurasi dan presisi yang baik (Harmita, 1992). Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 89,95 mcg/ml dan 299,85 mcg/ml.

38

Perolehan kembali Kofein 98,69%. Persen perolehan kembali ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi, rentang rata-rata hasil persen perolehan kembali adalah 98-102%. Uji presisi parameter standar deviasi (SD) sebesar 0,0775. Relative Standar Deviasi (RSD) 0,0786%. Nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai akurasi dan presisi yang baik (Harmita, 2004). Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 1,06 mcg/ml dan 3,53 mcg/ml

39 BAB V

Dokumen terkait