• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Seleksi isolat glukanolitik dan penapisan antagonis terhadap cendawan patogen

Hasil pengujian aktivitas glukanase secara kualitatif terhadap delapan bakteri didapatkan bahwa tiga isolat memiliki aktivitas glukanase yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni isolat bakteri setelah penambahan congo-red 0,1% dan pembilasan NaCl 1 M, yaitu isolat SAHA 3.5, SAHA 12.17, dan SAHA 32.6 dengan indeks glukanolitik terbesar dimiliki oleh isolat SAHA 32.6. Ketiga isolat dilakukan pengujian terhadap cendawan patogen. Hasilnya menunjukkan bahwa isolat SAHA 12.17 hanya mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides, isolat SAHA 3.5 hanya mampu menghambat pertumbuhanCurvularia affinis, sedangkan isolat SAHA 32.6 mampu menghambat pertumbuhan kedua cendawan tersebut (Tabel 3, Gambar 6, Lampiran 6). Isolat SAHA 32.6 kemudian dipilih untuk diuji lebih lanjut.

15 Tabel 3 Seleksi bakteri glukanolitik dan kemampuannya dalam menghambat

cendawan patogen pada kondisi pH 7 dan suhu 30 ºC Isolat bakteri Indeks

glukanolitik Penghambatan pertumbuhan cendawanpatogen (%) SAHA 12.17 1.17 ± 0.19 44.45 ± 0.00 terhadapC. gloeosporioides

SAHA 3.5 2.64 ± 0.00 75 ± 0.00 terhadapC. affinis

SAHA 32.6 6.50 ± 0.26 82.78 ± 0.26 terhadapC. gloeosporioides

60.60 ± 8.57 terhadapC. affinis

Gambar 6 Zona bening yang dihasilkan isolat bakteri: (a) SAHA 12.17; (b) SAHA 3.5; (c) SAHA 32.6 pada media β-glukan hasil ekstraksi bubuk oat pH 7 suhu 30 ºC yang diinkubasi selama 24 jam

Identifikasi bakteri isolat SAHA 32.6

Secara morfologi, isolat SAHA 32.6 memiliki koloni dengan bentuk tidak beraturan dan menyebar, tepian yang berlekuk-lekuk, elevasi yang datar, dan berwarna putih keruh. Hasil pewarnaan Gram menunjukkan Gram positif dan memiliki bentuk sel batang dengan ukuran 4 µm (Gambar 7b). Hasil visualisasi amplifikasi gen penyandi 16S rRNA pada gel agarosa 0.8% menghasilkan produk pita DNA dengan ukuran ±1300 pasang basa (Gambar 7a, Lampiran 7). Analisis sekuen gen penyandi 16S rRNA dengan data pada GeneBank pada program BLAST-N menunjukkan bahwa isolat SAHA 32.6 termasuk ke dalam genus

Bacillusdengan nilai homologi sebesar 99%.

Gambar 7 (a) Pita gen 16S rRNA berukuran ±1300 bp, dan (b) Hasil pewarnaan Gram (perbesaran 1 000 x) isolat SAHA 32.6

750 bp 250 bp 500 bp 1500 bp 1000 bp ±1300 bp (a) (b) 4 µm

16 Konstruksi pohon filogenetik dilakukan untuk mengetahui kekerabatan isolat SAHA 32.6 dengan data pada GeneBank. Hasil konstruksi menunjukkan bahwa isolat SAHA 32.6 berada dalam satu klad dengan Bacillus subtilis galur SCKB1444 (no akses KM922583.1) dan Bacillus subtilis galur B2 (no. akses FJ445405.1) (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa isolat SAHA 32.6 memiliki hubungan yang dekat denganBacillus subtilis(Gambar 8).

Tabel 4 Analisis homologi sekuen gen 16S rRNA isolat SAHA 32.6 dengan data padaGeneBankmenggunakan program BLAST-N

Nama spesies Homologi

(%) E-value No akses

B. subtilisgalur SCKB 1444 99 0.0 KM922583.1

B. subtilisgalur B2 99 0.0 FJ445405.1

B. subtilisgalur Bp-1 99 0.0 KP229430.1

B. subtilisgalur IC3 99 0.0 KM823958.1

B. subtilisgalur BD1 99 0.0 KM458977.1

Gambar 8 Konstruksi pohon filogenetik isolat SAHA 32.6 menggunakan metode

Neighbour Joiningdengan nilai ulanganbootstrap1 000 kali Kurva pertumbuhan dan produksi β-glukanase isolat SAHA 32.6

Isolat SAHA 32.6 mampu tumbuh dengan baik pada substrat glukan hasil ekstraksi bubuk oat pada suhu 37 ºC dan pH 7. Sel beradaptasi pada tiga jam pertama. Pertumbuhannya terus meningkat pada jam ke-3 hingga jam ke-12 inkubasi, kemudian pertumbuhan sel cenderung stabil hingga jam ke-24.

17 Enzim β-glukanase sudah mulai diproduksi pada fase awal eksponensial, yaitu pada jam ke-3. Aktivitas spesifiknya terus meningkat sampai mencapai titik maksimum ketika sel memasuki mulai memasuki fase stationer, yaitu pada jam ke-12 dengan nilai sebesar 0.242 U mg-1 protein. Kemudian pada jam ke-15 aktivitasnya menurun. Namun pada jam ke-18 aktivitasnya naik kembali dan relatif stabil hingga jam ke-24 (Gambar 9, Lampiran 8).

Gambar 9 Pertumbuhan sel (−○−) dan produksi β-glukanase (−□−) isolat SAHA 32.6 pada media produksi 1% glukan cair

Optimasi produksi β-glukanase

Produksi enzim β-glukanase dievaluasi dengan 18 percobaan yang dilakukan dengan 4 kali ulangan padacentre point (Lampiran 4). Proses kultivasi dilakukan selama 12 jam, sesuai dengan waktu inkubasi yang menunjukkan aktivitas tertinggi pada kurva produksi β-glukanase. Data hasil observasi (Lampiran 4) dikomputasi dalam program Design Expert 9.03. Model kuadratik disarankan oleh program tersebut untuk mencari nilai optimum media produksi enzim β-glukanase.

Ketepatan model kuadratik diuji dengan analisis ragam ANOVA (Lampiran 9). Dari analisis tersebut diperoleh bahwa model yang digunakan dengan nilai

probability (prob>F) < 0.0001 sangat signifikan terhadap respon (aktivitas β-glukanase). Pengujian ketidaktepatan model lack of fit dilakukan untuk melihat ketidakcocokkan antara model dengan rancangan kuadratik. Hasilnya menunjukkan data yang tidak signifikan karena nilai p (prob>F) lebih dari taraf α 0.05, artinya model yang diperoleh memiliki kecocokkan dengan rancangan kuadratik. Nilai koefisien regresi kuadrat (R-Squared) R2 = 0.9807 menunjukkan bahwa 98.07% percobaan dapat dijelaskan oleh model. NilaiCoefficient Variation

(CV) yang rendah menunjukkan ketepatan dan reabilitas percobaan yang tinggi, nilai CV pada percobaan ini menunjukkan 17.76%. Adequate precision

menunjukkan angka 19.542, artinya model ini dapat digunakan untuk menavigasi ruang desain dari respon permukaan. Selisih nilai antara Adjusted (Adj) R2 dan

18

Predicted (Pred) R2 tidak lebih dari 0.2, hal ini mengindikasikan bawa model tersebut dapat menentukan kondisi optimum variabel yang berpengaruh pada produktivitas enzim β-glukanase. Persamaan model tersebut ialah sebagai berikut: Y = 0.35910 − 0.00463 A − 0.01713 B + 0.03300 C − 0.00225 AB + 0.00975 AC

− 0.02775 BC − 0.08198 A2− 0.08798 B2− 0.06610 C2

A adalah konsentrasi β-glukan oat, B adalah konsentrasi ekstrak khamir, dan C adalah konsentrasi inokulum. Signifikansi tiap koefisien ditentukan dengan rendahnya nilai probability (Lampiran 9). ANOVA memperlihatkan bahwa efek kuadratik variabel β-glukan oat, ekstrak khamir, dan inokulum sangat signifikan (p< 0.0001) dibandingkan dengan efek liniernya. Lebih khusus, variabel inokulum menunjukkan hasil yang sangat signifikan pada efek linier dan kuadratik. Efek linier inokulum adalah satu-satunya faktor yang memberikan pengaruh positif pada produksi β-glukanase. Hal ini menandakan bahwa inokulum memberikan pengaruh yang sangat nyata pada produksi β-glukanase. Efek interaksi BC (interaksi antara konsentrasi ekstrak khamir dan konsentrasi inokulum) berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim β-glukanase karena nilai p di bawah taraf α 0.05, sedangkan efek interaksi AC (interaksi antara β-glukan oat dan inokulum) dan AB (interaksi antara β-glukan oat dan ekstrak khamir) tidak berpengaruh nyata.

Respons permukaan 3D dan plot kontur dibuat untuk melihat secara jelas respons permukaan dari 18 unit percobaan, melihat interaksi antara 2 variabel saat variabel lainnya berada di level yang tetap, dan melihat efek dari setiap variabel terhadap respons. Tanda positif pada efek interaksi menunjukkan bahwa nilai yang besar pada masing-masing variabel menimbulkan respons aktivitas spesifik β-glukanase yang besar pula (disebut interaksi sinergis), sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa nilai suatu variabel yang besar akan menimbulkan respon aktivitas spesifik β-glukanase yang besar pula jika nilai variabel lainnya rendah (disebut interaksi antagonis). Pemberian konsentrasi β-glukan oat yang tinggi menunjukkan aktivitas spesifik maksimum pada konsentrasi inokulum yang tetap apabila ekstrak khamir yang diberikan juga tinggi, namun aktivitas spesifiknya akan menurun ketika ekstrak khamir yang diberikan semakin tinggi. Dengan demikian interaksi yang terjadi adalah interaksi antagonis (Gambar 10a). β-Glukanase menunjukkan interaksi sinergis karena aktivitas spesifiknya maksimum pada konsentrasi β-glukan oat dan inokulum yang tinggi dengan konsentrasi ekstrak khamir berada pada level tetap (Gambar 10b). Interaksi antagonis terjadi pula pada konsentrasi inokulum yang tinggi dengan menunjukkan aktivitas spesifik β-glukanase maksimum pada konsentrasi β-glukan oat yang tetap apabila konsentrasi ekstrak khamir rendah (Gambar 10c).

19

(a)

(b)

(c)

Gambar 10 Respons permukaan 3D dan plot kontur aktivitas spesifik β-glukanase

B. subtilis SAHA 32.6 sebagai respons dari interaksi dua variabel, variabel lainnya berada tetap di level centre point: (a) interaksi β-glukan dan ekstrak khamir dengan 3% inokulum; (b) interaksi β-glukan dan inokulum dengan 0.3% ekstrak khamir; (c) interaksi ekstrak khamir dan inokulum dengan 3% β-glukan

20 Efek masing-masing variabel terhadap aktivitas spesifik β-glukanase menunjukkan bahwa β-glukan diperlukan dalam jumlah dengan kisaran level

centre point, ekstrak khamir diperlukan dalam jumlah sedikit, sedangkan inokulum diperlukan dalam jumlah banyak. Prediksi nilai maksimum produksi β-glukanase setelah 12 jam inkubasi ialah 0.365 U mg-1 protein pada konsentrasi β-glukan oat 2.99%, ekstrak khamir 0.28%, dan inokulum 3.28%. Hasil tersebut meningkat 1.52 kali jika dibandingkan dengan produksi di media tanpa optimasi yang memiliki aktivitas spesifik β-glukanase sebesar 0.242 U mg-1 protein. Validasi kondisi optimum dilakukan secara empiris di dalam laboratorium, dengan perolehan nilai aktivitas spesifik β-glukanase sebesar 0.360 U mg-1protein atau meningkat 1.50 kali dari kondisi media tanpa optimasi (Gambar 12). Nilai dari hasil validasi tersebut mendekati nilai prediksi. Dengan demikian, model regresi yang digunakan ideal untuk produksi β-glukanase dari isolat B. subtilis

SAHA 32.6.

Pengendapan β-glukanase oleh amonium sulfat

Hasil pengendapan menggunakan amonium sulfat menunjukkan bahwa pada konsentrasi 50-60% amonium sulfat mampu mengendapkan protein dan meningkatkan aktivitas spesifik β-glukanase yang sudah dioptimasi dari isolat

B. subtilis SAHA 32.6 (Gambar 11, lampiran 10). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemurnian enzim meningkat sebesar 1.43 kali dari sebelumnya (Tabel 5).

Gambar 11 Pengaruh penambahan konsentrasi amonium sulfat terhadap pengendapan β-glukanaseB. subtilisSAHA 32.6

Aktivitas spesifik β-glukanase B. subtilis SAHA 32.6 meningkat 2.13 kali setelah dioptimasi dan diendapkan oleh amonium sulfat 60% (b/v) (Gambar 12), yaitu dari 0.242 U mg-1menjadi 0.515 U mg-1.

21 Tabel 5 Hasil pengendapan protein β-glukanaseB. subtilisSAHA 32.6 Enzim Volume (mL) proteinTotal (mg) Total aktivitas (U) Aktivitas spesifik (U mg-1) Tingkat kemurnian (kali) Perolehan (%) Ekstrak kasar 390 12.48 4.48 0.359 1 100 Amonium sulfat 60% 10 0.114 0.0586 0.515 1.43 1.31 .

Gambar 12 Peningkatan aktivitas spesifik β-glukanase B. subtilis SAHA 32.6. Keterangan: A. Sebelum dioptimasi, B. Setelah dioptimasi dengan RSM, C. Setelah diendapkan amonium sulfat 60% (b/v)

Uji antagonis β-glukanase terhadap cendawan patogen

Penghambatan secarain vitropertumbuhan cendawan patogenC. affinisdan

C. gloeosporioides menggunakan enzim ekstrak kasar β-glukanase sebelum dan sesudah dioptimasi, dan hasil pengendapan oleh amonium sulfat. Enzim β-glukanase yang belum dioptimasi menunjukkan tidak adanya daya hambat terhadap kedua cendawan, enzim yang dioptimasi menunjukkan sedikit penghambatan, sedangkan hasil pengendapan enzim menunjukkan penghambatan yang lebih baik (Gambar 13).

Hal ini menunjukkan besarnya daya hambat enzim β-glukanase terhadap cendawan patogen seiring dengan peningkatan aktivitas enzimnya. β-Glukanase lebih efektif menghambat C. gloeosporioides daripada C. affinis. Persentase penghambatan pertumbuhan kedua cendawan patogen oleh β-glukanase hasil optimasi lebih kecil dibandingkan penggunaan bakteri, namun persentase penghambatan oleh β-glukanase hasil pengendapan lebih besar dibandingkan penggunaan bakteri (Gambar 14).

22

Gambar 13 Efektivitas penghambatan pertumbuhan C. affinis (atas) dan

C. gloeosporioides (bawah) oleh β-glukanase B. subtilis SAHA 32.6 pada media PDA yang diinkubasi selama 7 hari. Keterangan: (a), (e) kontrol negatif dengan akuades steril; (b), (f) enzim ekstrak kasar sebelum dioptimasi; (c), (g) enzim ekstrak kasar setelah dioptimasi dengan RSM; (d), (h) enzim yang dioptimasi hasil pengendapan amonium sulfat 60% (b/v); (i), (j) kultur bakteri 12 jam

Gambar 14 Penghambatan pertumbuhan cendawan patogen oleh β-glukanase

23 Pembahasan

Serangan cendawan patogen terhadap tanaman inang akan berakibat pada berkurangnya nilai produktivitas tanaman. Ketergantungan terhadap fungisida berbahan kimia menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. Penggunaan biokontrol merupakan cara alternatif untuk mengurangi masalah tersebut. Mekanisme antagonisme biokontrol terhadap cendawan patogen dapat dilakukan dengan cara kompetisi, parasitisme, dan antibiosis (El-Katatny 2000; Compant et al. 2005). Parasitisme melibatkan enzim-enzim litik yang dapat mendegradasi dinding sel cendawan patogen, seperti kitinase, β-glukanase, dan protease.

Pada umumnya, substrat yang digunakan dalam produksi β-glukanase untuk menghambat pertumbuhan cendawan patogen adalah β-1,3-glukan atau lebih dikenal dengan laminarin (callosa) karena dinding cendawan patogen berfilamen memiliki glukan dengan ikatan β-1,3-glikosidik (Bowman dan Free 2006). Laminarin dihasilkan dari ekstrak alga Laminaria digitata dan memiliki harga yang relatif mahal. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan β-glukan dari berbagai sumber sebagai substrat untuk produksi β-glukanase, yaitu ekstrak dinding sel cendawan berfilamen (β-1,3-glukan) Botrytis cinerea, Giberella fujikuroi, Phytophtora syringae,Rhizoctonia solani, dan Trichoderma harzianum

(de la Cruz et al. 1995), ekstrak dinding sel khamir (β-1,3-1.6-glukan) (Blӓttel

et al. 2011), ekstrak dinding sel Basidiomycetes Agaricus blazei (Carneiro et al.

2011). Ada pula yang menggunakan laktosa, pullulan dan kitin sebagai substrat (Jayus et al.2005; Leelasuphakul et al. 2006; de Marco dan Felix 2007). Suryadi

et al. (2013) menggunakan bubuk oat sebagai substrat dalam produksi β-glukanase yang dihasilkan bakteri dan digunakan untuk menghambat pertumbuhan cendawan patogen. Hal ini yang mendasari penggunaan bubuk oat sebagai substrat produksi β-glukanase dalam penelitian ini. β-Glukan yang berasal dari biji-biji sereal seperti oat memiliki ikatan β-1,3-1,4-glikosidik (Beer et al. 1996) dan mudah larut dalam larutan basa.

Aktivitas enzim glukanase secara kualitatif ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri pada media yang mengandung substrat glukan setelah penambahan pewarna merah kongo 0,1% dan pembilasaan dengan NaCl 1 M. Isolat bakteri yang memiliki aktivitas glukanase dapat menghidrolisis ikatan β-glikosidik pada media glukan menjadi glukosa. Pewarna congo-redakan mendeteksi ikatan nonpolar hidrogen β-glikosidik pada polisakarida dengan memberi warna merah. Deteksi tersebut disebabkan adanya interaksi hidrofob van der walls yang kuat antara pewarna dengan polisakarida yang mengandung ikatan nonpolar hidrogen (Teather dan Wood 1982; Mazeau dan Wyszomirski 2012). Jika ikatan pada polisakarida itu terputus, maka terbentuk monomer-monomer yang tidak terwarnai dan menjadi bening. Pewarna congo-red dapat tercuci dengan mudah menggunakan NaCl 1 M agar bagian polisakarida yang telah terhidrolisis menjadi lebih jernih atau bening.

Isolat SAHA 32.6 menghasilkan β-glukanase yang mampu menghidrolisis substrat β-glukan juga dapat menghambat cendawan patogen C. affinis dan

C. gloeosporioides. β-Glukanase yang dihasilkan isolat tersebut diduga men-degradasi β-glukan yang ada pada dinding sel kedua cendawan patogen. Isolat SAHA 32.6 berupa Gram positif dan teridentifikasi sebagai Bacillus subtilis

24 (Thakaew dan Niamsup 2013). B. subtilis dikenal sebagai agens biokontrol beberapa cendawan penyebab penyakit pada tanaman karena metabolit yang dikeluarkannya memiliki banyak manfaat.B. subtilismemiliki enzim litik kitinase, β-glukanase, protease, lipase, dan selulase yang dapat mendegradasi dinding sel berbagai cendawan patogen, dan memiliki lipopeptida antifungi berupa fengcyin, iturin A, dan surfaktin (Cazorla et al. 2007). B. subtilisjuga dapat memproduksi senyawa bacilibactin, sejenis senyawa pengkelat besi (siderofor) sehingga dapat bersaing dengan cendawan patogen dalam pengambilan unsur besi di tanah (Saharan dan Nehra 2011). Compant et al. (2005). mengatakan senyawa organik folatil yang dikeluarkan B. subtilis di lingkungannya memicu sistem pertahanan terinduksi (Induced Systemic Resistance) pada tanaman inang sehingga mampu bertahan dari serangan cendawan patogen.

Dalam penelitian ini, β-glukanase B. subtilis SAHA 32.6 mulai diproduksi pada fase logaritmik dan aktivitas tertinggi dicapai saat sel mulai memasuki fase stasioner, yaitu pada jam ke-12 inkubasi. Aktivitas enzim masih terlihat hingga jam ke-24 namun lebih rendah dari jam ke-12. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Stülke et al. (1993), Aono et al. (1995), dan Tang et al. (2004) yang mengatakan bahwa β-glukanase diproduksi ketika sel-sel berada di pertengahan fase stasioner. Lebih lanjut, Stülkeet al.(1993) mengatakan peningkatan aktivitas β-glukanase terjadi jika sel berhenti tumbuh dalam kondisi glukosa dan sumber nitrogen yang terbatas. Glukosa bertindak sebagai carbon catabolite repression

yang menekan ekspresi gen β-glukanase ketika glukosa masih tersedia dan gen akan aktif bila glukosa habis (carbon catabolite activation) (Fujita 2009). Oleh karena itu beberapa penelitian melaporkan aktivitas β-glukanase tertinggi

B. subtilisterjadi pada 2-6 hari inkubasi (Manjula dan Podile 2005; Leelasuphakul

et al. 2006; Narasimhan et al. 2013), sedangkan dalam penelitian ini pasokan sumber karbon hanya berasal dari β-glukan. Tidak ada glukosa yang ditambahkan ke dalam media sehingga β-glukan digunakan sebagai satu-satunya sumber karbon sekaligus inducer yang menyebabkan aktivitas tertinggi β-glukanase

B. subtilis SAHA 32.6 terjadi pada fase logaritmik. Hal ini terjadi juga pada penelitian Giese et al. (2011b) yang menyatakan bahwa β-glukanase yang dihasilkan cendawan Botryosphaeria rhodina disekresikan pada fase stasioner ketika media terdiri atas glukosa dan disekresikan pada fase logaritmik ketika media hanya terdiri atas botryosphaeran (β-glukan) sebagai sumber karbon. Masa inkubasi 12 jam digunakan dalam tahap optimasi media untuk produksi β-glukanase.

Optimasi kondisi kultivasi merupakan aspek yang sangat penting dalam bidang mikrobiologi dan bioteknologi karena dapat menentukan nilai optimum variabel yang dicari. Optimasi dengan metode one factor at a time tidak dapat menentukan nilai optimum yang sebenarnya karena tidak diketahui interaksi antar variabel. Teknik desain secara statistik merupakan alat yang berguna untuk membantu penentuan nilai optimum yang pasti karena interaksi antar variabel pada berbagai taraf dapat diketahui, selain itu dapat membantu perhitungan taraf optimum dari setiap variabel dengan cepat.Response surface methodology(RSM) banyak diaplikasikan pada optimasi media untuk meningkatkan produksi enzim dalam industri biomedik, pangan, pakan, dan bioenergi (Heet al.2003; Tanget al.

2004; Patelet al.2011; Jabasingh dan Nachiyar 2012; Kahar et al.2014). Namun demikian, penelitian mengenai optimasi β-glukanase sebagai agens biokontrol

25 belum banyak dilaporkan. Desain percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan komposit terpusat (Central Composite Design/CCD). CCD merupakan suatu rancangan percobaan yang terdiri dari rancangan faktorial dan ditambahkan dengan beberapa center point danaxial point yang dapat digunakan untuk optimasi dan evaluasi efek linier, efek interaksi, dan efek kuadratik dari variabel independen (Halizaet al.2007).

Konsentrasi β-glukan, ekstrak khamir, dan inokulum menunjukkan nilai yang sangat signifikan pada efek kuadratik. Hal ini menandakan bahwa ketiga variabel berpengaruh nyata terhadap produksi β-glukanase, terutama inokulum karena menunjukkan nilai yang sangat signifikan pada efek interaksi dan kuadratik. Hal ini sesuai dengan penelitian Aono (1995), de la Cruzet al. (1995), dan Tang et al. (2004) yang mengatakan bahwa konsentrasi dan jenis inducer

pada substrat memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produksi β-glukanase, begitupun dengan ekstrak khamir (Khare dan Uphadyay 2011), dan inokulum (Heet al.2003).

Aktivitas β-glukanase semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi β-glukan, ekstrak khamir, dan inokulum. Namun, penurunan aktivitas terjadi ketika konsentrasi ketiga variabel tersebut semakin tinggi. β-Glukan diperlukan dalam jumlah yang cukup karena pada suatu konsentrasi substrat tertentu enzim tidak mengalami peningkatan aktivitas lagi akibat semua bagian sisi aktif enzim telah jenuh oleh substrat (Aono et al. 1995). Ekstrak khamir merupakan sumber nitrogen yang mendukung pertumbuhan bakteri dan diperlukan dalam jumlah sedikit karena dalam jumlah yang sedikit ekstrak khamir akan memacu produksi β-glukanase. Sumber nitrogen yang terbatas akan membuat bakteri tidak dapat lagi menangkap nitrogen sebagai sumber nutrisi, dan kemudian mensekresi β-glukanase untuk mendegradasi β-glukan sebagai sumber nutrisi alternatif (Stülke et al. 1993). Berbeda dengan β-glukan dan ekstrak khamir, konsentrasi inokulum 5% masih menunjukkan tingginya aktivitas β-glukanase. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Stanburry et al.(1995) bahwa konsentrasi inokulum yang baik dalam produksi metabolit berada pada kisaran 3-10%.

Kondisi optimum yang dicapai pada penelitian He et al. (2003) ialah β-glukan barley 6.3%, inokulum B. subtilis 3.82%, dan tepung jagung 4.4% selama 16 jam inkubasi pada agitasi 210 rpm, suhu 37 ºC, pH 7 dengan aktivitas β-glukanase sebesar 275.25 U mL-1. Xuang (1994) juga melaporkan kondisi optimum pada produksi β-glukanase yang dihasilkan B. subtilis ialah barley 7%, dan soybean 5% selama 3 hari inkubasi pada suhu 37 ºC, pH 7 dengan aktivitas β-glukanase sebesar 154 U mL-1. Kondisi optimum pada penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang jauh dengan penelitian He et al. (2003). Hal ini disebabkan isolatB. subtilisyang digunakan sama-sama berasal dari tanah, namun aktivitas β-glukanase yang dicapai berbeda jauh. Kondisi fisik dan kimia tanah yang berbeda membuat aktivitas metabolit mikroba yang dihasilkan juga berbeda.

Enzim ekstrak kasar β-glukanase yang dihasilkan B. subtilis SAHA 32.6 hasil optimasi diendapkan dengan amonium sulfat pada konsentrasi 60% (b/v) yang mampu meningkatkan kemurnian sebesar 1.43 kali. Amonium sulfat berfungsi untuk memisahkan senyawa protein dan nonprotein dengan cara mengendapkan protein dan mengurangi kelarutannya. Pada saat kelarutannya menurun, maka sisi hidrofobik enzim saling berinteraksi dan membentuk agregat

26 lalu terendapkan. Endapan ini akan terus bertambah seiring dengan penambahan amonium sulfat dan akan jenuh pada konsentrasi amonium sulfat optimum (Scopes 1994).

Persentase kejenuhan amonium sulfat untuk setiap β-glukanase berbeda-beda. Tingkat kejenuhan pengendapan berkisar 40-80% (Miyanishi et al. 2003; Leelasuphakul et al. 2006; Yang et al. 2008). Konsentrasi optimum amonium sulfat yang ditambahkan untuk mengendapkan β-glukanase dariB. subtilis SAHA 32.6 ialah 60% (b/v) (Gambar 8). Yang et al. (2008) melaporkan bahwa β-glukanase dari Paecilomyces thermophilla J18 mampu terendapkan dengan penambahan amonium sulfat sebesar 60% (b/v). Enzim β-glukanase saat ini diutamakan dalam pengendalian hayati cendawan patogen saat ini selain kitinase karena kemampuannya mendegradasi β-glukan pada dinding sel cendawan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan dari enzim ekstrak kasar β-glukanase sebelum dan sesudah dioptimasi, serta enzim β-glukanase hasil optimasi yang telah diendapkan. Dari ketiga perlakuan, hanya enzim β-glukanase yang diendapkan yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan patogen (C. affinis dan C. gloeosporioides) dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa enzim yang bebas dari pengotor memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari sebelumnya dan mampu bekerja dengan baik sebagai agens biokontrol. β-Glukanase sebelum dioptimasi tidak mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen karena masih berupa ekstrak kasar, dan masih memungkinkan adanya protease yang dapat memotong protein fungsional enzim β-glukanase sehingga tidak mampu bekerja baik dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen.

β-Glukanase hasil optimasi dapat menghambat cendawan

C. gloeosporioidesdengan jelas daripada cendawan C. affinis. β-Glukanase hasil pengendapan juga lebih mampu menghambat pertumbuhan cendawan

C. gloeosporioidesdaripadaC. affinis. Hal ini diduga bahwa kandungan β-glukan pada cendawan C. gloeosporioides lebih banyak sehingga pertumbuhannya lebih banyak dihambat oleh β-glukanase. Odabasi et al. (2006) mengatakan bahwa kandungan β-glukan pada cendawan berbeda-beda. Namun demikian, β-glukanase yang dihadapkan pada cendawan C. affinis memberikan dampak berupa berkurangnya pigmen hitam dari cendawan tersebut (Gambar 13a dan 13d).

Curvularia diketahui memiliki pigmen berupa DHN-melanin (dihydroxy-naphthalene) yang berwarna hitam pada miselianya (Rižner dan Wheeler 2003). DHN-melanin pada cendawan patogen bukan faktor esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan selnya, namun dapat membuat cendawan bertahan dan kompetitif di lingkungan ekstrem. Selain itu melanin memberikan perlindungan terhadap sklerotia dan spora dari lisis, memberikan tekanan turgor bagi apresoria untuk berpenetrasi ke daun tanaman inang, dan berperan dalam proses transfer elektron dan transduksi sinyal (Beltrán-Garcia et al. 2014). Melanin ini terlokalisasi pada dinding sel cendawan patogen dan terikat secara cross-linked

pada polisakarida (Beltrán-Garcia et al. 2014). β-Glukan merupakan salah satu jenis polisakarida pada dinding sel cendawan. Dengan demikian, diduga β-glukanase secara tidak langsung juga mendegradasi DHN-melanin yang terikat pada β-glukan sehingga pigmen pada miselia cendawanCurvulariaberkurang.

Aktivitas β-glukanase yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak setinggi

Dokumen terkait