• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian pengujian rpm pada alat kelapa parutan kering terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada data pengamatan hasil penelitian Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Data pengamatan hasil penelitian

perlakuan kapasitas persentase bahan rendemen kerja alat yang tertinggal (%)

(kg/jam) di alat

(%)

R1 83.128 12.17 87.83

R2 75.650 19.33 80.33

R3 70.484 25 75

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kapasitas efektif alat tertinggi diperoleh dari R1 dengan 1125 rpm sebesar 83.128 kg/jam sedangkan kapasitas efektif alat terendah diperoleh dari R3 dengan 750 rpm sebesar 70.484 kg/jam. Persentase bahan yang tertinggal di alat tertinggi diperoleh pada R3 dengan 750 rpm sebesar 25%, sedangkan persentase bahan yang tertinggal di alat terendah diperoleh pada R1 dengan 1125 rpm sebesar 12.17%. Persentase rendemen tertinggi diperoleh pada R1 dengan 1125 rpm sebesar 87.83%, sedangkan persentase rendemen terendah diperoleh pada R3 dengan 750 rpm sebesar 75%.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari setiap tingkatan perlakuan yang diberikan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada daftar analisa sidik ragam dari masing-masing parameter, yang selanjutnya diuji dengan uji duncan multiple range test (DMRT).

Kapasitas Kerja Alat

Kapasitas kerja suatu alat atau mesin didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam menghasilkan suatu produk (contoh : ha. Kg, lt) persatuan waktu (jam) (Daywin, dkk., 2008). Dalam hal ini kapasitas kerja alat diperoleh dengan membagi banyaknya buah kelapa yang terparut terhadap waktu yang dibutuhkan selama pemarutan.

Dari daftar sidik ragam pada (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa rpm memberikan pengaruh nyata terhadap kapasitas kerja alat. Hasil pengujian dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa pengaruh rpm terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Uji DMRT pengujian kecepatan rpm terhadap kapasitas kerja alat

Jarak DMRT RPM Rataan Notasi P 0.05 0.01 0.05 0.01 - - - R1 83.128 a A 2 4.061 6.153 R2 75.650 b B 3 4.209 6.383 R3 70.484 c B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari hasil uji DMRT pada taraf 0.05 perlakuan rpm 1125 memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap rpm 900 dan terhadap perlakuan rpm 750. Sedangkan pada taraf 0.01 dapat dilihat bahwa pada perlakuan rpm 1125 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rpm 900 dan terhadap perlakuan rpm 750. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan uji rpm hasil yang terbaik ditinjau dari kapasitas kerja alat adalah rpm 1125 dengan nilai 83.128 kg/jam.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa dengan meningkatkan kecepatan rpm pada alat ini dapat meningkatkan kapasitas kerja alat yang berarti pada rpm 1125 menghasilkan kapasitas kerja alat yang meningkat dan hasil produksi juga ikut meningkat hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (1995) yang menyatakan bahwa kapasitas alat dapat diperbesar atau diperkecil dengan mengubah jumlah pisau, kecepatan putar roller (rpm). Ini disebabkan kecepatan rpm dapat mempercepat proses pemarutan serta parutan kelapa yang lengket di lubang pada mata pisau dan pada roller pemarut lebih mudah terlepas karena kecepatan rpm membuat gaya sentrifugal pada alat lebih besar sehingga kelapa yang lengket tersebut akan mudah terlepas. Hubungan antara kecepatan rpm terhadap kapasitas kerja alat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan antara kecepatan rpm terhadap kapasitas kerja alat.

Dari Gambar 1 diatas diketahui bahwa semakin besar rpm maka kapasitas kerja alat akan semakin besar, dan sebaliknya jika semakin kecil rpm maka kapasitas kerja alat akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena untuk memarut bahan dengan menaikkan rpm dengan mengganti diameter pulley yang kecil, waktu yang dibutuhkan akan semakin cepat sehingga kapasitas kerja alat akan

semakin besar, demikian juga sebaliknya. Kapasitas kerja alat juga dipengaruhi oleh rpm dengan mengganti diameter pulley hal ini sesuai dengan Gunawan (2006) bahwa perbedaan diameter pulley, dimana semakin kecil ukuran pulley maka semakin kecil pula rpm sehingga waktu yang dibutuhkan alat untuk mengolah bahan akan lebih lama. Demikian juga sebaliknya, semakin besar diameter pulley maka semakin besar pula rpm sehingga waktu yang dibutuhkan alat untuk mengolah bahan akan lebih cepat dan kapasitas olahnya lebih besar. Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat

Persentase bahan yang tertinggal di alat diperoleh dengan membagi antara selisih berat buah yang diparut dengan berat hasil parutan dibagi dengan berat buah yang diparut dan dikali 100 persen (Sihotang, 2006). Dalam hal ini persentase bahan yang tertinggal diperoleh antara selisih berat kelapa yang diparut dengan berat kelapa yang di parut dibagi berat kelapa yang diparut dan dikali 100%. Dari hasil sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa rpm memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat. Hasil pengujian DMRT untuk mengetahui pengaruh rpm terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat pada masing-masing taraf perlakuan, dapat dilihat pada data pengamatan hasil penelitian Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Hasil Uji DMRT pengujian kecepatan rpm terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat

Jarak DMRT RPM Rataan Notasi 0.05 0.01 0.05 0.01 _ _ _ R3 25.000 a A 2 2.424 3.673 R2 19.330 b B 3 2.512 3.810 R1 12.170 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat hubungan antara kecepatan rpm terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat bahwa rpm 750 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rpm 900 dan rpm 1125 yang berarti rpm 750 dapat dibedakan tanpa perlu dilakukan pengukuran DMRT terhadap rpm 1125 dan 900. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap satu dengan yang lainnya.

Pada hasil penelitian diperoleh persentase bahan yang tertinggal yang paling besar adalah pada rpm 750 yaitu sebesar 25%. Ini disebabkan kelapa yang diparut memerlukan waktu yang cukup lama dengan menggunakan kecepatan rpm sebesar 750. Pada rpm 750 menghasilkan gaya sentrifugal yang lebih kecil dibandingkan rpm 1125 yang mengakibatkan kurang gaya yang dihasilkan untuk melepas kelapa yang lengket pada lubang mata pisau dan roller pemarut sehingga ada banyak bahan yang tertinggal dan sebaliknya pada pada rpm 1125.

Pada alat ini lebih baik menggunakan rpm 1125 karena persentase bahan yang tertinggal sedikit dibanding rpm 750 hal ini sesuai dengan literatur Rizaldi (2006) bahwa nilai tambah lebih tinggi dapat dicapai apabila penggunaan dan pemilihan alat mesin pertanian tepat dan benar, tetapi apabila pemilihan dan penggunaanya tidak tepat hal sebaliknya yang akan terjadi.

Adanya waktu yang lama saat tuas pendorong ditekan dan membuat santan pada kelapa keluar pada waktu pemarutan serta memperbesar lamanya waktu kelapa mendapatkan tekanan selama tuas pendorong ditekan hal ini sesuai literatur Suhardiyono (1987) bahwa dengan memperbesar tekanan, dapat menaikkan jumlah santan yang diperoleh, walupun dalam jumlah terbatas. Hubungan antara

kecepatan rpm terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Hubungan antara kecepatan rpm terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat.

Dari Gambar diatas diketahui bahwa semakin kecil rpm, maka persentase bahan yang tertinggal di dalam alat akan semakin besar, karena semakin kecil rpm dengan diameter pulley lebih besar yang digunakan membuat rpm yang semakin kecil sehingga menyebabkan bahan yang tertinggal di alat semakin tinggi.

Rendemen

Rendemen menunjukkan persentase perbandingan berat bahan akhir terhadap berat bahan awal. Rendemen diperoleh dengan cara sebagai berikut, bahan ditimbang sebelum percobaan, bahan setelah percobaan ditimbang kembali (Ananda, 2009). Dalam hal ini rendemen diperoleh dengan membagi berat kelapa yang diparut dengan berat kelapa sebelum diparut dan dikali 100%.

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa rpm memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen. Hasil pengujian DMRT untuk

mengetahui pengaruh rpm terhadap rendemen pada masing-masing taraf perlakuan, dapat dilihat pada data pengamatan hasil penelitian Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji DMRT pengujian kecepatan rpm terhadap persentase rendemen.

Jarak DMRT RPM Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- R1 87.830 a A

2 2.424 3.673 R2 80.330 b B

3 2.512 3.810 R3 75.000 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 4 dapat dilihat hubungan dari rpm terhadap persentase rendemen bahwa rpm 1125 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rpm 900 dan rpm 750 yang berarti rpm 1125 dapat dibedakan tanpa harus dilakukan pengukuran DMRT terhadap rpm 900 dan 750. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap satu dengan yang lainnya. Pada hasil penelitian persentase rendemen yang paling besar pada rpm 1125 yaitu 87.83%. Pada rpm 1125 mempengaruhi rendemen yang dihasilkan pada alat ini yang berarti dengan meningkatkan kecepatan rpm pada alat ini dapat meningkatkan persentase rendemen.

Hal ini berarti dengan menggunakan kecepatan rpm 1125 menghasilkan pesentase rendemen yang tinggi dan waktu pemarutan yang lebih cepat hal ini sesuai dengan literatur Suharto (1991) nilai persentase rendemen dipengaruhi oleh waktu, dimana semakin lama proses (waktu) maka nilai persentase rendemen bahan akan semakin kecil. Hubungan dari rpm terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Hubungan antara kecepatan rpm terhadap persentase rendemen.

Dari Gambar diatas diketahui bahwa semakin besar rpm, maka persentase rendemen akan semakin besar, karena semakin besar kecepatan putaran dengan diameter pulley yang lebih kecil yang digunakan maka hasil parutan yang diperoleh akan semakin tinggi.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Umumnya setiap investasi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun ada juga investasi yang bukan bertujuan untuk keuntungan, misalnya investasi dalam bidang sosial kemasyarakatan atau investasi untuk kebutuhan lingkungan, tetapi jumlahnya sangat sedikit.

Biaya pemarutan kelapa

Dari penelitian yang dilakukan (Lampiran 9) diperoleh biaya pemarutan sebesar Rp.143,52/kg pada tahun pertama, Rp. 134,90/kg pada tahun kedua. Rp.

132,04/kg pada tahun ketiga, Rp. 130,61/kg pada tahun keempat, Rp. 129,76/kg pada tahun kelima, Rp. 129,31/kg pada tahun keenam dan Rp. 128,78/kg pada tahun ketujuh. Dari hasil yang diperoleh biaya pemarutan selama umur ekonomis alat pemarut kelapa kering yaitu 7 tahun dan kita dapat biaya pemarutan yang terus mengalami penurunan di setiap tahun ada perubahan biaya pemarutan yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini

Gambar 4. Grafik biaya pokok pemarutan kelapa

Dari Gambar 4 diatas dapat dilihat terjadi penurunan biaya pokok tiap tahunnya untuk pemarutan setiap kelapanya. Hal ini dipengaruhi oleh biaya penyusutan (biaya tetap) pada alat yang semakin tinggi tiap tahunnya.

Break even point

Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini keuntungan awal dianggap nol. Manfaat perhitungan Waktu (Tahun)

titik impas adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 10), alat kelapa parutan kering ini akan mencapai BEP apabila telah memarut kelapa sebanyak 1552,55 kg pada tahun pertama, 835,26 kg pada tahun kedua, 596,50 kg pada tahun ketiga, 477,32 kg pada tahun keempat, 405,96 kg pada tahun kelima, 368,42 kg pada tahun keenam, dan 324,75 kg pada tahun ketujuh.

Gambar 5. Grafik break even point.

Dari Gambar 5 diatas dapat dilihat terjadi penurunan nilai titik impas setiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh biaya tetap alat yang semakin rendah setiap tahunnya.

Net present value

Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 11) pada penelitian dapat diketahui besarnya NPV dengan suku bunga 6% adalah Rp. 1.518.289.044,76. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darun (2002) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu:

- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

- NPV < 0, berarti sampai dengan n tahun investasi usaha tidak menguntungkan

- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.

Internal rate of return

Hasil yang didapat dari perhitungan IRR adalah sebesar 35,6% (Lampiran 12). Usaha ini masih layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank tidak melebihi 35,6%. Jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.

41

Dokumen terkait