Poli(asam laktat)
Sintesis PLA pada penelitian ini dilakukan pada suhu 140-150 °C. PLA yang dihasilkan merupakan PLA dalam bentuk campuran rasemiknya (D,L-PLA) karena menurut Dutkiewicz et al. (2003), sintesis PLA pada suhu lebih dari 140 °C akan menghasilkan PLA dalam bentuk rasemiknya. PLA dalam bentuk D,L-PLA memiliki waktu degradasi yang lebih cepat dibandingkan L-PLA (Lu & Chen 2004).
Pengukuran bobot molekul PLA hasil sintesis menggunakan metode viskometri. PLA hasil sintesis ini memiliki bobot molekul sebesar 6846.68 g mol-1 (Lampiran 2) dengan rendemen sebesar 58.79%.
Gambar 6 Reaksi sintesis poli(asam laktat).
CH3 O H HC C O OH Mikroenkapsulasi Ibuprofen
Penyalutan ibuprofen dilakukan dengan menggunakan paduan antara PLA hasil sintesis dengan PCL dengan perbandingan 9:1 (Hanifa 2008) dengan alasan banyaknya jumlah PLA akan mempercepat waktu degradasi dan jumlah PCL akan memperbaiki sifat permeabilitasnya. Menurut Rosida (2007), paduan yang terbentuk antara PLA dengan PCL merupakan paduan yang homogen. Hal tersebut terlihat dari hasil film polipaduan yang terbentuk, yaitu tidak terlihat lagi perbedaan antara komponen-komponen penyusunnya, baik dalam bentuk maupun warna karena komponen-komponennya telah tercampur secara merata.
Mikroenkapsulasi dilakukan dengan metode emulsifikasi. Bahan penyalut (PLA dan PCL) dan ibuprofen dilarutkan dalam diklorometana kemudian diemulsikan, dan didispersikan dalam pelarut lain (air) yang tidak saling campur sehingga terbentuk partikel mikro yang disebut dengan mikrokapsul. Mikrokapsul ibuprofen yang dihasilkan memiliki bentuk visual seperti serbuk, halus, kering, dan berwarna putih (Gambar 7).
Gambar 7 Mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL.
Pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah PVA. Gugus hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air sedangkan rantai karbonnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi selama mikoenkapsulasi menjadi stabil. Pendispersian ke dalam air berfungsi untuk menguapkan diklorometana dari emulsi dan mikrokapsul yang terbentuk akan mengendap. Mikrokapsul yang didapatkan selanjutnya didekantasi dan dibilas beberapa kali dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa PVA yang menempel pada mikrokapsul. n CH3 O HC C O Pemanasan H2
+
O6
Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar
Mikrokapsul formula A pada penelitian ini memiliki efisiensi enkapsulasi sebesar 71.17% sedangkan Maulidyawati (2009) menunjukkan efisiensi enkapsulasi sebesar 54.99% untuk komposisi mikrokapsul yang sama. Mikrokapsul formula B pada penelitian ini pun memiliki nilai efisiensi enkapsulasi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 72.43%, bila dibandingkan dengan nilai efisiensi enkapsulasi mikrokapsul dengan komposisi yang sama pada penelitian Maulidyawati (2009), yaitu sebesar 70.25%. Perbedaan efisiensi enkapsulasi ini disebabkan oleh penggunaan PVA dengan konsentrasi yang berbeda. Maulidyawati (2009) menggunakan PVA dengan konsentrasi 2.5% sedangkan pada penelitian ini digunakan PVA dengan konsentrasi 1.5%. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan PVA 1.5% akan menghasilkan mikrokapsul ibuprofen dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi (Kemala 2010). Pelarut yang digunakan dalam pembuatan
larutan ibuprofen adalah bufer fosfat pH 7.2. Nilai pH bufer tersebut dipilih untuk menyesuaikan dengan pH usus dan biasa digunakan sebagai medium disolusi tablet ibuprofen (Depkes 1995).
Penentuan maks dilakukan pada daerah ultraviolet karena larutan ibuprofen tidak berwarna. Panjang gelombang maksimum ( maks) yang diperoleh yaitu 222 nm (Lampiran 3). Nilai maks yang diperoleh tersebut sesuai dengan literatur, yaitu 222 nm (Depkes 1995).
Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y = 0.0418x + 0.0144 dengan nilai R2
sebesar 99.91% (Lampiran 4). Persamaan kurva standar tersebut digunakan dalam perhitungan efisiensi enkapsulasi dan persentase pelepasan ibuprofen.
Tabel 4 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen
Efisiensi Enkapsulasi Formula Nisbah polipaduan-ibuprofen Efisiensi enkapsulasi (%) A 5:0.75 71.17 B 5:1 72.43 C 5:1.25 78.94 D 5:1.5 84.13 Efisiensi enkapsulasi merupakan salah satu
parameter yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan proses enkapsulasi. Parameter ini menunjukkan berapa persen senyawa aktif (ibuprofen) yang berhasil disalut dalam mikrokapsul.
Hasil penentuan efisiensi enkapsulasi mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL (Lampiran 5) menunjukkan nilai tertinggi pada mikrokapsul formula D, yaitu sebesar 84.13%. Efisiensi enkapsulasi mikrokapsul formula A, B, C, dan D meningkat secara berturut-turut (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi meningkat seiring dengan meningkatnya nisbah polipaduan-ibuprofen. Dengan meningkatkan nisbah massa polipaduan-ibuprofen, berarti semakin banyak ibuprofen yang ditambahkan ke dalam larutan polipaduan untuk dimikroenkapsulasi. Oleh karena itu, nisbah 5:1.5 menghasilkan mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi.
Pelepasan Obat
Hasil efisiensi enkapsulasi yang diperoleh menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan efisiensi enkapsulasi mikrokapsul ibuprofen Maulidyawati (2009). Mikrokapsul formula A dan B yang dibuat dengan komposisi (nisbah polipaduan-ibuprofen) yang sama seperti dilakukan Maulidyawati (2009) dijadikan sebagai acuan untuk membandingkan nilai efisiensi enkapsulasi yang diperoleh.
Kemala (2010) melaporkan pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul tersalut polipaduan PLA dan PCL dalam medium simulasi cairan lambung adalah sebesar 4.87%. Hal ini sangat diharapkan karena absorpsi obat tidak berlangsung di lambung tetapi berlangsung di usus. Presentase pelepasan yang kecil tersebut menunjukkan bahwa penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat mengendalikan pelepasan ibuprofen dalam lambung. Pelepasan ibuprofen yang terkendali tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan konsentrasi ibuprofen secara serentak. Dengan demikian iritasi pada dinding lambung dapat dihindari.
Proses disolusi pada penelitian ini dilakukan secara in vitro pada medium simulasi cairan usus, yaitu pada medium basa (pH 7.2). Mikrokapsul yang diuji disolusi adalah mikrokapsul formula C dan D yang efisiensi enkapsulasinya lebih tinggi di antara formula lain. Hasil uji disolusi mikrokapsul ibuprofen diperlihatkan pada Lampiran 6 dan 7.
Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul formula C dan D berturut-turut adalah
21.41-7
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 0 60 120 180 240 300 360 Waktu (menit) P e le pa sa n i bup rof e n ( % ) (i) (ii) 25.19% dan 26.71-28.78%. Mikrokapsulformula D memiliki persentase pelepasan ibuprofen lebih besar dari mikrokapsul formula C. Hal ini disebabkan mikrokapsul formula D memiliki efisiensi enkapsulasi lebih tinggi dari mikrokapsul formula C, yang berarti kandungan ibuprofen dalam mikrokapsul formula D lebih tinggi daripada kandungan ibuprofen dalam mikrokapsul formula C. Kandungan ibuprofen yang lebih tinggi tersebut menyebabkan pelepasan ibuprofen yang lebih besar pada mikrokapsul formula D.
Gambar 8 Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul formula C (i) dan D (ii) terhadap waktu (menit).
Hubungan antara persentase pelepasan ibuprofen dengan waktu ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan adanya burst release pada menit ke-15 sekitar 22% untuk mikrokapsul formula C dan 27% untuk mikrokapsul formula D. Burst release
yang terjadi dipengaruhi oleh banyaknya kandungan obat dalam mikrokapsul dan pelarut yang digunakan dalam proses pembuatan mikrokapsul. Ibuprofen yang tersalut diduga tidak tersalut sebagai inti tetapi tersebar di seluruh mikrokapsul, termasuk pada permukaannya. Penyalutan ibuprofen pada permukaan mikrokapsul memungkinkan ibuprofen untuk lebih mudah terlepas sehingga mengakibatkan terjadinya burst release. Burst release yang terjadi pada mikrokapsul formula D lebih besar persentasenya dibandingkan pada mikrokapsul formula C karena mikrokapsul formula D memiliki kandungan ibuprofen lebih banyak dari mikrokapsul formula C sehingga mengakibatkan persentase pelepasannya menjadi lebih tinggi.
Kinetika Pelepasan Obat
Model kinetika pelepasan ibuprofen ditentukan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi yang diperoleh melalui pendekatan kinetika persamaan orde ke-0 (Q = kt), orde ke-1 (ln [A]t = ln [A]o – kt), dan Higuchi (Q = kt1/2) (Muthu & Singh 2009). Pendekatan kinetika terhadap pelepasan ibuprofen (Lampiran 8) dikaji menggunakan data uji disolusi mikrokapsul formula C dan D.
Hasil pendekatan kinetika terhadap pelepasan ibuprofen pada mikrokapsul formula C dan D menunjukkan bahwa orde ke-1 memiliki linearitas tertinggi di antara orde ke-0 dan Higuchi. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang diperoleh melalui persamaan regresi pada masing-masing kinetika (Tabel 5). Pada kinetika orde ke-1, mikrokapsul formula C memiliki R2 sebesar 0.9985 dengan persamaan regresi Ln [A]t = -0.001 t + 3.4176 sedangkan mikrokapsul formula D memiliki R2 sebesar 0.9971 dengan persamaan regresi Ln [A]t = -0.0011 t + 3.3748.
Gambar 8 juga menunjukkan persentase pelepasan ibuprofen yang menjadi cenderung stabil seiring dengan lamanya waktu disolusi setelah terjadinya burst release, dan kemudian menurun. Hal ini disebabkan terjadinya kesetimbangan antara medium dan cairan dalam mikrokapsul serta terjadinya pengenceran akibat pengambilan cuplikan.
Perolehan R2 tertinggi pada orde ke-1 menunjukkan bahwa kinetika pelepasan ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1. Hal ini menggambarkan bahwa pelepasan obat berjalan dengan laju yang sebanding dengan konsentrasi obat (Shoaib 2006). Laju pelepasan obat akan tinggi pada saat konsentrasi obat dalam mikrokapsul tinggi.
Tabel 5 Koefisien determinasi (R2) dan tetapan laju (k) pelepasan ibuprofen pada berbagai model kinetika
Orde ke-0 Orde ke-1 Higuchi
Formula
R2 k R2 k R2 k
C 0.9938 0.0038 0.9985 0.0010 0.9875 0.0997
8
Hal ini diperlihatkan Gambar 8, yaitu laju pelepasan obat tinggi dengan naiknya kurva secara signifikan pada menit-menit pertama proses disolusi, di mana konsentrasi obat dalam mikrokapsul masih tinggi karena belum terjadi terjadi pelepasan obat yang besar. Kemudian kurva tidak lagi mengalami kenaikan secara signifikan yang berarti laju pelepasan obat menurun karena telah terjadinya penurunan konsentrasi obat dalam mikrokapsul. Selanjutnya kurva menjadi cenderung stabil karena telah terjadinya kesetimbangan antara medium dan cairan dalam mikrokapsul sehingga laju pelepasan obat menjadi sangat kecil, terlihat dari nilai tetapan laju (k) yang diperoleh.
Morfologi Mikrokapsul
Hasil analisis morfologi mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL menggunakan SEM menunjukkan bahwa mikrokapsul kosong tanpa penambahan ibuprofen (Gambar 9a) berbentuk bulat dan halus. Sementara itu, mikrokapsul dengan penambahan ibuprofen (Gambar 9b) memperlihatkan bentuk yang bulat dengan ukuran berkisar antara 38-250 m dengan tonjolan halus berbentuk tidak beraturan yang tersebar pada permukaannya. Tonjolan halus tersebut diduga merupakan hasil penyalutan ibuprofen yang tersebar pada permukaan mikrokapsul. Hal ini sejalan dengan
pernyataan sebelumnya yang menduga bahwa ibuprofen tidak tersalut sebagai inti tetapi tersebar di seluruh dan permukaan mikrokapsul. Foto SEM dengan perbesaran yang lebih tinggi, sebanyak 2500×, memperlihatkan morfologi permukaan mikrokapsul ibuprofen tersebut (Gambar 9c). Gambar 9c menunjukkan permukaan mikrokapsul dengan lubang-lubang kecil dan tonjolan-tonjolan halus tak beraturan yang melekat pada permukaannya.
Morfologi mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL setelah proses disolusi pada medium basa selama 360 menit dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10a memperlihatkan mikrokapsul hancur setelah proses disolusi. Mikrokapsul terkikis sehingga bentuknya tidak lagi bulat seperti bentuk mikrokapsul awal sebelum disolusi. Terkikisnya mikrokapsul mengakibatkan kontak luas permukaan mikrokapsul dengan medium disolusi menjadi lebih besar sehingga ibuprofen dapat lebih mudah terlepas dari matriks penyalut.
Foto SEM dengan perbesaran 2000× memperlihatkan morfologi permukaan mikrokapsul ibuprofen setelah disolusi (Gambar 10b). Tonjolan halus tidak lagi tampak pada permukaan mikrokapsul. Selain itu, permukaan mikrokapsul terlihat kasar dan mengalami retakan.
(a) (b) (c)
Gambar 9 Foto SEM mikrokapsul tersalut polipaduan PLA dan PCL tanpa penambahan ibuprofen (a) dan dengan penambahan ibuprofen (b) pada perbesaran 500×, serta pada perbesaran 2500× terhadap permukaan mikrokapsul dengan penambahan ibuprofen (c).
(a) (b)
Gambar 10 Foto SEM permukaan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL formula C setelah disolusi pada medium basa dengan perbesaran 500× (a) dan 2000× (b).