ABSTRAK
PENI MAHARINI. Pelepasan Ibuprofen dari Mikrokapsul Tersalut Polipaduan
Poli(asam laktat) dan Poli(
ε
-kaprolakton) secara
In Vitro
. Dibimbing oleh TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Ibuprofen merupakan obat antiradang yang memiliki waktu paruh eliminasi
singkat dan dapat menimbulkan iritasi lambung. Mikroenkapsulasi dapat
digunakan untuk meminimumkan kekurangannya tersebut. Dalam penelitian ini,
mikroenkapsulasi ibuprofen dilakukan dengan metode emulsifikasi. Bahan
penyalut yang digunakan adalah polipaduan poli(asam laktat) dan poli(
ε
-kaprolakton) karena bersifat biodegradabel dan biokompatibel. Polivinilalkohol
digunakan sebagai pengemulsi pada konsentrasi 1.5%. Mikroenkapsulasi
dilakukan dengan ragam jumlah ibuprofen. Kenaikan jumlah ibuprofen
meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi enkapsulasi ibuprofen menunjukkan
nilai lebih dari 71% dengan nilai tertinggi sebesar 84.13% pada mikrokapsul
dengan nisbah polipaduan-ibuprofen 5:1.5. Hasil uji disolusi dalam medium basa
menunjukkan pengaruh efisiensi enkapsulasi terhadap pelepasan ibuprofen dari
mikrokapsul. Mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi mengalami
pelepasan ibuprofen sebesar 26.71-28.78% selama 6 jam. Kinetika pelepasan
ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1. Mikrokapsul yang dihasilkan
memiliki kisaran ukuran sebesar 38-250 m.
ABSTRACT
PENI MAHARINI.
In Vitro
Release of Ibuprofen from Microcapsules
Coated
Polyblend of Poly(lactic acid) and Poly(
ε
-caprolactone). Supervised by TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan senyawa aktif yang sering dijumpai dalam obat rematik komersial. Ibuprofen dapat meredakan rasa nyeri akibat peradangan atau bersifat analgesik. Namun, senyawa ini dapat menimbulkan iritasi pada lambung jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih serta memiliki waktu paruh eliminasi yang cepat, yaitu sekitar 2 jam. Waktu paruh eliminasinya yang cepat menyebabkan obat ini harus lebih sering dikonsumsi (Gilman et al. 1996). Oleh karena itu, sistem pengantaran obat secara khusus diperlukan ibuprofen untuk mengatasi hal tersebut.
Sistem pengantaran obat dapat dilakukan dengan mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengungkung senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil. Bahan penyalut yang digunakan dapat berasal dari polimer alam maupun sintetik.
Polimer biodegradabel sintetik seperti poliester alifatik kini telah dikembangkan dan diaplikasikan sebagai bahan penyalut obat. Polimer ini memiliki sifat biodegradabel sehingga dapat terurai secara biologis. Beberapa contoh golongan poliester alifatik tersebut di antaranya adalah poli(asam laktat) (PLA), poli(asam glikolat) (PGA), poli(asam laktat-ko-glikolat) (PLGA), dan poli(
ε
-kaprolakton) (PCL) (Gunatillake & Adhikari 2003). Zhu et al. (2005) telah melakukan penyalutan ibuprofen menggunakan kopolimer dari PLA dan PCL. Pada penelitian ini akan dilakukan penyalutan ibuprofen menggunakan PLA dan PCL sebagai suatu polipaduan.Poli(
ε
-kaprolakton) (PCL) digunakan
sebagai penyalut obat karena memiliki permeabilitas obat dan kekuatan mekanik yang cukup baik. Namun, PCL memiliki waktu degradasi yang lama. Sementara itu, PLA memiliki permeabilitas kurang baik dibandingkan dengan PCL walaupun waktu degradasinya lebih pendek dari PCL (Gunatillake & Adhikari 2003). Oleh karena itu, pencampuran PLA dengan PCL dapat memperbaiki sifat mekaniknya (Broz et al. 2003; Rosida 2007).Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat menahan laju pelepasan ibuprofen dalam medium simulasi cairan lambung (Maulidyawati 2009). Mikroenkapsulasi ibuprofen tersebut dilakukan dengan metode emulsifikasi dan menggunakan
polivinilalkohol (PVA) sebagai pengemulsi dengan konsentrasi sebesar 2.5%. Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut yang sama dilakukan Kemala (2010) dan menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi tertinggi dimiliki mikrokapsul ibuprofen dengan penggunaan PVA pada konsentrasi 1.5%.
Dengan kondisi penyalutan yang sama dan menggunakan metode emulsifikasi seperti dalam penelitian Maulidyawati, penelitian ini bertujuan menghasilkan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL dengan efisiensi enkapsulasi yang tinggi, yaitu dengan penggunaan PVA 1.5% (Kemala 2010), dan mengetahui pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul secara in vitro melalui uji disolusi dalam medium simulasi cairan usus. Kinetika pelepasan ibuprofen kemudian dikaji berdasarkan koefisien determinasi (R2) dari persamaan dengan menggunakan pendekatan orde reaksi ke-0, orde reaksi ke-1, dan Higuchi untuk mengetahui model kinetika pelepasannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Ibuprofen
Ibuprofen (Gambar 1) merupakan senyawa tidak larut air yang biasa digunakan sebagai senyawa aktif dalam obat rematik. Ibuprofen adalah turunan asam fenilasetat dengan nama kimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat. Ibuprofen memiliki bobot molekul sebesar 206.3 g mol-1.
Gambar 1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes 1995).
Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat antiradang adalah dengan menghambat kerja enzim prostaglandin sintetase. Prostaglandin merupakan salah satu mediator dalam proses peradangan. Contoh mediator lainnya dalam proses peradangan adalah histamin, bradikin, dan interleuksin.
PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan senyawa aktif yang sering dijumpai dalam obat rematik komersial. Ibuprofen dapat meredakan rasa nyeri akibat peradangan atau bersifat analgesik. Namun, senyawa ini dapat menimbulkan iritasi pada lambung jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih serta memiliki waktu paruh eliminasi yang cepat, yaitu sekitar 2 jam. Waktu paruh eliminasinya yang cepat menyebabkan obat ini harus lebih sering dikonsumsi (Gilman et al. 1996). Oleh karena itu, sistem pengantaran obat secara khusus diperlukan ibuprofen untuk mengatasi hal tersebut.
Sistem pengantaran obat dapat dilakukan dengan mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengungkung senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil. Bahan penyalut yang digunakan dapat berasal dari polimer alam maupun sintetik.
Polimer biodegradabel sintetik seperti poliester alifatik kini telah dikembangkan dan diaplikasikan sebagai bahan penyalut obat. Polimer ini memiliki sifat biodegradabel sehingga dapat terurai secara biologis. Beberapa contoh golongan poliester alifatik tersebut di antaranya adalah poli(asam laktat) (PLA), poli(asam glikolat) (PGA), poli(asam laktat-ko-glikolat) (PLGA), dan poli(
ε
-kaprolakton) (PCL) (Gunatillake & Adhikari 2003). Zhu et al. (2005) telah melakukan penyalutan ibuprofen menggunakan kopolimer dari PLA dan PCL. Pada penelitian ini akan dilakukan penyalutan ibuprofen menggunakan PLA dan PCL sebagai suatu polipaduan.Poli(
ε
-kaprolakton) (PCL) digunakan
sebagai penyalut obat karena memiliki permeabilitas obat dan kekuatan mekanik yang cukup baik. Namun, PCL memiliki waktu degradasi yang lama. Sementara itu, PLA memiliki permeabilitas kurang baik dibandingkan dengan PCL walaupun waktu degradasinya lebih pendek dari PCL (Gunatillake & Adhikari 2003). Oleh karena itu, pencampuran PLA dengan PCL dapat memperbaiki sifat mekaniknya (Broz et al. 2003; Rosida 2007).Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat menahan laju pelepasan ibuprofen dalam medium simulasi cairan lambung (Maulidyawati 2009). Mikroenkapsulasi ibuprofen tersebut dilakukan dengan metode emulsifikasi dan menggunakan
polivinilalkohol (PVA) sebagai pengemulsi dengan konsentrasi sebesar 2.5%. Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut yang sama dilakukan Kemala (2010) dan menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi tertinggi dimiliki mikrokapsul ibuprofen dengan penggunaan PVA pada konsentrasi 1.5%.
Dengan kondisi penyalutan yang sama dan menggunakan metode emulsifikasi seperti dalam penelitian Maulidyawati, penelitian ini bertujuan menghasilkan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL dengan efisiensi enkapsulasi yang tinggi, yaitu dengan penggunaan PVA 1.5% (Kemala 2010), dan mengetahui pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul secara in vitro melalui uji disolusi dalam medium simulasi cairan usus. Kinetika pelepasan ibuprofen kemudian dikaji berdasarkan koefisien determinasi (R2) dari persamaan dengan menggunakan pendekatan orde reaksi ke-0, orde reaksi ke-1, dan Higuchi untuk mengetahui model kinetika pelepasannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Ibuprofen
Ibuprofen (Gambar 1) merupakan senyawa tidak larut air yang biasa digunakan sebagai senyawa aktif dalam obat rematik. Ibuprofen adalah turunan asam fenilasetat dengan nama kimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat. Ibuprofen memiliki bobot molekul sebesar 206.3 g mol-1.
Gambar 1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes 1995).
Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat antiradang adalah dengan menghambat kerja enzim prostaglandin sintetase. Prostaglandin merupakan salah satu mediator dalam proses peradangan. Contoh mediator lainnya dalam proses peradangan adalah histamin, bradikin, dan interleuksin.
2
mual, diare, sembelit, dan rasa panas (iritasi) dalam perut. Namun, efek samping tersebut dapat diminimumkan, salah satunya melalui proses mikroenkapsulasi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk itu, dan salah satunya penelitian yang dilakukan Tayade & Kale (2004) yang melakukan mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut gelatin agar dapat mencegah terjadinya pendarahan saluran pencernaan.
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengukung suatu senyawa menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil dengan diameter rerata 15-20 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia (Yoshizawa 2004). Bahan yang akan dimikroenkapsulasi adalah bahan inti yang dibatasi dinding kapsul untuk beberapa waktu tertentu.
Babstov et al. (2002) menyatakan bahwa enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki beberapa keuntungan, antara lain melindungi suatu senyawa dari penguraian dan mengendalikan pelepasan suatu senyawa aktif. Pengendalian pelepasan suatu senyawa aktif (misalnya obat) tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan konsentrasi obat dalam saluran pencernaan secara serentak. Dengan demikian iritasi pada saluran pencernaan, terutama pada dinding lambung, dapat dihindari.
Persebaran senyawa aktif dalam suatu kapsul dapat bermacam-macam (Birnbaum & Brannon-Peppas 2003). Senyawa aktif dapat terletak tepat di tengah-tengah kapsul dan bertindak sebagai intinya (Gambar 2a), atau tersebar di seluruh kapsul atau tidak terpusat pada satu titik saja (Gambar 2b).
(a) (b)
Gambar 2 Ilustrasi persebaran senyawa aktif tepat di tengah kapsul (a) dan tersebar di seluruh kapsul (b).
Polimer yang lazim digunakan pada proses mikroenkapsulasi senyawa obat adalah polimer yang memiliki sifat biodegradabel dan biokompatibel dalam tubuh. Hal tersebut dikarenakan kapsul yang dihasilkan akan dikonsumsi manusia dan masuk ke dalam tubuh. Beberapa polimer yang dapat
digunakan antara lain gelatin (Tayade & Kale 2004), PLA (Robani 2004), poli(ε -kaprolakton) (Ramesh et al. 2002), poli(asam laktat-ko-glikolat) (Bahl & Sah 2000), etil selulosa (Sutriyo et al. 2004), poliakrilat, dan ester selulosa (Babtsov et al. 2002).
Poli(asam laktat)
Poli(asam laktat) (PLA) (Gambar 3) merupakan poliester alifatik termoplastik yang bersifat biodegradabel, artinya PLA dapat terdegradasi secara alami oleh panas, cahaya, bakteri, maupun oleh proses hidrolisis. Selain itu, polimer ini juga bersifat biokompatibel yaitu dapat terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. Polimer ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana. Sifat fisik PLA disajikan dalam Tabel 1.
n CH3
O HC C
O
Gambar 3 Struktur poli(asam laktat).
Tabel 1 Sifat fisik PLA
Sifat Fisik
D,L-PLA L-PLA Suhu transisi gelas (oC) 55-60 60-65
Titik leleh (oC) amorf 173-178 Kekuatan tarik(MPa) 1.9 2.7 Waktu degradasi (bulan) 12-16 >24
Poli(ε-kaprolakton)
Poli(ε-kaprolakton) (PCL) (Gambar 4) merupakan polimer semikristalin bersifat termoplastik. Poli(ε-kaprolakton) adalah plastik biodegradabel yang disintesis dari penurunan minyak mentah dan diikuti oleh proses polimerisasi pembukaan cincin. PCL memiliki sifat tahan terhadap air, minyak, dan klorin. Selain itu, PCL mempunyai titik leleh dan kekentalan yang rendah (Flieger et al. 2003).
O (CH2)5 C n O
Gambar 4 Struktur poli(ε-kaprolakton).
3
kristalinitas. Walaupun demikian banyak jenis mikroba di alam yang mampu mendegradasi PCL. Sifat fisik PCL disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik PCL
Sifat Fisik PCL
Suhu transisi gelas (oC) (-65)-(-60)
Titik leleh (oC) 58-63
Kekuatan tarik (MPa) 0.4 Waktu degradasi (bulan) >24 (Lu & Chen 2004)
Polivinilalkohol
Polivinilalkohol (PVA) (Gambar 5) adalah polimer yang terbentuk dari vinilalkohol. PVA terbentuk ketika banyak molekul vinilalkohol terhubung secara bersama membentuk polimer yang panjang (Flieger et al. 2003). PVA berfungsi sebagai pengemulsi dalam pembuatan mikrokapsul. Gugus hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air, sedangkan rantai karbonnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi menjadi lebih stabil.
Gambar 5 Struktur polivinilalkohol.
Kinetika Pelepasan Obat
Kinetika pelepasan obat dapat menggambarkan laju pelepasan obat dan model pelepasannya. Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju pelepasan obat diamati dengan menggunakan parameter waktu paruh (t1/2),
orde reaksi, dan tetapan laju. Umumnya kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti orde ke nol atau ke satu (Shoaib et al. 2006; Saravanan et al. 2003). Reaksi orde ke nol dapat dituliskan sebagai:
[A]t = [A]o – kt atau Q = kt ...(1)
dengan [A]t ialah konsentrasi obat yang tersisa
di dalam sediaan obat setelah waktu t, [A]o
ialah konsentrasi obat mula-mula, Q ialah persen pelepasan, dan k ialah tetapan laju. Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan dengan
[ ]
k t A 2 2 1 0 = ...(2)sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut: ln [A]t = ln [A]o – kt ...(3)
k
t
ln
2
2
1 = ...(4) (Atkins 1996).
Pelepasan obat dari sediaan dapat berlangsung dengan mekanisme erosi atau difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Proses ini umumnya terjadi pada sediaan obat yang berbentuk tablet. Mekanisme pelepasan obat secara erosi mengikuti hukum Fick pertama:
h C Cs DS
dt
dW [ − ]
= ...(5)
dengan dt dW
adalah laju disolusi massa, S luas permukaan penghalang, D koefisien difusi, Cs
konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, C
konsentrasi obat dalam medium, h adalah ketebalan membran, dan t adalah waktu.
Pelepasan obat secara difusi pada prinsipnya ialah terjadinya perpindahan obat melalui bahan penghalang atau matriks. Proses difusi ini umumnya terjadi pada sediaan obat yang menggunakan penyalut dan dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang juga dikembangkan dari hukum Fick:
CH CH2
OH
n
2 1
2
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
= t ADCs dt dQatau Q=(2DACs)12t12(6)
dengan dt dQ
adalah laju pelepasan obat, A
jumlah obat per satuan volume matriks, D
koefisien difusi obat melalui matriks, Cs
kelarutan dalam matriks, t waktu, dan Q jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan dari matriks. jika nilai (2DACs)1/2 = k, maka persamaan (6) menjadi persamaan (7).
2 1
kt
Q= ...(7)
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam laktat (Merck), PCL (Aldrich), PVA (Merck), diklorometana, bufer fosfat (KH2PO4-K2HPO4), etil asetat,
dan ibuprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.
3
kristalinitas. Walaupun demikian banyak jenis mikroba di alam yang mampu mendegradasi PCL. Sifat fisik PCL disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik PCL
Sifat Fisik PCL
Suhu transisi gelas (oC) (-65)-(-60)
Titik leleh (oC) 58-63
Kekuatan tarik (MPa) 0.4 Waktu degradasi (bulan) >24 (Lu & Chen 2004)
Polivinilalkohol
Polivinilalkohol (PVA) (Gambar 5) adalah polimer yang terbentuk dari vinilalkohol. PVA terbentuk ketika banyak molekul vinilalkohol terhubung secara bersama membentuk polimer yang panjang (Flieger et al. 2003). PVA berfungsi sebagai pengemulsi dalam pembuatan mikrokapsul. Gugus hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air, sedangkan rantai karbonnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi menjadi lebih stabil.
Gambar 5 Struktur polivinilalkohol.
Kinetika Pelepasan Obat
Kinetika pelepasan obat dapat menggambarkan laju pelepasan obat dan model pelepasannya. Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju pelepasan obat diamati dengan menggunakan parameter waktu paruh (t1/2),
orde reaksi, dan tetapan laju. Umumnya kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti orde ke nol atau ke satu (Shoaib et al. 2006; Saravanan et al. 2003). Reaksi orde ke nol dapat dituliskan sebagai:
[A]t = [A]o – kt atau Q = kt ...(1)
dengan [A]t ialah konsentrasi obat yang tersisa
di dalam sediaan obat setelah waktu t, [A]o
ialah konsentrasi obat mula-mula, Q ialah persen pelepasan, dan k ialah tetapan laju. Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan dengan
[ ]
k t A 2 2 1 0 = ...(2)sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut: ln [A]t = ln [A]o – kt ...(3)
k
t
ln
2
2
1 = ...(4) (Atkins 1996).
Pelepasan obat dari sediaan dapat berlangsung dengan mekanisme erosi atau difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Proses ini umumnya terjadi pada sediaan obat yang berbentuk tablet. Mekanisme pelepasan obat secara erosi mengikuti hukum Fick pertama:
h C Cs DS
dt
dW [ − ]
= ...(5)
dengan dt dW
adalah laju disolusi massa, S luas permukaan penghalang, D koefisien difusi, Cs
konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, C
konsentrasi obat dalam medium, h adalah ketebalan membran, dan t adalah waktu.
Pelepasan obat secara difusi pada prinsipnya ialah terjadinya perpindahan obat melalui bahan penghalang atau matriks. Proses difusi ini umumnya terjadi pada sediaan obat yang menggunakan penyalut dan dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang juga dikembangkan dari hukum Fick:
CH CH2
OH
n
2 1
2
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
= t ADCs dt dQatau Q=(2DACs)12t12(6)
dengan dt dQ
adalah laju pelepasan obat, A
jumlah obat per satuan volume matriks, D
koefisien difusi obat melalui matriks, Cs
kelarutan dalam matriks, t waktu, dan Q jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan dari matriks. jika nilai (2DACs)1/2 = k, maka persamaan (6) menjadi persamaan (7).
2 1
kt
Q= ...(7)
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam laktat (Merck), PCL (Aldrich), PVA (Merck), diklorometana, bufer fosfat (KH2PO4-K2HPO4), etil asetat,
dan ibuprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.
4
mikroskop elektron payaran (SEM) Jeol-JSM-6360LA.
Metode
Penelitian ini diawali dengan sintesis poli(asam laktat) (PLA) dan dilanjutkan dengan pembuatan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL. Mikrokapsul yang terbentuk selanjutnya dilakukan uji efisiensi enkapsulasi, uji disolusi secara in vitro dalam medium simulasi cairan usus, dan pengamatan morfologi mikrokapsul dengan analisis SEM (Lampiran 1).
Sintesis PLA (Rusmana 2009; Gonzales et al. 1999)
Pembuatan PLA dilakukan dengan cara polikondensasi secara langsung tanpa penambahan katalis. Gelas piala 100 mL dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang bobotnya. Asam laktat sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut dan ditimbang. Kemudian asam laktat tersebut dipanaskan secara perlahan-lahan hingga mencapai suhu 120 °C selama 1 jam. Pemanasan dilanjutkan dengan suhu 140-150 °C selama 24 jam. PLA yang dihasilkan didinginkan pada suhu ruang dan ditimbang.
Pengukuran Bobot Molekul PLA (Kaitian
et al. 1996)
Pengukuran viskositas digunakan untuk menghitung bobot molekul rata-rata. PLA dilarutkan dalam etil asetat hingga diperoleh larutan PLA dengan konsentrasi 0.2%, 0.3%, 0.4%, dan 0.5%. Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer Ostwald pada suhu 25 °C (suhu konstan) dengan cara menghitung waktu alir pelarut dan waktu alir larutan PLA pada berbagai konsentrasi. Setelah itu, viskositas relatif (η relatif) ditentukan dengan cara membandingkan waktu alir pelarut dengan waktu alir larutan polimer (t0/t). Viskositas intrinsik [η] dicari
dengan cara memplotkan η spesifik/[PLA] sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x.
Bobot molekul (Mv) ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k(Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu. Pelarut dan suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah etil asetat dan 25 °C. Nilai k dan a secara berturut-turut adalah 1.58×10-4 dan 0.78.
Pembuatan Mikrokapsul Ibuprofen Tersalut Polipaduan PLA dan PCL
Larutan polipaduan PLA dan PCL dibuat dengan melarutkan PLA:PCL (9:1) dalam diklorometana kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, ibuprofen dicampurkan ke dalam larutan polipaduan PLA dan PCL. Campuran tersebut kemudian diemulsikan dengan larutan PVA 1.5% menggunakan motor pengaduk dengan kecepatan putar 800 rpm selama 90 menit. Selanjutnya emulsi tersebut didispersikan ke dalam 200 mL akuades sambil diaduk menggunakan motor pengaduk dengan kecepatan 600 rpm selama 1 jam. Setelah itu campuran didekantasi hingga mikrokapsul yang terbentuk mengendap. Mikrokapsul yang diperoleh kemudian disaring, dicuci dengan akuades, dikeringudarakan selama 1 hari lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 40 °C selama 1 jam.
Mikrokapsul ibuprofen dibuat dalam beberapa formula dengan nisbah massa polipaduan-ibuprofen yang berbeda (Tabel 3). Selain itu, dibuat mikrokapsul kosong tanpa penambahan ibuprofen.
Tabel 3 Komposisi formula mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL.
Formula Nisbah
polipaduan-ibuprofen
A 5:0.75 B 5:1 C 5:1.25 D 5:1.5
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Standar
Larutan ibuprofen dalam bufer fosfat pH 7.2 dengan konsentrasi 10 ppm diukur absorbansnya pada panjang gelombang ( ) 210-240 nm menggunakan spekrofotometer ultraviolet (UV). Panjang gelombang maksimum ( maks) yang diperoleh digunakan
untuk analisis selanjutnya.
Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbans larutan ibuprofen dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 ppm pada panjang gelombang maksimum. Hasil yang diperoleh merupakan hubungan konsentrasi ibuprofen dengan absorbans.
Efisiensi Enkapsulasi
5
Kemudian filtrat diencerkan sebanyak 10 kali dan dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi ibuprofen dengan bantuan kurva standar.
Uji Disolusi secara In Vitro (Depkes 1995)
Uji disolusi mikrokapsul dilakukan dengan alat disolusi tipe 2 (tipe dayung). Sebanyak 200 mg mikrokapsul ditimbang dan dimasukkan ke dalam chamber disolusi. Uji disolusi dilakukan dalam medium simulasi cairan usus (larutan bufer fosfat pH 7.2) selama 6 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan kecepatan pengadukan 100 rpm. Volume medium disolusi yang digunakan sebanyak 500 mL. Pengambilan alikuot dilakukan setiap 15 menit dengan volume setiap kali pengambilan 10 mL. Setiap kali pengambilan alikuot, volume medium yang terambil digantikan dengan larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Konsentrasi ibuprofen dalam larutan alikuot diukur menggunakan spektrofotometer UV pada maks. Data yang diperoleh dibuat kurva
hubungan antara persen pelepasan ibuprofen dan waktu disolusi, serta dikaji kinetika pelepasannya.
Morfologi Mikrokapsul
Pengamatan morfologi mikrokapsul dilakukan terhadap mikrokapsul kosong dan yang terisi ibuprofen serta mikrokapsul setelah disolusi dengan menggunakan SEM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Poli(asam laktat)
Sintesis PLA pada penelitian ini dilakukan pada suhu 140-150 °C. PLA yang dihasilkan merupakan PLA dalam bentuk campuran rasemiknya (D,L-PLA) karena menurut Dutkiewicz et al. (2003), sintesis PLA pada suhu lebih dari 140 °C akan menghasilkan PLA dalam bentuk rasemiknya. PLA dalam bentuk D,L-PLA memiliki waktu degradasi yang lebih cepat dibandingkan L-PLA (Lu & Chen 2004).
Pengukuran bobot molekul PLA hasil sintesis menggunakan metode viskometri. PLA hasil sintesis ini memiliki bobot molekul sebesar 6846.68 g mol-1 (Lampiran 2) dengan rendemen sebesar 58.79%.
Gambar 6 Reaksi sintesis poli(asam laktat).
CH3
O H HC C
O
OH
Mikroenkapsulasi Ibuprofen
Penyalutan ibuprofen dilakukan dengan menggunakan paduan antara PLA hasil sintesis dengan PCL dengan perbandingan 9:1 (Hanifa 2008) dengan alasan banyaknya jumlah PLA akan mempercepat waktu degradasi dan jumlah PCL akan memperbaiki sifat permeabilitasnya. Menurut Rosida (2007), paduan yang terbentuk antara PLA dengan PCL merupakan paduan yang homogen. Hal tersebut terlihat dari hasil film polipaduan yang terbentuk, yaitu tidak terlihat lagi perbedaan antara komponen-komponen penyusunnya, baik dalam bentuk maupun warna karena komponen-komponennya telah tercampur secara merata.
Mikroenkapsulasi dilakukan dengan metode emulsifikasi. Bahan penyalut (PLA dan PCL) dan ibuprofen dilarutkan dalam diklorometana kemudian diemulsikan, dan didispersikan dalam pelarut lain (air) yang tidak saling campur sehingga terbentuk partikel mikro yang disebut dengan mikrokapsul. Mikrokapsul ibuprofen yang dihasilkan memiliki bentuk visual seperti serbuk, halus, kering, dan berwarna putih (Gambar 7).
Gambar 7 Mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL.
Pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah PVA. Gugus hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air sedangkan rantai karbonnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi selama mikoenkapsulasi menjadi stabil. Pendispersian ke dalam air berfungsi untuk menguapkan diklorometana dari emulsi dan mikrokapsul yang terbentuk akan mengendap. Mikrokapsul yang didapatkan selanjutnya didekantasi dan dibilas beberapa kali dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa PVA yang menempel pada mikrokapsul.
n
CH3
O HC C O Pemanasan
H2
5
Kemudian filtrat diencerkan sebanyak 10 kali dan dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi ibuprofen dengan bantuan kurva standar.
Uji Disolusi secara In Vitro (Depkes 1995)
Uji disolusi mikrokapsul dilakukan dengan alat disolusi tipe 2 (tipe dayung). Sebanyak 200 mg mikrokapsul ditimbang dan dimasukkan ke dalam chamber disolusi. Uji disolusi dilakukan dalam medium simulasi cairan usus (larutan bufer fosfat pH 7.2) selama 6 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan kecepatan pengadukan 100 rpm. Volume medium disolusi yang digunakan sebanyak 500 mL. Pengambilan alikuot dilakukan setiap 15 menit dengan volume setiap kali pengambilan 10 mL. Setiap kali pengambilan alikuot, volume medium yang terambil digantikan dengan larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Konsentrasi ibuprofen dalam larutan alikuot diukur menggunakan spektrofotometer UV pada maks. Data yang diperoleh dibuat kurva
hubungan antara persen pelepasan ibuprofen dan waktu disolusi, serta dikaji kinetika pelepasannya.
Morfologi Mikrokapsul
Pengamatan morfologi mikrokapsul dilakukan terhadap mikrokapsul kosong dan yang terisi ibuprofen serta mikrokapsul setelah disolusi dengan menggunakan SEM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Poli(asam laktat)
Sintesis PLA pada penelitian ini dilakukan pada suhu 140-150 °C. PLA yang dihasilkan merupakan PLA dalam bentuk campuran rasemiknya (D,L-PLA) karena menurut Dutkiewicz et al. (2003), sintesis PLA pada suhu lebih dari 140 °C akan menghasilkan PLA dalam bentuk rasemiknya. PLA dalam bentuk D,L-PLA memiliki waktu degradasi yang lebih cepat dibandingkan L-PLA (Lu & Chen 2004).
Pengukuran bobot molekul PLA hasil sintesis menggunakan metode viskometri. PLA hasil sintesis ini memiliki bobot molekul sebesar 6846.68 g mol-1 (Lampiran 2) dengan rendemen sebesar 58.79%.
Gambar 6 Reaksi sintesis poli(asam laktat).
CH3
O H HC C
O
OH
Mikroenkapsulasi Ibuprofen
Penyalutan ibuprofen dilakukan dengan menggunakan paduan antara PLA hasil sintesis dengan PCL dengan perbandingan 9:1 (Hanifa 2008) dengan alasan banyaknya jumlah PLA akan mempercepat waktu degradasi dan jumlah PCL akan memperbaiki sifat permeabilitasnya. Menurut Rosida (2007), paduan yang terbentuk antara PLA dengan PCL merupakan paduan yang homogen. Hal tersebut terlihat dari hasil film polipaduan yang terbentuk, yaitu tidak terlihat lagi perbedaan antara komponen-komponen penyusunnya, baik dalam bentuk maupun warna karena komponen-komponennya telah tercampur secara merata.
Mikroenkapsulasi dilakukan dengan metode emulsifikasi. Bahan penyalut (PLA dan PCL) dan ibuprofen dilarutkan dalam diklorometana kemudian diemulsikan, dan didispersikan dalam pelarut lain (air) yang tidak saling campur sehingga terbentuk partikel mikro yang disebut dengan mikrokapsul. Mikrokapsul ibuprofen yang dihasilkan memiliki bentuk visual seperti serbuk, halus, kering, dan berwarna putih (Gambar 7).
Gambar 7 Mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL.
Pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah PVA. Gugus hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air sedangkan rantai karbonnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi selama mikoenkapsulasi menjadi stabil. Pendispersian ke dalam air berfungsi untuk menguapkan diklorometana dari emulsi dan mikrokapsul yang terbentuk akan mengendap. Mikrokapsul yang didapatkan selanjutnya didekantasi dan dibilas beberapa kali dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa PVA yang menempel pada mikrokapsul.
n
CH3
O HC C O Pemanasan
H2
6
Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar
Mikrokapsul formula A pada penelitian ini memiliki efisiensi enkapsulasi sebesar 71.17% sedangkan Maulidyawati (2009) menunjukkan efisiensi enkapsulasi sebesar 54.99% untuk komposisi mikrokapsul yang sama. Mikrokapsul formula B pada penelitian ini pun memiliki nilai efisiensi enkapsulasi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 72.43%, bila dibandingkan dengan nilai efisiensi enkapsulasi mikrokapsul dengan komposisi yang sama pada penelitian Maulidyawati (2009), yaitu sebesar 70.25%. Perbedaan efisiensi enkapsulasi ini disebabkan oleh penggunaan PVA dengan konsentrasi yang berbeda. Maulidyawati (2009) menggunakan PVA dengan konsentrasi 2.5% sedangkan pada penelitian ini digunakan PVA dengan konsentrasi 1.5%. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan PVA 1.5% akan menghasilkan mikrokapsul ibuprofen dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi (Kemala 2010). Pelarut yang digunakan dalam pembuatan
larutan ibuprofen adalah bufer fosfat pH 7.2. Nilai pH bufer tersebut dipilih untuk menyesuaikan dengan pH usus dan biasa digunakan sebagai medium disolusi tablet ibuprofen (Depkes 1995).
Penentuan maks dilakukan pada daerah
ultraviolet karena larutan ibuprofen tidak berwarna. Panjang gelombang maksimum ( maks) yang diperoleh yaitu 222 nm
(Lampiran 3). Nilai maks yang diperoleh
tersebut sesuai dengan literatur, yaitu 222 nm (Depkes 1995).
Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y = 0.0418x + 0.0144 dengan nilai R2
sebesar 99.91% (Lampiran 4). Persamaan kurva standar tersebut digunakan dalam perhitungan efisiensi enkapsulasi dan persentase pelepasan ibuprofen.
Tabel 4 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen
Efisiensi Enkapsulasi
Formula Nisbah polipaduan-ibuprofen
Efisiensi enkapsulasi
(%)
A 5:0.75 71.17 B 5:1 72.43 C 5:1.25 78.94 D 5:1.5 84.13 Efisiensi enkapsulasi merupakan salah satu
parameter yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan proses enkapsulasi. Parameter ini menunjukkan berapa persen senyawa aktif (ibuprofen) yang berhasil disalut dalam mikrokapsul.
Hasil penentuan efisiensi enkapsulasi mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL (Lampiran 5) menunjukkan nilai tertinggi pada mikrokapsul formula D, yaitu sebesar 84.13%. Efisiensi enkapsulasi mikrokapsul formula A, B, C, dan D meningkat secara berturut-turut (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi meningkat seiring dengan meningkatnya nisbah polipaduan-ibuprofen. Dengan meningkatkan nisbah massa polipaduan-ibuprofen, berarti semakin banyak ibuprofen yang ditambahkan ke dalam larutan polipaduan untuk dimikroenkapsulasi. Oleh karena itu, nisbah 5:1.5 menghasilkan mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi.
Pelepasan Obat
Hasil efisiensi enkapsulasi yang diperoleh menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan efisiensi enkapsulasi mikrokapsul ibuprofen Maulidyawati (2009). Mikrokapsul formula A dan B yang dibuat dengan komposisi (nisbah polipaduan-ibuprofen) yang sama seperti dilakukan Maulidyawati (2009) dijadikan sebagai acuan untuk membandingkan nilai efisiensi enkapsulasi yang diperoleh.
Kemala (2010) melaporkan pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul tersalut polipaduan PLA dan PCL dalam medium simulasi cairan lambung adalah sebesar 4.87%. Hal ini sangat diharapkan karena absorpsi obat tidak berlangsung di lambung tetapi berlangsung di usus. Presentase pelepasan yang kecil tersebut menunjukkan bahwa penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat mengendalikan pelepasan ibuprofen dalam lambung. Pelepasan ibuprofen yang terkendali tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan konsentrasi ibuprofen secara serentak. Dengan demikian iritasi pada dinding lambung dapat dihindari.
Proses disolusi pada penelitian ini dilakukan secara in vitro pada medium simulasi cairan usus, yaitu pada medium basa (pH 7.2). Mikrokapsul yang diuji disolusi adalah mikrokapsul formula C dan D yang efisiensi enkapsulasinya lebih tinggi di antara formula lain. Hasil uji disolusi mikrokapsul ibuprofen diperlihatkan pada Lampiran 6 dan 7.
21.41-7
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,000 60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) P e le pa sa n i bup rof e n ( % ) (i) (ii) 25.19% dan 26.71-28.78%. Mikrokapsul
formula D memiliki persentase pelepasan ibuprofen lebih besar dari mikrokapsul formula C. Hal ini disebabkan mikrokapsul formula D memiliki efisiensi enkapsulasi lebih tinggi dari mikrokapsul formula C, yang berarti kandungan ibuprofen dalam mikrokapsul formula D lebih tinggi daripada kandungan ibuprofen dalam mikrokapsul formula C. Kandungan ibuprofen yang lebih tinggi tersebut menyebabkan pelepasan ibuprofen yang lebih besar pada mikrokapsul formula D.
Gambar 8 Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul formula C (i) dan D (ii) terhadap waktu (menit).
Hubungan antara persentase pelepasan ibuprofen dengan waktu ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan adanya burst release pada menit ke-15 sekitar 22% untuk mikrokapsul formula C dan 27% untuk mikrokapsul formula D. Burst release
yang terjadi dipengaruhi oleh banyaknya kandungan obat dalam mikrokapsul dan pelarut yang digunakan dalam proses pembuatan mikrokapsul. Ibuprofen yang tersalut diduga tidak tersalut sebagai inti tetapi tersebar di seluruh mikrokapsul, termasuk pada permukaannya. Penyalutan ibuprofen pada permukaan mikrokapsul memungkinkan ibuprofen untuk lebih mudah terlepas sehingga mengakibatkan terjadinya burst release. Burst release yang terjadi pada mikrokapsul formula D lebih besar persentasenya dibandingkan pada mikrokapsul formula C karena mikrokapsul formula D memiliki kandungan ibuprofen lebih banyak dari mikrokapsul formula C sehingga mengakibatkan persentase pelepasannya menjadi lebih tinggi.
Kinetika Pelepasan Obat
Model kinetika pelepasan ibuprofen ditentukan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi yang diperoleh melalui pendekatan kinetika persamaan orde ke-0 (Q = kt), orde ke-1 (ln [A]t = ln [A]o –
kt), dan Higuchi (Q = kt1/2) (Muthu & Singh 2009). Pendekatan kinetika terhadap pelepasan ibuprofen (Lampiran 8) dikaji menggunakan data uji disolusi mikrokapsul formula C dan D.
Hasil pendekatan kinetika terhadap pelepasan ibuprofen pada mikrokapsul formula C dan D menunjukkan bahwa orde ke-1 memiliki linearitas tertinggi di antara orde ke-0 dan Higuchi. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang diperoleh melalui persamaan regresi pada masing-masing kinetika (Tabel 5). Pada kinetika orde ke-1, mikrokapsul formula C memiliki R2 sebesar 0.9985 dengan persamaan regresi Ln [A]t =
-0.001 t + 3.4176 sedangkan mikrokapsul formula D memiliki R2 sebesar 0.9971 dengan persamaan regresi Ln [A]t = -0.0011 t +
3.3748. Gambar 8 juga menunjukkan persentase
pelepasan ibuprofen yang menjadi cenderung stabil seiring dengan lamanya waktu disolusi setelah terjadinya burst release, dan kemudian menurun. Hal ini disebabkan terjadinya kesetimbangan antara medium dan cairan dalam mikrokapsul serta terjadinya pengenceran akibat pengambilan cuplikan.
Perolehan R2 tertinggi pada orde ke-1 menunjukkan bahwa kinetika pelepasan ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1. Hal ini menggambarkan bahwa pelepasan obat berjalan dengan laju yang sebanding dengan konsentrasi obat (Shoaib 2006). Laju pelepasan obat akan tinggi pada saat konsentrasi obat dalam mikrokapsul tinggi.
Tabel 5 Koefisien determinasi (R2) dan tetapan laju (k) pelepasan ibuprofen pada berbagai model kinetika
Orde ke-0 Orde ke-1 Higuchi
Formula
R2 k R2 k R2 k
C 0.9938 0.0038 0.9985 0.0010 0.9875 0.0997
8
Hal ini diperlihatkan Gambar 8, yaitu laju pelepasan obat tinggi dengan naiknya kurva secara signifikan pada menit-menit pertama proses disolusi, di mana konsentrasi obat dalam mikrokapsul masih tinggi karena belum terjadi terjadi pelepasan obat yang besar. Kemudian kurva tidak lagi mengalami kenaikan secara signifikan yang berarti laju pelepasan obat menurun karena telah terjadinya penurunan konsentrasi obat dalam mikrokapsul. Selanjutnya kurva menjadi cenderung stabil karena telah terjadinya kesetimbangan antara medium dan cairan dalam mikrokapsul sehingga laju pelepasan obat menjadi sangat kecil, terlihat dari nilai tetapan laju (k) yang diperoleh.
Morfologi Mikrokapsul
Hasil analisis morfologi mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL menggunakan SEM menunjukkan bahwa mikrokapsul kosong tanpa penambahan ibuprofen (Gambar 9a) berbentuk bulat dan halus. Sementara itu, mikrokapsul dengan penambahan ibuprofen (Gambar 9b) memperlihatkan bentuk yang bulat dengan ukuran berkisar antara 38-250 m dengan tonjolan halus berbentuk tidak beraturan yang tersebar pada permukaannya. Tonjolan halus tersebut diduga merupakan hasil penyalutan ibuprofen yang tersebar pada permukaan mikrokapsul. Hal ini sejalan dengan
pernyataan sebelumnya yang menduga bahwa ibuprofen tidak tersalut sebagai inti tetapi tersebar di seluruh dan permukaan mikrokapsul. Foto SEM dengan perbesaran yang lebih tinggi, sebanyak 2500×, memperlihatkan morfologi permukaan mikrokapsul ibuprofen tersebut (Gambar 9c). Gambar 9c menunjukkan permukaan mikrokapsul dengan lubang-lubang kecil dan tonjolan-tonjolan halus tak beraturan yang melekat pada permukaannya.
Morfologi mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL setelah proses disolusi pada medium basa selama 360 menit dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10a memperlihatkan mikrokapsul hancur setelah proses disolusi. Mikrokapsul terkikis sehingga bentuknya tidak lagi bulat seperti bentuk mikrokapsul awal sebelum disolusi. Terkikisnya mikrokapsul mengakibatkan kontak luas permukaan mikrokapsul dengan medium disolusi menjadi lebih besar sehingga ibuprofen dapat lebih mudah terlepas dari matriks penyalut.
Foto SEM dengan perbesaran 2000× memperlihatkan morfologi permukaan mikrokapsul ibuprofen setelah disolusi (Gambar 10b). Tonjolan halus tidak lagi tampak pada permukaan mikrokapsul. Selain itu, permukaan mikrokapsul terlihat kasar dan mengalami retakan.
(a) (b) (c)
Gambar 9 Foto SEM mikrokapsul tersalut polipaduan PLA dan PCL tanpa penambahan ibuprofen (a) dan dengan penambahan ibuprofen (b) pada perbesaran 500×, serta pada perbesaran 2500× terhadap permukaan mikrokapsul dengan penambahan ibuprofen (c).
(a) (b)
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut polipaduan poli(asam laktat) dan
poli(ε-kaprolakton) menghasilkan mikrokapsul dengan bentuk visual seperti
serbuk, halus, kering, dan berwarna putih. Kenaikan nisbah massa polipaduan-ibuprofen meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi enkapsulasi ibuprofen menunjukkan nilai lebih dari 71% dengan nilai tertinggi pada mikrokapsul formula D sebesar 84.13%. Hasil uji disolusi mikrokapsul dalam medium simulasi cairan usus menunjukkan bahwa mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi lebih tinggi mengalami pelepasan ibuprofen yang lebih besar. Kinetika pelepasan ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1.
Saran
Ukuran mikrokapsul dan distribusinya perlu dianalisis menggunakan Particel Size Analyzer (PSA) dan diperhatikan pengaruhnya terhadap pelepasan obat sebagai hasil dari penggunaan pengemulsi pada konsentrasi tertentu. Selain itu, perlu dilakukan uji disolusi secara in vivo untuk mengetahui pelepasan ibuprofen dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1996. Kimia Fisik Jilid 2. Ed ke-4. Kartohadiprodjo, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.
Babstov et al, penemu; Tagra Biotechnologies Ltd. 30 Sep 2002. Method of microencapsulation. US patent 6 932 984. Bahl Y, Sah H. 2000. Dynamic changes in
size distribution of emulsion droplets during ethyl acetate-based microencapsulation process. AAPS Pharm Sci Tech 1:1-9.
Birnbaum DT, Brannon-Peppas. 2003. Microparticle drug delivery systems. Di dalam: Drug Delivery Systems in Cancer Therapy. Totowa: Humana Pr.
Broz ME, Vanderhart DL, Washbur NR. 2003. Structure and mechanical properties of poly(D,L-lactic acid)/poly(ε -caprolactone) blends. Biomaterials
24:4181-4190.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1995.
Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta: Depatemen Kesehatan RI.
Dutkiewicz S, Grochowska D, Tomaszewski W. 2003. Synthesis of poly(L(+) lactic acid) by polycondensation method in solution. Fibres & Textiles in Eastern Europe 11 (4):66-70.
Flieger M, Kantorová M, Prell A, Řezanka T, Votruba J. 2003. Biodegradable plastics from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1):27-44.
Gilman AG, Hardman JG, Limbird LE. 1996.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basic’s of Therapeutics.
Ed ke-9. New York: McGraw Hill.
Gonzales MF, Ruseckaite RA, Cuadrado TR. 1999. Structural changes of polylactic-acid (PLA) microspheres under hydrolytic degradation. J Appl Polym Sci 71:1223-1230.
Gunatillake PA & Adhikari R. 2003. Biodegradable synthetic polymers for tissue engineering. Eur Cells and Materials 5:1-16.
Hanifa IK. 2009. Optimasi polivinilalkohol pada pembuatan mikrosfer polipaduan (poliasamlaktat dengan polikaprolakton) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kaitian X, Kozluca A, Denkbas EB, Piskin E. 1996. Poly(D,L-lactic acid) homopolymers: synthesis and characterization. Turkey J Chem 20:43-53. Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan
poli(asam laktat) dengan poli(ε -kaprolakton) sebagai pelepasan terkendali ibuprofen secara in vitro [disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Lu Y, Chen SC. 2004. Micro and nano-fabrication of biodegradable polymers for drug delivery. Advanced Drug Delivery Reviews 56:1621–1633.
Muthu MS, Singh S. 2009. Poly(D,L-lactide) nanosuspensions of risperidone for parenteral delivery: formulation and in-vitro evaluation. Current Drug Delivery
6:62-68.
PELEPASAN IBUPROFEN DARI MIKROKAPSUL
TERSALUT POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT)
DAN POLI(
ε
-KAPROLAKTON) SECARA
IN VITRO
PENI MAHARINI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut polipaduan poli(asam laktat) dan
poli(ε-kaprolakton) menghasilkan mikrokapsul dengan bentuk visual seperti
serbuk, halus, kering, dan berwarna putih. Kenaikan nisbah massa polipaduan-ibuprofen meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi enkapsulasi ibuprofen menunjukkan nilai lebih dari 71% dengan nilai tertinggi pada mikrokapsul formula D sebesar 84.13%. Hasil uji disolusi mikrokapsul dalam medium simulasi cairan usus menunjukkan bahwa mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi lebih tinggi mengalami pelepasan ibuprofen yang lebih besar. Kinetika pelepasan ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1.
Saran
Ukuran mikrokapsul dan distribusinya perlu dianalisis menggunakan Particel Size Analyzer (PSA) dan diperhatikan pengaruhnya terhadap pelepasan obat sebagai hasil dari penggunaan pengemulsi pada konsentrasi tertentu. Selain itu, perlu dilakukan uji disolusi secara in vivo untuk mengetahui pelepasan ibuprofen dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1996. Kimia Fisik Jilid 2. Ed ke-4. Kartohadiprodjo, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.
Babstov et al, penemu; Tagra Biotechnologies Ltd. 30 Sep 2002. Method of microencapsulation. US patent 6 932 984. Bahl Y, Sah H. 2000. Dynamic changes in
size distribution of emulsion droplets during ethyl acetate-based microencapsulation process. AAPS Pharm Sci Tech 1:1-9.
Birnbaum DT, Brannon-Peppas. 2003. Microparticle drug delivery systems. Di dalam: Drug Delivery Systems in Cancer Therapy. Totowa: Humana Pr.
Broz ME, Vanderhart DL, Washbur NR. 2003. Structure and mechanical properties of poly(D,L-lactic acid)/poly(ε -caprolactone) blends. Biomaterials
24:4181-4190.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1995.
Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta: Depatemen Kesehatan RI.
Dutkiewicz S, Grochowska D, Tomaszewski W. 2003. Synthesis of poly(L(+) lactic acid) by polycondensation method in solution. Fibres & Textiles in Eastern Europe 11 (4):66-70.
Flieger M, Kantorová M, Prell A, Řezanka T, Votruba J. 2003. Biodegradable plastics from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1):27-44.
Gilman AG, Hardman JG, Limbird LE. 1996.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basic’s of Therapeutics.
Ed ke-9. New York: McGraw Hill.
Gonzales MF, Ruseckaite RA, Cuadrado TR. 1999. Structural changes of polylactic-acid (PLA) microspheres under hydrolytic degradation. J Appl Polym Sci 71:1223-1230.
Gunatillake PA & Adhikari R. 2003. Biodegradable synthetic polymers for tissue engineering. Eur Cells and Materials 5:1-16.
Hanifa IK. 2009. Optimasi polivinilalkohol pada pembuatan mikrosfer polipaduan (poliasamlaktat dengan polikaprolakton) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kaitian X, Kozluca A, Denkbas EB, Piskin E. 1996. Poly(D,L-lactic acid) homopolymers: synthesis and characterization. Turkey J Chem 20:43-53. Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan
poli(asam laktat) dengan poli(ε -kaprolakton) sebagai pelepasan terkendali ibuprofen secara in vitro [disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Lu Y, Chen SC. 2004. Micro and nano-fabrication of biodegradable polymers for drug delivery. Advanced Drug Delivery Reviews 56:1621–1633.
Muthu MS, Singh S. 2009. Poly(D,L-lactide) nanosuspensions of risperidone for parenteral delivery: formulation and in-vitro evaluation. Current Drug Delivery
6:62-68.
10
Prihatiningsih B. 2008. Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut poli(asam laktat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ramesh DV, Medlicott N, Razzak M, Tucker IG. 2002. Microencapsulation of FITC-BSA into poly(ε-caprolactone) by a water-in-oil-in-oil solvent evaporation technique.
Trends Biomater Artif Organs 15:31-36. Reynolds JE. 1989. Martindale: The Extra
Pharmacopoeia. Ed ke-29. London: Pharmaceutical Pr.
Robani MN. 2004. Biodegradasi struktur dan morfologi mikrosfer polilaktat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rosida A. 2007. Pencirian poliblend poliasamlaktat dengan polikaprolakton [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rusmana N. 2009. Optimalisasi pembuatan poli(asamlaktat) tanpa katalis [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Saravanan M, Nataraj KS, Ganesh KS. 2003. Hydroxypropyl methylcellulose based cephalexin extended release tablets: influence of tablet formulation, hardness and storage on in vitro release kinetics.
Chem Pharm Bull 51:978-983.
Shoaib MH, Tazeen J, Merchant HA, Yousuf RI. 2006. Evaluation of drug release kinetics from ibuprofen matrix tablets using HPMC. J Pharm. Sci 19:119-124. Sutriyo, Djajadisastra J, Novitasari A. 2004.
Mikroenkapsulasi propanolol hidroklorida dengan penyalut etil selulosa menggunakan metode penguapan pelarut.
Majalah Ilmu Kefarmasian 1:93-200. Tayade PT, Kale RD. 2004. Encapsulation of
water-insoluble drug by a cross-linking technique: effect of process and formulation variables on encapsulation efficiency, particle size, and in vitro
dissolution rate. AAPS Pharm Sci 6:1-8. Wukirsari T. 2007. Enkapsulasi ibuprofen
dengan penyalut alginat-kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Yoshizawa H. 2004. Trends in microencapsulation reseach. KONA 22:23-31.
Zhu KJ, Jiang HL, Yasuda H, Ichimaru A, Yamamoto K, Lecomte P, Jerome R. 2005. Preparation, characterization and in vitro
PELEPASAN IBUPROFEN DARI MIKROKAPSUL
TERSALUT POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT)
DAN POLI(
ε
-KAPROLAKTON) SECARA
IN VITRO
PENI MAHARINI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
PENI MAHARINI. Pelepasan Ibuprofen dari Mikrokapsul Tersalut Polipaduan
Poli(asam laktat) dan Poli(
ε
-kaprolakton) secara
In Vitro
. Dibimbing oleh TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Ibuprofen merupakan obat antiradang yang memiliki waktu paruh eliminasi
singkat dan dapat menimbulkan iritasi lambung. Mikroenkapsulasi dapat
digunakan untuk meminimumkan kekurangannya tersebut. Dalam penelitian ini,
mikroenkapsulasi ibuprofen dilakukan dengan metode emulsifikasi. Bahan
penyalut yang digunakan adalah polipaduan poli(asam laktat) dan poli(
ε
-kaprolakton) karena bersifat biodegradabel dan biokompatibel. Polivinilalkohol
digunakan sebagai pengemulsi pada konsentrasi 1.5%. Mikroenkapsulasi
dilakukan dengan ragam jumlah ibuprofen. Kenaikan jumlah ibuprofen
meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi enkapsulasi ibuprofen menunjukkan
nilai lebih dari 71% dengan nilai tertinggi sebesar 84.13% pada mikrokapsul
dengan nisbah polipaduan-ibuprofen 5:1.5. Hasil uji disolusi dalam medium basa
menunjukkan pengaruh efisiensi enkapsulasi terhadap pelepasan ibuprofen dari
mikrokapsul. Mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi mengalami
pelepasan ibuprofen sebesar 26.71-28.78% selama 6 jam. Kinetika pelepasan
ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1. Mikrokapsul yang dihasilkan
memiliki kisaran ukuran sebesar 38-250 m.
ABSTRACT
PENI MAHARINI.
In Vitro
Release of Ibuprofen from Microcapsules
Coated
Polyblend of Poly(lactic acid) and Poly(
ε
-caprolactone). Supervised by TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
PELEPASAN IBUPROFEN DARI MIKROKAPSUL
TERSALUT POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT)
DAN POLI(
ε
-KAPROLAKTON) SECARA
IN VITRO
PENI MAHARINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul
: Pelepasan Ibuprofen dari Mikrokapsul Tersalut Polipaduan
Poli(asam laktat) dan Poli(
ε
-kaprolakton) secara
In Vitro
Nama : Peni Maharini
NIM
: G44060955
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Tetty Kemala, M.Si
Drs. Ahmad Sjahriza
NIP 19710407 199903 2 001
NIP 19620406 198903 1 002
Mengetahui
Ketua Departemen Kimia,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan
pada bulan Maret sampai September 2010 di Laboratorium Kimia Anorganik,
Laboratorium Kimia Organik, dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia
FMIPA IPB, serta di Laboratorium Pengujian dan Penelitian Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Tetty Kemala, M.Si. dan
Bapak Drs. Ahmad Sjahriza selaku pembimbing atas segala saran, kritik,
dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf laboran Kimia
Anorganik, yaitu Bapak Sawal, Bapak Mulyadi, Bapak Caca, dan Mba Nurul;
serta staf laboran lainnya, yaitu Bapak Sabur, Om Eman, Ibu Nunung, Mas Eko,
Ibu Siti Rachmah, Bapak Nano, dan Bapak Ismail atas fasilitas, bantuan, serta
masukan yang diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bayu Dwi
Arianto, S.Si., Nurzehan Maulidyawati, S.Si., Nana Rusmana, S.Si, Bapak Yani
dari Departemen Fisika, Ihsan Kamil Hanifa, S.Si, dan Sulvi Mulkiyah Hasanah,
S.Si atas segala dukungan, bantuan tak ternilai, diskusi, dan saran berkaitan
dengan penelitian. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada Papa,
Mama, seluruh keluarga, dan Ka Bayu atas kasih sayang, perhatian, dorongan,
bantuan materi, dan doa-doanya. Tak lupa, ungkapan terima kasih penulis kepada
teman-teman seperjuangan penelitian di Laboratorium Kimia Anorganik, yaitu
Mia, Sitkom, Evi, Nisa, Noe, Gita, dan teman-teman Kimia 43 lainnya yang selalu
memberi dukungan dan canda tawa, serta menjadi teman diskusi yang
menyenangkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 30 Agustus 1988 dari
pasangan Hardi Salman dan Madu Widhowati. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2007, penulis diterima di
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Ibuprofen ... 1
Mikroenkapsulasi ... 2
Poli(asam laktat) ... 2
Poli(
ε
-kaprolakton) ... 2
Polivinilalkohol ... 3
Kinetika Pelepasan Obat ... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat... 3
Metode ... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Poli(asam laktat) ... 5
Mikroenkapsulasi Ibuprofen ... 5
Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar ... 6
Efisiensi Enkapsulasi ... 6
Pelepasan Obat ... 6
Kinetika Pelepasan Obat ... 7
Morfologi Mikrokapsul ... 8
SIMPULAN DAAN SARAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sifat fisik PLA ... 2
2 Sifat fisik PCL ... 3
3 Komposisi formula mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan
PCL ... 4
4 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen ... 6
5 Koefisien determinasi (
R
2) dan tetapan laju (
k
) pelepasan ibuprofen pada
berbagai model kinetika ... 7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes 1995) ... 1
2 Ilustrasi persebaran senyawa aktif tepat di tengah kapsul (a) dan tersebar
di seluruh kapsul (b) ... 2
3 Sturktur poli(asam laktat) ... 2
4 Struktur poli(
ε
-kaprolakton) ... 2
5 Struktur polivinilalkohol ... 3
6 Reaksi sintesis poli(asam laktat) ... 5
7 Mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL ... 5
8 Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul formula C (i) dan D (ii) terhadap
waktu (menit) ... 7
9 Foto SEM mikrokapsul tersalut polipaduan PLA dan PCL tanpa
penambahan ibuprofen (a) dan dengan penambahan ibuprofen (b)
pada perbesaran 500×, serta pada perbesaran 2500× terhadap
permukaan mikrokapsul dengan penambahan ibuprofen (c) ... 8
10
Foto SEM permukaan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA
dan PCL formula C setelah disolusi pada medium basa dengan
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir kerja penelitian ... 12
2 Penentuan bobot molekul PLA ... 13
3 Absorbans larutan ibuprofen
apada berbagai panjang gelombang ( ) ... 14
4 Konsentrasi dan absorbans larutan ibuprofen pada pembuatan kurva
standar ibuprofen (
maks
= 222 nm) ... 15
5 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen dalam mikrokapsul tersalut polipaduan
PLA-PCL ... 16
6 Persentase rerata pelepasan ibuprofen dalam uji disolusi medium basa
PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan senyawa aktif yang sering dijumpai dalam obat rematik komersial. Ibuprofen dapat meredakan rasa nyeri akibat peradangan atau bersifat analgesik. Namun, senyawa ini dapat menimbulkan iritasi pada lambung jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih serta memiliki waktu paruh eliminasi yang cepat, yaitu sekitar 2 jam. Waktu paruh eliminasinya yang cepat menyebabkan obat ini harus lebih sering dikonsumsi (Gilman et al. 1996). Oleh karena itu, sistem pengantaran obat secara khusus diperlukan ibuprofen untuk mengatasi hal tersebut.
Sistem pengantaran obat dapat dilakukan dengan mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengungkung senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil. Bahan penyalut yang digunakan dapat berasal dari polimer alam maupun sintetik.
Polimer biodegradabel sintetik seperti poliester alifatik kini telah dikembangkan dan diaplikasikan sebagai bahan penyalut obat. Polimer ini memiliki sifat biodegradabel sehingga dapat terurai secara biologis. Beberapa contoh golongan poliester alifatik tersebut di antaranya adalah poli(asam laktat) (PLA), poli(asam glikolat) (PGA), poli(asam laktat-ko-glikolat) (PLGA), dan poli(
ε
-kaprolakton) (PCL) (Gunatillake & Adhikari 2003). Zhu et al. (2005) telah melakukan penyalutan ibuprofen menggunakan kopolimer dari PLA dan PCL. Pada penelitian ini akan dilakukan penyalutan ibuprofen menggunakan PLA dan PCL sebagai suatu polipaduan.Poli(
ε
-kaprolakton) (PCL) digunakan
sebagai penyalut obat karena memiliki permeabilitas obat dan kekuatan mekanik yang cukup baik. Namun, PCL memiliki waktu degradasi yang lama. Sementara itu, PLA memiliki permeabilitas kurang baik dibandingkan dengan PCL walaupun waktu degradasinya lebih pendek dari PCL (Gunatillake & Adhikari 2003). Oleh karena itu, pencampuran PLA dengan PCL dapat memperbaiki sifat mekaniknya (Broz et al. 2003; Rosida 2007).Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat menahan laju pelepasan ibuprofen dalam medium simulasi cairan lambung (Maulidyawati 2009). Mikroenkapsulasi ibuprofen tersebut dilakukan dengan metode emulsifikasi dan menggunakan
polivinilalkohol (PVA) sebagai pengemulsi dengan konsentrasi sebesar 2.5%. Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut yang sama dilakukan Kemala (2010) dan menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi tertinggi dimiliki mikrokapsul ibuprofen dengan penggunaan PVA pada konsentrasi 1.5%.
Dengan kondisi penyalutan yang sama dan menggunakan metode emulsifikasi seperti dalam penelitian Maulidyawati, penelitian ini bertujuan menghasilkan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL dengan efisiensi enkapsulasi yang tinggi, yaitu dengan penggunaan PVA 1.5% (Kemala 2010), dan mengetahui pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul secara in vitro melalui uji disolusi dalam medium simulasi cairan usus. Kinetika pelepasan ibuprofen kemudian dikaji berdasarkan koefisien determinasi (R2) dari persamaan dengan menggunakan pendekatan orde reaksi ke-0, orde reaksi ke-1, dan Higuchi untuk mengetahui model kinetika pelepasannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Ibuprofen
Ibuprofen (Gambar 1) merupakan senyawa tidak larut air yang biasa digunakan sebagai senyawa aktif dalam obat rematik. Ibuprofen adalah turunan asam fenilasetat dengan nama kimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat. Ibuprofen memiliki bobot molekul sebesar 206.3 g mol-1.
Gambar 1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes 1995).
Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat antiradang adalah dengan menghambat kerja enzim prostaglandin sintetase. Prostaglandin merupakan salah satu mediator dalam proses peradangan. Contoh mediator lainnya dalam proses peradangan adalah histamin, bradikin, dan interleuksin.
2
mual, diare, sembelit, dan rasa panas (iritasi) dalam perut. Namun, efek samping tersebut dapat diminimumkan, salah satunya melalui proses mikroenkapsulasi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk itu, dan salah satunya penelitian yang dilakukan Tayade & Kale (2004) yang melakukan mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut gelatin agar dapat mencegah terjadinya pendarahan saluran pencernaan.
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengukung suatu senyawa menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil dengan diameter rerata 15-20 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia (Yoshizawa 2004). Bahan yang akan dimikroenkapsulasi adalah bahan inti yang dibatasi dinding kapsul untuk beberapa waktu tertentu.
Babstov et al. (2002) menyatakan bahwa enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki beberapa keuntungan, antara lain melindungi suatu senyawa dari penguraian dan mengendalikan pelepasan suatu senyawa aktif. Pengendalian pelepasan suatu senyawa aktif (misalnya obat) tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan konsentrasi obat dalam saluran pencernaan secara serentak. Dengan demikian iritasi pada saluran pencernaan, terutama pada dinding lambung, dapat dihindari.
Persebaran senyawa aktif dalam suatu kapsul dapat bermacam-macam (Birnbaum & Brannon-Peppas 2003). Senyawa aktif dapat terletak tepat di tengah-tengah kapsul dan bertindak sebagai intinya (Gambar 2a), atau tersebar di seluruh kapsul atau tidak terpusat pada satu titik saja (Gambar 2b).
(a) (b)
Gambar 2 Ilustrasi persebaran senyawa aktif tepat di tengah kapsul (a) dan tersebar di seluruh kapsul (b).
Polimer yang lazim digunakan pada proses mikroenkapsulasi senyawa obat adalah polimer yang memiliki sifat biodegradabel dan biokompatibel dalam tubuh. Hal tersebut dikarenakan kapsul yang dihasilkan akan dikonsumsi manusia dan masuk ke dalam tubuh. Beberapa polimer yang dapat
digunakan antara lain gelatin (Tayade & Kale 2004), PLA (Robani 2004), poli(ε -kaprolakton) (Ramesh et al. 2002), poli(asam laktat-ko-glikolat) (Bahl & Sah 2000), etil selulosa (Sutriyo et al. 2004), poliakrilat, dan ester selulosa (Babtsov et al. 2002).
Poli(asam laktat)
Poli(asam laktat) (PLA) (Gambar 3) merupakan poliester alifatik termoplastik yang bersifat biodegradabel, artinya PLA dapat terdegradasi secara alami oleh panas, cahaya, bakteri, maupun oleh proses hidrolisis. Selain itu, polimer ini juga bersifat biokompatibel yaitu dapat terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. Polimer ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana. Sifat fisik PLA disajikan dalam Tabel 1.
n CH3
O HC C
O
Gambar 3 Struktur poli(asam laktat).
Tabel 1 Sifat fisik PLA
Sifat Fisik
D,L-PLA L-PLA Suhu transisi gelas (oC) 55-60 60-65
Titik leleh (oC) amorf 173-178 Kekuatan tarik(MPa) 1.9 2.7 Waktu degradasi (bulan) 12-16 >24
Poli(ε-kaprolakton)
Poli(ε-kaprolakton) (PCL) (Gambar 4) merupakan polimer semikristalin bersifat termoplastik. Poli(ε-kaprolakton) adalah plastik biodegradabel yang disintesis dari penurunan minyak mentah dan diikuti oleh proses polimerisasi pembukaan cincin. PCL memiliki sifat tahan terhadap air, minyak, dan klorin. Selain itu, PCL mempunyai titik leleh dan kekentalan yang rendah (Flieger et al. 2003).
O (CH2)5 C n O
Gambar 4 Struktur poli(ε-kaprolakton).
3
kristalinitas. Walaupun demikian banyak jenis mikroba di alam yang mampu mendegradasi PCL. Sifat fisik PCL disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik PCL
Sifat Fisik PCL
Suhu transisi gelas (oC) (-65)-(-60)
Titik leleh (oC) 58-63
Kekuatan tarik (MPa) 0.4 Waktu degradasi (bulan) >24 (Lu & Chen 2004)
Polivinilalkohol
Polivinilalkohol (PVA) (Gambar 5) adalah polimer yang terbentuk dari vinilalkohol. PVA terbentuk ketika banyak molekul vinilalkohol terhubung secara bersama membentuk polimer yang panjang (Flieger et al. 2003). PVA berfungsi sebagai pengemulsi dalam pembuatan mikrokapsul. Gugus hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air, sedangkan rantai karbonnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi menjadi lebih stabil.
Gambar 5 Struktur polivinilalkohol.
Kinetika Pelepasan Obat
Kinetika pelepasan obat dapat menggambarkan laju pelepasan obat dan model pelepasannya. Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju pelepasan obat diamati dengan menggunakan parameter waktu paruh (t1/2),
orde reaksi, dan tetapan laju. Umumnya kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti orde ke nol atau ke satu (Shoaib et al. 2006; Saravanan et al. 2003). Reaksi orde ke nol dapat dituliskan sebagai:
[A]t = [A]o – kt atau Q = kt ...(1)
dengan [A]t ialah konsentrasi obat yang tersisa
di dalam sediaan obat setelah waktu t, [A]o
ialah konsentrasi obat mula-mula, Q ialah persen pelepasan, dan k ialah tetapan laju. Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan dengan
[ ]
k t A 2 2 1 0 = ...(2)sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut: ln [A]t = ln [A]o – kt ...(3)
k
t
ln
2
2
1 = ...(4) (Atkins 1996).
Pelepasan obat dari sediaan dapat berlangsung dengan mekanisme erosi atau difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Proses ini umumnya terjadi pada sediaan obat yang berbentuk tablet. Mekanisme pelepasan obat secara erosi mengikuti hukum Fick pertama:
h C Cs DS
dt
dW [ − ]
= ...(5)
dengan dt dW
adalah laju disolusi massa, S luas permukaan penghalang, D koefisien difusi, Cs
konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, C
konsentrasi obat dalam medium, h adalah ketebalan membran, dan t adalah waktu.
Pelepasan obat secara difusi pada prinsipnya ialah terjadinya perpindahan obat melalui bahan penghalang atau matriks. Proses difusi ini umumnya terjadi pada sediaan obat yang menggunakan penyalut dan dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang juga dikembangkan dari hukum Fick:
CH CH2
OH
n
2 1
2
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
= t ADCs dt dQatau Q=(2DACs)12t12(6)
dengan dt dQ
adalah laju pelepasan obat, A
jumlah obat per satuan volume matriks, D
koefisien difusi obat melalui matriks, Cs
kelarutan dalam matriks, t waktu, dan Q jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan dari matriks. jika nilai (2DACs)1/2 = k, maka persamaan (6) menjadi persamaan (7).
2 1
kt
Q= ...(7)
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam laktat (Merck), PCL (Aldrich), PVA (Merck), diklorometana, bufer fosfat (KH2PO4-K2HPO4), etil asetat,
dan ibuprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.
4
mikroskop elektron payaran (SEM) Jeol-JSM-6360LA.
Metode
Penelitian ini diawali dengan sintesis poli(asam laktat) (PLA) dan dilanjutkan dengan pembuatan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL. Mikrokapsul yang terbentuk selanjutnya dilakukan uji efisiensi enkapsulasi, uji disolusi secara in vitro dalam medium simulasi cairan usus, dan pengamatan morfologi mikrokapsul dengan analisis SEM (Lampiran 1).
Sintesis PLA (Rusmana 2009; Gonzales et al. 1999)
Pembuatan PLA dilakukan dengan cara polikondensasi secara langsung tanpa penambahan katalis. Gelas piala 100 mL dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang bobotnya. Asam laktat sebanyak 25