• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM

Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM diperoleh berdasarkan hasil pra- eksperimen yang dilakukan beberapa kali.

Pengusangan Cepat Fisik

Sebelum melakukan pengusangan fisik, botol penampung air diisi sebanyak 900 ml air untuk menghasilkan uap panas setelah proses pemanasan. Setelan pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kanan yang bertuliskan “uap air” untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah pengusangan fisik dengan penderaan uap panas (Gambar 12). Untuk pengusangan fisik, perlu dilakukan pemanasan air terlebih dahulu untuk menghasilkan uap panas sebelum dilakukannya pengusangan, sehingga belum dilakukannya penderaan. Tombol pengatur waktu pemasukan uap ke dalam ruang deraan dan

timer (Gambar 13) diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki untuk proses pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tombol- tombol tersebut diatur, kemudian alat dinyalakan (Gambar 14) dan proses pemanasan pun berlangsung.

Gambar 13. Tombol pengatur waktu pemasukan uap (kiri), pengatur waktu penderaan (tengah), dan timer (kanan)

Gambar 14. Tombol ON/OFF APC IPB 77-1 MM

Air yang berasal dari botol penampung air masuk ke dalam tabung pemanas air melalui selang yang dihubungkan antara kedua tabung. Air tersebut dipanaskan di dalam tabung pemanas air (heater) menghasilkan uap panas. Uap panas yang dihasilkan dari tabung pemanas air kemudian diarahkan ke dalam tabung penampung uap panas melalui selang. Jika uap panas sudah terkumpul dan tabung penampung uap panas sudah terasa panas, kran penghubung tabung penampung uap panas dengan ruang deraan yang berwarna biru dibuka untuk membuka jalan uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Waktu yang dibutuhkan selama proses pemanasan sampai uap panas di dalam ruang deraan mencapai suhu dan kelembaban yang konstan adalah ±1.5 jam.

Selama proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan, kran keluaran uap panas yang terdapat pada tabung penampung uap panas perlu dibuka-tutup untuk mengatur uap panas yang masuk ke dalam ruang deraan. Jika suhu di dalam ruang deraan sudah terlalu tinggi, maka kran keluaran uap panas dibuka untuk mengeluarkan sebagian uap panasnya, sehingga uap panas yang masuk ke dalam ruang deraan tidak terlalu banyak. Kran tersebut juga berfungsi untuk mengeluarkan air di dalam tabung penampung uap panas. Uap panas yang sudah lama mengumpul di tabung penampung uap berkondensasi menjadi air yang jika

semakin banyak akan menghambat proses penampungan uap panas. Terhambatnya proses penampungan uap panas tersebut dikarenakan selang penghubung dari tabung pemanas air tertutup oleh air sehingga sulitnya uap panas naik ke tabung penampung uap panas.

Jika suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan sudah konstan, yaitu mencapai ±52°C dengan RH 89%, alat dimatikan terlebih dahulu. Tabung-tabung wadah benih yang sudah berisi benih yang akan diusangkan kemudian dimasukan ke dalam ruang deraan. Jika benih sudah dimasukkan, ruang deraan ditutup rapat kembali dengan mengunci engkel penutupnya. Atur tombol waktu penderaan yang terletak di samping alat sesuai dengan waktu yang dikehendaki, yaitu 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit. Tombol waktu pemasukan uap juga diatur sesuai dengan lamanya waktu penderaan, sehingga uap panas akan terus masuk ke dalam ruang deraan selama waktu penderaan. Tombol timer juga disamakan untuk mengetahui habisnya waktu pengusangan. Selanjutnya, alat kembali dinyalakan untuk melakukan penderaan. Timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu yang diatur sudah habis.

Suhu dan RH konstan ditentukan dari pengukuran dengan alat

Thermohygrometer dari awal uap panas masuk sampai suhu dan RH di dalam ruang deraan konstan pada pra-eksperimen sebelumnya. Selama penelitian ini, peneliti masih harus mengukur suhu dan RH dengan alat Thermohygrometer

selama proses pemasukan uap panas untuk memastikan suhu dan RH di dalam ruang deraan sudah konstan. Namun, suhu dan RH di dalam ruang deraan dapat mengalami perubahan. Suhu dapat naik turun tergantung besar kecilnya kran keluaran uap panas pada tabung penampung uap panas dibuka. Suhu dan RH juga dapat turun pada saat pembukaan tutup ruang deraan ketika pemasukan benih sebelum pengusangan atau pengambilan benih yang telah diusangkan dan masih akan melanjutkan proses pengusangan. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara tidak membuka tutup ruang deraan terlalu lebar agar tidak terlalu banyak uap panas yang keluar sehingga suhu dan RH tidak menurun drastis. Akan tetapi, hal ini tidak menjamin suhu dan RH tetap sama dan konstan selama pengusangan.

Selama penelitian ini, kendala yang dihadapi banyak terjadi pada tabung pemanas air (heater). Tutup tabung pemanas air yang hanya direkatkan dengan

lem seringkali tidak rapat dan mudah terlepas karena tidak kuat menahan tekanan uap panas yang besar. Kendala lainnya yaitu tabung pemanas air yang mengeluarkan bau terbakar dan asap akibat kekeringan air saat pemanasan. Dari sini, peneliti mengetahui bahwa terdapat volume minimal untuk pengisian air agar tidak terjadi kekeringan selama pemanasan. Untuk sekali pengusangan fisik dibutuhkan 900 ml air atau tidak boleh kurang dari 700 ml air agar aman dari kekeringan saat pemanasan.

Pengusangan Cepat Kimia

Sebelum melakukan pengusangan, etanol dimasukkan ke dalam tabung pemanas etanol sebanyak ±50 ml. Tabung-tabung wadah benih yang sudah berisi benih yang akan diusangkan kemudian dimasukan ke dalam ruang deraan. Jika benih sudah dimasukkan, ruang deraan ditutup rapat kembali dengan mengunci engkel penutupnya. Setelan pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kiri yang bertuliskan “etanol” untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah pengusangan kimia dengan penderaan uap etanol.

Tombol-tombol waktu pemasukan uap, waktu penderaan, dan timer diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki, yaitu 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit. Ketiga tombol tersebut diatur dengan waktu yang sama agar uap etanol akan tetap masuk ke dalam ruang deraan selama penderaan. Kran penghubung tabung penampung uap etanol dengan ruang deraan yang berwarna merah dibuka untuk membuka jalan uap etanol masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tombol- tombol sudah diatur dan kran sudah dibuka, kemudian alat dinyalakan dan proses pengusangan pun berlangsung. Suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan selama proses pengusangan kimia adalah 32°C dan 82%. Suhu dan RH tersebut ditentukan dari pengukuran dengan alat Thermohygrometer pada pra-eksperimen sebelumnya. Timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu yang diatur sudah habis.

Jika tabung pemanas etanol bekerja, tabung akan menjadi panas untuk mempercepat proses penguapan etanol sehingga etanol yang dibutuhkan untuk pengusangan sangat banyak dan uap etanol yang dihasilkan menjadi hangat. Akan tetapi, setiap peneliti melakukan pengusangan, tabung pemanas uap etanol justru

menjadi dingin bahkan sampai berembun dan uap etanol yang terbentuk dingin (Gambar 15). Etanol yang dibutuhkan selama pengusangan juga tidak banyak. Namun, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi hasil pengusangan, hanya terdapat sedikit perbedaan pada kadar air.

Jika tabung pemanas etanol bekerja dan uap yang dihasikan hangat, jumlah etanol yang masuk ke dalam alat pengusangan pun banyak dan semakin banyak etanol yang masuk ke dalam benih menggantikan kadar air benih. Penurunan kadar air benih selama pengusangan kimia menjadi sangat terlihat.

Gambar 15. Tabung pemanas etanol yang berembun Pembuatan Lot Benih

Pembuatan lot benih dilakukan untuk mendapatkan beberapa tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan deteriorasi terkontrol. Metode deteriorasi tekontrol ini dilakukan dengan menyimpan benih kedelai di dalam wadah tertutup yang berisi air sehingga kelembaban udara terkontrol mencapai 97% pada suhu kamar 28.1°C selama 10 dan 20 hari.

Metode deteriorasi terkontrol dapat memberikan keragaman viabilitas dan vigor pada lot benih kedelai dan diperoleh hasil lot benih dengan waktu deteriorasi terkontrol selama 10 hari sebagai vigor 2 (V2) dan deteriorasi terkontrol selama 20 hari sebagai vigor 3 (V3), sedangkan vigor 1 (V1) diperoleh dengan penyimpanan pada ruang AC. Nilai tengah status viabilitas dan vigor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai tengah diperoleh dari rataan tiga ulangan pada masing-masing lot.

Tabel 1. Nilai tengah dan standar deviasi viabilitas dan vigor tiga lot benih kedelai

Lot Benih DB (%) PTM (%) IV (%) KCT (%/etmal)

V1 100a ± 0 100a ± 0 85.33a ± 2.31 31.38a ± 0.31 V2 94.67ab ± 9.24 100a ± 0 76ab ± 8 29.2ab ± 2.9 V3 74.67bc ± 10.07 100a ± 0 24c ± 10.58 18.13c ± 3.14 Keterangan : V1= Penyimpanan di ruang AC; V2= Metode deteriorasi terkontrol selama 10 hari;

V3= Metode deteriorasi terkontrol selama 20 hari; DB= Daya Berkecambah; PTM= Potensi Tumbuh Maksimum ; IV= Indeks Vigor ; KCT= Kecepatan Tumbuh. Angka

yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom, menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa benih yang diperlakukan deteriorasi terkontrol selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3) mengalami penurunan pada parameter viabilitas potensial maupun vigor benih. Tolok ukur daya berkecambah mengalami penurunan yang tidak berbeda nyata pada ketiga lot benih. Penurunan vigor lot pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh juga tidak berbeda nyata antara V1 dan V2, tetapi berbeda nyata pada V3, sedangkan pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum tidak mengalami penurunan sama sekali.

Kemunduran meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih setelah penyimpanan (deteriorasi terkontrol). Secara umum, viabilitas dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan kelembaban, dan semakin lamanya benih terkena suhu dan kelembaban tinggi serta dengan meningkatnya kandungan kadar air benih (Justice dan Bass, 2002). Menurut Tatipata et al. (2004), suhu dan kelembaban tinggi akan mempercepat kemunduran benih akibat penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas, dan penurunan daya berkecambah dan vigor.

Perubahan Kadar Air Selama Pengusangan Fisik dan Kimia

Setelah benih diusangkan secara fisik dan kimia, kemudian benih diuji kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air benih sebelum dan sesudah mengalami pengusangan.

Tabel 2. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kadar air benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia

Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia

Persamaan Regresi R2 r Persamaan Regresi R2 r

V1 y = 27.15 + 0.06764 x 0.43 0.66 ** y = 30.79 - 0.04558 x 0.84 -0.92 ** V2 y = 27.44 + 0.06393 x 0.32 0.57 * y = 27.95 - 0.03252 x 0.35 -0.59 * V3 y = 27.79 + 0.05527 x 0.42 0.65 ** y = 27.49 - 0.02268 x 0.62 -0.79 **

Keterangan : y = peubah kadar air benih (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%.

Hasil analisis korelasi regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang positif antara kadar air dengan waktu pengusangan pada pengusangan fisik dan korelasi negatif antara kadar air dengan waktu pengusangan pada pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.Korelasi positif pada pengusangan fisik ini menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka kadar air benih akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan benih yang bersifat higroskopis sangat mudah menyerap air dari udara di sekitarnya (Sutopo, 2002). Selama proses penderaan dengan uap panas, benih menyerap uap panas dari lingkungan yang lembab sehingga kadar air benih meningkat.

Korelasi negatif pada pengusangan kimia menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka akan semakin rendah kadar airnya. Hal ini dikarenakan kadar air di dalam benih digantikan oleh etanol yang masuk ke dalam benih. Etanol adalah senyawa organik yang bersifat nonpolar yang dapat mendenaturasi protein pada konsentrasi tertentu (Baum dan Scaif dalam Saenong dan Sadjad, 1984) dan bersifat dehidran sehingga dapat menyerap air yang menyelimuti protein (Priestley dan Leopold dalam Tatipata, 1993)

Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi kadar air dengan waktu pengusangan (Tabel 2) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar 0.92. Artinya, peubah kadar air (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 92%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1)

menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan kadar air benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata.

Daya Berkecambah Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia

Daya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur viabilitas potensial benih. Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum.

Tabel 3. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara daya berkecambah benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia

Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia

Persamaan Regresi R2 r Persamaan Regresi R2 r

V1 y = 104.8 - 0.4089 x 0.24 -0.49 tn y = 108.5 - 1.043 x 0.88 -0.94 ** V2 y = 81.60 - 1.511 x 0.71 -0.84 ** y = 64.53 - 0.9867 x 0.8 -0.90 ** V3 y = 59.20 - 1.236 x 0.76 -0.87 ** y = 60.53 - 0.8400 x 0.83 -0.91 **

Keterangan : y = peubah daya berkecambah (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%, (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%, dan (tn) adalah tidak nyata pada taraf 5%.

Hasil analisis korelasi regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka daya berkecambahnya akan semakin rendah. Viabilitas benih yang memiliki vigor tinggi akan tetap memiliki total kecambah normal yang tinggi setelah mengalami penderaan uap panas maupun uap etanol pada benih, sedangkan lot benih yang memiliki vigor rendah akan berkurang total kecambah normalnya. Justice dan Bass (2002) mengungkapkan pada dasarnya proses kehilangan vigor benih terjadi bersamaan dengan viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah.

Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi daya berkecambah dengan waktu pengusangan (Tabel 3) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia

sebesar 0.94. Artinya, peubah daya berkecambah (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan daya berkecambah benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata.

Potensi Tumbuh Maksimum Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia Potensi tumbuh maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan gejala hidup (Sadjad, 1994). Potensi tumbuh maksimum merupakan presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam.

Tabel 4. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara potensi tumbuh maksimum benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia

Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia

Persamaan Regresi R2 r Persamaan Regresi R2 r

V1 y = 100.0 - 0.0000 x 0.01* -0.1 tn* y = 102.9 - 0.2867 x 0.61 -0.79 ** V2 y = 116.8 - 1.547 x 0.58 -0.77 ** y = 105.1 - 0.6133 x 0.8 -0.90 ** V3 y = 104.8 - 1.920 x 0.89 -0.95 ** y = 106.4 - 1.293 x 0.89 -0.95 **

Keterangan : y = peubah potensi tumbuh maksimum (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit) . Angka yang diikuti oleh (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah nyata pada taraf 1%, dan (tn) adalah tidak nyata pada taraf 5%. (*) Nilai R2 dan r lot V1 pada pengusangan fisik diasumsikan 0.01 dan 0.1

Hasil analisis korelasi regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka potensi tumbuh maksimum semakin rendah.

Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan (Tabel 4) dicapai oleh lot benih V3 pada pengusangan fisik dan pengusangan kimia sebesar 0.95. Artinya, peubah potensi tumbuh maksimum (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan potensi tumbuh maksimum benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata.

Indeks Vigor Benih Setelah Pengusangan Secara Fisik dan Kimia

Presentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah menunjukkan presentase benih yang cepat berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Menurut Copeland dan McDonald (2001) nilai indeks vigor benih adalah nilai perkecambahan pada hitungan pertama, yang merupakan salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan vigor benih. Tingginya total kecambah normal pada hitungan pertama megindikasikan indeks vigor yang tinggi.

Tabel 5. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara indeks vigor benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia

Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia

Persamaan Regresi R2 r Persamaan Regresi R2 r

V1 y = 105.3 - 0.5244 x 0.28 -0.53 * y = 102.9 - 1.359 x 0.9 -0.95 ** V2 y = 38.40 - 0.8000 x 0.76 -0.87 ** y = 9.600 - 0.1533 x 0.26 -0.52 * V3 y = 16.00 - 0.3467 x 0.56 -0.75 ** y = 10.93 - 0.1800 x 0.38 -0.62 *

Keterangan : y = peubah indeks vigor (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%.

Hasil analisis korelasi regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 5. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara indeks vigor dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih

dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yaitu semakin lama waktu pengusangan maka akan semakin rendah indeks vigornya.

Benih yang memiliki vigor tinggi akan memiliki nilai perkecambahan pada hitungan pertama yang tinggi meskipun setelah mengalami penderaan uap panas maupun uap etanol dibandingkan dengan benih bervigor rendah yang akan kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Menurut Justice dan Bass (2002) kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran (kematian). Dina et al. (2006) mengemukakan bahwa parameter yang menunjukkan menurunnya viabilitas benih lebih dini merupakan indeks vigor yang lebih peka.

Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi indeks vigor dengan waktu pengusangan (Tabel 5) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar 0.95. Artinya, peubah indeks vigor (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan indeks vigor benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata.

Kecepatan Tumbuh Benih Setelah Pengusangan Secara Fisik dan Kimia Nilai KCT menunjukkan presentase rata-rata kecambah yang tumbuh setiap

hari. Menurut Sadjad (1994) tolok ukur KCT dianggap secara umum

mengindikasikan vigor benih dalam keadaan lapang yang suboptimum karena diasumsikan bahwa benih yang cepat tumbuh mampu mengatasi segala macam kondisi suboptimum. Benih yang lebih cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi. Semakin tinggi nilai KCT maka semakin tinggi

pula vigor lot benih tersebut.

Hasil analisis korelasi regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot

benih dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka semakin rendah kecepatan tumbuhnya.

Tabel 6. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kecepatan tumbuh benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia

Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia

Persamaan Regresi R2 r Persamaan Regresi R2 r

V1 y = 32.60 - 0.1410 x 0.22 -0.47 tn y = 34.84 - 0.3187 x 0.87 -0.93 ** V2 y = 20.37 - 0.3796 x 0.72 -0.85 ** y = 14.90 - 0.2326 x 0.73 -0.86 ** V3 y = 12.31 - 0.2572 x 0.72 -0.85 ** y = 14.92 - 0.2154 x 0.83 -0.92 **

Keterangan : y = peubah kecepatan tumbuh benih (%/etmal) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%, dan (tn) adalah tidak nyata pada taraf 5%.

Salah satu indikasi pertama dari kemunduran adalah penurunan vigor kecambah yang terlihat dari penurunan laju perkecambahan (Justice dan Bass, 2002). Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih yang vigor akan menunjukkan nilai KCT yang tinggi karena benih tersebut berkecambah cepat

dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan benih yang kurang vigor akan berkecambah normal dalam jangka waktu yang lebih lama.

Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan (Tabel 6) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar 0.93. Artinya, peubah kecepatan tumbuh (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 93%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan kecepatan tumbuh benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi tidak nyata.

Analisis regresi terhadap kedua metode pengusangan pada tolok ukur yang terpilih dilakukan untuk melihat nilai koefesien determinasi R-Sq/R2 > 80%. Metode yang mempunyai tolok ukur dengan nilai R2 > 80% terbanyak adalah metode pengusangan kimia. Nilai koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat secara kuantitatif antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati.

Sudut Kemiringan dan Nilai Vigor

Berdasarkan garis regresi hubungan antara waktu pengusangan (sumbu X) dan tolok ukur viabilitas dan vigor benih (sumbu Y) didapatkan sudut kemiringan (α) garis regresi yang menunjukkan besarnya laju penurunan vigor benih kedelai setelah mengalami pengusangan. Sudut kemiringan (α) yang lebih besar menunjukkan laju penurunan vigor yang lebih cepat dalam hasil pengusangan. Sebaliknya, sudut kemiringan (α) yang lebih kecil menunjukkan laju penurunan

Dokumen terkait