• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik dan Kimia Benih Kedelai

Benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sama seperti benih-benih family Leguminosae, yang terdiri dari embrio dan kulit benih. Bagian embrio terdiri dari plumula, poros hipokotil akar (axis) serta dua kotiledon. Plumula embrio terdiri dari dua calon daun dan titik tumbuh, sedangkan poros hipokotil akar merupakan bagian embrio yang terletak di bawah kotiledon (Hidayat dalam Afifah, 1991). Kotiledon mengandung bahan makanan yang kebanyakan terdiri dari lemak dan protein, yang jumlah kandungannya tergantung dari varietas (Somaatmadja dalam

Afifah, 1991), yaitu kandungan lemak kurang lebih 21% dan kandungan protein 40%. Kulit benih terdiri dari tiga lapisan sel, yaitu epidermis, hipodermis dan parenkima. Struktur benih kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.

Menurut Justice dan Bass (2002), daya simpan benih dipengaruhi oleh faktor genetik antara lain struktur kulit benih dan komposisi kimia benih. Kulit benih kedelai amat tipis sehingga mudah terinfeksi oleh cendawan, bakteri, dan virus serta rentan terhadap kerusakan fisik dan mekanik. Berdasarkan komposisi kimia benih, benih kedelai termasuk ke dalam kelompok benih berlemak dan berprotein yang memiliki kandungan lemak dan kandungan proteinnya sebesar 18-50%. Komposisi kimia benih berhubungan dengan mutu daya simpannya. Hasil penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan asam lemak bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi enzim di dalam proses metabolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami kemunduran (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Sifat dari mutu fisiologis benih kedelai tergolong cepat mengalami penurunan viabilitas (daya tumbuh dan kekuatan tumbuh) dan vigor pada kondisi suhu dan kelembaban yang relatif tinggi, akibat laju respirasi yang meningkat (Wirawan dan Wahyuni, 2002; Rahayu, et al., 2009). Hasil penelitian Tatipata, et al. (2004) menunjukkan benih kedelai yang mengalami kemunduran dapat dicerminkan oleh menurunnya kadar fosofolipid, protein membran, fosfor anorganik mitokondri, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase serta laju respirasi.

Gambar 1. Struktur benih kedelai (Thompson dalam Tatipata,1993)

Viabilitas dan Vigor Benih

Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih tersebut. Benih harus memiliki tingkat daya berkecambah tertentu, yang ditetapkan oleh suatu peraturan pemerintah di daerah itu, agar dapat diklasifikasikan sebagai benih. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan.

Sadjad (1993) mengemukakan bahwa vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Oleh karena itu, vigor benih dipilah atas dua kualifikasi, yaitu Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Daya Simpan

(VDS). Kedua macam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan

parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat bermacam-macam.

Vigor benih tertinggi tercapai pada saat benih masak secara fisiologis (Justice dan Bass, 2002; Sadjad, 2010). Sejak itu, benih perlahan-lahan kehilangan vigor dan akhirnya mati. Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati (Justice dan Bass, 2002).

Pada dasarnya proses kehilangan vigor benih terjadi bersamaan dengan viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Laju kemunduran vigor dan

viabilitas benih tergantung pada beberapa faktor, di antaranya faktor genetik dari spesies atau kultivarnya, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot benih serta cendawan gudang, bila kondisi penyimpanan memungkinkan pertumbuhannya (Justice dan Bass, 2002).

Vigor Daya Simpan

Menurut Sadjad et al. (1999), vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan suboptimum, apabila disimpan dalam keadaan terbuka dan langsung berhubungan dengan udara luar. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan optimum, apabila benih itu disimpan dalam keadaan ruang simpan yang suhu dan kelembaban nisbi udara dan biosfernya serba terkontrol. Benih yang memiliki vigor daya simpan tinggi mampu disimpan untuk periode simpan yang normal dalam keadaan suboptimum dan lebih panjang daya simpannya apabila ruang simpan dalam keadaan optimum.

Analisis vigor daya simpan dapat dikembangan berkat ditemukannya metoda pengusangan cepat yang menjabarkan kemunduran benih secara artifisial. Kalau deteriorasi merupakan kemunduran viabilitas benih akibat faktor-faktor alami, devigorasi digunakan untuk menyebutkan kemunduran viabilitas benih oleh proses pengusangan cepat (Sadjad, 1993).

Vigor daya simpan untuk mengukur benih sejauh mana dapat disimpan atau untuk mengukur periode simpan, disimulasi dengan metode uji pengusangan cepat. Benih diperlakukan dalam kondisi cekaman buatan baik yang mengungkapkan kondisi simpan sebenarnya, misalnya pada suhu dan kelembaban nisbi udara yang tinggi, maupun yang mengungkapkan secara tidak langsung, misalnya dengan menginduksikan uap etanol atau ethylaldehid ke dalam benih. Kalau dalam cekaman seperti itu benih mundur (devigorate) secara cepat dalam waktu pendek dan menunjukkan kinerja mundur tidak beda dengan kondisi simpan terbuka untuk jangka suatu periode simpan alami tertentu, maka perlakuan itu dapat digunakan menduga daya simpan benih secara langsung. Pendugaan daya simpan secara tidak langsung juga dapat dilakukan dengan

membuat model simulasi yang menunjukkan hubungan VDS dengan daya simpan

alami (Sadjad et al.,1999).

Kemunduran Benih

Suseno (1975) menyatakan bahwa kemunduran benih diartikan sebagai turunnya kualitas, sifat, atau vitalitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertanaman dan hasil. Kejadian itu merupakan proses degenerasi yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai tingkat kualitas yang maksimum. Kemunduran benih dapat didefinisikan jatuhnya mutu benih yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih.

Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur- angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih (Copeland dan McDonald, 2001). Menurut Barton dalam Justice dan Bass (2002) kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Justin dan Bass (2002) menambahkan, beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih diantaranya adalah jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan, penanganan panen dan kondisi penyimpanan benih.

Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor (Tatipata, et al., 2004).

Pengusangan Cepat Benih

Metode pengusangan cepat merupakan salah satu metode pengujian vigor dan pengujian daya simpan benih. Pengusangan cepat benih dapat dilakukan dengan cara penderaan, baik secara fisik maupun kimia. Pengusangan secara fisik dilakukan dengan cara memperlakukan benih pada suhu 40ºC dan kelembaban nisbi 100%. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan

menggunakan larutan etanol, uap etanol jenuh maupun larutan metanol (Mugnisjah, et al. 1994).

Pengusangan cepat secara fisik (accelerated aging) merupakan salah satu metode uji vigor benih yang digunakan secara resmi oleh International Seed Testing Association (ISTA). Pengusangan cepat adalah percepatan laju kerusakan benih dengan perlakuan suhu dan RH tinggi (95%), sehingga kadar air meningkat dan menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (ISTA, 2010). Benih vigor tinggi akan bertahan pada kondisi ekstrim dibandingkan benih vigor rendah, sehingga benih bervigor tinggi akan memiliki perkecambahan yang tinggi, sedangkan benih yang bervigor rendah akan kehilangan kemampuan untuk berkecambah.

Sadjad dalam Sadjad (1982) menyatakan bahwa etanol dapat mempercepat kemunduran benih sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga daya simpan benih. Dampak etanol terhadap viabilitas benih jagung ditemukan Sadjad pada tahun 1964 dan digunakan dalam penelitiannya dengan substrat kertas untuk uji viabilitas (Sadjad et al., 1999). Hasil penelitian Pian (1981) menunjukkan perlakuan benih dengan uap etanol dapat meningkatkan kandungan etanol dalam benih yang mengakibatkan perubahan sifat molekul makro yang berpengaruh terhadap enzim, membran sel, mitokondria dan organel lainnya yang berperan dalam perkecambahan benih. Benih jagung yang dimundurkan secara cepat dengan deraan uap etanol menunjukkan peningkatan kadar alkohol dalam benih tersebut, dan hubungannnya sangat nyata dengan mundurnya viabilitas benih.

Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM

Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini merupakan alat yang dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat baik secara fisik maupun kimia. Alat ini merupakan modifikasi dari MPC IPB 77-1 dan MPC IPB 77-1 M yang bertujuan untuk menyempurnakan sistem pergerakan benih dalam ruang deraan yang lebih efisien dalam rangka uji sistem multiplikasi devigorasi (Suhartanto, 1994). Pada bagian depan alat yang berbentuk tabung besar ini terdapat motor yang menempel di bagian luar tutup ruang deraan (Gambar 2). Motor tersebut dihubungkan dengan kerekan (pulley) untuk menggerakan sebuah poros di dalam ruang deraan yang di permukaanya dipasang 12 tabung wadah

benih. Berputarnya tabung-tabung tersebut dapat menempatkan benih dalam keadaan non-stationer, sehingga memudahkan uap penderaan mengenai seluruh permukaan benih yang ada di dalam tabung pada saat proses penderaan. Di dalam ruang deraan juga terdapat saluran uap untuk mengeluarkan uap penderaan ke dalam ruang deraan (Gambar 3).

Gambar 2. Tampak bagian depan APC IPB 77-1 MM

Gambar 3. Tampak bagian dalam APC IPB 77-1 MM

Pada bagian depan alat pengusangan juga terdapat sebuah selang untuk saluran pengeluaran air sisa uap panas selama pengusangan fisik (Gambar 2). Bagian samping alat pengusangan terdapat dua buah tombol hijau untuk mengatur waktu pemasukan uap dan waktu penderaan, serta satu tombol merah untuk timer

(Gambar 4). Tombol pengatur waktu pemasukan uap berfungsi untuk mengatur berapa lama uap panas atau uap etanol masuk ke dalam ruang deraan, sedangkan tombol pengatur waktu penderaan berfungsi untuk mengatur berapa lama motor yang menggerakkan tabung-tabung wadah benih yang berputar di dalam ruang deraan. Tombol timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu

yang diatur sudah habis. Tombol-tombol tersebut diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki sebelum memulai pengusangan.

Gambar 4. Tampak bagian samping APC IPB 77-1 MM

Alat ini dirancang untuk metode pengusangan fisik dengan satu buah botol kaca untuk menampung air yang akan dipanaskan dan dihubungkan langsung menuju tabung pemanas air (heater) untuk menghasilkan uap panas. Uap panas yang dihasilkan kemudian diarahkan ke dalam tabung penampung uap panas dan disalurkan masuk ke dalam ruang deraan. Pada tabung penampung uap panas juga terdapat kran untuk mengatur uap panas yang keluar dari tabung. Sebagian uap panas dikeluarkan untuk mengatur suhu di dalam ruang deraan agar tidak terlalu tinggi. Perangkat untuk pengusangan fisik pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perangkat pengusangan fisik pada APC IPB 77-1 MM

APC IPB 77-1 MM ini juga dirancang untuk pengusangan kimia dengan tiga buah tabung yang terdiri dari satu buah tabung pemanas etanol dan diapit dua

buah tabung lainnya untuk menampung uap etanol. Etanol yang dimasukan ke dalam tabung pemanas etanol kemudian dipanaskan menghasilkan uap etanol yang langsung disalurkan ke tabung penampung uap dan masuk ke dalam ruang deraan. Perangkat untuk pengusangan kimia pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM secara umum dapat dilihat pada Gambar 6.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor pada bulan April sampai dengan Mei 2012.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Anjasmoro. Bahan lain yang digunakan adalah etanol 95%, fungisida (Dithane M-45), kertas merang, plastik strimin, kawat, plastik, dan label.

Alat yang digunakan yaitu Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM, Alat Pengecambah Benih (APB) IPB 72-1 (Gambar 7), alat pengepres kertas IPB 75-1, wadah tertutup, kawat, seperangkat alat pengukur kadar air (oven kadar air, desikator, timbangan, cawan), boks plastik, kranjang.

Gambar 7. Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan. Percobaan I adalah pengusangan cepat benih secara fisik dengan menggunakan penderaan uap panas pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Percobaan II adalah pengusangan cepat secara kimia dengan menggunakan penderaan uap etanol 95% pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM.

Pengusangan fisik dan kimia dilakukan pada tiga tingkat vigor benih kedelai yang dibuat dengan perlakuan penyimpanan pada ruang AC (V1), metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu kamar 28.1°C selama 10 hari (V2) dan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu kamar 28.1°C selama 20 hari (V3) yang kemudian diusangkan dengan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit untuk pengusangan fisik dan selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit untuk pengusangan kimia. Waktu pengusangan tersebut diperoleh dari hasil pra-eksperimen sebelumnya. Setiap percobaan terdiri dari 15 satuan perlakuan dengan masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah satuan tiap percobaan diperoleh 45 satuan percobaan. Kebutuhan benih dari setiap satuan percobaan terdiri dari 100 butir benih untuk pengujian kadar air, indeks vigor dan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan kecepatan tumbuh yang masing- masing pengamatan sebanyak 25 butir. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis regresi linier sederhana dan analisis korelasi regresi. Pendekatan pertama dengan analisis regresi linier sederhana bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan hubungan antaraberbagai peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu pengusangan benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu:

Y = a + bX dengan :

Y = parameter viabilitas dan vigor benih a = titik potong garis dengan sumbu y b = kemiringan atau koefisien regresi X = waktu pengusangan benih

Pendekatan kedua adalah analisis korelasi regresi antara parameter viabilitas dan vigor dengan waktu pengusangan benih. Parameter viabilitas dan vigor benih dinyatakan sebagai sumbu Y dan waktu pengusangan dinyatakan sebagai sumbu X. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu pengusangan benih.

Gambar 8. Diagram alir pelaksanaan penelitian Satu Lot Benih Kedelai

Varietas Anjasmoro

Pembuatan Tiga Lot Benih: V1 = Benih disimpan di ruang AC

V2 = Benih dengan perlakuan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C selama 10 hari

V3 = Benih dengan perlakuan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C selama 20 hari

Penyamaan Kadar Air Benih

(Benih dipaparkan pada suhu ruang selama 5-10 hari)

Pengusangan Cepat Fisik

pada 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15menit

Pengusangan Cepat Kimia

pada 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit

Uji Kadar Air dan

Analisis Viabilitas dan Vigor Benih: 1. Daya Berkecambah

2. Potensi Tumbuh Maksimum 3. Indeks Vigor

4. Kecepatan Tumbuh Pelembaban Benih

Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1) menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara parameter viabilitas dan vigor benih dengan waktu pengusangan. Viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi berdasarkan waktu pengusangan benih melalui persamaan regresi apabila koefisien korelasinya nyata.

Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar keragaman parameter viabilitas dan vigor benih (Y) dapat digambarkan oleh keragaman waktu pengusangan benih (X). Nilai koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat secara kuantitatif antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Lot Benih dengan Metode Deteriorasi Terkontrol

Satu lot benih kedelai dibuat menjadi tiga lot dengan tingkat vigor yang berbeda. Lot benih diperoleh dari penyimpanan di ruang AC (V1) dan metode deteriorasi terkontrol (V2 dan V3). Metode deteriorasi terkontrol dilakukan untuk memperoleh beragam status viabilitas dan vigor benih. Metode deteriorasi tekontrol ini dilakukan dengan menyimpan benih kedelai di dalam lingkungan simpan yang memiliki kelembaban udara terkontrol mencapai 97% pada suhu kamar 28.1°C selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3). Benih kedelai diberi fungisida (Dithane M-45) terlebih dahulu sebelum disimpan untuk menghindari serangan cendawan. Benih kedelai yang akan disimpan lalu dipaparkan secara merata di dalam plastik strimin dan disimpan di dalam wadah tertutup yang berisi air sehingga kondisi RH tinggi mencapai 97% dan suhu 28.1°C selama 10 dan 20 hari (Gambar 9).

Benih kedelai yang telah disimpan, sebagian langsung dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) pada Alat Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk mengamati viabilitas dan vigor benih setelah penyimpanan. Pengecambahan dilakukan sebanyak tiga ulangan untuk masing- masing tingkat vigor. Setiap ulangan menggunakan 25 butir benih untuk daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.

Setelah disimpan, benih dipaparkan pada suhu ruang selama 5-10 hari agar kadar air benih mencapai kesetimbangan sebesar 12%, sehingga kadar air pada semua perlakuan penderaan seragam dan tidak menjadi faktor yang mempengaruhi dalam pengujian viabilitas dan vigor benih (Gambar 10).

Gambar 10. Pemaparan benih di ruang suhu kamar untuk penyamaan kadar air Sebelum diusangkan dengan APC IPB 77-1 MM, tiga lot benih yang memiliki tingkat vigor yang berbeda dilembabkan terlebih dahulu dengan menumpukkan benih secara merata dengan kertas merang basah selama 11 jam hingga kadar air mencapai ±26%. Pelembaban tersebut bertujuan agar benih mengalami imbibisi yang dapat memudahkan uap panas dan uap etanol masuk ke dalam benih selama proses pengusangan (Gambar 11). Setelah dilembabkan, benih dibagi menjadi dua bagian yang akan digunakan untuk pengusangan cepat fisik dan pengusangan cepat kimia.

Pengusangan Cepat Fisik dengan APC IPB 77-1 MM

Pengusangan cepat fisik dengan APC IPB 77-1 MM ini dilakukan dengan menggunakan uap panas. Uap panas tersebut dihasilkan dari proses pemanasan 900 ml air yang kemudian uap panas tersebut ditampung dan disalurkan masuk ke dalam ruang deraan benih. Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang deraan akan mencapai konstan yaitu ±52°C dan 89% selama ±1.5 jam. Selama proses pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan, kran keluaran uap panas perlu dibuka untuk mengatur suhu di dalam ruang deraan dengan membuang sebagian uap panas keluar. Setelah suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan mencapai konstan, benih didera dengan uap panas selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit.

Benih hasil pengusangan fisik tersebut kemudian diukur kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air setelah pengusangan dan dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) dalam Alat Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk diamati viabilitas dan vigor benih dengan tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Pengusangan Cepat Kimia dengan APC IPB 77-1 MM

Pengusangan cepat kimia dengan APC IPB 77-1 MM ini dilakukan dengan menggunakan uap etanol 95%. Uap etanol tersebut dihasilkan dari proses pemanasan ±50 ml etanol 95% yang kemudian masuk ke dalam ruang deraan benih. Setiap melakukan pengusangan kimia, etanol yang akan digunakan harus yang baru agar konsentrasi etanol tetap terjaga. Sisa etanol pada APC IPB 77-1 MM dari percobaan sebelumnya harus selalu diganti dengan etanol yang baru sebelum memulai pengusangan. Pengusangan cepat kimia pada APC IPB 77-1 MM ini tidak memerlukan waktu untuk pemanasan terlebih dahulu sehingga dapat langsung dilakukan penderaan benih dengan uap etanol selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit. Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang deraan selama pengusangan yaitu 32°C dan 82%.

Benih hasil pengusangan kimia tersebut kemudian diukur kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air setelah pengusangan dan dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) dalam Alat

Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk diamati viabilitas dan vigor benih dengan tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk menganalisis viabilitas dan vigor benih meliputi analisis berbagai peubah. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian pengujian VDS ini, meliputi peubah sebagai berikut :

1. Kadar Air Benih

Kadar air benih diiuji sebelum dan sesudah pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Benih yang akan diusangkan harus diuji kadar airnya terlebih dahulu sebelum dilakukan percobaan untuk menyamakan kadar air benih. Setelah benih diusangkan secara fisik dan kimia, kemudian benih diuji kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air benih sebelum dan sesudah pengusangan. Pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan metode langsung yaitu dengan oven suhu rendah konstan (103±2°C) selama ±17 jam. Kadar air benih dapat dihitung dengan rumus:

KA = × 100%

Keterangan:

KA = Kadar air benih (%) M1 = Berat cawan + tutup

M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan

2. Daya Berkecambah (DB)

Daya Berkecambah adalah persentase total kecambah normal selama pengamatan. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-3 dan hari ke-5 setelah dikecambahkan. Daya berkecambah dapat dihitung dengan rumus:

DB = ∑ K I ∑ K II

∑ × 100 %

Keterangan:

DB = Daya berkecambah (%)

∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-3 ∑ KN II = jumlah kecambah normal pada hari ke-5 3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum merupakan dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal dan abnormal yang tumbuh sampai akhir pengamatan. PTM dapat dihitung dengan rumus:

PTM = ∑ K ∑ KA

∑ × 100%

Keterangan:

PTM = Potensi tumbuh maksimum (%) ∑ KN = jumlah kecambah normal ∑ KAN = jumlah kecambah abnormal 4. Indeks Vigor (IV)

Indeks vigor adalah persentase kecambah normal pada hitungan

Dokumen terkait