• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik dan Kimia Red Palm Oil (RPO)

Pembuatan Red Palm Oil (RPO) dilakukan melalui pemurnian Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit kasar. Umumnya proses pemurnian RPO terdiri dari proses pemisahan gum (degumming) dan pemisahan asam lemak bebas (netralisasi). Penelitian ini tidak melakukan proses pemurnian RPO, namun RPO diperoleh langsung dari SEAFAST CENTRE IPB, selanjutnya peneliti melakukan analisis karakteristik fisik dan kimia RPO. Parameter yang dianalisis meliputi warna, kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air, bilangan peroksida dan kadar β- karoten RPO. Analisis karakteristik fisik dan kimia ini dilakukan bertujuan untuk melihat kualitas RPO yang digunakan sebagai bahan substitusi utama dalam pembuatan tiga produk pangan pada penelitian ini. Berikut data hasil analisis karakteristik fisik dan kimia RPO terdapat pada Tabel 5.

20

Tabel 5 Karakteristik Fisik dan Kimia RPO

Parameter Red Palm Oil (RPO)

Warna Merah

Asam Lemak Bebas (ALB) 0.08%

Kadar Air 0.22%

Bilangan Peroksida 1.06 eq/kg

Kadar β-karoten 246 ppm (mg/kg)

Warna

Analisis warna yang terdapat pada RPO diamati secara visual, dimana warna yang terbentuk adalah merah. Warna merah pada minyak sawit menunjukkan banyaknya kandungan karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda dalam karotenoid maka warna karotenoid akan semakin pekat menuju warna merah (Ketaren 2008). Warna pada RPO (fraksi olein) menunjukkan warna merah yang lebih pekat karena β-karoten terkonsentrasi pada fraksi olein (fraksi cair) dibandingkan dengan fraksi stearin (fraksi padat). Berikut gambar RPO yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Red Palm Oil (RPO)

Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam lemak bebas (ALB) biasa digunakan untuk mengukur mutu minyak sawit dan melihat tingkat kerusakan minyak. Keberadaan asam lemak bebas di dalam minyak tidak diharapkan karena degradasi dari asam lemak akan mengakibatkan minyak menjadi bau dan rasanya tidak disukai (tengik). Berdasarkan hasil analisis kandungan asam lemak bebas RPO sebesar 0.08%. Badan Standardisasi Nasional (2006) menetapkan bahwa batas maksimal nilai ALB pada minyak sawit adalah sebesar 0.5%. Kandungan ALB pada RPO berada dibawah batas maksimal yang ditetapkan, hal ini karena dalam pemurnian RPO mengalami proses netralisasi yang cukup efektif untuk menurunkan nilai ALB (Malkan 2012). Kandungan ALB yang kurang dari 0.5% menunjukkan hasil yang baik karena menurut Marsigit et al. (2011), semakin tinggi nilai ALB minyak sawit maka akan terjadi perubahan mutu dan kerusakan pada minyak. Nilai ALB RPO pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Rucita (2010) dan Malkan (2012) yaitu masing-masing 0.73% dan 1.8%. Hal ini diduga karena kandungan β-karoten penelitian ini lebih tinggi yang berfungsi sebagai antioksidan dan mampu memperlambat pembentukan asam lemak bebas selama pemanasan. Ikatan rangkap yang ada pada struktur β-karoten membuat senyawa

21 tersebut tidak stabil dan mudah bereaksi dengan asam lemak bebas yang ada (Budiyanto et al. 2010).

Kadar Air

Kandugan air merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu dan kualitas minyak. Menurut Prihananto (2015), kadar air minyak sawit merah akan semakin meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan, kadar air yang tinggi juga akan mempercepat kerusakan minyak akibat adanya hidrolisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air pada RPO sebesar 0.22%. Nilai ini berada dibawah batas maksimal yang ditetapkan oleh BSN (2006) yaitu sebesar 0.5%, sehingga RPO yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kualitas yang baik. Kadar air yang lebih rendah disebabkan oleh adanya emulsi yang terbentuk antara air dan minyak selama proses netralisasi dari CPO menjadi RPO (Rucita 2010).

Bilangan peroksida

Peroksida adalah bahan kimia yang dapat mempercepat oksidasi atau sebagai bahan pengoksidasi. Menurut Ketaren (2008), bilangan peroksida bukan merupakan indikator minyak telah rusak, melainkan indikator bahwa minyak tersebut akan rusak. Hasil pengukuran bilangan peroksida RPO adalah sebesar 1.06 eq/kg. Bilangan peroksida pada penelitian ini lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian Wijaya (2013) dengan bilangan peroksida RPO sebesar 2.54 eq/kg. Menurut Bangash et al. (2004), nilai bilangan peroksida maksimum sebesar 5 eq/kg sehingga hasil pengamatan bilangan peroksida RPO pada penelitian ini memenuhi syarat RPO yang baik. Selama pemanasan RPO, pembentukan senyawa peroksida terjadi lebih lambat daripada perubahan senyawa peroksida menjadi senyawa lain. Nilai bilangan peroksida yang rendah juga dipengaruhi oleh tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit merah yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menghambat reaksi pembentukan senyawa peroksida (Budiyanto et al. 2010). Nilai bilangan peroksida lebih dari 5 eq/kg merupakan indikator tingginya potensi ketengikan sehingga dapat menghasilkan masa simpan yang lebih rendah (Dewanti 2009).

Kadar β-karoten

β -karoten adalah salah satu dari kelompok karotenoid yang secara alami berwarna orange, dan keberadannya banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran berwarna orange dan hijau gelap. β-karoten juga dapat ditemukan pada berbagai jenis minyak sawit (Mueller & Boehm 2011). RPO memiliki kandungan β-karoten melebihi kandungan sayur dan buah. Satu sendok teh atau sekitar 5 g RPO diperkirakan menyediakan sekitar 270 g setara retinol equivalen (RE), yang berarti mencukupi sekitar 40 % Angka Kecukupan Gizi (AKG) vitamin A untuk kelompok umur laki-laki dan perempuan dewasa di Indonesia (NCCFNM 2005). Berdasarkan hasil analisis kadar β-karoten RPO adalah sebesar 246 ppm (mg/kg). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Dwiyanti (2014), yaitu RPO mengandung sekitar 400 ppm karotenoid, dimana sekiar 218 ppm disumbang oleh β-karoten. β-karoten dalam minyak sawit telah dilaporkan bertindak sebagai antioksidan biologis yang melindungi terjadinya stres oksidatif dan proses pembentukan atherosklerosis (Anishas 2014).

22

Profil Asam Lemak RPO

Total konsentrasi asam lemak tak jenuh Red Palm Oil (45.79%) lebih tinggi dari pada total konsentrasi asam lemak jenuh (37.46%). Jenis asam lemak yang mendominasi RPO adalah asam lemak palmitat (C16:0) dan asam lemak oleat (C18:1n9c). Tabel 6 berikut menunjukkan kadar profil asam lemak RPO.

Tabel 6 Jenis dan jumlah asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada RPO

Jenis Asam Lemak Red Palm Oil (RPO)

Asam Lemak jenuh :

Laurat (C12) % 0.14

Miristat (C14) % 0.69

Palmitat (C16) % 33.75

Stearat (C18) % 2.88

Total Asam Lemak jenuh (%) 37.46

Asam Lemak Tak Jenuh

Oleat (C18:1) % 36.86

Linoleat (C18:2) % 8.63

Linolenat (C18:3) % 0.3

Total Asam Lemak Tak Jenuh 45.79

Tabel 6 menunjukkan asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada RPO. Kandungan asam palmitat (33.75%) dan asam oleat (36.86%) RPO pada penelitian ini lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian Wijaya (2013) yang menunjukkan nilai asam palmitat (39.10%) dan asam oleat (42.4%). RPO dalam penelitian ini lebih awet dan tidak mudah teroksdiasi bila dibandingkan dengan RPO hasil penelitian Wijaya (2013). Hal ini karena kandungan asam lemak tidak jenuh dalam bahan pangan berkaitan dengan potensi kerusakan bahan pangan karena asam lemak tidak jenuh mudah teroksidasi (Kustyawati et al. 2012)

Menurut Rooyen (2013), RPO sebagian besar mengandung asam lemak palmitat (38-44%) dan asam lemak oleat (39-44%). Kandungan asam lemak palmitat dan oleat pada RPO lebih tinggi dibanding minyak goreng biasa. Hal ini memberikan keuntungan karena asam lemak jenuh pada RPO bersifat unik dan tidak menyebabkan peningkatan kolesterol darah. Asam lemak dan karotenoid pada RPO secara langsung berperan sebagai agen untuk melindungi terjadinya oksidasi (Nagendran et al. 2000 ; Rooyen 2013).

Formulasi Produk Pangan Fungsional

Bahan yang digunakan dalam formulasi bagelen, kue stick dan snack bar terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama yang digunakan adalah tepung terigu, rice crispy, dan telur, tepung sagu sedangkan bahan pendukung yang digunakan adalah Red Palm Oil (RPO), baking powder, garam, gula, margarin, ovalet, santan, susu bubuk dan minyak goreng. Penetapan formula bagelen, kue stick dan snack bar dilakukan dengan trial and error. Hal ini bertujuan untuk menentukan batas maksimal substitusi RPO pada produk. Faktor perlakuan yang digunakan pada rancangan formula adalah perbedaan subsitusi RPO (Red Palm Oil) pada setiap formula. Hasil trial and error produk bagelen,

23 kue stick dan snack bar dapat dilihat pada Tabel 2,3 dan 4 (Metode). Tiga produk ini diharapkan menjadi produk alternatif makanan selingan tinggi antioksidan β- karoten yang berguna untuk pencegahan atherosklerosis dan berkontribusi mencukupi kebutuhan energi sehari yang sesuai untuk kelompok umur dewasa awal (19-29 tahun).

Pembuatan bagelen dilakukan dengan mensubtitusi minyak goreng dan santan dengan RPO. RPO yang digunakan dalam formula bagelen adalah 0% (kontrol), 25% (F1), 33% (F2), dan 42% (F3). Pembuatan kue stick dilakukan dengan mensubtitusi margarin dengan RPO. RPO yang digunakan dalam formula kue stick adalah 0% (kontrol), 42% (F1), 72% (F2) dan 100% (F3). Pembuatan snack bar dilakukan dengan mensubtitusi minyak goreng dengan RPO. RPO yang digunakan dalam formula snack bar adalah 0% (kontrol), 23% (F1), 62% (F2) dan 100% (F3). Masing-masing formula yang dibuat mempertimbangkan penerimaan panelis terhadap produk terutama rasa dan aroma, selain itu juga mempertimbangkan kadar β-karoten yang terkandung dalam setiap produk. Semakin banyak RPO yang disubstitusi, warna pada bagelen, kue stick dan snack bar menjadi semakin kuning, aroma menjadi semakin tengik, tekstur produk menjadi rapuh dan berminyak, namun secara keseluruhan karakteristik produk masih dapat diterima oleh panelis.

Proses Pembuatan Produk

Pembuatan bagelen terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, penimbangan bahan, pencampuran bahan, pengukusan bahan, pencetakan adonan, pemanggangan dengan oven, dan pendinginan. Pembuatan bagelen RPO diawali dengan pencampuran telur, gula dan ovalet dengan menggunakan mixer selama 2- 3 menit pada kecepatan maksimal (speed : 3) hingga adonan mengembang. Setelah mengembang secara perlahan dimasukkan tepung terigu, santan dan RPO ke dalam adonan dan diaduk secara merata selama 4-5 menit hingga adonan mengembang dan homogen. Tahap berikutnya adalah pemasakan yang meliputi pengukusan dan pemanggangan. Proses pengukusan menggunakan cetakan loyang yang sudah diolesi dengan RPO dan dilapisi kertas roti. Adonan di kukus selama 25 menit pada suhu 80-850 C. Selanjutnya adonan yang di kukus diangkat dan di potong-potong menjadi bagian kecil serta dipanggang ±45 menit pada oven dengan suhu 180-2000 C.

Pembuatan kue stick terdiri dari tahap persiapan bahan, penimbangan, pencampuran bahan, pencetakan adonan dan penggorengan dengan menggunakan kompor. Tahap awal pembuatan kue stick, yaitu penyiapan bahan-bahan yang digunakan, kemudian telur di kocok lepas selama 30 detik. Tahap selanjutnya tepung terigu, tepung sagu, baking powder, gula dan garam dicampurkan selama 5 menit hingga merata. Kemudian secara perlahan dimasukkan kocokan telur, RPO atau margarin secara bertahap dan ditambahkan 15-20 gram air pada adonan sehingga adonan menjadi padat. Setelah adonan menjadi padat, adonan dipipihkan dengan menggunakan rolling pin dan dicetak menggunakan cetakan khusus. Selanjutnya adonan yang sudah dicetak siap untuk digoreng selama 5 menit dengan suhu penggorengan 100-1200 C.

Pembuatan snack bar terdiri dari tahap persiapan bahan, penimbangan, pencampuran bahan, pemanggangan dengan menggunakan oven, dan pendinginan.

24

Tahap awal pembuatan snack bar adalah mengocok putih telur hingga berbuih dan dimasukkan gula secara perlahan selama 6 menit diaduk hingga mengembang menggunakan mixer (Jauhariah 2013). Pada wadah lain dicampurkan adonan utama yaitu rice crispy, corn flakes, RPO atau minyak goreng secara merata. Selanjutnya adonan putih telur dicampurkan pada adonan utama. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan dan dipanggang dalam oven pada rak bawah selama 25 menit dengan suhu 180-2000 C. Tahap berikutnya dipindahkan snack bar dari dalam cetakan ke loyang dan dipanggang kembali pada rak bawah selama 15 menit. Snack bar didinginkan selama 15-30 menit dan segera dimasukkan ke dalam wadah atau kemasan aluminium foil agar tidak mudah retak.

Sifat Organoleptik Produk

Produk bagelen, kue stick dan snack bar yang telah dibuat kemudian diuji penerimaannya melalui uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik. Menurut Lim (2009), uji hedonik merupakan respon pengukuran untuk melihat preferensi dan kesukaan terhadap suatu objek. Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik (Setyaningsih et al. 2010). Uji organoleptik dilakukan dengan skala garis 1 sampai dengan 5, hal ini karena sensory evaluation dengan skala tersebut tidak membuat rancu dan lebih sederhana bila dibandingkan dengan skala garis 7 atau 9.

Uji organoleptik dilakukan pada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Panelis merupakan mahasiswa program sarjana dan pascasarjana departemen Gizi Masyarakat yang tergolong panelis semi terlatih didasarkan pada seringnya panelis mengikuti uji organoleptik. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formula bagelen, kue stick dan snack bar yang paling dapat diterima dan disukai oleh panelis. Metode yang digunakan dalam pengukuran adalah dengan menggunakan uji organoleptik skala garis, dengan nilai yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka) sampai dengan 5 (sangat suka). Terdapat beberapa atribut yang digunakan dalam penilaian uji hedonik diantaranya adalah tekstur, warna, rasa, aroma dan aftertaste. Atribut pada uji mutu hedonik produk bagelen dan snack bar terdiri atas tekstur gigit, tekstur tekan, warna, aroma, rasa manis, rasa getir dan aftertaste. Produk kue stick memiliki atribut mutu hedonik yang hampir sama dengan produk bagelen dan snack bar, hanya saja pada kue stick tidak ada atribut mutu hedonik rasa manis. RPO merupakan bahan substitusi utama yang digunakan dalam pembuatan produk.

Penetapan formula terpilih yaitu dengan cara melihat nilai rata-rata dan mengalikan pembobotan dengan atribut yang telah dipertimbangkan oleh peneliti. Formulasi produk yang terpilih juga dipilih dengan mempertimbangkan substitusi RPO yang paling banyak pada produk. Hasil dari masing-masing atribut dianalisis secara deskriptif dan statistik dengan uji beda lebih dari dua kelompok menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Nilai rata-rata hasil uji hedonik dari masing-masing bagelen, kue stick dan snack bar pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 7.

25 Tabel 7 Hasil uji hedonik bagelen, kue stick dan snack bar

Formula

Atribut

Tekstur Warna Aroma Rasa Aftertaste

Bagelen F0 2.9679a 2.9100a 3.4843a 3.4964a 3.4614c F1 3.0536a 3.8871c 3.3343a 3.4036a 3.0850ab F2 3.0043a 3.5571bc 3.3779a 3.3214a 3.0186a F3 3.2114a 3.4250b 3.5079a 3.6636a 3.4186bc Kue stick F0 3.7200b 3.0671a 3.1800a 3.2900a 3.0186a F1 3.3100ab 3.6486b 3.0286a 3.0714a 3.0200a F2 3.3471ab 3.7386b 3.2714a 3.2643a 3.0586a F3 3.0346a 3.7657b 3.0014a 3.0486a 2.9386a Snack Bar F0 2.7758a 2.8935ab 3.4790b 3.7290b 3.4645b F1 2.6419a 3.0581b 3.0677a 3.4290ab 3.2968ab F2 3.4645b 2.6290ab 3.0710a 3.5355ab 3.2629ab F3 2.9645a 2.5742a 2.8774a 3.2548a 2.9742a

Keterangan : Skala atribut , yaitu = 1 = sangat tidak suka hingga 5= sangat suka : Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata : (p<0.05)

Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik dari masing-masing bagelen, kue stick dan snack bar pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8 Hasil uji mutu hedonik bagelen dan snack bar

Formula Atribut Tekstur Gigit Tekstur

Tekan Warna Aroma

Rasa Manis Rasa Getir Aftertaste Bagelen F0 3.5764b 3.6421b 2.9771ab 3.2964a 3.1107a 4.0357a 3.8500b F1 3.0307a 2.9764a 2.6350a 3.2664a 3.1336a 3.8079a 3.3950a F2 2.7971a 2.9879a 2.5821a 3.1393a 3.2793a 3.7157a 3.5300ab F3 3.5000b 3.6386b 3.2600b 3.2779a 3.0693a 4.0064a 3.6029ab Snack Bar F0 3.0887a 2.8742a 3.3484a 3.3274b 3.6871b 4.1355a 3.8935c F1 3.0000a 2.6194a 2.9661a 2.9710ab 3.1645a 3.8742a 3.8161bc F2 4.1613b 3.7645b 4.6452c 3.0032ab 3.4548ab 3.8145a 3.5129ab F3 4.1065b 3.7968b 4.1581b 2.8387a 3.4677ab 3.8129a 3.3839a

Keterangan : Tekstur gigit skala 1=sangat lunak hingga 5=sangat renyah, atribut tekstur tekan 1=sangat lunak dan basah hingga 5=keras dan kering, atribut warna 1=kuning pucat hingga 5=kuning kecoklatan, atribut aroma 1=sangat tengik hingga 5=sangat harum, atribut rasa manis 1=sangat tidak

26

manis hingga 5=sangat manis, atribut rasa getir 1=sangat kuat hingga 5=sangat lemah dan aftertaste 1=sangat kuat hingga 5=sangat lemah. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05)

Tabel 9 Hasil uji mutu hedonik kue stick

Formula Atribut Tekstur Gigit Tekstur

Tekan Warna Aroma

Rasa Getir Aftertaste Kue Stick F0 3.9480b 3.9291b 3.4200a 2.9246a 3.7106a 3.5557a F1 2.9771a 3.0243a 3.7286ab 2.8229a 3.7257a 3.5843a F2 3.1729a 3.0114a 3.9700bc 3.1071a 3.8486a 3.4857a F3 2.9014a 2.6629a 4.3314c 2.8357a 3.7486a 3.6029a

Keterangan : Tekstur gigit skala 1=sangat lunak hingga 5=sangat renyah, atribut tekstur tekan 1=sangat rapuh hingga 5=sangat crispy, atribut warna 1=putih pucat hingga 5=kuning kecoklatan, atribut aroma 1=sangat tengik hingga 5=sangat harum, atribut rasa getir 1=sangat kuat hingga 5=sangat lemah dan aftertaste 1=sangat kuat hingga 5=sangat lemah. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05)

Tekstur

Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al. 2010). Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan seseorang terhadap produk pangan. Hasil penilaian organoleptik uji hedonik menunjukkan nilai rata- rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen berkisar antara 2.967-3.211 (tidak suka-biasa). Bagelen F3 memperoleh nilai kesukaan terhadap tekstur tertinggi (biasa), sedangkan bagelen F0 memperoleh nilai kesukaan tekstur terendah (tidak suka). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur kue stick berkisar antara 3.034-3.720 (biasa). Kue stick F0 memperoleh nilai kesukaan terhadap tekstur tertinggi (biasa), sedangkan kue stick F3 memperoleh nilai kesukaan tekstur terendah (biasa). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur snack bar berkisar antara 2.641-3.464 (tidak suka-biasa). Snack bar F2 memperoleh nilai kesukaan terhadap tekstur tertinggi (biasa), dan snack bar F1 memperoleh nilai kesukaan terhadap tekstur terendah (tidak suka).

Parameter mutu hedonik tekstur terdiri dari tekstur gigit dan tekstur tekan. Tekstur gigit adalah tekstur produk yang dirasakan saat produk bersentuhan dengan gigi atau dalam proses mastikasi atau pengunyahan. Tekstur tekan adalah atribut tekstur yang dirasakan dengan menekan produk dengan dua jari.

Nilai tekstur gigit bagelen, kue stick dan snack bar yang semakin rendah menunjukkan mutu tekstur gigit yang sangat lunak, sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan mutu tekstur gigit sangat renyah. Nilai tekstur tekan bagelen dan snack bar yang semakin rendah menunjukkan mutu tekstur tekan yang sangat lunak dan basah, sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan mutu tekstur

27 tekan keras dan kering. Nilai tekstur tekan kue stick yang semakin rendah menunjukkan mutu tekstur yang sangat rapuh, sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan mutu tekstur sangat crispy.

Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur menunjukkan mutu tekstur gigit bagelen berkisar antara 2.797-3.576 (lunak-cukup renyah), dan mutu tekstur tekan bagelen berkisar antara 2.976-3.642(lunak basah-cukup keras). Mutu tekstur gigit kue stick berkisar antara 2.901-3.948 (lunak-cukup renyah) , dan mutu tekstur tekan kue stick berkisar antara 2.662-3.929 (cukup rapuh-crispy). Mutu tekstur gigit snack bar berkisar antara 3.000-4.161 (cukup renyah-renyah), dan mutu tekstur tekan snack bar berkisar antara 2.619-3.796 (lunak basah-cukup keras).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi RPO berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada atribut tekstur kue stick dan snack bar. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tekstur pada kue stick F0 berbeda nyata dengan F3, namun tidak berbeda nyata dengan F1 dan F2. snack bar F0, F1 dan F3 tidak berbeda nyata. Uji lanjut untuk tekstur pada snack bar F2 berbeda nyata dengan F0,F1 dan F3 (Lampiran 5). Berbeda dengan kue stick dan snack bar, hasil analisis sidik ragam perbedaan tingkat substitusi RPO tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada atribut tekstur bagelen.

Hasil sidik ragam menunjukkan tingkat substitusi RPO berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu organoleptik tekstur bagelen, kue stick dan snack bar. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tekstur gigit dan tekstur tekan pada bagelen F0 dan F3 tidak berbeda nyata. Bagelen F3 berbeda nyata dengan F1 dan F2. Tekstur gigit dan tekstur tekan pada kue stick F1,F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Kue stick F0 berbeda nyata dengan F1, F2 dan F3. Tekstur gigit dan tekstur tekan pada snack bar F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Snack bar F2 berbeda nyata dengan F1 dan F0 (Lampiran 5). Tingkat substitusi RPO yang semakin tinggi membuat tekstur produk yang dihasilkan menjadi renyah dan sedikit rapuh. Oleh karena itu, formula produk dengan penambahan RPO yang semakin tinggi cenderung menghasilkan tingkat kesukaan terhadap atribut tekstur yang semakin baik. Produk yang ditujukan sebagai makanan cemilan atau kudapan diharapkan memiliki karakteristik yang dapat dikonsumsi dengan mudah, salah satunya adalah mudah untuk digigit dan ditelan (Waluyojati 2015).

Warna

Warna merupakan salah satu atribut sensori yang dapat diterima atau dilihat langsung oleh panelis (Winarno 2008). Warna adalah atribut mutu yang paling cepat memberikan kesan. Hasil penilaian uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen berkisar antara 2.910-3.887 (tidak suka-biasa). Bagelen F1 memperoleh nilai kesukaan terhadap warna tertinggi (biasa), sedangkan bagelen F0 memperoleh nilai kesukaan terendah (tidak suka). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna kue stick berkisar antara 3.067-3.765 (biasa). Kue stick F3 memperoleh nilai kesukaan terhadap warna tertinggi (biasa), sedangkan kue stick F0 memperoleh nilai kesukaan terhadap warna terendah (biasa). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack bar berkisar antara 2.574-3.058 (tidak suka-biasa). Snack bar F1 memperoleh nilai kesukaan terhadap warna tertinggi (biasa), sedangkan snack bar F3 memperoleh nilai kesukaan terhadap

28

warna terendah (tidak suka). Hal ini disebabkan karena substitusi RPO pada snack bar F3 membuat snack bar lebih bewarna kuning kecoklatan bila dibandingkan dengan formula lainnya setelah melalui proses pemanggangan.

Parameter mutu hedonik warna terdiri dari skala 1 sampai dengan 5. Nilai warna bagelen dan snack bar yang semakin rendah menunjukkan mutu warna kuning pucat, sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan mutu warna kuning kecoklatan. Nilai warna kue stick yang semakin rendah menunjukkan mutu warna putih pucat, sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan mutu warna kuning kecoklatan. Hasil uji mutu hedonik terhadap warna menunjukkan mutu warna bagelen berkisar antara 2.582-3.260 (kuning-kuning keemasan). Bagelen F3 bewarna kuning keemasan, bagelen F0,F1 dan F2 bewarna kuning. Mutu warna kue stick berkisar antara 3.420-4.331 (kuning krem-kuning keemasan). Kue stick F3 bewarna kuning keemasan, kue stick F0,F1 dan F2 bewarna kuning krem. Mutu warna snack bar berkisar antara 2.966—4.645 (kuning-kuning tua). Snack bar F2 dan F3 bewarna kuning tua, snack bar F0 dan F1 bewarna kuning.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi RPO berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada atribut warna bagelen dan kue stick. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan warna pada bagelen F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Namun bagelen F0, F1 dan F3 berbeda nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan warna pada kue stick F1, F2 dan F3 tidak berbeda nyata, namun kue stick F0 berbeda nyata dengan F1, F2 dan F3 (Lampiran 5). Perbedaan tingkat substitusi RPO tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada atribut warna snack bar. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan warna pada snack bar F0 dan F2 tidak berbeda nyata. Warna pada snack bar F0 dan F2 berbeda nyata dengan F1 dan F3 (Lampiran 5).

Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan tingkat substitusi RPO berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna bagelen, kue stick dan snack

Dokumen terkait