• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fertilitas

Fertilitas diartikan sebagai persentase jumlah telur fertil berdasarkan jumlah telur yang dierami. Dari penelitian yang dilaksanakan diperoleh fertilitas telur tetas 100%, sehingga fertilitas telur tetas tidak perlu dilakukan analisis sidik ragam. Tingginya fertilitas telur tetas selama penelitian diasumsikan karena telur fertil diperoleh dari peternakan yang sudah memiliki breeding farm sendiri dan sudah mahir dalam memilih dan melakukan penetasan.

Tinggi rendahnya fertilitas telur tetas dipengaruhi beberapa faktor diantaranya mortilitas sperma, umur induk (jantan dan betina) produksi sperma, ransum perbandingan jantan dan betina, lama penyinaran dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasudjana dan Suprijatna (2002), menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi fertilitas telur tetas diantaranya ransum, ransum erat hubungannya dengan produksi ternak tak terkecuali produksi sperma, produksi sperma akan tereduksi akibat kekurangan jumlah makanan atau defisiensi suatu zat makanan. Misalnya jika ransum kekurangan vitamin E maka akan menyebabkan sterilitas pada jantan. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas ransum harus baik.

Selain hal diatas ada hal lain yang sangat penting dalam menentukan fertilitas telur tetas yaitu lama penyimpanan, semakin lama telur tetas disimpan maka akan menurunkan fertilitas dan daya tetas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu Iman, et al (2011), telur sebaiknya tidak disimpan lebih dari satu minggu sebab penyimpanan yang semakin lama akan mengurangi fertilitas daya tetasnya dan menyebabkan bertambahnya waktu yang diperlukan untuk menetas.

Mortalitas

Mortalitas diartikan sebagai jumlah telur yang tidak menetas dari sejumlah telur fertil yang dimasukkan (Setiadi, 2000). Dari hasil analisis, rata-rata mortalitas telur ayam kampung selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan mortalitas telur tetas ayam kampung selama penelitian (%). Main plot

(pemutara)

Subplot (S. Panas)

Ulangan Total Rataan I II III IV R1 P1 40.00 40.00 20.00 20.00 120.00 30.00 P2 40.00 20.00 20.00 40.00 120.00 30.00 R2 P1 20.00 20.00 00.00 20.00 60.00 15.00 P2 20.00 00.00 20.00 20.00 60.00 15.00 R3 P1 20.00 00.00 20.00 00.00 40.00 10.00 P2 20.00 00.00 00.00 00.00 20.00 5.00 Total 160.00 80.00 80.00 100.00 420.00 105 Rataan 26.67 13.33 13.33 16.67 17.5

Dari Tabel 6. Dapat dilihat bahwa rataan mortalitas telur tetas ayam kampung selama penelitian adalah sebesar 17.5%, dimana mortalitas tertinggi diperoleh dari perlakuan R1P1 dan R1P2 (pemutaran 4 kali sehari dengan sumber panas listrik dan gas bio) yaitu sebesar 30.00% dan yang terendah pada perlakuan R3P3 (pemutaran 8 kali sehari sumber panas gas bio) yaitu 5.00%.

Pengaruh frekuensi pemutaran telur terhadap mortalitas dapat dilihat bahwa semakin banyak dilakukan pemutaran maka semakin rendah angka mortalitasnya (Tarigan, 2006). Pada penelitian ini pengaruh frekuensi pemutaran telur menurunkan mortalitas sebesar 2.5%, sedangkan sumber panas yang digunakan terlihat bahwa persentase mortalitas tertinggi pada sumber panas yang menggunakan listrik. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Histogram mortalitas ayam kampung vs frekuensi pemutaran dan sumber panas yang digunakan.

Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan terhadap mortalitas, maka dilakukan analisis keragaman pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis keragaman pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan terhadap mortalitas telur ayam kampung selama penelitian.

SK dB JK KT F. Hit F. Tabel 0.05 0.01 Ulangan 3 1,79166 0,59722 0,7543 tn 5,41 12,08 P. Utama 2 5,25 2,625 5,3158 tn 5, 79 13,27 Galat (a) 5 1,08334 0,216668 A.Petak 1 0,041666 0,041666 0,0526 tn 10,13 34,12 R x P 2 0,083334 0,041667 0,0526 tn 9,55 30,81 Galat (b) 3 2,375 0,79166 Total 16 10,625 Keterangan : tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 7. Menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan dalam penetasan telur ayam kampung memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap mortalitas.

Dari Tabel 7. Ternyata frekuensi pemutaran telur terhadap mortalitas telur ayam kampung selama penetasan tidak nyata pengaruhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1995) disitasi Tarigan (2006), yang mengemukakan bahwa pemutaran telur sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2x atau lebih baik diputar 6,8 sampai 12x sehari dengan setengah putaran. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah pencemaran mikroba dan jamur yang dapat menyebabkan mortalitas tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Tarigan dan Hermanto (1991), bahwa telur yang terkontaminasi mikroba akan menyebabkan timbulnya evaporasi cairan telur sehingga dapat membuat mortalitas menjadi tinggi.

Untuk mengetahui baik tinggi atau rendahnya mortalitas dalam suatu proses penetasan maka dapat dilihat juga dari daya tetas yang dihasilkan dalam penetasan tersebut. Antara daya tetas dan mortalitas adalah berbanding terbalik oleh karena itu pada suatu proses penetasan yang baik adalah bila daya tetasnya tinggi yang secara otomatis menyebabkan mortalitasnya rendah.

Faktor – faktor yang mempengaruhi mortalitas sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas seperti lama penyimpanan telur dan manajemen penetasan serta keadaan telur. Keadaan telur yang dimaksud sesuai dengan Chairani (2006), adalah memilih telur yang bersih, halus dan rata, memilih telur

yang warnanya tidak terlalu pekat, bintik dikulit telur haru jelas, kulit telut tidak retak, memilih telur yang baru dan tidak lebih dari 3 hari.

Dari Tabel 7. Diketahui bahwasanya penetasan yang menggunakan sumber panas listrik lebih tinggi angka mortalitasnya yaitu 18.33% dibandingkan dengan menggunakan gasbio yaitu sebesar 16.67%. Tingginya angka mortalitas pada listrik dikarenakan listrik di Sumatera Utara dayanya tidak stabil dan kadang- kadang mati sehingga kestabilan suhu panas dalam mesin tetas berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprijatna (2005), menyatakan bahwa panas dalam inkubator penetasan berpengaruh positif terhadap daya mortalitas, apabila suhu dalam penetasan tidak stabil maka akan meningkatkan angka mortalitas.

Menurut Almansyah., et.al. (2009) kotoran ternak (ruminansia) sebagai sumber energi panas mempunyai kestabilan suhu panas sehingga dapat dipergunakan dalam berbagai aktifitas manusia. Biogas adalah campuran beberapa gas hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa udara (anaerobik), dimana methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) merupakan komponen gas terbanyak. Sebagai sumber energi, biogas dapat dibakar dengan nilai kalor tinggi yaitu pada kisaran 4700-5000 kkal/m3. Nilai kalor biogas ditentukan oleh perbandingan gas methan (CH4), terhadap karbon dioksida (CO2). Semakin tinggi persentase gas methan maka nilai kalor biogas tersebut pun semakin tinggi. Intinnya Biogas memiliki nilai kalor 4700 - 5000 kcaI/m3 dengan komposisi volume 50-60 % Cl dan 40-50 % CO2, dengan kestabilan suhu pada gas bio dan gas selalu tersedia sehingga mengurangi angka mortalitas pada telur tetas.

Daya Tetas

Daya tetas diartikan sebagai jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur fertil yang dimasukkan (Setiadi, 2000). Dari hasil analisis, rata-rata daya tetas telur ayam kampung selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan daya tetas telur tetas ayam kampung selama penelitian (%). Main plot

(pemutaran)

Subplot (S.Panas)

Ulangan Total Rataan

I II III IV R1 P1 60.00 60.00 80.00 80.00 280.00 70.00 P2 60.00 80.00 80.00 60.00 280.00 70.00 R2 P1 80.00 80.00 100.00 80.00 340.00 85.00 P2 80.00 100.00 80.00 80.00 340.00 85.00 R3 P1 80.00 100.00 80.00 100.00 360.00 90.00 P2 80.00 100.00 100.00 100.00 380.00 95.00 Total 440.00 520.00 500.00 500.00 1980.00 495.00 Rataan 73.33 86.67 83.33 83.33 82.5

Dari Tabel 8. Dapat dilihat bahwa rataan daya tetas telur tetas ayam kampung selama penelitian adalah sebesar 82.5%, dimana daya tetas tertinggi diperoleh dari perlakuan R3P2 (pemutaran 8 kali sehari dengan sumber panas gasbio) yaitu sebesar 95.00% dan yang terendah pada perlakuan R1P1 dan R1P2 (pemutaran 4 kali sehari sumber panas listrik dan gas bio) yaitu 70.00%.

Dari Tabel 8. Terlihat bahwa pengaruh frekuensi pemutaran telur terhadap daya tetas yaitu menurunnya daya tetas telur seiring dengan semakin jarangnya dilakukan pemutaran terhadap telur, sehingga menyebabkan semakin rendah angka daya tetasnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan (Siregar, 1996), yang menyatakan bahwa pemutaran telur mempunyai efek langsung dengan kematian embrio, bila pemutaran dilakukan sedikit sekali selama penetasan akan mengakibatkan kematian embrio yang tinggi dibandingkan dengan pemutaran yang lebih banyak.

Mudsan (2000), mengatakan bahwa pemutaran telur berpengaruh sangat besar bagi daya tetas telur tersebut, karena meratanya penerimaan suhu pada permukaan kerabang dan juga untuk mencegah penempelan embrio pada kulit telur dan menyebabkan kematian pada embrio.

Pada penelitian ini pengaruh frekuensi pemutaran telur menaikkan daya tetas sebesar 12.5%. sedangkan sumber panas yang digunakan terlihat bahwa persentase daya tetas tertinggi pada sumber panas yang menggunakan gas bio. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 5. Histogram daya tetas ayam kampung vs frekuensi pemutaran dan sumber panas yang digunakan.

Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan terhadap daya tetas, maka dilakukan analisis keragaman pada tabel 9.

Tabel 9. Analisis keragaman pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan terhadap mortalitas telur ayam kampung selama penelitian.

SK dB JK KT F. Hit F. Tabel 0.05 0.01 Ulangan 3 0,79166 0,26388 0,3333 tn 5,41 12,08 P. Utama 2 6,25 3,125 3,9474 tn 5, 79 13,27 Galat (a) 5 1,08334 0,216668 B.Petak 1 0,041666 0,041666 0,0526 tn 10,13 34,12 R x P 2 0,083334 0,041667 0,0526 tn 9,55 30,81 Galat (b) 3 2,375 0,79166 Total 16 10,625 Keterangan : tn = tidak nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 9. Menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan dalam penetasan telur ayam kampung memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap daya tetas.

Dari Tabel 9. Ternyata frekuensi pemutaran telur sampai 8 kali sehari terhadap daya tetas telur ayam kampung tidak nyata pengaruhnya. Namun secara angka-angka terlihat bahwa R3P1 dan R3P2 lebih tinggi daya tetasnya disbanding R1P1, R1P2, R2P1, R2P2. Tidak berbedanya antara perlakuan R1, R2 dan R3 diduga akibat pemerataan penerimaan suhu pada kulit telur sudah baik dan melekatnya embrio pada kulit telur sudah tercegah. Ini berarti bahwa pemutaran 4 kali sehari sudah dapat meningkatkan daya tetas telur.

Sugandono (2001), menyatakan bahwa pemutaran telur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penetasan. Pemutaran telur 3-5 kali sehari sudah menguntungkan dengan daya tetas telur yang cukup tinggi. Kemudian Mudsan (2000), mengatakan bahwa pemutaran telur sampai 8 kali sehari dapat meningkatkan daya tetas telur.

Dari Tabel 9. Diketahui bahwasannya penetasan yang menggunakan sumber panas gasbio lebih tinggi angka daya tetasnya yaitu 83.33% dibandingkan dengan menggunakan listrik yaitu sebesar 81.67%. Tingginya angka daya tetas pada gas bio dikarenakan gas bio sebagai renewable energy memiliki suhu yang relatif stabil dengan melakukan pengisian bahan baku (kotoran ternak) kedalam digester setiap harinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2010), untuk mendapatkan gas yang stabil dalam digester maka perlu dilakukan pengisian bahan baku (kotoran) setiap harinya dan mikroorganisme yang ada dalam digester memerlukan makanan untuk hidup dan berkembang biak.

Haryati (2006), biogas dihasilkan oleh proses pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester. Pada dasarnya proses pencernaan anaerob berlangsung atas tiga tahap yaitu hidrolisis, pengasaman dan metanogenik. Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan./ Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar 32 - 35°C atau 50 - 55°C dan pH antara 6,8 - 8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas. Biogas umumnya mengandung gas metan (CH4 ) sekitar 60 - 70% yang bila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 British Thermal Unit/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3 .

Teknologi biometanisasi dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Gallert

and Winter (2002) menyatakan bahwa bakteri flora yang kompleks bekerja dalam proses perombakan biomas menjadi gas bio, gas bio inilah yang dapat digunakan manusia untuk segala aktifitasnya termasuk penetasan. Menurut Ginting (2010),

bahwasannya 1 kg kotoran sapi akan menghasilkan 40-46 liter gas yang dapat langsung digunakan untuk berbagai kegiatan.

Listrik dan gas bio kedua sumber panas ini dapat digunakan sebagai sumber panas dalam penetasan telur. Listrik yang tidak stabil (dayanya serta kadang-kadang padam) dapat menurunkan daya tetas telur kecuali menggunakan alat lain seperti genset. Akan tetapi gas bio suhu dan panasnya stabil dengan cara selalu diisi setiap harinya, meskipun pada saat volume gas susut maka tekanan gas melemah akan tetapi volume gas yang susut masih dapat digunakan dalam proses penentasan. Jadi selisih 1 % angka daya tetas listrik dan gas bio disinyalir karena pernah listrik mati, menyebabkan suhu tidak stabil dalam mesin tetas.

Dari Tabel 6 dan 8. Dimana terlihat interaksi antara pengaruh frekuensi pemutaran dengan sumber panas yangdigunakan. Menunjukkan bahwasannya pada mortalitas tertinggi pada perlakuan R1P1 dan R1P2 dan yang terendah terdapat pada perlakuan R3P1 dan R3P2, sedangkan pada daya tetas tertinggi pada perlakuan R3P1 dan R3P2 dan yang terendah R1P1 dan R1P2.

Dari daftar sidik ragam pada Tabel 7 dan 9. Pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber panas yang digunakan terhadap mortalitas dan daya tetas berpengaruh tidak nyata. Namun terdapat kecenderungan bahwa mortalitas terbaik itu pada perlakuan R3P2 dan daya tetas terbaik itu diperoleh dari perlakuan R3P2.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Untuk melihat hubungan antar parameter pada penelitian pemanfaatan gas bio sebagai sumber panas dalam penetasan telur ayam kampung, dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Penelitian.

Main Plot Sub Plot Fertilitas (%) Mortalitas (%) Daya Tetas (%)

R1 P1 100 tn 30.00 tn 70.00 tn P2 100 tn 30.00 tn 70.00 tn R2 P1 100 tn 15.00 tn 85.00 tn P2 100 tn 15.00 tn 85.00 tn R3 P1 100 tn 10.00 tn 90.00 tn P2 100 tn 5.00 tn 95.00 tn Keterangan : tn = tidak nyata

R1, R2, R3 = pemutaran telur

P1 = Panas listrik P2 = Panas Gas bio

Dari Tabel rekapitulasi hasil penelitian pada Tabel 10. Dapat dilihat bahwa pengaruh frekuensi pemutaran telur dengan sumber panas yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap fertilitas, mortalitas dan daya tetas, tetapi secara angka-angka berpengaruh nyata.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pemanfaatan gas bio sebagai sumber energi panas dalam penetasan telur ayam kampung dibandingkan sumber energi listrik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap fertilitas, mortalitas dan daya tetas telur ayam kampung.

Saran

Disarankan kepada para peternak dan pengusaha di bidang peternakan untuk menggunakan gas bio sebagai sumber panas dalam berbagai aktifitasnya khususnya penetasan, karena penggunaan gas bio sebagai sumber panas dalam penetasan sama baiknya dengan menggunakan listrik. Pada daya tetas terdapat kecenderungan hasil mesin tetas gas bio lebih baik dari mesin tetas listrik.

Dokumen terkait