• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrasi VFA

Asam lemak terbang atau Volatile Fatty Acids (VFA) merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. (Parakkasi, 1999). Selain VFA, fermentasi karbohidrat dalam rumen menghasilkan CO2 dan CH4 (McDonald et al.,2002)

Konsentrasi VFA dari setiap perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan Konsentrasi VFA (mM) Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5 Total Rataan

P0 148.219 132.886 145.664 120.109 137.997 684.874 136.975 P1 109.887 132.886 107.331 117.553 158.441 626.098 125.220 P2 132.886 173.774 143.108 109.887 107.331 666.986 133.397 P3 143.108 97.109 132.886 158.441 168.663 700.207 140.041 Total 534.100 536.655 528.989 505.989 572.432 2678.164 535.633

Dari tabel 3 diperoleh rataan konsentrasi VFA tertinggi adalah pada perlakuan P3 sebesar 140,041 mM dan rataan konsentrasi VFA terkecil pada perlakuan P1 adalah sebasar 125,220 mM

Untuk melihat bagaimana pengaruh pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger pada domba lokal jantan terhadap konsentrasi VFA maka dilakukan analisis keragaman konsentrasi VFA seperti terlihat pada tabel 4.

Table 4. Analisis keragaman konsentrasi VFA SK DB JK KT F.Hitung F.Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 613.875 204.62 0.39tn 3.24 5.29 Galat 16 8299.061 518.69 TOTAL 19 8912.936 KK = 17.01 tn = tidak nyata

Pada tabel 4 hasil analisis keragaman pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan

Aspergillus niger pada domba lokal jantan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi VFA. Hal tersebut menandakan bahwa pemberiaan tepung

kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger tidak

mempengaruhi aktifitas mikroba rumen dalam memproduksi VFA. Produksi VFA yang dihasilkan antara 125,220 – 140,041 mM, nilai tersebut masih berada dikisaran konsentrasi yang dihasilkan oleh mikroba rumen dalam kondisi normal yaitu 80 – 160 mM (Sutardi, 1980). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti frekuensi pemberian pakan yang tidak stabil, sifat karbohidrat pada pakan yang di gunakan serta laju makanan meninggalkan rumen,hal ini sesuai dengan Sutardi, (1977) yang menyatakan produksi VFA total dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, sifat karbohidrat, laju makanan meninggalkan rumen dan frekuensi pemberian makan, dan diukung juga oleh sakinah (2005) yang menyatakan komposisi VFA didalam rumen berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf, dan frekuensi pemberian pakan, serta pengolahan. Dan juga Sakinah (2005) menambahkan, semakin sedikit produksi VFA yang dihasilkan maka semakin sedikit pula protein dan karbohidrat yang mudah larut. Penurunan VFA diduga berhubungan dengan kecernaan zat

makanan, dimana VFA tersebut digunakan sebagai sumber energi mikroba untuk mensintesis protein mikroba dan digunakan untuk pertumbuhan sel tubuhnya. Dan Apabila konsentrasi VFA yang dihasilkan tinggi atau melewati kisaran normal, akan mengindikasikan bahwa energi yang tersedia bagi mikroba rumen juga semakin tinggi, sehingga aktivitas fermentasi mikroba rumen juga dapat meningkat.

Konsentrasi Amonia (NH3)

Seluruh protein yang berasal dari bahan makanan, pertama kali akan dihidrolisa oleh mikroba rumen. tingkat hidrolisa protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar ammonia (Arora,1995)

Konsentrasi ammonia (NH3) dari setiap perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsentrasi Amonia (NH3) dalam mM

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 8.673 13.039 13.570 22.420 22.774 80.476 16.095 P1 14.131 15.576 9.765 14.632 13.983 68.086 13.617 P2 15.576 11.033 14.072 11.564 9.794 62.039 12.408 P3 12.803 11.210 1 4.514 11.564 12.626 62.717 12.543 Total 51.183 50.858 51.920 60.180 59.177 273.318 Rataan 12.796 12.715 12.980 15.045 14.794 13.666

Dari tabel 5 dapat dilihat rataan konsentrasi amonia (NH3) tertinggi pada

perlakuan P0 sebesar 16,095 mM dan rataan konsentrasi amonia (NH3) terendah

adalah pada perlakuan P2 sebesar 12,408 mM

Untuk melihat bagaimana pengaruh pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger pada domba lokal jantan

terhadap konsentrasi amonia (NH3) maka dilakukan analisis keragaman konsentrasi amonia (NH3) seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Analisis keragaman konsentrasi amonia (NH3)

SK DB JK KT F.Hitung F.Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 43.735 14.58 1.14tn 3.24 5.29 Galat 16 204.457 12.78 Total 19 248.192 KK = 26.16 tn = tidak nyata

Dari analisis ragam di atas, menunjukkan bahwa efek perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi amonia (NH3). hal tersebut

menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger pada domba jantan tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Pada penelitian ini produksi amonia (NH3) yang dihasilkan adalah 8.673 - 22.774 mM. Nilai tersebut masih berada didalam nilai optimum NH3 dalam rumen yang berkisar antara 85-300 mg/l atau

6-21 mM ( McDonald et al., 2002), hal ini disebabkan karena tingkat protein pakan yang dikonsumsi oleh ternak berbeda-beda pada perlakuan, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Parakkasi dan Haryanto (2005) yang mengatakan konsentrasi amonia ditentukan oleh tingkat protein pakan yang dikonsumsi, derajat degradibilitasnya, lama dalam rumen dan pH rumen. Faktor lain yang menyebabkan pemberian tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan

Aspergillus niger pada domba jantan tidak mempengaruhi aktivitas mikroba

rumen dalam metabolisme protein adalah karena proses degradasi protein lebih cepat dari pada sintesis protein mikroba, maka NH3 akan terakumulasi dan melebihi konsentrasi optimumnya. Jika pakan defesien protein atau tinggi

kandungan protein yang lolos degradasi maka,konsentrasi NH3 rumen akan rendah (lebih rendah dari 50 mg/l atau 3,57 mM).

Populasi Bakteri

Mikroba rumen berpengaruh sangat besar terhadap status nutrisi ternak ruminansia karena selain mencerna pakan juga merupakan sumber zat nutrisi utama yaitu protein khususnya pada bakteri.

Pada Populasi Bakteri dari setiap perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan Populasi Bakteri( x 107 sel/ml)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 2.77 2.46 3.54 2.70 2.86 14.33 2.87 P1 2.57 4.57 2.10 3.14 8.26 20.64 4.13 P2 0.51 2.14 0.26 4.71 1.34 8.96 1.79 P3 4.90 3.15 1.97 8.30 6.71 25.03 5.01 Total 10.75 12.32 7.87 18.85 19.17 68.96 Rataan 2.69 3.08 1.97 4.71 4.79 3.45

Dari tabel 7 dapat dilihat rataan populasi bakteri tertinggi pada perlakuan P3 sebesar 25.03 x 107 sel/ml dan rataan populasi bakteri terendah adalah pada perlakuan P2 sebesar 8.96 x 107 sel/ml

Untuk melihat bagaimana pengaruh pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger pada domba lokal jantan terhadap Populasi Bakteri maka dilakukan analisis keragaman populasi bakteri seperti terlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Analisis Keragaman Populasi Bakteri SK DB JK KT F.Hitung F.Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 29.854 9.95 2.46tn 3.24 5.29 Galat 16 64.699 4.04 Total 19 94.553 kk = 58,32 tn = tidak nyata

Pada tabel 8 hasil analisis keragaman pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan

Aspergillus niger pada domba lokal jantan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap populasi bakteri. Hal tersebut menandakan bahwa pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger tidak mempengaruhi populasi bakteri didalam rumen. Pada data penelitian ini populasi bakteri tidak pada kondisi normal yaitu berkisar antara 0.26 - 8.30 x 107 sel/ml, sedangkan menurut Stewart (1991) menyatakan populasi bakteri dalam kondisi normal yaitu berkisar anatara 109-1010 sel/ml dari isi rumen. Hal ini disebabkan populasi bakteri sangat berhubungan erat dengan populasi protozoa, dimana pada kondisi ini protozoa memangsa bakteri sebagai sumber energi dalam hidupnya sehingga populasi bakteri berkurang hingga setengahnya, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sembiring (2010) protozoa memangsa bakteri yang justru sangat bermanfaat dalam mencerna serat kasar, sehingga jumlah bakteri berkurang sampai setengahnya. Sehingga pada kondisi ini lebih baik dilakukan defaunasi pada rumen untuk mengurangi jumlah protozoa, penelitian Demeyer (1979) pada buku Sembiring (2010) ini menunjukkan bahwa domba yang didefaunasi, pertumbuhannya meningkat sebesar 37%. Oleh karena itu perlu ditekan sampai jumlah tertentu.

Populasi Protozoa

Pada Populasi Protozoa dari setiap perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut pada tabel 9.

Tabel 9. Rataan populasi protozoa (sel/ml)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 272000 428000 594000 324000 412000 2030000 406000 P1 716000 564000 474000 516000 870000 3140000 628000 P2 406000 410000 488000 220000 270000 1794000 358800 P3 356000 314000 284000 278000 308000 1540000 308000 Total 1750000 1716000 1840000 1338000 1860000 8504000 Rataan 437500 429000 460000 334500 465000 425200

Dari tabel 9 dapat dilihat rataan populasi bakteri tertinggi pada perlakuan P1 sebesar 628000 sel/ml dan rataan populasi bakteri terendah adalah pada perlakuan P3 sebesar 308000sel/ml.

Pengaruh pemberian tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger pada domba lokal jantan terhadap Populasi protozoa dapat diketahui dengan melakukan uji keragaman seperti tertera pada tabel 10. Tabel 10. Analisis Keragaman Populasi protozoa

SK DB JK KT F.Hitung F.Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 298206400000 99402133333.33 7.24** 3.24 5.29 Galat 16 219716800000 13732300000 TOTAL 19 517923200000 kk = 27,56 **

= sangat berbeda nyata

Pada tabel 10 hasil analisis keragaman pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan

terhadap populasi protozoa. Hal tersebut menandakan bahwa pemberiaan tepung kulit umbi ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger sangat mempengaruhi aktifitas dan populasi protozoa didalam rumen. Pada penelitian ini populasi protozoa yang didapat adalah antara 220000 – 870000 sel/ml (2,2 x 105- 8,7 x 105 sel/ml) pada kondisi ini sama dengan apa yang dinyatakan oleh church (1976) yang mengatakan jumlah protozoa dalam rumen berkisar 105-106 sel/ml isi rumen. Hal ini disebabkan protozoa mendapat pasokan makanan yang cukup didalam rumen, serta kondisi pH rumen yang stabil sehingga protozoa dapat berkembangbiak dengan baik hal ini juga sesuai dengan pernyataan Arora (1995) yang menyatakan jumlah protozoa dalam rumen sangat beragam menurut jenis makanan, umur dan keturunan hewan tersebut. Hal ini juga didukung oleh Shirley (1986) yang mengatakan protozoa sangat sensitif terhadap asam, jumlahnya berkurang jika berada pada pH yang rendah. Hal lain yang menyebabkan populasi protozoa berpengaruh sangat berbeda nyata adalah ketersedian amonia yang cukup sehingga protozoa dapat bergerak bebas dan memangsa bakteri hal ini sesuai dengan pernyataan viera et al (1984) yang mengatakan faktor-faktor lain yang membatasi keberadaan protozoa dalam rumen adalah konsentrasi amonia, kecepatan pertumbuhan bakteri, dan kandungan bahan kering dalam rumen.

Pemberian pakan yang mengandung kulit umbi ubi kayu fermentasi

Aspergillus niger dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda sangat

nyata, dengan nilai KK (Koefisien keragaman) = 27,56%, maka untuk menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan) perlu dicari dahulu nilai pembandingnya dan dilakukan uji lanjut yaitu Uji Duncan seperti pada tabel 11.

Tabel 11. Uji Duncan 0,01 populasi protozoa

Perlakuan Rataan ± sd Notasi

P0 = 0% (tanpa kulit umbi ubi kayu difermentasi) 406000 ±123028,45 a

P1 = 15% 628000 ±163297,27 b

P2 = 30% 358800 ±110332,89 a

P3= 45% 308000 ±30886,89 a

Dari tabel 11 pada Uji Duncan 1% Di dapat bahwa pada penelitian perlakuan P2=30% dan P3=45% mempunyai notasi yang sama artinya memberikan potensi yang sama pada kedua perlakuan tersebut, Sedangkan pada P1=15% berbeda karena pada perlakuan P1 memiliki Rataan dan SD yang melewati nilai Tabel.

Tabel 12. Rekapitulasi Data Penelitian

Parameter Perlakuan P0 P1 P2 P3 VFA (mM) 136.975tn 125.22tn 133.397tn 140.041tn NH3 (mM) 16.10tn 13.62tn 12.41tn 12.54tn Bakteri (x 107 sel/ml) 14.33tn 20.64tn 8.96tn 25.03tn Protozoa (sel/ml) 406000a 628000b 358800a 308000a

Dari tabel 12 dapat dilihat hubungan yang sejalan antara konsentrasi VFA dan populasi bakteri, semakin tinggi kadar konsentrasi VFA pada P3 sebesar 140,041 mM maka populasi bakteri rumen akan semakin tinggi pula lihat pada perlakuan P3 sebesar 25.03 x 107 sel/ml hal ini disebabkan karena pasokan makanan bakteri tercukupi dan perlu diketahui Asam lemak terbang atau

Volatile Fatty Acids (VFA) merupakan produk utama fermentasi mikroba rumen.

Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat

digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998). Produksi VFA yang tinggi merupakan kecukupan energi bagi ternak (Sakinah,2005).

Pada tabel 12 dapat juga kita lihat hubungan yang bertolak belakang antara konsentrasi VFA dan populasi bakteri dengan konsentrasi NH3, pada perlakuan P3 kita lihat konsentrasi VFA dan populasi bakteri memiliki kadar dan populasi yang tertinggi yaitu sebesar 140,041 mM dan sebesar 25.03 x 107 sel/ml sedangkan pada konsentrasi NH3 memiliki kadar yang terendah yaitu sebesar 12,54 mM hal ini disebabkan karena bakteri mepergunakan nitrogen ( NH3) untuk sintesa protein dan hal ini juga sesuai dengan pernyataan Baldwin dan Allison (1983) lebih kurang 80% bakteri rumen membutuhkan ammonia untuk proses pertumbuhannya.

Pada perlakuan P3 dapat kita lihat juga semakin tinggi populasi bakteri sebesar 25.03 x 107 sel/ml maka populasi protozoa akan semakin rendah 308000

sel/ml (3,08 x 105 sel/ml) ini disebabkan karena rendahnya pH rumen sehingga jumlah protozoa semakin berkurang hal ini sesuai dengan pernyataan Shirley (1986) protozoa sangat sensitif terhadap asam, jumlahnya berkurang jika berada pada pH rendah. Sebagai gambaran misalnya pada pH 5,9 jumlah protozoa hanya berkisar 3 x105/ml. faktor-faktor lain yang membatasi keberadaan protozoa dalam rumen adalah konsentrasi ammonia, kecepatan pertumbuhan bakteri dan kandungan bahan kering dalam rumen.

Dari lampiran data PBB (pertambahan bobot badan) dapat dilihat hubungan antara PBB dengan keseluruhan parameter yaitu antara PBB dengan konsentrasi VFA, konsentrasi NH3 (ammonia), populasi bakteri dan populasi

53.452 gr/ekor/hari sedangkan pada parameter konsentrasi NH3 dan konsentrasi bakteri mempunyai koefisien terendah yaitu sebesar 12,41 mM pada konsentrasi ammonia (NH3) dan sebesar 8.96 x 107 sel/ml pada populasi bakteri, ini

menunjukkan tidak adanya korelasi antara PBB dengan parameter tersebut pada penelitian ini. Pada kondisi ini bakteri dan NH3 kurang memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap pertumbuhan, tetapi yang berpengaruh adalah konsentrasi VFA, ini disebabkan karena VFA merupakan sumber energi utama ruminansia, peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen

Dokumen terkait