• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan Respon Imun

Total Hemosit

Total hemosit setelah 30 hari pemberian mikrokapsul sinbiotik pada perlakuan A, B dan C mengalami peningkatan lebih tinggi dibanding dengan kontrol (Gambar 1). Peningkatan juga terjadi setelah uji tantang (hari ke-32) pada semua perlakuan dan tertinggi adalah perlakuan B dengan total hemosit 5.1 x 106 sel ml-1. Nilai ini juga lebih tinggi dibanding nilai THC udang vaname yang telah resisten V. harveyi yaitu 2.4 x 106 sel ml-1 (Huang et al. 2013). Peningkatan nilai THC mengindikasikan reaksi cepat imunitas udang vaname terhadap infeksi yang diberikan. Namun pada hari ke-40 total hemosit pada semua perlakuan mengalami penurunan. Penurunan jumlah sel hemosit ini merupakan efek dari berkerjanya mekanisme pertahanan tubuh seperti infiltrasi hemosit pada jaringan yang terinfeksi, kematian sel hemosit akibat apoptosis (Costa et al. 2009). Aktivitas fagositosis, enkapsulasi, pembentukan nodul, serta terjadinya proses degranulasi untuk aktivitas sistem prophenoloxidase (PO) dan mekanisme pertahanan tubuh yang lainnya (Smith

et al. 2003). Hasil penghitungan total hemosit ditampilkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar1. Total haemocyte count (THC) udang vaname pada perlakuan pemberian mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan pada hari ke-30, ( ) pengamatan pada hari ke-32, dan ( ) pengamatan pada hari ke-40.

Aktivitas Phenoloksidase

Hasil pengamatan aktivitas phenoloxidase (PO) selama penelitian menunjukkan nilai PO setelah perlakuan pemberian mikrokapsul sinbiotik menunjukkan peningkatan, terutama pada perlakuan C. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikrokapsul sinbiotik mampu merangsang sistem imun udang dengan meningkatkan aktivitas phenoloxidase (PO). Setelah uji tantang nilai PO juga meningkat pada semua perlakuan termasuk kontrol, kecuali perlakuan C. berikut adalah gambar hasil pengamatan aktivitas phenoloxidase (Gambar 2).

10

Gambar 2. Aktivitas phenoloxidase (PO) pada udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan pada hari ke-30, ( ) pengamatan pada hari ke-32, dan ( ) pengamatan pada hari ke-40.

Phenoloxidase merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada krustase sebagai respon terhadap penyerang asing dan juga bertanggung jawab untuk pigmentasi (Zufelato et al. 2004). Meningkatnya aktivitas PO menyebabkan kemampuan udang vaname untuk mengenali benda asing yang masuk ke dalam tubuh menjadi semakin baik (Garcia-Carreno et al.

2008). Kenaikan nilai PO pada hari ke-30 pada perlakuan C (dosis 2%) diimplikasikan akibat pemberian mikrokapsul sinbiotik, namun kemudian menurun pada hari ke-32 diduga karena pada perlakuan ini (C) udang tidak memiliki cukup energi. Energi yang ada digunakan untuk pertumbuhan sehingga mekanisme PO untuk melawan infeksi terhambat. Disisi lain, perlakuan B (1%) nilai PO meningkat dan lebih tinggi dibanding yang lainnya pada hari ke-32 dimungkinkan karena udang pada perlakuan B sudah mengalami masa recovery

setelah 24 jam pasca infeksi V. harveyi (Huang et al. 2013).

Differential Haemocyte Count (DHC)

Pengamatan DHC pada udang vaname dilakukan pada hari 30, hari ke-32, dan hari ke-40. Hasil pengamatan DHC dibedakan menjadi dua, yaitu pengamatan sel hyalin dan sel granular. Sel semi granular dikategorikan sebagai sel granular. Gambar 3 merupakan grafik hasil pengamatan DHC pada udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik.

11

(a) (b)

Gambar 3. Differential haemocyte count (DHC); sel hyalin (a) dan sel granular (b) pada udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan pada hari ke-30, ( ) pengamatan pada hari ke-32, dan ( ) pengamatan pada hari ke-40.

Differential haemocyte count (DHC) pada penelitian ini menunjukkan bahwa sel granular pada perlakuan pemberian mikrokapsul sinbiotik sebelum uji tantang (hari ke-30) lebih tinggi dibandingkan kontrol, demikian juga pada saat setelah uji tantang dan pada akhir pengamatan (hari ke-32). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian mikrokapsul sinbiotik mampu meningkatkan pembentukan sel granular. Fungsi dari sel hyalin dan sel granular adalah menghancurkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang melalui fagositosis, enkapsulasi, pembentukan nodul, dan produksi komponen-komponen humoral. Komponen humoral tersebut disimpan dalam granula hemosit diantaranya adalah protein antikoagulan, aglutinin, enzim PO, peptida antimikrobial, dan inhibitor protease (Jiravanichpaisal et al. 2006). Pemberian mikrokapsul melalui pakan pada penelitian ini berdampak pada peningkatan sel granular (perlakuan A, B, dan C hari ke-30), sedangkan penurunan jumlah sel merupakan akibat dari migrasi sel-sel hemosit pada bagian-bagian tubuh udang yang terinfeksi patogen (Li et al. 2008).

Populasi Bakteri Usus

Populasi bakteri usus yang diamati meliputi kelimpahan bakteri / total viable bacterial count (TVBC), V. harveyi Rf R count (VC) dan Bacillus NP5 RfR

count. Pengamatan bakteri usus dilakukan pada hari ke-0, 30 hari setelah pemberian mikrokapsul sinbiotik (hari ke-30), satu hari setelah uji tantang (hari ke-32), empat hari setelah uji tantang (hari ke-35), dan sembilan hari setelah uji tantang (hari ke-40). Di bawah ini adalah pengamatan kelimpahan bakteri di usus (Gambar 4).

12

Gambar 4. Populasi total viable bacterial count (TVBC) pada usus udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan hari ke-0, ( ) pengamatan pada hari ke-30, ( ) pengamatan pada hari ke-32, ( ) pengamatan hari ke-35, dan ( ) pengamatan pada hari ke-40.

Berdasarkan gambar 10 diketahui bahwa jumlah bakteri di usus berkisar antara 7 – 9 log CFU g-1. Populasi bakteri usus pada perlakuan C meningkat dengan adanya perlakuan pemberian mikrokapsul sinbiotik (hari ke-30), namun tidak terjadi pada perlakuan A, B serta kontrol. Populasi bakteri pada kontrol positif (C+) dan perlakuan C juga semakin meningkat setelah pemberian uji tantang (infeksi) dengan bakteri V. harveyi,sedangkan kontrol negatif (C-), A dan B tidak mengalami peningkatan. Pada hari ke-35 dan hari ke-40 pada perlakuan C penurunan populasi bakteri di usus lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif. Penurunan populasi bakteri di usus dimungkinkan karena telah terjadi penurunan populasi sel Bacillus NP5 dan V. harveyi seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Populasi sel Bacillus NP5 di usus relatif mengalami penurunan pada hari ke-35 dan hari ke-40. Meskipun mengalami penurunan, namun angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Widanarni et al. (2014) yang juga menggunakan Bacillus NP5, dinyatakan bahwa populasi Bacillus NP5 pada usus udang vaname adalah 2.6 x 103 CFU g-1, hal ini menunjukkan bahwa bakteri

Bacillus NP5 yang diberikan bersama prebiotik dan telah dienkapsulasi mampu bertahan hidup dan diduga dapat memanfaatkan prebiotik pada usus udang. Prebiotik oligosakarida dapat meningkatkan kesehatan dan keberadaan bakteri usus yang menguntungkan serta menekan bakteri yang berpotensi merusak (Ringo

et al. 2010). Pernyataan tersebut memperkuat hasil penelitian bahwa dengan pemberian mikrokapsul sinbiotik juga mampu menekan pertumbuhan bakteri V. harveyi pada usus udang.

13

Gambar 5. Populasi Bacillus NP5 RfRcount pada usus udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan hari ke-0, ( ) pengamatan pada hari ke-30, ( ) pengamatan pada hari ke-32, ( ) pengamatan hari ke-35, dan ( ) pengamatan pada hari ke-40.

Sedangkan populasi bakteri V. harveyi Rf Rpada usus udang vaname dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Populasi V. harveyi Rf Rcount pada usus udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan hari ke-0, ( ) pengamatan pada hari ke-30, ( ) pengamatan pada hari ke-32, ( ) pengamatan hari ke-35, dan ( ) pengamatan pada hari ke-40.

Penurunan populasi V. harveyi pada usus udang vaname menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian mikrokapsul sinbiotik mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh (Widanarni et al. 2008) bahwa probiotik SKT-b (V. alginolyticus) efektif menekan pertumbuhan V. harveyi dengan cara kompetisi melalui tempat pelekatan atau sumber nutrisi.

14

Sintasan

Sintasan atau survival rate (SR) udang vaname diamati selama 30 hari pemberian mikrokapsul sinbiotik (sebelum uji tantang) dan setelah uji tantang dengan bakteri V. harveyi, hasilnya dapat ditunjukkan pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7. Sintasan udang vaname pada perlakuan pemberian mikrokapsul sinbiotik dengan dosis berbeda. C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan. ( ) pengamatan sintasan sebelum infeksi V. harveyi, ( ) pengamatan sintasan setelah infeksi V. harveyi

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa sintasan sebelum uji tantang adalah sama untuk semua perlakuan dan kontrol yaitu 100%. Namun setelah uji tantang dengan infeksi V. harveyi secara injeksi, perlakuan kontrol positif (C+) menunjukkan sintasan yang lebih rendah (63.33%) dan berbeda nyata dibanding kontrol negatif dan perlakuan lainnya (P<0.05). Sintasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada seluruh perlakuan yaitu 93.33% mengindikasikan bahwa pemberian mikrokapsul sinbiotik memberikan efek positif untuk peningkatan resistensi udang terhadap infeksi V. harveyi.

Udang vaname yang diberi mikrokapsul sinbiotik dalam pakan diduga memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik dibanding dengan udang tanpa pemberian mikrokapsul sinbiotik. Pernyataan ini diperkuat oleh Nayak (2010) yang mengungkapkan bahwa penambahan Bacillus subtilis baik sel hidup maupun inaktif mampu meningkatkan kemampuan fagositosis, aktivitas bakterisidal,

respiratory burst, serta respon imunitas lainnya. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa dengan penambahan mikrokapsul sinbiotik dalam pakan juga mampu meningkatkan total hemosit (Gambar 1) dan nilai aktivitas phenoloxidase

(Gambar 2) dibanding dengan kontrol. Penelitian serupa dilakukan Li et al. (2009) yang mengaplikasikan sinbiotik dengan kombinasi prebiotik 0.2% isomaltooligosakarida dan 8 logCFU ml-1 probiotik Bacillus OJ (PB) per g pakan secara signifikan (P<0.05) juga menghasilkan efek sinergis positif terhadap sistem kekebalan udang terhadap infeksi WSSV. Sedangkan Rengpipat et al. (1998) yang mengisolasi bakteri Bacillus S11 dari Penaeus monodon sehat juga mampu menurunkan mortalitas P. monodon yang terinfeksi V. harveyi.

15

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik atau specific growth rate (SGR) dihitung setelah 30 hari pemberian mikrokapsul sinbiotik. Nilai SGR ditampilkan pada grafik di bawah ini (Gambar 8).

Gambar 8. Specific growth rate (SGR) pada udang vaname selama 30 hari perlakuan dengan pemberian mikrokapsul sinbiotik dosis berbeda (P<0.05). C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan.

SGR udang vaname setelah 30 hari perlakuan berkisar antara 2.09 – 2.98%, dengan hasil terbaik adalah perlakuan C, yaitu pemberian mikrokapsul sinbiotik dosis 2% yang menunjukkan nilai SGR sebesar 2.98% dan berbeda nyata (P<0.05) dibanding dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa mikrokapsul sinbiotik mampu memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap udang vaname dengan meningkatkan pertumbuhan. Semakin tinggi dosis yang digunakan, maka laju pertumbuhan semakin meningkat. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Widanarni et al. (2014) bahwa laju pertumbuhan harian semakin meningkat dengan pemberian probiotik NP5 dengan dosis 8 log CFU ml-1. Peningkatan laju pertumbuhan diduga karena adanya aktivitas enzimatik dalam usus udang vaname. Bakteri probiotik NP5 yang digunakan merupakan bakteri probiotik yang diisolasi dari usus ikan nila yang mampu mensekresikan enzim amilase (Putra et al. 2014) dan telah diadaptasi pada media bakteri air laut (SWC) agar mampu bertahan hidup saat pakan terpapar air laut dan di dalam usus udang. Enzim amilase tersebut berperan sebagai enzim

exogenous (Taoka et al. 2007; Wang 2007). Enzim ini diduga mampu menstimulasi enzim endogenous yang dihasilkan oleh udang (Saeed et al. 2006) sehingga pakan yang diserap dalam usus udang mampu dipecah dengan sempurna dan penyerapan nutrisi lebih optimum. Disamping itu juga prebiotik dalam aplikasi sinbiotik berperan dalam menyediakan nutrisi tambahan untuk bakteri probiotik (Evivie 2013) sehingga bakteri probiotik dapat bertahan lebih lama dalam usus udang.

16

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) udang vaname setelah 30 hari perlakuan ditunjukkan pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Rasio konversi pakan (FCR) pada udang vaname selama 30 hari perlakuan dengan pemberian mikrokapsul sinbiotik dosis berbeda (P<0.05). C (-): kontrol negatif, C (+): kontrol positif, A: penambahan mikrokapsul sinbiotik 0.5% pada pakan, B: penambahan mikrokapsul sinbiotik 1% pada pakan, dan C: penambahan mikrokapsul sinbiotik 2% pada pakan.

Rasio konversi pakan (FCR) udang vaname yang diberi perlakuan mikrokapsul sinbiotik berbagai dosis menunjukkan nilai yang lebih rendah dan berbeda nyata (P<0.05) dibanding dengan kontrol, baik kontrol negatif maupun kontrol positif. Nilai FCR terendah ditunjukkan oleh perlakuan C, yaitu dosis pemberian mikrokapsul sinbiotik 2% dengan nilai rasio konversi pakan 1.26±0.19. Penurunan nilai FCR yang berarti peningkatan nilai efisiensi pakan menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan mikrokapsul sinbiotik dalam pakan, udang vaname mampu memanfaatkan nutrien dalam pakan dengan optimal dan menggunakannya untuk pertumbuhan. Pemberian sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase dan protease dalam saluran pencernaan ikan nila sehingga efisiensi pakan meningkat. Demikian halnya pemberian sinbiotik SKT-b (Vibrio alginolyticus) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan konversi pakan udang vaname (Nurhayati et al. 2014).

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kelayakan penggunaan mikrokapsul sinbiotik pada budidaya udang vaname ditinjau dari segi ekonomis berdasarkan data-data dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Metode yang digunakan menggunakan pendekatan asumsi-asumsi dengan membandingkan nilai atau jumlah pendapatan yang berkaitan erat dengan penggunaan mikrokapsul sinbiotik pada budidaya udang vaname pada masing-masing perlakuan. Berikut ini adalah tabel analisis ekonomi penggunaan mikrokapsul sinbiotik dengan berbagai dosis pada budidaya udang vaname (Tabel 2).

Asumsi yang digunakan adalah luas lahan yang digunakan pada masing-masing perlakuan sama yaitu 3500 m2, dengan padat tebar masing-masing

17

perlakuan 120 ekor per m2. Harga benur yang digunakan adalah Rp. 50,- per ekor, sedangkan harga pakan Rp. 13.000,- per kg. Harga mikrokapsul sinbiotik yang digunakan dalam tabel di atas adalah Rp. 1.000.000,- per kg, harga ini diperoleh berdasarkan penelitian (skala laboratorium) dengan rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 3. Penggunaan pakan dihitung berdasarkan nilai FCR yang diperoleh dari hasil penelitian pada masing-masing perlakuan yang dikalikan dengan harga pakan. Setelah dipelihara dengan lama masa pemeliharaan yang sama pada semua perlakuan (60 hari) diperoleh jumlah udang pada akhir masa pemeliharaan yang disesuaikan dengan nilai sintasan masing-masing perlakuan dari hasil penelitian. Bobot udang dihitung berdasarkan nilai GR yang diperoleh dari hasil penelitian.

Pada akhir masa pemeliharaan, dengan menghitung komponen-komponen yang berkaitan dengan penggunaan mikrokapsul sinbiotik pada budidaya udang maka diperoleh jumlah pendapatan antara 14 juta hingga 111 juta rupiah. Pendapatan tertinggi diperoleh dari perlakuan C, yaitu penggunaan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis 2%. Meskipun memakan biaya pengeluaran yang lebih besar dibanding perlakuan lainnya, namun perlakuan ini memberikan pendapatan yang lebih tinggi karena tonase udang yang dihasilkan lebih tinggi sehingga nilai jualnya juga lebih tinggi. Biaya pengeluaran yang dihitung adalah biaya benur, biaya pakan, dan penggunaan mikrokapsul sinbiotik, sedangkan biaya untuk sarana dan produksi dianggap sama sehingga tidak dicantumkan dalam Tabel 2.

18

Tabel 2. Analisis ekonomi penggunaan mikrokapsul sinbiotik dengan berbagai dosis pada budidaya udang vaname

Keterangan Harga

Perbandingan biaya budidaya udang vaname dengan berbagai perlakuan

C - C + A (0,5%) B (1%) C (2%)

Estimasi Rp Estimasi Rp Estimasi Rp Estimasi Rp Estimasi Rp

Produksi Benur 50 420.000 21.000.000 420.000 21.000.000 420.000 21.000.000 420.000 21.000.000 420.000 21.000.000 Pakan 13.000 7.857 102.134.760 4.926 64.031.874 7.705 100.163.399 6.971 90.624.027 7.112 92.458.522 Mikrokapsul 1.000.000 0 0 0 0 39 38.524.384 70 69.710.790 142 142.243.880 Jumlah 123.134.760 85.031.874 159.687.783 181.334.818 255.702.401 Pemanenan Jumlah udang 420.000 265.986 391.986 391.986 391.986 gr/ekor 9 9 10 11 14 Tonase (kg) 3.948 2.500 4.077 4.469 5.645 Size 106 39.800 106 39.800 96 43.000 88 47.500 69 65.000 Penjualan 157.130.400 99.510.682 175.296.139 212.260.419 366.898.896 Pendapatan 33.995.640 14.478.809 15.608.357 30.925.601 111.196.495 Pembulatan (juta rupiah) 34 14 16 31 111

19

Pada proses pembuatan mikrokapsul sinbiotik, komponen utamanya adalah bahan untuk probiotik dan prebiotik, bahan penyalut serta proses mikroenkapsulasi. Proses mikroenkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini masih menggunakan skala laboratorium, sehingga biaya-biaya yang digunakan juga disesuaikan dengan skala laboratorium. Berikut ini adalah rincian biaya untuk pembuatan 100 g mikrokapsul sinbiotik (Tabel 3).

Tabel 3. Rincian biaya pembuatan 100 g mikrokapsul sinbiotik

No Keterangan Kebutuhan Biaya (Rp)

Probiotik 1 Pepton 8,0 gr 1.174 2 Yeast 1,6 gr 786 3 Glyserol 4,8 ml 1.797 4 Air laut 3600 ml 1.800 Prebiotik 5 Ethanol 2,2 L 15.400 6 Ubi jago 4,0 Kg 12.000 Bahan penyalut 7 Dekstrin 24,4 gr 854 8 Susu 2,5 L 15.000

9 Jeruk nipis 4,0 Buah 2.000

10 Kertas saring 1,0 Lbr 1.000

11 Mikroenkapsulasi 5000 ml 50.000

Total Biaya 100.011

Tabel 3 menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membuat 100 g mikrokapsul sinbiotik diperlukan biaya sebesar Rp. 100.011,-. Biaya tersebut meliputi biaya untuk penyiapan probiotik, pembuatan prebiotik, bahan penyalut untuk mikrokapsul serta proses mikroenkapsulasi. Komponen biaya terbesar untuk pembuatan mikrokapsul sinbiotik adalah proses mikroenkapsulasi yang memakan biaya hingga 50% dari total biaya pembuatan mikrokapsul sinbiotik. Hal ini dikarenakan pembuatan mikrokapsul sinbiotik yang masih skala laboratorium serta belum tersedianya alat mikroenkapsulasi, sehingga biaya tersebut dianggap sebagai biaya sewa alat.

Dokumen terkait