• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan terhadap Profil Darah Ayam Broiler Umur 30 Hari Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap profil darah ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai-nilai hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan diferensiasi leukosit tidak dipengaruhi oleh faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan maupun faktor penambahan tepung bawang putih, serta interaksi kedua faktor tersebut.

Profil darah merupakan gambaran status fisiologi ternak. Apabila tubuh mengalami gangguan fisiologi, maka gambaran darah dapat mengalami perubahan (Guyton dan Hall 2010). Pembentukan sel darah dalam tubuh memerlukan asam

9 amino sebagai substrat. Tepung pupa ulat sutera diketahui memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang dengan komposisi yang hampir sama dengan asam amino tepung ikan (Sanchez-Muroz et al. 2013), sehingga meskipun tepung pupa ulat sutera digunakan sebagai sumber protein hewani pada pakan menggantikan tepung ikan, sintesis sel darah merah dan sel darah putih tidak terganggu.

Tabel 3 Rataan nilai hemoglobin (g%), hematokrit (%), jumlah eritrosit (106 mm-3), jumlah leukosit (103 mm-3), dan diferensiasi leukosit (%) ayam broiler umur 30 hari

Hemoglobin

Nilai hemoglobin ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 12.96-14.1 g%. Hasil tersebut berada diatas kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 7-13 g%. Hemoglobin berfungsi membawa oksigen dalam sel darah merah untuk ditranspor ke seluruh jaringan tubuh (Ganong 2008), serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah (Frandson 1992). Tingginya nilai hemoglobin hasil penelitian dapat disebabkan karena aktivitas metabolisme Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan 0% 25% dari Tepung Ikan 50% dari Tepung Ikan Hemoglobin (g%) 0% 12.96 ± 1.29 13.86 ± 1.42 14.14 ± 1.33 13.65 ± 1.28 2.5% 13.35 ± 1.64 13.45 ± 0.81 12.73 ± 0.72 13.18 ± 1.04 Rataan 13.16 ± 1.34 13.66 ± 1.59 13.44 ± 1.23 Hematokrit (%) 0% 25.28 ± 3.15 25.66 ± 2.95 24.77 ± 0.50 25.24 ± 2.21 2.5% 22.79 ± 1.38 23.50 ± 2.34 24.73 ± 1.87 23.67 ± 1.86 Rataan 24.04 ± 2.57 24.58 ± 2.66 24.75 ± 1.23 Eritrosit (106 mm-3) 0% 2.71 ± 0.20 3.15 ± 0.98 3.04 ± 0.44 2.96 ± 0.58 2.5% 2.74 ± 0.45 2.62 ± 0.21 2.64 ± 0.27 2.67 ± 0.29 Rataan 2.73 ± 0.31 2.89 ± 0.70 2.84 ± 0.39 Leukosit (103 mm-3) 0% 5.60 ± 1.82 5.40 ± 1.32 7.07 ± 0.42 6.02 ± 1.39 2.5% 5.30 ± 0.61 5.03 ± 2.30 5.50 ± 0.56 5.28 ± 1.24 Rataan 5.45 ± 1.23 5.22 ± 1.69 6.28 ± 0.96 Limfosit1 (%) 0% 64.67 ± 18.50 69.00 ± 8.00 60.00 ± 7.81 64.56 ± 11.49 2.5% 45.67 ± 17.67 65.67 ± 3.06 61.67 ± 6.03 57.67 ± 13.17 Rataan 55.17 ± 19.24 67.33 ± 5.72 60.83 ± 6.31 Heterofil1 (%) 0% 27.67 ± 15.50 22.67 ± 6.81 35.00 ± 8.54 28.44 ± 10.89 2.5% 43.00 ± 13.89 24.00 ± 2.65 30.33 ± 4.73 32.44 ± 11.22 Rataan 35.33 ± 15.61 23.33 ± 4.67 32.67 ± 6.68 Monosit1 (%) 0% 5.17 ± 0.76 6.50 ± 1.32 6.00 ± 1.00 5.89 ± 1.08 2.5% 5.50 ± 2.18 7.00 ± 1.80 6.83 ± 1.26 6.44 ± 1.70 Rataan 5.33 ± 1.47 6.75 ± 1.44 6.42 ± 1.11 Eosinofil1 (%) 0% 3.33 ± 0.29 2.00 ± 1.00 1.50 ± 0.50 2.28 ± 1.00 2.5% 5.83 ± 1.04 4.83 ± 1.61 2.00 ± 1.00 3.83 ± 1.75 Rataan 4.00 ± 1.00 3.42 ± 1.96 1.75 ± 0.76 Basofil1 (%) 0% 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 2.5% 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 Rataan 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00

10

yang cepat pada ayam broiler yang sedang tumbuh membutuhkan lebih banyak oksigen untuk reaksi metabolisme nutrien di dalam tubuh. Bawang putih mengandung gurwitchrays yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan pada semua fungsi tubuh (Santoso 1988), termasuk sel darah sehingga pembentukan sel darah merah berlangsung lebih cepat dan jumlah hemoglobin juga meningkat.

Hematokrit

Nilai hematokrit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 22.79-25.66 % berada pada kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 22-35%. Hematokrit atau packed cell volume (PCV) merupakan ukuran viskositas darah yang dinyatakan sebagai persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai hematokrit diantaranya umur, aktivitas individu, nutrien, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan (Guyton dan Hall 2010). Konsumsi bawang putih menyebabkan timbulnya rasa haus sehingga ternak cenderung meningkatkan konsumsi air minum dan menyebabkan kandungan air dalam tubuh meningkat. Hal tersebut seharusnya dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai hematokrit, namun senyawa gurwitchrays dalam bawang putih yang memiliki fungsi merangsang pertumbuhan sel tubuh (Santoso 1988) mampu mempertahankan kadar hematokrit darah karena laju sintesis sel darah merah dapat ditingkatkan dan viskositas darah tetap dalam kondisi normal.

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 2.62-3.15 106 butir mm-3 berada pada kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 2.5-3.5 106 butir mm-3. Eritrosit berfungsi sebagai pengangkut hemoglobin yang selanjutnya membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan, nutrien yang disiapkan saluran pencernaan, sisa-sisa hasil metabolisme yang diseksresikan ke ginjal, serta kelancaran sirkulasi darah. Guyton dan Hall (2010) menyatakan bahwa jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, aktivitas individu, nutrien, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan.

Kandungan senyawa gurwitchrays pada bawang putih selain mempengaruhi nilai hemoglobin dan hematokrit, juga mempengaruhi jumlah eritrosit karena menurut Sturkie dan Griminger (1976) jumlah eritrosit pada hewan normal berbanding lurus dengan nilai hemoglobin dan hematokrit. Mathew et al. (1993) melalui kajian in vitro menemukan bahwa asam amino glutamin dan glisin berperan positif dalam menjaga kadar ATP dalam sel darah merah ayam broiler. Tepung pupa ulat sutera memiliki kandungan asam amino glutamin sebesar 11.1% dan glisin sebesar 4.2% (Tomotake et al. 2010), sehingga kedua asam amino tersebut mampu meningkatkan fungsi sel darah merah.

Jumlah Leukosit

Jumlah leukosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 5.03-7.07 103 butir mm-3, lebih rendah dibandingkan standar Swenson (1984) yakni berkisar antara 20-30 103 butir mm-3. Sel darah putih atau leukosit merupakan sistem kekebalan tubuh yang aktif bila terjadi gangguan non spesifik seperti infeksi bakteri dan virus. Sel-sel darah putih di dalam aliran darah kebanyakan bersifat non-fungsional dan hanya diangkut ke jaringan ketika dan dimana dibutuhkan saja

11 (Frandson 1992). Wang et al. (2011) menyatakan bahwa bawang putih memiliki kandungan senyawa allisin yang bersifat antibakteri yang dapat membunuh bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, sehingga diduga dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh tidak banyak memproduksi sel darah putih untuk melawan infeksi bakteri.

Limfosit

Persentase limfosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 45.67-69.00% berada pada kisaran normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 24-84%. Limfosit memiliki fungsi utama merespon adanya antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersikulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler. Persentase limfosit berada pada kisaran normal diduga karena bawang putih memiliki kandungan senyawa gurwitchrays yang mampu memicu proliferasi sel limfosit dan allisin yang dapat berfungsi sebagai agen fagositosis (Wang et al. 2011), sehingga limfosit tidak banyak berkurang untuk aktivitas melawan agen penyakit (Ao et al. 2011).

Heterofil

Persentase heterofil ayam broiler pada penelitian (Tabel 3) berkisar antara 22.67-43.00% berada dalam kisaran normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 9-56%. Heterofil berperan sebagai penghancur benda asing melalui fagositosis. Fagositosis merupakan proses pemakanan oleh sel yang mencakup kemotaksis, pelekatan, penelanan, dan pencernaan partikel (Playfair dan Chain 2009). Kandungan senyawa allisin pada bawang putih yang berfungsi sebagai agen fagositosis (Wang et al. 2011) menyebabkan jumlah heterofil masih berada dalam kisaran normal dan tidak banyak berkurang untuk aktifitas fagositosis. Monosit

Persentase monosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 5.17-7.00%. Nilai tersebut berada dalam kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 10%, maupun Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 0-30%. Subowo (2009) menyatakan bahwa monosit berfungsi sebagai fagositosis sel makrofag, berperan menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerja sama dalam sistem imun, serta merupakan pertahanan pertama apabila terdapat stress lingkungan dan vektor penyakit. Bawang putih diketahui mengandung senyawa allyl sulfida dalam bentuk diallyl disulfide (DADS), diallyl sulfide (DAS), diallyl trisulfida (DATS) yang menunjukkan efek antioksidan (Santosha et al. 2013). Antioksidan digunakan untuk menetralisir senyawa radikal bebas yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme, sehingga monosit tidak banyak berkurang dan tetap berada pada kisaran nilai normal.

Eosinofil

Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa kisaran nilai persentase eosinofil ayam broiler sebesar 1.50-5.83%. Nilai tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 3-8%, namun berada pada kisaran nilai persentase eosinofil normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 0-7%. Eosinofil memiliki kaitan erat dengan peristiwa alergi karena sel-sel ini ditemukan dalam jaringan yang mengalami reaksi

12

alergi atau radang kronis (Subowo 2009). Rendahnya nilai eosinofil hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tubuh ternak tidak terjadi peradangan pada organ atau jaringan yang disebabkan oleh bakteri, karena adanya senyawa allisin pada bawang putih yang bersifat antibakteri.

Basofil

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase basofil tidak dipengaruhi oleh perlakuan, baik faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan maupun faktor penambahan tepung bawang putih, serta interaksi kedua faktor tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perhitungan 100 butir leukosit yang diamati tidak terdapat basofil (Tabel 3) dan diperlukan pengamatan terhadap lebih dari 100 butir leukosit untuk mendapatkan butir basofil. Hasil penelitian didukung oleh pendapat Fudge (2005) yang menyatakan bahwa pada keadaan normal basofil ditemukan dalam darah unggas dengan persentase kurang dari 1%. Basofil merupakan granulosit yang paling jarang dijumpai dalam sirkulasi darah (Schalm 2010; Latimer 2011). Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dari myelosit dan berperan sebagai agen antikoagulan darah (Tizzard 1988).

Pengaruh Perlakuan terhadap Metabolit Darah Ayam Broiler Umur 30 Hari Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap metabolit darah ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan nilai glukosa (mg dL-1), trigliserida (mg dL-1), dan total protein plasma darah (g dL-1) ayam broiler umur 30 hari

Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan 0% 25% dari Tepung Ikan 50% dari Tepung Ikan Glukosaa (mg dL-1) 0% 276.41 ± 36.70a 234.30 ± 24.03ab 207.61 ± 11.09b 239.44 ± 37.61 2.5% 213.27 ± 29.81b 248.59 ± 32.75ab 245.02 ± 16.07ab 235.63 ± 28.96 Rataan 244.84 ± 45.72 241.45 ± 26.85 226.32 ± 23.92 Trigliseridab (mg dL-1) 0% 159.50 ± 12.56 97.39 ± 18.39 118.12 ± 9.79 125.01 ± 29.96 2.5% 143.56 ± 19.59 112.05 ± 23.02 91.97 ± 15.02 115.86 ± 28.14 Rataan 151.53 ± 17.11A 104.73 ± 20.29B 105.05 ± 18.27B Total Proteina (mg dL-1) 0% 3.58 ± 0.55 3.43 ± 0.67 2.94 ± 0.30 3.32 ± 0.44 2.5% 3.73 ± 0.73 3.44 ± 1.16 2.98 ± 0.26 3.39 ± 0.50

Rataan 3.66 ± 0.40a 3.44 ± 0.46ab 2.96 ± 0.18b

Keterangan: a) angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), b) angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1% (uji selang berganda Duncan)

13 Glukosa

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan faktor penambahan tepung bawang putih dalam ransum terhadap kadar glukosa darah ayam broiler, namun terdapat pengaruh interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan faktor penambahan tepung bawang putih dalam ransum (p<0.05). Kadar glukosa darah ayam broiler pada perlakuan kontrol nyata lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan penambahan tepung bawang putih dalam ransum tanpa disertai penggunaan tepung pupa ulat sutera dan penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan tanpa disertai penambahan tepung bawang putih nyata menurunkan kadar glukosa darah ayam broiler.

Kadar glukosa darah pada penelitian (Tabel 4) berada pada kisaran menurut Sulistyoningsih (2004) yakni sebesar 230-370 mg dL-1. Bawang putih mengandung komponen bioaktif s-allyl cysteine sulfoxide (SACS) yang dapat menstimulasi sekresi insulin sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme penurunan kadar glukosa darah juga dapat terjadi karena senyawa SACS mengganggu proses penyerapan glukosa dari makanan (Srinivasan 2005). Hasil penelitian juga didukung oleh pendapat Santhosha et al. (2013) yang menyatakan bahwa bawang putih dapat meningkatkan kadar insulin dalam plasma serta menurunkan kadar glukosa darah tikus, kelinci, dan mencit diabetes.

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sampai dengan 50% menggantikan tepung ikan dalam ransum dapat menurunkan kadar glukosa darah karena kehadiran kitin yang tinggi dapat menurunkan penyerapan glukosa. Pupa ulat sutera mengandung kitin sebanyak 3.37% (Singhal et al. 2001), sehingga pada perlakuan penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan terdapat sebanyak kitin sekitar 1.685% dalam ransum. Kitin merupakan polisakarida penyusun eksoskeleton crustaceae dan serangga, serta termasuk golongan serat kasar yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik. Kitin merupakan polimer dari 2-asetamido-2-deoksi-β-D-glukosa yang berikatan glikosidik 1-4 membentuk polimer linier dengan rantai panjang tanpa rantai samping (Lindsay et al. 1984). Kehadiran kitin menyebabkan penurunan pencernaan sehingga penyerapan gugus sakarida juga menurun.

Trigliserida

Hasil analisis ragam terhadap kadar trigliserida darah menunjukkan bahwa penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan sangat nyata mempengaruhi kadar trigliserida darah ayam broiler (p<0.01), namun tidak ada pengaruh penambahan tepung bawang putih dalam ransum maupun interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih terhadap kadar trigliserida darah ayam broiler. Kadar trigliserida darah ayam broiler yang dihasilkan sangat nyata lebih rendah (p<0.01) pada perlakuan penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 25% dan 50% menggantikan tepung ikan dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera.

Kadar trigliserida plasma ayam broiler hasil penelitian (Tabel 4) berada pada kisaran nilai menurut Melluzi et al. (1992) yaitu 43.3-168 mg dL-1. Kadar trigliserida darah yang tinggi pada perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan mengindikasikan bahwa ransum yang dikonsumsi

14

tidak mengalami hambatan penyerapan lemak dalam saluran gastrointestinal karena adanya zat kitin. Kitin dapat mengikat asam empedu sehingga menyebabkan tidak terjadinya interaksi enzim pencernaan dengan partikel lemak di dalam duodenum (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Terhambatnya pencernaan lemak mengakibatkan sintesis dan penyerapan trigliserida menurun. Trigliserida atau triasilgliserol merupakan lemak netral yang terdiri atas sebuah gliserol dan tiga rantai asam lemak serta disintesis di hati dan usus halus (Chen 2006).

Total Protein

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar total protein darah ayam broiler dipengaruhi oleh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantika tepung ikan (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih dalam ransum dan interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih. Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan nyata menghasilkan kadar total protein darah lebih rendah (p<0.05) dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan total protein darah pada perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera nyata paling tinggi.

Protein plasma berfungsi menjaga tekanan osmotik, sebagai sumber asam amino bagi jaringan, berperan dalam transportasi lipid, bilirubin, vitamin A, D dan E, hormon tiroksin dan steroid, mineral seperti besi yang terikat pada transferin, kalsium yang diangkut oleh seruloplasmin dan albumin, tembaga dan zink yang diangkut oleh albumin (Murray et al. 2003). Total protein plasma ayam pada penelitian yakni sebesar 2.94-3.73 (Tabel 4) berada dibawah kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni berkisar antara 4.0-5.2 mg dL-1. Tingginya penggunaan tepung pupa ulat sutera dalam ransum menyebabkan jumlah kitin dalam ransum meningkat. Selain mempengaruhi penyerapan lemak, kitin juga mempengaruhi pemanfaatan protein pada pupa ulat sutera (Longvah et al. 2011). Hal ini disebabkan karena pada kutikula serangga, kitin membentuk ikatan dengan protein dan menentukan tingkat kekerasan kutikula. Kitin mengandung sekitar 7% nitrogen (N-acetilated glucosamine polysaccharide) yang tidak tersedia bagi unggas. Hal ini disebabkan karena unggas tidak memiliki kitinase sehingga mengalami kesulitan dalam mencerna kitin (Ravindran dan Blair 1993).

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 30 Hari

Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap metabolit darah ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase karkas ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perlakuan, baik faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan, faktor penambahan tepung bawang putih dalam ransum, maupun interaksinya. Penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan sebanyak 25% dan 50% dalam ransum ternyata menghasilkan persentase karkas yang sama dengan ransum yang mengandung tepung ikan.

15 Tabel 5 Rataan persentase karkas ayam broiler umur 30 hari

Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Konwar et al. (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan tidak menimbulkan efek negatif, namun performa ternak terbaik dihasilkan pada perlakuan penggunaan tepung pupa ulat sutera disertai dengan penambahan enzim. Makkar et al. (2014) menyatakan bahwa dosis aman penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan pada ransum broiler adalah sebesar 50%, namun penggantian 100% tepung ikan dengan tepung pupa ulat sutera menyebabkan performa ternak menurun.

Hasil analisa yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB (2014) menunjukkan bahwa tepung pupa ulat sutera memiliki kandungan protein kasar sebesar 50.52% dan lemak kasar sebesar 25.16%, sedangkan kandungan protein kasar dan lemak kasar tepung ikan pada penelitian Mukti (2012) berturut-turut adalah sebesar 50.83% dan 4.32%. Pupa ulat sutera (Bombyx mori L) adalah bagian isi dari kokon yang merupakan produk sampingan industri pemintalan benang sutera, berbentuk oval bersegmen-segmen, berwarna coklat keemasan, dan bertekstur lembek dan kenyal. Produk ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan maupun pangan di negara-negara Asia.

Tepung pupa ulat sutera dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein bagi unggas menggantikan tepung ikan khususnya di daerah sentra serikultur di Indonesia yang antara lain terdapat di Sulawesi Selatan (Kabupaten Soppeng, Wajo, dan Enrekang), Jawa Barat (Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Bogor), serta Jawa Tengah yang tersebar di Kabupaten Pemalang, Pati, Wonosobo, dan Banyumas. Penggunaan pupa ulat sutera sebagai pakan unggas di daerah-daerah tersebut memiliki keuntungan, yakni harga tepung pupa ulat sutera akan lebih murah dibandingkan dengan harga tepung ikan karena ketersediaan pupa ulat sutera melimpah.

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Organ Dalam Ayam Broiler Umur 30 Hari

Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap persentase organ dalam ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 6. Secara umum persentase bobot organ dalam masih berada dalam kisaran normal. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan tepung pupa ulat sutera tidak mengganggu kinerja organ serta menunjukkan bahwa ternak dapat memanfaatkan nutrien dalam tepung pupa ulat sutera untuk membentuk sel-sel penyusun organ sama baiknya seperti memanfaatkan nutrien tepung ikan,

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan 0% 25% dari Tepung Ikan 50% dari Tepung Ikan 0% 61.31 ± 2.73 61.29 ± 1.97 61.04 ± 2.95 61.22 ± 2.24 2.5% 59.61 ± 4.16 59.48 ± 1.29 59.51 ± 4.46 59.53 ± 3.12 Rataan 60.46 ± 3.28 60.39 ± 1.79 60.28 ± 3.49

16

sedangkan bawang putih diketahui memiliki kandungan senyawa antioksidan dan antibakteri sehingga dapat membantu menjaga organ dalam ayam broiler tetap pada kondisi normal.

Tabel 6 Rataan persentase organ dalam ayam broiler umur 30 hari

Hati

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot hati. Persentase bobot hati yang dihasikan dalam penelitian ini adalah sebesar 3.24-3.65% dari bobot hidup (Tabel 6) dan berada pada kisaran nilai hasil penelitian Rosyani (2012) yakni sebesar 2.60-6.69% dari bobot hidup. Hati memiliki fungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, zat besi, berperan dalam sekresi empedu, detoksifikasi, pembentukan sel darah merah serta metabolisme dan penyerapan Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan 0% 25% dari Tepung Ikan 50% dari Tepung Ikan Hati (%) 0% 3.65 ± 0.46 3.24 ± 0.22 3.34 ± 0.25 3.41 ± 0.34 2.5% 3.65 ± 0.68 3.26 ± 0.06 3.30 ± 0.22 3.40 ± 0.40 Rataan 3.65 ± 0.52 3.25 ± 0.15 3.32 ± 0.21 Jantung (%) 0% 0.63 ± 0.07 0.62 ± 0.07 0.62 ± 0.04 0.66 ± 0.05 2.5% 0.71 ± 0.10 0.68 ± 0.05 0.62 ± 0.06 0.67 ± 0.07 Rataan 0.67 ± 0.09 0.65 ± 0.06 0.62 ± 0.05 Proventrikulus (%) 0% 1.00 ± 0.11 0.84 ± 0.10 0.94 ± 0.19 0.92 ± 0.14a 2.5% 0.78 ± 0.06 0.73 ± 0.09 0.88 ± 0.05 0.80 ± 0.09b Rataan 0.89 ± 0.14 0.79 ± 0.10 0.91 ± 0.13 Gizzard (%) 0% 2.35 ± 0.52 2.00 ± 0.07 2.43 ± 0.45 2.26 ± 0.40 2.5% 2.41 ± 0.24 2.18 ± 0.23 2.52 ± 0.28 2.37 ± 0.27 Rataan 2.38 ± 0.36 2.09 ± 2.18 2.48 ± 0.34 Limpaa (%) 0% 0.14 ± 0.01 0.21 ± 0.09 0.17 ± 0.02 0.17 ± 0.06 2.5% 0.13 ± 0.04 0.19 ± 0.05 0.17 ± 0.01 0.16 ± 0.04 Rataan 0.13 ± 0.03b 0.20 ± 0.07a 0.17 ± 0.01a

Empedu (%) 0% 0.05 ± 0.01 0.07 ± 0.02 0.07 ± 0.00 0.06 ± 0.02 2.5% 0.07 ± 0.02 0.06 ± 0.00 0.07 ± 0.02 0.07 ± 0.01 Rataan 0.06 ± 0.01 0.06 ± 0.02 0.07 ± 0.02 Ginjal (%) 0% 0.89 ± 0.06 0.85 ± 0.08 0.75 ± 0.01 0.83 ± 0.08 2.5% 0.98 ± 0.20 0.82 ± 0.04 0.82 ± 0.05 0.87 ± 0.13 Rataan 0.93 ± 0.14a 0.83 ± 0.06ab 0.79 ± 0.05b

Bursa Fabricius (%) 0% 0.06 ± 0.01 0.06 ± 0.01 0.09 ± 0.02 0.07 ± 0.02 2.5% 0.06 ± 0.02 0.08 ± 0.01 0.07 ± 0.02 0.07 ± 0.02 Rataan 0.06 ± 0.01 0.07 ± 0.01 0.08 ± 0.02 Lemak Abdomen (%) 0% 1.27 ± 0.38 1.04 ± 0.13 1.08 ± 0.10 1.13 ± 0.23 2.5% 1.24 ± 0.13 0.79 ± 0.09 0.93 ± 0.14 0.99 ± 0.23 Rataan 1.25 ± 0.25a 0.92 ± 0.16b 1.01 ± 0.14ab

Pankreas (%)

0% 3.98 ± 0.08 4.12 ± 0.46 3.92 ± 0.45 4.01 ± 0.34 2.5% 3.93 ± 0.50 4.38 ± 0.71 4.33 ± 0.38 4.22 ± 0.52 Rataan 3.96 ± 0.32 4.25 ± 0.55 4.13 ± 0.38

Keterangan: angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

17 vitamin (Ressang 1993). Persentase bobot hati yang normal menunjukkan bahwa metabolisme nutrien dalam tubuh tidak terganggu, meskipun pada proses penyerapan terjadi gangguan akibat adanya kitin dalam tepung pupa ulat sutera. Hernawan dan Setyawan (2003) menyatakan bahwa kandungan senyawa antioksidan dalam bawang putih dapat menyebabkan peningkatan akitivitas enzim protektif, yaitu glutation superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase pada sel endotel hati, sehingga bobot hati berada pada kisaran nilai normal.

Jantung

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot jantung. Bobot jantung yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebesar 0.62-0.71% dari bobot hidup (Tabel 6), lebih tinggi dari hasil penelitian Abbas (2014) yakni sebesar 0.44-0.46% dari bobot hidup. Jantung adalah organ yang berfungsi sebagai pemompa darah pada sistem peredaran darah (Gillespie 2004) dan terdiri atas empat ruang, yakni dua atria dan dua ventrikel (Bell dan Weaver 2002). Hernawan dan Setyawan (2003) menyatakan bahwa bawang putih mengandung senyawa ajoene yang berfungsi sebagai antikoagulan darah yang mengakibatkan peredaran darah menjadi lancar dan jantung berada pada kondisi normal.

Proventrikulus

Penambahan 2.5% tepung bawang putih dalam ransum nyata menurunkan persentase bobot proventrikulus (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan serta interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Proventrikulus merupakan lambung kelenjar yang terletak sebelum gizzard. Proventrikulus mensekresikan mucus, HCl, dan pepsinogen (Denbow 2015). Hasil penelitian menunjukkan penambahan 2.5% bawang putih dalam ransum menyebabkan kerja proventrikulus lebih ringan sehingga bobotnya lebih rendah. Rataan persentase berat proventrikulus pada penelitian ini berkisar antara 0.73-1.00% dari bobot hidup (Tabel 6), lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Rosyani (2012) dengan berat proventrikulus berkisar antara 0.449%-0.705%.

Gizzard

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot gizzard. Persentase bobot gizzard hasil penelitian ini berkisar antara 2.18-2.52% dari bobot hidup (Tabel 6), lebih rendah dibandingkan dengan berat gizzard hasil penelitian Firmansyah (2002) yaitu sebesar 2.98%-3.19% pada ayam broiler umur 4 minggu. Rendahnya bobot gizzard hasil penelitian disebabkan karena kandungan senyawa allisin dalam bawang putih dapat melindungi sel-sel pada saluran pencernaan dari infeksi bakteri dan mampu menghambat pembentukan senyawa karsinogen yang terbentuk di dalam saluran pencernaan (Hernawan dan Setyawan 2003), sehingga kerja gizzard tidak terganggu.

18 Limpa

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 25% dan 50% menggantikan tepung ikan nyata meningkatkan persentase limpa ayam broiler dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Rataan bobot limpa ayam broiler hasil penelitian berkisar antara 0.13-0.21% dari bobot badan (Tabel 6), lebih tinggi dari hasil penelitian Abbas (2014) yakni sebesar 0.13-0.14%. Kandungan asam amino pada tepung pupa ulat sutera dapat digunakan untuk pembentukan antibodi, sehingga bobot limpa yang dihasilkan lebih tinggi. Wiryawan et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan bobot limpa dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi antibodi pada ternak.

Empedu

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot empedu. Bobot

Dokumen terkait