• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Tepung Pupa Ulat Sutera dan Tepung Bawang Putih terhadap Profil Darah dan Persentase Organ Dalam Ayam Broiler.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Tepung Pupa Ulat Sutera dan Tepung Bawang Putih terhadap Profil Darah dan Persentase Organ Dalam Ayam Broiler."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN TEPUNG PUPA ULAT SUTERA DAN TEPUNG

BAWANG PUTIH TERHADAP PROFIL DARAH DAN

PERSENTASE ORGAN DALAM AYAM BROILER

ALIF SHABIRA PUTRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Tepung Pupa Ulat Sutera dan Tepung Bawang Putih terhadap Profil Darah dan Persentase Organ Dalam Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ALIF SHABIRA PUTRI. Pemberian Tepung Pupa Ulat Sutera dan Tepung Bawang Putih terhadap Profil Darah dan Persentase Organ Dalam Ayam Broiler. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan SUMIATI.

Penelitian dilakukan untuk mengukur pengaruh pemberian tepung pupa ulat sutera (TPUS) dan tepung bawang putih (TBP) serta kombinasinya dalam ransum terhadap profil darah, metabolit darah, persentase karkas yang dihasilkan, dan presentase bobot organ dalam broiler. Penelitian menggunakan ayam broiler strain Ross dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 3 x 2 dengan 3 kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Faktor A adalah level penggunaan TPUS menggantikan protein tepung ikan (TI) dalam ransum (0%, 25%, dan 50%), faktor B adalah pengunaan TBP dalam ransum (0% dan 2.5%). Perlakuan yang digunakan adalah: P0 = ransum kontrol, menggunakan TI dan tanpa TBP; P1 = ransum kontrol mengandung 2.5% TBP; P2 = ransum mengandung 25% TPUS, tanpa TBP; P3 = ransum mengandung 25% TPUS+2.5% TBP; P4 = ransum mengandung 50% TPUS, tanpa TBP; P5 = ransum mengandung 50% TPUS+2.5% TBP. Tidak ada pengaruh negatif akibat perlakuan terhadap profil darah, persentase organ dalam, dan persentase karkas yang dihasilkan. Tepung pupa ulat sutera dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif sumber protein menggantikan penggunaan 50% tepung ikan dalam ransum ayam broiler.

Kata kunci: profil darah, tepung bawang putih, tepung pupa ulat sutera, organ dalam broiler

ABSTRACT

ALIF SHABIRA PUTRI. Utilization of Silkworm Pupae Meal and Garlic Meal Combination in Ration on Blood Profiles and Visceral Organ Yield. Supervised by DEWI APRI ASTUTI and SUMIATI

This research was aimed to investigate the effect of dietary silkworm pupae meal (SPM) and garlic meal (GM) and its combinations on blood profiles, visceral organ weight, and carcass pecentage of broiler chicken. The experiment used Ross strain chicks in a Completely Randomized Design 3 x 2 factorial with 3 replications and 10 chicks for each replication. Factor A was SPM level substitute fishmeal (FM) in ration (0%, 25%, and 50%), factor B was GM level in ration (0% and 2.5%). The treatments were: P0 = control diet, containing FM without GM; P1 = control diet+2.5% GM; P2 = ration with 25% SPM without GM; P3 = ration with 25% SPM+2.5% GM; P4 = ration with 50% SPM without GM; and P5 = ration with 50% SPM+2.5% GM. There were no negative effect in blood profiles, carcass and visceral organ yield affected by treatments. Silkworm pupae meal can replace 50% of fish meal utilization and could be applied as an alternative protein source in broiler ration.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PEMBERIAN TEPUNG PUPA ULAT SUTERA DAN TEPUNG

BAWANG PUTIH TERHADAP PROFIL DARAH DAN

PERSENTASE ORGAN DALAM AYAM BROILER

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemberian Tepung Pupa Ulat Sutera dan Tepung Bawang Putih terhadap Profil Darah dan Persentase Organ Dalam Ayam Broiler Nama : Alif Shabira Putri

NIM : D24110031

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, M S Pembimbing I

Prof Dr Ir Sumiati, M Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MKHS, M Si Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 hingga Februari 2015 ini adalah tepung pupa ulat sutera sebagai bahan pakan alternatif pada unggas, dengan judul Pemberian Tepung Pupa Ulat Sutera dan Tepung Bawang Putih serta Kombinasinya terhadap Profil Darah dan Persentase Organ Dalam Broiler.

Penelitian dilakukan untuk mengukur pengaruh pemberian tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih serta kombinasinya dalam ransum terhadap profil darah, metabolit darah, persentase karkas yang dihasilkan, dan presentase bobot organ dalam broiler. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan Penelitian 3

Rancangan dan Analisis Data 4

Prosedur Penelitian 5

Peubah yang Diamati 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengaruh Perlakuan terhadap Profil Darah Ayam Broiler Umur 30 Hari 8 Pengaruh Perlakuan terhadap Metabolit Darah Ayam Broiler Umur 30 Hari 12 Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 30

Hari 14

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Organ Dalam Ayam Broiler Umur 30

Hari 15

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot dan Panjang Relatif Saluran Pencernaan

Ayam Broiler Umur 30 Hari 19

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 26

RIWAYAT HIDUP 36

(14)

DAFTAR TABEL

1 Susunan dan kandungan ransum penelitian periode starter 3 2 Susunan dan kandungan ransum penelitian periode finisher 4 3 Rataan nilai hemoglobin (gram%), PCV (%), jumlah eritrosit (106 mm-3),

jumlah leukosit (103 mm-3), dan diferensiasi leukosit (%) ayam broiler umur

30 hari 9

4 Rataan nilai glukosa (mg dL-1), trigliserida (mg dL-1), dan total protein plasma

darah (g dL-1) ayam broiler umur 30 hari 12

5 Rataan persentase karkas ayam broiler umur 30 hari 15 6 Rataan persentase organ dalam ayam broiler umur 30 hari 16 7 Rataan persentase bobot dan panjang relatif usus halus, usus besar, dan seka

ayam broiler umur 30 hari 20

DAFTAR LAMPIRAN

(15)
(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan permintaan produk ternak diperkirakan akan terus terjadi dan berdampak pada peningkatan kebutuhan pakan. Sumberdaya alam yang terbatas, perubahan iklim, dan persaingan food-feed-fuel akan menyebabkan beberapa bahan pakan konvensional seperti tepung ikan mengalami penurunan ketersediaan. Sumber bahan baku pembuatan tepung ikan hanya bergantung dari ikan hasil tangkapan dan menyebabkan bervariasinya kualitas dan kuantitas tepung ikan yang dihasilkan. Kebutuhan tepung ikan dalam industri pakan masih dipenuhi dari impor luar negeri. Volume impor tepung ikan Indonesia pada tahun 2013 mencapai 56 046 ton atau senilai US$ 69 221 000 menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (2014). Kualitas dan kuantitas tepung ikan akan mempengaruhi produktivitas industri perunggasan karena tepung ikan digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sehingga diperlukan bahan pakan sumber protein yang dapat menggantikan fungsi tepung ikan dalam ransum. Serangga berpotensi menggantikan peran tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein hewani pada unggas karena memiliki kandungan nutrien yang baik, serta memiliki profil asam amino yang serupa.

Pupa ulat sutera (Bombyx mori) merupakan limbah dari kegiatan budidaya ulat sutera untuk diambil benangnya (serikultur) yang kaya protein dan dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan. Sentra serikultur di Indonesia antara lain terdapat di Sulawesi Selatan (Kabupaten Soppeng, Wajo, dan Enrekang), Jawa Barat (Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Bogor), serta Jawa Tengah yang tersebar di Kabupaten Pemalang, Pati, Wonosobo, dan Banyumas dengan potensi produksi sekitar 1 000 ton kokon per tahun (Direktorat Bina Perhutanan Sosial 2006). Pupa ulat sutera mengandung kitin sebanyak 3.37% (Singhal et al. 2001) yang merupakan polisakarida penyusun eksoskeleton crustaceae dan serangga, serta termasuk golongan serat kasar yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik. Kitin merupakan polimer dari 2-asetamido-2-deoksi-β-D-glukosa yang berikatan glikosidik 1-4 membentuk polimer linier dengan rantai panjang tanpa rantai samping (Lindsay et al. 1984).

Hasil penelitian Mangisah et al. (2002) menunjukan bahwa tepung ulat sutera mengandung protein kasar sebesar 58.28% dan lemak kasar sebesar 28.93% sehingga berpotensi sebagai bahan baku pakan alternatif sumber protein. Ravindran dan Blair (1993) menyatakan bahwa kandungan energi metabolis pada pupa ulat sutera adalah sebesar 2900 kkal kg-1. Pupa ulat sutera memiliki kandungan asam amino metionin sebesar 2.9% dan lisin sebesar 6.8%. Konwar et al. (2008) menyatakan bahwa substitusi 50% tepung ikan dengan tepung pupa ulat sutera tidak menyebabkan efek negatif terhadap performa ayam broiler, sedangkan Rao et al. (2011) menyatakan bahwa substitusi tepung ikan hingga 100% dengan tepung pupa ulat sutera, baik yang difermentasi maupun tidak, pada ransum broiler menghasilkan konversi pakan yang lebih baik.

(18)

2

mengurangi stress pada ternak. Penggunaan feed additive dari bahan herbal dapat menunjang produksi pangan hasil ternak yang aman dikonsumsi. Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan tanaman herbal yang memiliki kandungan senyawa allyl sulfida dalam bentuk diallyl disulfide, diallyl sulfide, diallyl trisulfide yang menunjukkan efek antioksidan (Santosha et al. 2013). Suharti (2004) melaporkan pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam ransum dapat meningkatkan konversi ransum dan persentase karkas. Wiryawan et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan bawang putih dengan dosis 2.5% dapat meningkatkan bobot hati dan limpa sehingga dapat meningkatkan kekebalan ayam pedaging. Penambahan bawang putih diduga mampu memperlambat gerak peristaltik pada usus sehingga dapat mengurangi diare dan meningkatkan penyerapan nutrien sehingga menghasilkan bobot badan yang tinggi dan meningkatkan efisiensi ransum (Suharti 2004).

Profil darah merupakan gambaran status fisiologi ternak. Guyton dan Hall (2010) menyatakan bahwa jika tubuh hewan mengalami gangguan fisiologi, maka gambaran darah dapat mengalami perubahan. Fungsi darah secara umum berkaitan dengan transportasi komponen nutrisi, oksigen, karbon dioksida, metabolit, hormon, panas dan imun tubuh (Reece 2006). Kabir et al. (2004) menyatakan bahwa perhitungan bobot relatif suatu organ dilakukan untuk mengetahui fungsi suatu organ. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan organ dalam adalah hati, jantung, gizzard, pankreas, limpa, empedu, ginjal, usus dan seka. Belum banyak informasi mengenai pengaruh kombinasi penggunaan tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih dalam ransum broiler terhadap profil darah, metabolit darah, persentase karkas yang dihasilkan, persentase bobot organ dalam, dan panjang relatif saluran pencernaan, sehingga perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengukur pengaruh pemberian tepung pupa ulat sutera (TPUS) dan tepung bawang putih (TBP) serta kombinasinya dalam ransum terhadap profil darah, metabolit darah, persentase karkas yang dihasilkan, dan persentase bobot organ dalam broiler.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(19)

3 Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 180 ekor ayam pedaging berumur satu hari strain Ross. Ransum yang digunakan selama penelitian ini ada dua macam yakni ransum untuk ayam broiler periode starter (umur 1-21 hari) dan finisher (22-30 hari) yang berbentuk crumble dengan komposisi nutrien berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005). Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Ransum yang digunakan adalah sebagai berikut :

P0 = ransum kontrol, menggunakan tepung ikan (TI) dan tanpa TBP P1 = ransum kontrol mengandung 2.5% TBP

P2 = ransum mengandung TPUS menggantikan 25% protein TI, tanpa TBP P3 = ransum mengandung TPUS menggantikan 25% protein TI + 2.5% TBP P4 = ransum mengandung TPUS menggantikan 50% protein TI, tanpa TBP P5 = ransum mengandung TPUS menggantikan 50% protein TI + 2.5% TBP

Tabel 1 Susunan dan kandungan ransum penelitian periode starter

Bahan Pakan P0 P1 P2 P3 P4 P5

--- (%) ---

Jagung 51.52 53.60 51.52 53.40 51.91 51.11

Dedak Padi 5.50 1.21 5.10 2.00 2.28 2.70

Pollard 3.84 2.95 3.80 2.00 5.85 1.50

Corn Gluten Meal 5.56 5.00 5.54 5.50 4.95 6.80

Bungkil kedelai 22.00 22.80 22.00 22.30 22.62 23.00

Tepung Ikan 5.34 5.34 4.00 4.00 2.67 2.67

Crude Palm Oil 3.73 4.00 3.82 4.00 4.00 4.00

Dicalcium Phospate 0.08 0.23 0.38 0.53 0.70 0.79

CaCO3 1.38 1.28 1.40 1.30 1.40 1.34

NaCl (garam) 0.29 0.31 0.35 0.37 0.27 0.29

Premix 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

L-Lysine 0.11 0.12 0.11 0.11 0.06 0.05

DL-Methionine 0.15 0.16 0.14 0.15 0.12 0.08

Tepung Pupa Ulat Sutera 0.00 0.00 1.34 1.34 2.67 2.67 Tepung Bawang Putih 0.00 2.50 0.00 2.50 0.00 2.50

Total 100 100 100 100 100 100

Komposisi Nutrisi*)

Bahan Kering (%) 92.87 83.94 86.52 82.40 84.89 85.98

Abu (%) 10.48 6.56 10.83 8.04 9.32 7.91

(20)

4

Tabel 2 Susunan dan kandungan ransum penelitian periode finisher

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial 3 x 2, dengan 3 kali ulangan, setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam. Faktor A adalah penggunaan tepung pupa ulat sutera untuk menggantikan protein tepung ikan (0%, 25%, dan 50%) dan faktor B adalah penambahan tepung bawang putih (0% dan 2.5%) dalam ransum. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i (tepung pupa ulat sutera; i = 1, 2, 3), faktor B taraf ke-j (tepung bawang putih; j = 1, 2), dan ulangan ke-k (ulangan; k = 1, 2, 3)

 : Rataan umum

Bahan Pakan P0 P1 P2 P3 P4 P5

--- (%) --- Jagung 55.50 55.20 56.10 58.68 55.81 55.90

Dedak Padi 2.63 3.20 5.78 1.50 4.20 3.04

Pollard 6.77 4.87 2.55 1.65 4.80 3.10

Corn Gluten Meal 3.00 4.74 0.90 1.00 2.90 3.62

Bungkil kedelai 17.65 15.15 20.50 20.50 17.50 16.59

Tepung Ikan 8.00 8.00 6.00 6.00 4.00 4.00

Crude Palm Oil 4.20 4.40 4.00 4.00 4.10 4.50

Dicalcium Phospate 0.03 0.01 0.03 0.03 0.30 0.40

CaCO3 1.20 0.91 1.20 1.20 1.35 1.35

NaCl (garam) 0.34 0.34 0.30 0.30 0.38 0.38

Premix 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

L-Lysine 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.02

DL-Methionine 0.14 0.14 0.10 0.10 0.11 0.10 Tepung Pupa Ulat Sutera 0.00 0.00 2.00 2.00 4.00 4.00 Tepung Bawang Putih 0.00 2.50 0.00 2.50 0.00 2.50

Total 100 100 100 100 100 100

Komposisi Nutrisi*)

Bahan Kering (%) 87.18 87.70 87.20 87.28 89.24 86.91

Abu (%) 11.65 10.51 8.31 6.57 6.11 6.74

(21)

5 Ai : Pengaruh utama faktor A (tepung pupa ulat sutera; i = 1, 2, 3) Bj : Pegaruh utama faktor B (tepung bawang putih; j = 1, 2) ABij : Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

εijk : Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2)

Data yang diperoleh pada pengamatan persentase jumlah monosit, eosinofil, dan basofil, persentase bobot organ dalam, saluran pencernaan, dan panjang relatif saluran pencernaan terletak antara 0-20% sebelumnya ditransformasi ke arc sin√Y, dimana Y adalah nilai pengamatan kemudian dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata (p<0.05) atau sangat nyata (p<0.01) dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie 1993).

Prosedur Penelitian

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter sebanyak 18 petak dengan alas berupa sekam padi dan berukuran 1 m x 1 m x 1 m (panjang x lebar x tinggi). Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat pakan berupa nampan dengan ukuran 15 x 20 cm, tempat air minum ukuran 500 ml, dan alas koran digunakan sampai ayam berumur 1 minggu. Pemanasan kandang dilakukan selama 2 minggu menggunakan lampu wolfram berkekuatan 100 watt yang dipasang pada tiap petak kandang. Setelah periode tersebut lampu pijar digunakan sebagai penerang dimalam hari di kandang utama. Peralatan lain yang digunakan adalah plastik wadah ransum, timbangan elektrik, dan alat semprot untuk desinfektan. Pemeliharaan

Ternak ayam broiler dipelihara mulai umur satu hari (DOC) hingga berumur 30 hari. Ternak ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal sebelum dilakukan penelitian. Selama penelitian, ayam broiler ditimbang setiap seminggu sekali untuk mengetahui pertambahan berat badan dan penimbangan pakan sisa untuk mengetahui pakan yang dikonsumsi. Vitamin yang digunakan adalah vita stress. Ayam broiler yang digunakan sudah divaksinasi oleh produsen. Vaksin yang diberikan adalah vaksin ND (New Castle Disease) killed, ND-IB, IBD Transmune, dan bebas dari Pullorum. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pengambilan Darah

(22)

6

Pemotongan

Pemotongan dilakukan setelah ayam broiler dipelihara selama 30 hari. Ayam broiler yang dipotong adalah individu yang hari sebelumnya diambil darahnya sebanyak 36 ekor tanpa membedakan jenis kelaminnya. Sesaat sebelum dipotong, bobot ayam broiler ditimbang. Pemotongan dilakukan pada perbatasan leher dan kepala, dengan memotong vena jugularis, arteri karotidea, trachea, dan oesophagus. Setelah itu ayam dibiarkan menggantung selama 1-3 menit hingga darah berhenti menetes. Selanjutnya ayam broiler tanpa darah ditimbang, lalu dicelupkan ke dalam air panas pada suhu lebih kurang 80 ºC hingga bulu mudah dicabut. Bulu dicabut secara manual, dan ayam broiler tanpa bulu ditimbang lagi. Karkas diperoleh dengan memisahkan kaki, leher, kepala, dan jeroan.

Peubah yang Diamati

Kadar Haemoglobin dengan Metode Sahli (Sastradipradja et al. 1989)

Tabung Sahli di isi dengan larutan HCl 0.1 N sampai angka 10 (garis paling bawah pada tabung). Sebanyak 0.02 ml sampel darah dimasukkan ke dalam tabung Sahli. Tabung Sahli diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer dan dibiarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna cokelat. Dengan menggunakan pipet tetes, ke dalam tabung Sahli ditambahkan setetes demi setetes aquades sambil diaduk sampai warna sama dengan warna standar. Tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli dibaca dengan melihat skala jalur gram%, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.

Hematokrit (Sastradipradja et al. 1989)

Sampel darah ayam broiler diambil sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam kapiler hematokrit hingga batas 4/5 bagian tabung. Ujung pipa kapiler yang bertanda disumbat dengan crestaseal atau ujung pipa dibakar dengan hati-hati. Pipa-pipa kapiler diletakkan dalam sentrifuse dengan bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat alat dan disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 11500-15000 rpm atau 15 menit dengan kecepatan 2500-4000 rpm. Lapisan-lapisan terbentuk setelah disentrifuse yaitu lapisan plasma yang jernih dibagian teratas, kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) yang terdiri dari trombosit dan leukosit, serta lapisan merah yang terdiri atas eritrosit dari darah menggunakan alat baca mikrohematokrit.

Jumlah Eritrosit (Sastradipradja et al. 1989)

Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit dengan bantuan aspirator hingga pada tanda 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan tissue lalu larutan Hayem dihisap hingga tanda 101. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian campuran dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka 8, dan cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang. Satu satu tetes darah diteteskan kedalam hemositometer kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu dapat diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10. Jumlah eritrosit dihitung dengan rumus :

(23)

7 Jumlah Leukosit (Sastradipradja et al. 1989)

Sampel darah dari tabung dihisap menggunakan pipet leukosit dengan bantuan aspirator sampai batas angka 0.5. Ujung pipet dibersihkan dengan tissue. Larutan pengencer Turk diisap sampai tanda 11 yang tertera pada pipet leukosit. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan membentuk gerakan angka 8, dan cairan yang tidak ikut dikocok dibuang. Setetes cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung dan biarkan butir-butir yang ada di dalam kamar hitung mengendap. Butir darah putih dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 40 x 10. Jumlah leukosit dihitung dengan rumus :

Leukosit (per mm3 darah) = b butir x 50 Diferensiasi Leukosit (Sastradipradja et al. 1989)

Darah diteteskan dan dibuat ulasan pada kaca objek. Preparat ulas difiksasi dengan methanol 75% selama 5 menit kemudian diangkat sampai kering udara. Ulasan darah direndam dengan larutan giemsa selama 30 menit, diangkat dan dicuci dengan menggunakan air kran yang mengalir untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan, kemudian dikeringkan dengan kertas isap. Preparat ulas diletakkan dibawah mikroskop pembesaran 100 x 10 dan ditambahkan minyak imersi kemudian dihitung limfosit, heterofil, monosit, basofil, dan eosonofil secara zigzag hingga mencapai jumlah total 100 butir leukosit.

Glukosa Darah (Barham dan Trinder 1972)

Analisis kadar glukosa dilakukan dengan menggunakan KIT nomor katalog 112192/112191 dan diukur dengan spektrofotometer. Sebanyak 10 μl serum darah dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml (1000 μl) reagen dan dihomogenkan dengan menggunakan Vortex. Campuran ini dibiarkan selama 10 menit dalam suhu kamar (20-25ºC), kemudian absorbansinya dibaca dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk pengukuran ini, disiapkan juga larutan standar. Pembacaan absorbansi sampel dan standar dilakukan pada panjang gelombang 500 nm. Kadar glukosa darah dapat dihitung dengan rumus :

Kadar glukosa darah (mg dL-1) = absorbansi standar × 100 mg dLabsorbansi sampel -1

Trigliserida Darah (Adityo et al. 2013)

Analisis kadar trigliserida darah dilakukan dengan metode GPO-PAP menggunakan KIT nomor katalog 116392 dan diukur dengan spektrofotometer.

Disiapkan tabung blanko berisi 10 μl aquades dan 1000 μl reagen kit. Tabung

standar berisi 10 μl standar trigliserida dan 1000 μl reagen kit dan tabung sampel

berisi 10 μl plasma dan 1000 μl reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex, diinkubasi pada suhu 20-25°C selama 10 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 500 nm dengan sperktrofotometer. Kadar trigliserida darah diperoleh dengan perhitungan :

(24)

8

Total Protein Darah (Josephson dan Gyllensward 1957)

Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan KIT nomor katalog 157092 dan diukur dengan spektrofotometer. Sebanyak 10 μl serum darah dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml (1000 μl) reagen dan dihomogenkan dengan menggunakan Vortex. Campuran ini dibiarkan selama 10 menit dalam suhu kamar (20-25ºC), kemudian absorbansinya dibaca dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk pengukuran ini, disiapkan juga larutan standar. Pembacaan absorbansi sampel dan standar dilakukan pada panjang gelombang 546 nm. Kadar total protein darah dapat dihitung dengan rumus :

kadar total protein darah (mg dL-1) = absorbansi sampelabsorbansi standar × 8 mg dL-1

Persentase Bobot Karkas (%)

Persentase bobot karkas diperoleh dari pembagian antara bobot karkas ayam (ayam tanpa darah, bulu, jeroan, kepala dan kaki) dengan bobot hidup akhir ayam dikalikan 100%.

presentase bobot karkas (%) =bobot karkas (g)bobot hidup (g) × 100%

Persentase Bobot Organ Dalam (%)

Bobot tiap organ dalam (bobot hati, jantung, limpa, ginjal, pankreas, gizzard, usus halus, usus besar, dan seka) ditimbang kemudian dibandingkan terhadap bobot hidup akhir ayam dikalikan 100%

presentase bobot organ dalam (%) =bobot organ dalam (g)bobot karkas (g) ×100%

Panjang Relatif Usus Halus, Usus Besar, dan Seka (cm g-1)

Panjang usus halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar, dan seka diukur dengan menggunakan pita ukur. Panjang relatif saluran pencernaan (cm g-1) dihitung dengan membagi panjang saluran pencernaan (cm) dengan bobot hidup akhir (g).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Profil Darah Ayam Broiler Umur 30 Hari

Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap profil darah ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai-nilai hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan diferensiasi leukosit tidak dipengaruhi oleh faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan maupun faktor penambahan tepung bawang putih, serta interaksi kedua faktor tersebut.

(25)

9 amino sebagai substrat. Tepung pupa ulat sutera diketahui memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang dengan komposisi yang hampir sama dengan asam amino tepung ikan (Sanchez-Muroz et al. 2013), sehingga meskipun tepung pupa ulat sutera digunakan sebagai sumber protein hewani pada pakan menggantikan tepung ikan, sintesis sel darah merah dan sel darah putih tidak terganggu.

Tabel 3 Rataan nilai hemoglobin (g%), hematokrit (%), jumlah eritrosit (106 mm-3), jumlah leukosit (103 mm-3), dan diferensiasi leukosit (%) ayam broiler umur 30 hari

Hemoglobin

Nilai hemoglobin ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 12.96-14.1 g%. Hasil tersebut berada diatas kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 7-13 g%. Hemoglobin berfungsi membawa oksigen dalam sel darah merah untuk ditranspor ke seluruh jaringan tubuh (Ganong 2008), serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah (Frandson 1992). Tingginya nilai hemoglobin hasil penelitian dapat disebabkan karena aktivitas metabolisme Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan

(26)

10

yang cepat pada ayam broiler yang sedang tumbuh membutuhkan lebih banyak oksigen untuk reaksi metabolisme nutrien di dalam tubuh. Bawang putih mengandung gurwitchrays yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan pada semua fungsi tubuh (Santoso 1988), termasuk sel darah sehingga pembentukan sel darah merah berlangsung lebih cepat dan jumlah hemoglobin juga meningkat.

Hematokrit

Nilai hematokrit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 22.79-25.66 % berada pada kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 22-35%. Hematokrit atau packed cell volume (PCV) merupakan ukuran viskositas darah yang dinyatakan sebagai persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai hematokrit diantaranya umur, aktivitas individu, nutrien, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan (Guyton dan Hall 2010). Konsumsi bawang putih menyebabkan timbulnya rasa haus sehingga ternak cenderung meningkatkan konsumsi air minum dan menyebabkan kandungan air dalam tubuh meningkat. Hal tersebut seharusnya dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai hematokrit, namun senyawa gurwitchrays dalam bawang putih yang memiliki fungsi merangsang pertumbuhan sel tubuh (Santoso 1988) mampu mempertahankan kadar hematokrit darah karena laju sintesis sel darah merah dapat ditingkatkan dan viskositas darah tetap dalam kondisi normal.

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 2.62-3.15 106 butir mm-3 berada pada kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 2.5-3.5 106 butir mm-3. Eritrosit berfungsi sebagai pengangkut hemoglobin yang selanjutnya membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan, nutrien yang disiapkan saluran pencernaan, sisa-sisa hasil metabolisme yang diseksresikan ke ginjal, serta kelancaran sirkulasi darah. Guyton dan Hall (2010) menyatakan bahwa jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, aktivitas individu, nutrien, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan.

Kandungan senyawa gurwitchrays pada bawang putih selain mempengaruhi nilai hemoglobin dan hematokrit, juga mempengaruhi jumlah eritrosit karena menurut Sturkie dan Griminger (1976) jumlah eritrosit pada hewan normal berbanding lurus dengan nilai hemoglobin dan hematokrit. Mathew et al. (1993) melalui kajian in vitro menemukan bahwa asam amino glutamin dan glisin berperan positif dalam menjaga kadar ATP dalam sel darah merah ayam broiler. Tepung pupa ulat sutera memiliki kandungan asam amino glutamin sebesar 11.1% dan glisin sebesar 4.2% (Tomotake et al. 2010), sehingga kedua asam amino tersebut mampu meningkatkan fungsi sel darah merah.

Jumlah Leukosit

(27)

11 (Frandson 1992). Wang et al. (2011) menyatakan bahwa bawang putih memiliki kandungan senyawa allisin yang bersifat antibakteri yang dapat membunuh bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, sehingga diduga dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh tidak banyak memproduksi sel darah putih untuk melawan infeksi bakteri.

Limfosit

Persentase limfosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 45.67-69.00% berada pada kisaran normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 24-84%. Limfosit memiliki fungsi utama merespon adanya antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersikulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler. Persentase limfosit berada pada kisaran normal diduga karena bawang putih memiliki kandungan senyawa gurwitchrays yang mampu memicu proliferasi sel limfosit dan allisin yang dapat berfungsi sebagai agen fagositosis (Wang et al. 2011), sehingga limfosit tidak banyak berkurang untuk aktivitas melawan agen penyakit (Ao et al. 2011).

Heterofil

Persentase heterofil ayam broiler pada penelitian (Tabel 3) berkisar antara 22.67-43.00% berada dalam kisaran normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 9-56%. Heterofil berperan sebagai penghancur benda asing melalui fagositosis. Fagositosis merupakan proses pemakanan oleh sel yang mencakup kemotaksis, pelekatan, penelanan, dan pencernaan partikel (Playfair dan Chain 2009). Kandungan senyawa allisin pada bawang putih yang berfungsi sebagai agen fagositosis (Wang et al. 2011) menyebabkan jumlah heterofil masih berada dalam kisaran normal dan tidak banyak berkurang untuk aktifitas fagositosis. Monosit

Persentase monosit ayam broiler hasil penelitian (Tabel 3) berkisar antara 5.17-7.00%. Nilai tersebut berada dalam kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni sebesar 10%, maupun Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar 0-30%. Subowo (2009) menyatakan bahwa monosit berfungsi sebagai fagositosis sel makrofag, berperan menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerja sama dalam sistem imun, serta merupakan pertahanan pertama apabila terdapat stress lingkungan dan vektor penyakit. Bawang putih diketahui mengandung senyawa allyl sulfida dalam bentuk diallyl disulfide (DADS), diallyl sulfide (DAS), diallyl trisulfida (DATS) yang menunjukkan efek antioksidan (Santosha et al. 2013). Antioksidan digunakan untuk menetralisir senyawa radikal bebas yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme, sehingga monosit tidak banyak berkurang dan tetap berada pada kisaran nilai normal.

Eosinofil

(28)

12

alergi atau radang kronis (Subowo 2009). Rendahnya nilai eosinofil hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tubuh ternak tidak terjadi peradangan pada organ atau jaringan yang disebabkan oleh bakteri, karena adanya senyawa allisin pada bawang putih yang bersifat antibakteri.

Basofil

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase basofil tidak dipengaruhi oleh perlakuan, baik faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan maupun faktor penambahan tepung bawang putih, serta interaksi kedua faktor tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perhitungan 100 butir leukosit yang diamati tidak terdapat basofil (Tabel 3) dan diperlukan pengamatan terhadap lebih dari 100 butir leukosit untuk mendapatkan butir basofil. Hasil penelitian didukung oleh pendapat Fudge (2005) yang menyatakan bahwa pada keadaan normal basofil ditemukan dalam darah unggas dengan persentase kurang dari 1%. Basofil merupakan granulosit yang paling jarang dijumpai dalam sirkulasi darah (Schalm 2010; Latimer 2011). Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dari myelosit dan berperan sebagai agen antikoagulan darah (Tizzard 1988).

Pengaruh Perlakuan terhadap Metabolit Darah Ayam Broiler Umur 30 Hari

Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap metabolit darah ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan nilai glukosa (mg dL-1), trigliserida (mg dL-1), dan total protein plasma darah (g dL-1) ayam broiler umur 30 hari

Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan

(29)

13 Glukosa

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh faktor penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan faktor penambahan tepung bawang putih dalam ransum terhadap kadar glukosa darah ayam broiler, namun terdapat pengaruh interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan faktor penambahan tepung bawang putih dalam ransum (p<0.05). Kadar glukosa darah ayam broiler pada perlakuan kontrol nyata lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan penambahan tepung bawang putih dalam ransum tanpa disertai penggunaan tepung pupa ulat sutera dan penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan tanpa disertai penambahan tepung bawang putih nyata menurunkan kadar glukosa darah ayam broiler.

Kadar glukosa darah pada penelitian (Tabel 4) berada pada kisaran menurut Sulistyoningsih (2004) yakni sebesar 230-370 mg dL-1. Bawang putih mengandung komponen bioaktif s-allyl cysteine sulfoxide (SACS) yang dapat menstimulasi sekresi insulin sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme penurunan kadar glukosa darah juga dapat terjadi karena senyawa SACS mengganggu proses penyerapan glukosa dari makanan (Srinivasan 2005). Hasil penelitian juga didukung oleh pendapat Santhosha et al. (2013) yang menyatakan bahwa bawang putih dapat meningkatkan kadar insulin dalam plasma serta menurunkan kadar glukosa darah tikus, kelinci, dan mencit diabetes.

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sampai dengan 50% menggantikan tepung ikan dalam ransum dapat menurunkan kadar glukosa darah karena kehadiran kitin yang tinggi dapat menurunkan penyerapan glukosa. Pupa ulat sutera mengandung kitin sebanyak 3.37% (Singhal et al. 2001), sehingga pada perlakuan penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan terdapat sebanyak kitin sekitar 1.685% dalam ransum. Kitin merupakan polisakarida penyusun eksoskeleton crustaceae dan serangga, serta termasuk golongan serat kasar yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik. Kitin merupakan polimer dari 2-asetamido-2-deoksi-β-D-glukosa yang berikatan glikosidik 1-4 membentuk polimer linier dengan rantai panjang tanpa rantai samping (Lindsay et al. 1984). Kehadiran kitin menyebabkan penurunan pencernaan sehingga penyerapan gugus sakarida juga menurun.

Trigliserida

Hasil analisis ragam terhadap kadar trigliserida darah menunjukkan bahwa penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan sangat nyata mempengaruhi kadar trigliserida darah ayam broiler (p<0.01), namun tidak ada pengaruh penambahan tepung bawang putih dalam ransum maupun interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih terhadap kadar trigliserida darah ayam broiler. Kadar trigliserida darah ayam broiler yang dihasilkan sangat nyata lebih rendah (p<0.01) pada perlakuan penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 25% dan 50% menggantikan tepung ikan dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera.

(30)

14

tidak mengalami hambatan penyerapan lemak dalam saluran gastrointestinal karena adanya zat kitin. Kitin dapat mengikat asam empedu sehingga menyebabkan tidak terjadinya interaksi enzim pencernaan dengan partikel lemak di dalam duodenum (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Terhambatnya pencernaan lemak mengakibatkan sintesis dan penyerapan trigliserida menurun. Trigliserida atau triasilgliserol merupakan lemak netral yang terdiri atas sebuah gliserol dan tiga rantai asam lemak serta disintesis di hati dan usus halus (Chen 2006).

Total Protein

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar total protein darah ayam broiler dipengaruhi oleh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantika tepung ikan (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih dalam ransum dan interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih. Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan nyata menghasilkan kadar total protein darah lebih rendah (p<0.05) dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan total protein darah pada perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera nyata paling tinggi.

Protein plasma berfungsi menjaga tekanan osmotik, sebagai sumber asam amino bagi jaringan, berperan dalam transportasi lipid, bilirubin, vitamin A, D dan E, hormon tiroksin dan steroid, mineral seperti besi yang terikat pada transferin, kalsium yang diangkut oleh seruloplasmin dan albumin, tembaga dan zink yang diangkut oleh albumin (Murray et al. 2003). Total protein plasma ayam pada penelitian yakni sebesar 2.94-3.73 (Tabel 4) berada dibawah kisaran normal menurut Swenson (1984) yakni berkisar antara 4.0-5.2 mg dL-1. Tingginya penggunaan tepung pupa ulat sutera dalam ransum menyebabkan jumlah kitin dalam ransum meningkat. Selain mempengaruhi penyerapan lemak, kitin juga mempengaruhi pemanfaatan protein pada pupa ulat sutera (Longvah et al. 2011). Hal ini disebabkan karena pada kutikula serangga, kitin membentuk ikatan dengan protein dan menentukan tingkat kekerasan kutikula. Kitin mengandung sekitar 7% nitrogen (N-acetilated glucosamine polysaccharide) yang tidak tersedia bagi unggas. Hal ini disebabkan karena unggas tidak memiliki kitinase sehingga mengalami kesulitan dalam mencerna kitin (Ravindran dan Blair 1993).

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 30 Hari

(31)

15 Tabel 5 Rataan persentase karkas ayam broiler umur 30 hari

Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Konwar et al. (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan tidak menimbulkan efek negatif, namun performa ternak terbaik dihasilkan pada perlakuan penggunaan tepung pupa ulat sutera disertai dengan penambahan enzim. Makkar et al. (2014) menyatakan bahwa dosis aman penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan pada ransum broiler adalah sebesar 50%, namun penggantian 100% tepung ikan dengan tepung pupa ulat sutera menyebabkan performa ternak menurun.

Hasil analisa yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB (2014) menunjukkan bahwa tepung pupa ulat sutera memiliki kandungan protein kasar sebesar 50.52% dan lemak kasar sebesar 25.16%, sedangkan kandungan protein kasar dan lemak kasar tepung ikan pada penelitian Mukti (2012) berturut-turut adalah sebesar 50.83% dan 4.32%. Pupa ulat sutera (Bombyx mori L) adalah bagian isi dari kokon yang merupakan produk sampingan industri pemintalan benang sutera, berbentuk oval bersegmen-segmen, berwarna coklat keemasan, dan bertekstur lembek dan kenyal. Produk ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan maupun pangan di negara-negara Asia.

Tepung pupa ulat sutera dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein bagi unggas menggantikan tepung ikan khususnya di daerah sentra serikultur di Indonesia yang antara lain terdapat di Sulawesi Selatan (Kabupaten Soppeng, Wajo, dan Enrekang), Jawa Barat (Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Bogor), serta Jawa Tengah yang tersebar di Kabupaten Pemalang, Pati, Wonosobo, dan Banyumas. Penggunaan pupa ulat sutera sebagai pakan unggas di daerah-daerah tersebut memiliki keuntungan, yakni harga tepung pupa ulat sutera akan lebih murah dibandingkan dengan harga tepung ikan karena ketersediaan pupa ulat sutera melimpah.

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Organ Dalam Ayam Broiler Umur 30 Hari

Pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera serta tepung bawang putih dalam ransum terhadap persentase organ dalam ayam broiler umur 30 hari disajikan pada Tabel 6. Secara umum persentase bobot organ dalam masih berada dalam kisaran normal. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan tepung pupa ulat sutera tidak mengganggu kinerja organ serta menunjukkan bahwa ternak dapat memanfaatkan nutrien dalam tepung pupa ulat sutera untuk membentuk sel-sel penyusun organ sama baiknya seperti memanfaatkan nutrien tepung ikan,

(32)

16

sedangkan bawang putih diketahui memiliki kandungan senyawa antioksidan dan antibakteri sehingga dapat membantu menjaga organ dalam ayam broiler tetap pada kondisi normal.

Tabel 6 Rataan persentase organ dalam ayam broiler umur 30 hari

Hati

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot hati. Persentase bobot hati yang dihasikan dalam penelitian ini adalah sebesar 3.24-3.65% dari bobot hidup (Tabel 6) dan berada pada kisaran nilai hasil penelitian Rosyani (2012) yakni sebesar 2.60-6.69% dari bobot hidup. Hati memiliki fungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, zat besi, berperan dalam sekresi empedu, detoksifikasi, pembentukan sel darah merah serta metabolisme dan penyerapan Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan

(33)

17 vitamin (Ressang 1993). Persentase bobot hati yang normal menunjukkan bahwa metabolisme nutrien dalam tubuh tidak terganggu, meskipun pada proses penyerapan terjadi gangguan akibat adanya kitin dalam tepung pupa ulat sutera. Hernawan dan Setyawan (2003) menyatakan bahwa kandungan senyawa antioksidan dalam bawang putih dapat menyebabkan peningkatan akitivitas enzim protektif, yaitu glutation superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase pada sel endotel hati, sehingga bobot hati berada pada kisaran nilai normal.

Jantung

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot jantung. Bobot jantung yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebesar 0.62-0.71% dari bobot hidup (Tabel 6), lebih tinggi dari hasil penelitian Abbas (2014) yakni sebesar 0.44-0.46% dari bobot hidup. Jantung adalah organ yang berfungsi sebagai pemompa darah pada sistem peredaran darah (Gillespie 2004) dan terdiri atas empat ruang, yakni dua atria dan dua ventrikel (Bell dan Weaver 2002). Hernawan dan Setyawan (2003) menyatakan bahwa bawang putih mengandung senyawa ajoene yang berfungsi sebagai antikoagulan darah yang mengakibatkan peredaran darah menjadi lancar dan jantung berada pada kondisi normal.

Proventrikulus

Penambahan 2.5% tepung bawang putih dalam ransum nyata menurunkan persentase bobot proventrikulus (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan serta interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Proventrikulus merupakan lambung kelenjar yang terletak sebelum gizzard. Proventrikulus mensekresikan mucus, HCl, dan pepsinogen (Denbow 2015). Hasil penelitian menunjukkan penambahan 2.5% bawang putih dalam ransum menyebabkan kerja proventrikulus lebih ringan sehingga bobotnya lebih rendah. Rataan persentase berat proventrikulus pada penelitian ini berkisar antara 0.73-1.00% dari bobot hidup (Tabel 6), lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Rosyani (2012) dengan berat proventrikulus berkisar antara 0.449%-0.705%.

Gizzard

(34)

18 Limpa

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 25% dan 50% menggantikan tepung ikan nyata meningkatkan persentase limpa ayam broiler dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan tepung pupa ulat sutera (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Rataan bobot limpa ayam broiler hasil penelitian berkisar antara 0.13-0.21% dari bobot badan (Tabel 6), lebih tinggi dari hasil penelitian Abbas (2014) yakni sebesar 0.13-0.14%. Kandungan asam amino pada tepung pupa ulat sutera dapat digunakan untuk pembentukan antibodi, sehingga bobot limpa yang dihasilkan lebih tinggi. Wiryawan et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan bobot limpa dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi antibodi pada ternak.

Empedu

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot empedu. Bobot empedu yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebesar 0.05-0.07% dari bobot hidup (Tabel 6), lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Rosyani (2012) yakni sebesar 0.11%-0.12. Cairan empedu adalah produk hati yang yang berisi garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak dan beberapa garam-garam anorganik (Piliang dan Djojosoebagio 2002). Empedu berfungsi sebagai penetral kondisi asam dari saluran usus dan mengemulsikan lemak (Amrullah 2004).

Ginjal

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan nyata menurunkan persentase bobot ginjal (p<0.05) namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih maupun interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Persentase bobot ginjal hasil penelitian sebesar 0.75-0.98% dari bobot hidup (Tabel 6). Fungsi ginjal adalah mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengelurkan zat-zat seperti air yang berlebihan, ampas-ampas metabolisme, garam-garam anorganik dan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah seperti pigmen darah atau pigmen-pigmen yang terbentuk dalam darah (Ressang 1993). Tepung pupa ulat sutera memiliki kandungan kitin yang berikatan dengan nitrogen, namun unggas tidak memiliki kitinase sehingga mengalami kesulitan dalam mencerna kitin (Ravindran dan Blair 1993). Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan menyebabkan sebagian besar nitrogen yang terikat pada kitin dieksresikan melalui feses. Hanya sebagian kecil yang diserap dan dimetabolisme sehingga kerja ginjal menjadi lebih ringan. Bursa Fabricius

(35)

19 yakni sebesar 0.09-0.21%. Bursa fabricius merupakan organ limfoid utama yang berfungsi sebagai antibodi humoral, seperti perkembangan dan pematangan sel B-limfosit, serta akan memberikan respon terhadap benda asing atau anti gen yang masuk ke dalam tubuh (Zhang et al. 2006; Cheema et al. 2007; Mahrous et al. 2008). Aktivitas antibakteri senyawa allisin yang terdapat pada bawang putih menyebabkan tubuh memproduksi antibodi dalam jumlah yang lebih sedikit dan menyebabkan bobot bursa fabricius lebih kecil.

Lemak Abdomen

Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 25% menggantikan tepung ikan nyata menurunkan persentase lemak abdomen (p<0.05) namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih maupun interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Rataan persentase lemak abdomen yang dihasilkan yakni 0.79-1.27% (Tabel 6). Lemak abdominal adalah lemak yang berada di sekeliling gizzard, organ reproduksi, otot abdominal, usus dan sekitar kloaka (Piliang dan Djojosoebagio 2002). Tingginya lemak abdomen pada perlakuan kontrol dapat disebabkan karena pencernaan lemak dan penyerapan lipida tidak terganggu oleh adanya kitin sehingga deposit lemak abdomen meningkat.

Pankreas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap persentase bobot pankreas. Pankreas terletak di tengah lengkungan duodenum pada usus halus yang bertanggung jawab pada sekresi enzim pencernaan dan sekresi hormon (McDonald et al. 2002). Pankreas mensekresikan enzim (amilase, protease dan lipase) untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. Rataan persentase bobot pankreas pada penelitian ini berkisar antara 0.36%-0.47% (Tabel 6). Hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Rosyani (2012) yakni sebesar 0.28%-0.40%, karena adanya senyawa gurwitchrays pada bawang putih yang memiliki fungsi merangsang pertumbuhan sel tubuh (Santoso 1988) sehingga pertumbuhan sel-sel pankreas menjadi lebih cepat dan kemampuan sekresi enzimnya juga meningkat.

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot dan Panjang Relatif Saluran Pencernaan Ayam Broiler Umur 30 Hari

(36)

20

Tabel 7 Rataan persentase bobot dan panjang relatif usus halus, usus besar, dan seka ayam broiler umur 30 hari

Usus Halus

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap nilai persentase bobot jejunum, dan ileum. Penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 25% dan 50% menggantikan tepung ikan nyata meningkatkan persentase bobot duodenum ayam broiler (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih maupun interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan Parameter

Tepung Bawang Putih (B)

Tepung Pupa Ulat Sutera (A)

Rataan

(37)

21 penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Rataan bobot duodenum, jejunum, dan ileum hasil penelitian berturut-turut adalah 0.69-0.99%, 1.20-1.92%, dan 1.09-1.42% (Tabel 7). Rataan bobot usus halus yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Rosyani (2012) yakni berturut-turut bobot duodenum, jejunum, dan ileum pada ayam broiler yang diberi pakan mengandung tepung inti sawit adalah sebesar 0.521%-0.888%, 0.996%-1.602%, dan 0.829%-1.168%.

Penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih, maupun interaksi antara keduanya tidak mempengaruhi panjang relatif duodenum ayam broiler. Panjang relatif jejunum dan ileum ayam broiler nyata lebih panjang akibat pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera sebanyak 50% menggantikan tepung ikan (p<0.05), namun tidak dipengaruhi oleh penambahan tepung bawang putih maupun interaksi antara penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum. Panjang relatif duodenum, jejunum, dan ileum hasil penelitian berturut-turut adalah 0.026-0.032 cm g-1, 0.073-0.086 cm g-1, dan 0.076-0.086 cm g-1 (Tabel 7). Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan panjang relatif duodenum, jejunum, dan ileum ayam broiler yang diberi pakan mengandung tepung inti sawit hasil penelitian Rosyani (2012) bertutut-turut 0.019-0.034 cm g-1, 0.044-0.075 cm g-1, dan 0.048-0.078 cm g-1.

Persentase bobot usus halus yang lebih besar dan lebih panjang dipengaruhi oleh adanya zat kitin dalam tepung pupa ulat sutera yang tidak dapat dicerna oleh monogastrik (Lindsay et al. 1984). Ransum yang banyak mengandung serat yang tidak tercerna menimbulkan perubahan ukuran bagian-bagian saluran pencernaan, sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal. Perubahan ini juga diikuti dengan jumlah villi usus atau jonjot usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan (Amrullah 2004).

Usus Besar

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum serta interaksinya terhadap nilai persentase bobot usus besar dan panjang relatif usus besar. Rataan persentase bobot usus besar pada penelitian ini adalah 0.14-0.17% (Tabel 7), lebih besar dibandingkan hasil penelitian Rosyani (2012) yakni 0.087-0.153%. Panjang usus besar pada penelitian ini 0.008-0.009 cm g-1 (Tabel 7), berada dalam kisaran hasil penelitian Rosyani (2012) sebesar 0.006-0.010 cm g-1. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa usus besar tidak mensekresikan enzim, namun di dalamnya terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di dalam tubuh.

Seka

(38)

22

penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih dalam ransum.

Rataan persentase bobot seka hasil penelitian sebesar 0.32-0.44% (Tabel 7), lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Rosyani (2012) sebesar 0.210-0.359%. Panjang seka hasil penelitian sebesar 0.015-0.018 cm g-1 (Tabel 7), lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rosyani (2012) yakni sebesar 0.011-0.017 cm g-1. Terdapat mikroba untuk proses fermentasi serat pada seka. Kandungan kitin dalam tepung pupa ulat sutera diduga menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba dan menyebabkan penebalan dinding seka. Keterbatasan pencernaan serat kasar dan kitin pada usus kemungkinan menyebabkan aktivitas pencernaan serat kasar dan kitin tersebut masih berlangsung sampai pada bagian seka, sehingga menyebabkan bobot seka perlakuan lebih tinggi dibanding kelompok ayam kontrol.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih serta kombinasinya dalam ransum tidak berpengaruh negatif terhadap profil darah, persentase organ dalam, dan persentase karkas yang dihasilkan. Tepung pupa ulat sutera dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif sumber protein untuk menggantikan penggunaan 50% tepung ikan dalam ransum dan menyebabkan penurunan nilai trigliserida dan total protein darah pada ayam broiler.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan tepung ikan dalam ransum terhadap kualitas karkas broiler.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas RJ. 2014. Effect of dietary supplementation with differing levels of propolis on productivity and blood parameters in broiler chicks. Bas J Vet Res. 1 (2): 164-179.

Adityo H, Mahfudz LD, Ismadi VDYB. 2013. Pengaruh penggunaan tepung buah jambu biji merah (Psidium guajava L.) dalam ransum terhadap perlemakan ayam broiler. Anim Agric J. 2 (2): 41-48.

(39)

23 Barham D, Trinder P. 1972. Enzymatic colorimetric test for determination of glucose

in serum without deproteinisation. Analyst 97. Rajawali Nusindo.

Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 3th ed. New York (US): Springer.

Cheema MA, MA Qureshi, Havenstein GB, Ferket PR, Nestor KE. 2007. A comparison of the immune response of 2003 commercial turkeys and a 1966 randombred strain when fed representative 2003 and 1966 turkey diets. Poult Sci. 86: 241-248.

Chen HC. 2006. Enhancing energy and glucose metabolism by disrupting trig synthesis : Lessons from mice lacking DGAT-1. J. Nutr. Metab. 3 : 10. Denbow DM. 2015. The Cardiovascular System. Dalam: Sturkie’s Avian

Physiology. 6th ed. Scanes CG, editor. New York (US): Academic Pr. Direktorat Bina Perhutanan Sosial. 2006. Pembinaan dan pengembangan

persuteraan alam nasional dengan pendekatan klaster. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.

Firmansyah I. 2002. Uji persentase berat bursa fabricius, karkas dan organ dalam ayam broiler dengan penambahan zat pewarna dalam ransumnya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiolgi Ternak. Ed ke-4. B Srigandono, Koen P. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Fudge AM. 2005. Avian Hematology. El Dorado Hills (US): California Avian Laboratory.

Ganong EF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokternan. Ed ke-22. Brahm UP, penerjemah. Jakarta (ID): EGC, Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.

Gillespie JR. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th Ed. New York (US): Delmar.

Guyton AC, Hall JE. 2010. Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia (USA): Saunders.

Hernawan UE, Setyawan AD. 2003. Review: senyawa organosulfur bawang putih (Allium sativum L.) dan aktivitas biologinya. Biofarmasi. 1 (2): 65-76. Josephson B, Gyllensward C. 1957. Photometric colorometric test for determination of

total protein, Biuret method. Scand J Clin Lab Invest. 9: 29. Rajawali Nusindo. Kabir SML, Rahman MB, Rahman MM, Ahman SB. 2004. The dynamic of probiotics on growth performance and immune response in broiler. Int J Poult Sci. 3(5):361–364.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2014. Jakarta (ID): Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

Konwar P, Konwar BK, Ahmed HF, Nath NC, Ghosh MK. 2008. Effect of feeding silkworm pupae meal with enzyme supplementation on growthperformance of broilers. Indian Vet J. 85: 47-49.

Latimer KS. 2011. Duncan & Prasse's Veterinary laboratory Medicine: Clinical Pathology. Ed ke-5. West Sussex (UK): J Wiley.

(40)

24

Lindsay GJH, Walton MJ, Adron JW, Fletcher TC, Cho CY, Cowey CB. 1984. The growth of rainbow trout (Salmo gairdneri) given diets containing chitin and its relationship to chitinolytic enzymes and chitin digestibility. Aquaculture 37: 315-334.

Longvah T, Mangthya K, Ramulu P. 2011. Nutrient composition and protein quality evaluation of eri silkworm (Samia ricinii) prepupae and pupae. Food Chem. 128: 400-403.

Mahrous M, Galal A, Fathi MM, El-Dein AZ. 2008. Impact of naked neck (Na) and frizzle (F) genes on growth performance and immunocompetence in chick-ens. Int J Poult Sci. 7: 45-54.

Makkar HPS, Tran G, Heuzé V, Ankers P. 2014. State-of-the-art on use of insects as animal feed: a review. Anim Feed Sci Tech. 197: 1-33.

Mangisah I, Estiningdriati I, Sumarsih S. 2002. Evaluasi nilai nutrisi tepung pupa ulat sutera dan pengaruh penggunaannya dalam ransum ayam petelur terhadap performa produksi [laporan penelitian]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Mathew A, Grdisa M, Johnstone RM. 1993. Nucleosides and glutamine are primary energy substrates for embryonic and adult chicken red cells. Biochem Cell Biol. 71: 288-295.

McDonald P, RA Edwards, JFD Greenhalgh, CA Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th ed. Singapore (SG): Longman.

Melluzi A, Primiceri G, Giordani R, Fabris G. 1992. Determination of blood constituents reference value in broiler. Poult Sci. 71: 337-345.

Mukti RC. 2012. Penggunaan tepung kepala udang sebagai bahan substitusi tepung ikan dalam formulasi pakan ikan patin Pangasianodon hypophtalmus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Ed ke-25. Hartono A, penerjemah; Bani AP, Sikumbang TMN, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Harper’s Boichemistry.

Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

Playfair JHL, Chain BM. 2009. At a Glance Imunologi. Jakarta (ID): Erlangga. Rao RJ, Yashoda KP, Mahendrakar NS. 2011. Utilization of fermented silkworm

pupae in feed for broiler chicks. Bull Indian Acad Sericult. 15: 1-9.

Ravindran V, Blair R. 1993. Animal protein sources. World’s Poult Sci. (49): 219-235.

Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. 3rd ed. (US): Blackwell Scientific.

Ressang AA. 1993. Patologi Khusus Veteriner. Denpasar (ID): Percetakan Bali. Rosyani S. 2012. Persentase organ dalam ayam broiler dengan pakan mengandung

tepung inti sawit yang ditambahkan pollard atau dedak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanchez-Muros MJ, Barroso FG, Manzano-Agugliaro F. 2013. Insect meal as renewable source of food for animal feeding: a review. J Clean Prod. 11: 1-12.

(41)

25 Santoso HB. 1988. BawangPutih. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Sastradipradja D. 1989. Penuntun Praktikum Fsiologi Veteriner. Bogor (ID): IPB Pr. Schalm. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed. Oxford (GB): Blackwell. Singh DK, Todd D, Porter TD. 2006. Inhibition of sterol 4-alpha-methyl oxidase is

the principal mechanism by which garlic decreases cholesterol synthesis. J Nutr. 136: 759-764.

Singhal BK, Dhar A, Sharma A, Qadri SMH, Ahsan MM. 2001. Sericulture by-products for various valuable commercial by-products as emerging bio science industry. Sericologia. 41: 369-391.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.

Srinivasan K. 2005. Plant foods in the management of diabetes management: spices as beneficial anti diabetic food adjuncts. Int J Food Sci Nutr. 56 (6): 399-414.

Steel RGD, JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometerik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama, Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

Sturkie PD, Griminger P. 1976. Blood: Physical Characteristics, Formed Elements, Hemoglobin and Coagulation. Dalam: Sturkie PD, editor. Berlin (DE): Academic Pr.

Subowo. 2009. Histologi Umum. 2nd Ed. Jakarta (ID): Sagung Seto.

Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap bakteri Salmonella thphimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sulistyoningsih M. 2004. Respon fisiologis dan tingkah laku ayam brolier starter akibat cekaman tempratur dan awal pemberian pakan yang berbeda [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. 10th ed. London (UK): Cornell Univ Pr.

Tizzard IR. 1982. Pengantar Imunlogi Veteriner. Ed ke-2. M Partodiredjo, penerjemah. Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr.

Tomotake H, Katagiri M, Yamato M. 2010. Silworm pupae (Bombyx mori) are new sources of high quality protein and lipid. J Nutr Sci Vitaminol. 56: 446-448 Wang JP, Yoo JS, Jang HD, Lee JH, Cho JH, Kim IH. 2011. Effects of dietary fermented garlic by weissella Koreensis powder on growth performance, blood characteristics, and immune response of pigs challenged with Escherichia coli lipolysaccharide. J Anim Sci. 89 (7): 2123-2131.

Wiryawan KG, Suharti S, Bintang M. 2005. Kajian antibakteri temulawak, jahe, dan bawang putih terhadap Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging. Media Petern. 28 (2): 52-62.

(42)

26

Lampiran 1 Hasil analisis ragam kadar hemoglobin ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 4.215 0.8430 0.54 0.7417

Lampiran 2 Hasil analisis ragam kadar hematokrit ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 18.0133 3.6027 0.73 0.6169

Lampiran 3 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 0.7381 0.1476 0.58 0.7138

Lampiran 4 Hasil analisis ragam jumlah leukosit ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

(43)

27 Lampiran 5 Hasil analisis ragam persentase limfosit ayam broiler

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 1007.1111 201.4222 1.46 0.2718

Lampiran 6 Hasil analisis ragam persentase heterofil ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 864.4444 172.8889 1.78 0.1910

Lampiran 7 Hasil analisis ragam persentase monosit ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 14.9841 2.9968 0.84 0.5481

Lampiran 8 Hasil analisis ragam persentase eosinofil ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

(44)

28

Lampiran 9 Hasil analisis ragam persentase basofil ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 0.00 0.00 . .

Lampiran 10 Hasil analisis ragam kadar glukosa darah ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 9552.0043 1910.4009 2.69 0.0747

Lampiran 11 Hasil uji lanjut Duncan kadar glukosa darah ayam broiler

Perlakuan Jumlah Rata-Rata Grup Duncan

P0 3 276.410 a

Lampiran 12 Hasil analisis ragam kadar trigliserida darah ayam broiler Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5 10432.4778 2086.4956 7.23 0.0024

Lampiran 13 Hasil uji lanjut Duncan trigliserida ayam broiler

Tepung Pupa Ulat Sutera Jumlah Rata-Rata Grup Duncan

0 % 6 151.528 A

25 % 6 104.725 B

Gambar

Tabel 1 Susunan dan kandungan ransum penelitian periode starter
Tabel 2 Susunan dan kandungan ransum penelitian periode finisher
Tabel 3 Rataan nilai hemoglobin (g%), hematokrit (%), jumlah eritrosit (106 mm-3),
Tabel 4 Rataan nilai glukosa (mg dL-1), trigliserida (mg dL-1), dan total protein
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan: Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, sedangkan penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan analisis

Dalam skripsi ini objek yang dianalisis adalah Analisis Kebutuhan terhadap satu mata kuliah di jurusan Sastra Inggris di USU yaitu Metode Pengajaran Bahasa

Subjek menganggap bahwa invers dari elemen adalah kebalikannya, dari hasil wawancara peneliti kepada subjek.Setelah menunjukkan sifat tertutup, sifat

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang diwajibkan kepada semua umat Islam untuk mengerjakan ibadah puasa. Selain itu, kita digalakkan untuk memperbanyakkan amalan-amalan sunat

2.15 Dampak refrigerasi, kerja kompresi, kapasitas refrigerasi, RPK dan COP pada mesin pendingin dengan variasi panjang kondensor yang

[r]

Ketua Pendaftar boleh memerlukan guru besar atau pengetua, melalui suatu notis secara bertulis, untuk mengemukakan sesalinan jadual mengenai semua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai postes keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dan rata-rata