• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Selama pengamatan berlangsung tidak ditemukan serangan hama ataupun penyakit terhadap tanaman. Akan tetapi pada minggu ke-5 penelitian tedapat satu tanaman yang rebah akibat terpaan angin ketika hujan.

Curah hujan selama peneltian ini berlangsung cukup mendukung untuk penyiraman, karena hujan lebih banyak terjadi pada sore hari.

Tinggi Tanaman

Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman dari minggu ke-1 sampai 12, sedangkan hasil analisis sidik ragam pertambahan tinggi tanaman dari minggu ke-1 sampai ke-12 MST pada Tabel Lampiran ke-1. Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan ketebalan media dan zat penghambat tumbuh (KxP) tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Perlakuan ketebalan media penghambat berpengaruh nyata pada minggu ke-2 dan berpengaruh sangat nyata sejak minggu ke-6 sampai 15 MST, sedangkan perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh berpengaruh nyata pada minggu ke-8 sampai 15 MST.

Perlakuan kontrol (K0) secara nyata berbeda dengan perlakuan K1 dan K2 pada minggu ke-2 dan minggu ke-6 sampai 8 MST. Pada minggu ke-9 hingga 13 MST semua perlakuan berbeda nyata satu sama lain. Perlakuan ketebalan media penghambat 5 cm (K1) berpengaruh nyata pada minggu ke-14 dan 15 MST.

Gambar 2 Tinggi tanaman pada beberapa perlakuan ketebalan media 0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 cm Minggu ke-K0 K1 K2

Pada minggu ke-1 MST, K1 memiliki tinggi tanaman tertinggi dibandingkan 2 perlakuan lainnya, sedangkan K2 memiliki tinggi tanaman terendah. Pada minggu ke-2 hingga 15 MST, K0 memiliki tinggi tanaman tertinggi, dengan tinggi 33.6 cm pada miggu ke-15. Perlakuan K2 memiliki tinggi tanaman terendah pada minggu ke-2. Perlakuan K1 memiliki tinggi tanaman terendah pada minggu ke-3 hingga 15 MST, dengan tinggi 30.9 cm, dimana dari minggu ke-9 hingga 15 MST perlakuan K1 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 2).

Ketiga jenis perlakuan memiliki tingggi tanaman yang terus meningkat hingga minggu ke-15, namun perlakuan K1 memiliki tingkat pertumbuhan tinggi yang paling rendah dibandingkan dua perlakuan lainnya. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa ketebalan media penghambat yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan tinggi tanaman adalah ketebalan 5 cm (K1).

Pemberian zat penghambat tumbuh dengan konsentrasi 50 ppm (P1) secara nyata berbeda dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-8 hingga 15 MST. Perlakuan P1 memiliki tinnggi tanaman tertinggi dari minggu ke-8 hingga 15. Tinggi tanaman tertinggi pada minggu ke-8 yaitu 24.9 cm dan pada minggu ke-15 sebesar 33.7 cm. (Gambar 3).

Gambar 3 Tinggi tanaman pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh

Dari hasil ini dapat terlihat bahwa P1 memiliki tinggi tanaman tertinggi dan memiliki hasil yang berbeda nyata pada minggu ke-8 hingga 15 MST. Dapat diartikan bahwa P1 tidak efektif dalam menghambat laju pertumbuhan tinggi tanaman. Pada minggu ke-15 P0 memiliki tinggi tanaman sebesar 32.6 cm, sedangkan P3 memiliki tinggi tanaman sebesar 31.8 cm, sedangkan P2 cenderung memiliki ketinggian terendah dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 31.4 cm.

Paclobutrazol menghambat giberilin dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaureonic (Technical data sheet ICI, 1984). Dengan terhambatnya biosintesis giberilin karena pemberian paclobutrazol akan menyebabkan laju pembelahan dan pemanjangan sel menjadi lambat sehingga akan menyebabkan penghambatan pertumbuhan vegetatif.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 cm Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Tabel 1 Tinggi tanaman pada minggu ke-1 sampai 15 MST

Perlakuan Tinggi tanaman minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

……..…….cm…………...

Ketebalan

K0 16.3 17.7b 18.8 19.9 21.4 22.7b 23.9b 25.2b 26.6c 27.7c 28.9c 30.2c 31.2c 32.4b 33.5b K1 16.3 17.4a 18.5 19.7 20.8 21.8a 22.6a 23.6a 24.6a 25.4a 26.6a 27.7a 28.9a 29.9a 30.9a K2 16.1 17.3a 18.7 19.9 21.1 22.2ab 23.1a 24.2a 25.4b 26.5b 27.7b 28.9b 30.3b 31.4b 32.5b Paclobutrazol

P0 16.2 17.5 18.7 19.8 21.1 22.3 23.3 24.4ab 25.6ab 26.5a 27.8a 29ab 30.2a 31.4ab 32.5ab P1 16.2 17.6 18.8 19.9 21.3 22.6 23.6 24.9b 26.3b 27.6b 28.8b 30b 31.3b 32.5b 33.6b P2 16.2 17.4 18.5 19.6 20.8 21.9 22.8 23.9a 25a 25.9a 27a 28.1a 29.2a 30.2a 31.3a P3 16.3 17.5 18.6 19.9 21.1 22.2 23.1 24.1ab 25.2a 26.1a 27.3a 28.6a 29.8a 30.8a 31.8a Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda

Pertambahan Cabang Primer

Pertumbuhan cabang primer hanya terjadi dari minggu ke-1 hingga 5 MST. Tabel 2 menunjukkan pertambahan jumlah cabang primer dari minggu ke-1 hingga 5 MST. Tabel lampiran 2 menunjukkan hasil analisis sidik ragam pertambahan cabang primer dari minggu ke-1 hingga 5 MST, pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa interaksi antara dua perlakuan (KxP) tidak berbeda nyata terhadap pertambahan cabang primer. Perlakuan ketebalan media penghambat (K) dan konsentrasi zat penghambat tumbuh (P) berpengaruh nyata pada minggu ke-3. Tabel 2 Pertambahan cabang primer dari minggu ke-1 sampai 6 MST

Perlakuan Minggu ke- Total

1 2 3 4 5 Ketebalan K0 0.7 3.2 1.9b 0.4 0.2 4.5 K1 0.4 1.8 0.8a 0.7 0.2 3.1 K2 0.8 1.6 0.6a 0.08 0.08 2.56 Paclobutrazol P0 0.9 2.2 1.7b 0.7 0.1 3.9 P1 0.3 2.4 1a 0.2 0.1 3 P2 0.1 2.1 1a 0.2 0.2 2.6 P3 0.2 2 0.7a 0.4 0.1 2.7

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Setelah minggu ke-6 tidak ada lagi pertambahan cabang primer. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perlakuan K2 memiliki pertambahan cabang terbanyak pada minggu ke-1 MST dengan 4.1 cabang. Pada minggu ke-2 dan 3 perlakuan K0 memiliki pertambahan cabang primer terbanyak dengan jumlah 3.2 cabang dan 1.9 cabang, dimana pada minggu ke-3 K0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, Pada minggu ke 4 K1 memiliki pertambahan cabang terbanyak dengan 0.7 cabang.

Sementara itu pertumbuhan cabang primer terendah pada minggu pertama adalah K0, pada minggu ke-1 K1 memiliki pertumbuhan terendah. K2 memiliki pertambahan cabang terendah pada minggu ke-2 hingga 5 MST. K1 dan K2 memiliki pertumbuhan cabang primer lebih rendah dibandingkan K0, akan tetapi K2 cenderung memiliki pertambahan cabang primer yang lebih rendah.

Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa semua perlakuan menurun pertambahan cabang primernya pada minggu ke-2, dimana hal tersebut kembali meningkat di minggu ke-3 lalu terus turun hingga minggu ke-6. Pada minggu ke-7 hingga minggu ke-15, tidak ada lagi pertambahan cabang primer pada semua tanaman. (Gambar 4). Perlakuan kontrol memiliki pertambahan terbanyak dari minggu ke-4, dimana perlakuan kontrol berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya. P1, P2, dan P3 memiliki pertumbuhan cabang primer lebih rendah dibandingkan P0. Perlakuan P3 cenderung memiliki pertambahan cabang primer yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. (Gambar 5).

Gambar 4 Pertambahan cabang primer pada beberapa perlakuan ketebalan media

Gambar 5 Pertambahan cabang primer pada beberapa perlakuan zat penghambat tumbuh

Jumlah Cabang Sekunder

Tabel 3 menunjukkan pertambahan cabang sekunder dari minggu ke-1 hingga 7 MST. Tabel lampiran 3 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah cabang sekunder dari minggu ke-1 hingga minggu 7 MST. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa perlakuan interaksi antara kedua perlakuan (KxP) tidak nyata terhadap jumlah cabang sekunder. Perlakuan pemberian media penghambat (K) berbeda nyata sejak minggu ke-1 hingga 7 MST, dimana pada minggu ke-3 dan 4 berbeda sangat nyata. Perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh (P) berpengaruh nyata sejak minggu ke-3 dan 4 MST, sedangkan minggu ke-5 hingga 7 berpengaruh sangat nyata. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1 2 3 4 5 Cab an g Minggu ke-K0 K1 K3 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 1 2 3 4 5 Cab an g Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Tabel 3 Jumlah cabang sekunder dari minggu ke-1 hingga 6 MST Perlakuan Jumlah cabang sekunder minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

Ketebalan

K0 2.2b 3.3b 4.4b 4.5b 5b 5.1b 5.1b K1 1.3a 1.9a 2.6a 3.1a 3.3a 3.4a 3.5a K2 1.6a 2.3a 2.9a 3.2a 3.7a 3.9a 3.9a Paclobutrazol

P0 2.2 3.1 4.5b 5.1b 5.6b 5.8b 5.8b P1 1.8 2.4 2.8a 3.1a 3.6a 3.7a 3.7a

P2 1.4 2.3 3.3a 3.6a 3.8b 4a 4.2a

P3 1.4 2.2 2.5a 2.7a 2.8 2.8a 2.8a

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Sejak minggu pertama hingga minggu ke-7 perlakuan K0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Dimana perlakuan K0 selalu memiliki jumlah cabang sekunder terbanyak tiap minggunya. Perlakuan K1 cenderung memiliki jumlah cabang terendah dibandingkan K2 dari minggu pertama hingga minggu ke-7, dengan jumlah cabang sekunder pada minggu ke-7 sebesar 3.5 cabang (Gambar 6). Hal ini dapat disebabkan karena pada awal penanaman hambatan dengan berbagai ketebalan tidak terlalu berpengaruh, Karena kerja akar yang belum terlalu optimal. Tanaman K1 memiliki jumlah cabang sekunder yang lebih sedikit dari perlakuan lainnya karena kerikil yang ada pada dasar lubang tanam menghalangi pertumbuhan akar, hal ini menyebabkan kekuatan akar untuk mengabsorpsi unsur hara dan mineral pada tanah menjadi berkurang, sehingga tanaman menjadi stres air. Stres air mengakibatkan hasil fotosintesi berupa fotosintat dari daun dan cabang tanaman tidak dapat ditransportasikan ke bagian lain (Endah, 2002). Hal ini lah yang membuat laju percabangan menjadi rendah.

Gambar 6 Jumlah cabang sekunder pada beberapa perlakuan ketebalan media 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 C ab an g Minggu ke-K0 K1 K2

Pada minggu ke-3 hingga 7 MST pelakuan kontrol (P0) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan kontrol juga memiliki jumlah cabang sekunder terbanyak diantar ketiga perlakuan lainnya, yakni sebesar 5.8 cabang pada minggu ke-7. Perlakuan P1, P2 dan P3 memiliki jumlah cabang sekunder yang tidak berbeda jauh satu sama lain, akan tetapi P3 cenderung memiliki jumlah cabang sekunder yang lebih rendah dibandingkan P1 dan P2, dengan jumlah 2.8 cabang pada minggu ke-7, sedangkan P1 dan P2 secara berurutan memiliki 3.7 dan 4.2 cabang pada minggu ke-7 (Gambar 7). Jadi pemberian paclobtrazol dengan berbagai konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan cabang. Paclobutrazol merupakan zat penghambat tumbuh yang efektif menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman, melalui penghambatan giberilin. Biosintesis giberelin yang terhambat membuat tanaman meningkatkan biosisntesi asam absitik (Watimena, 1987). Asam absitik dapat menyebabkan dormansi pada tunas tanaman (Weaver, 1972).

Gambar 7 Jumlah cabang sekunder pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh

Jumlah Cabang Tersier

Tabel 4 menunjukkan jumlah cabang tersier dari minggu ke-1 hingga 7 MST. Tabel lampiran 4 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah cabang tersier dari minggu ke-1 hingga 7 MST. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa perlakuan interaksi antara kedua perlakuan (KxP) tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang tersier. Perlakuan pemberian media penghambat (K) berbeda nyata sejak minggu ke-1 hingga 3 MST dan juga minggu ke-5 dan 7 MST, dimana pada minggu ke-2 dan 3 perlakuan K0 berbeda sangat nyata.. Perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh (P) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang tersier.

Pada minggu ke-7 perlakuan kontrol (P0) memiliki jumlah cabang tersier terbanyak yakni sebanyak 2.8 cabang, sedaangkan P1 memiliki jumlah cabang tersier sebanyak 2.7 cabang, P2 sebanyak 2.4 cabang tersier. Perlakuan P3 cenderung memiliki jumlah cabang tersier terendah yakni sebesar 2.1 cabang. (Gambar 8). 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 C ab an g Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Gambar 8 Jumlah cabang tersier pada beberapa perlakuan ketebalan media Tabel 4 Jumlah cabang tersier dari minggu ke-1 hingga 7 MST

Perlakuan Jumlah cabang tersier minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

Ketebalan

K0 2b 2.7b 2.8b 2.9 2.9b 3 3.1b

K1 1a 1.7a 2a 2.1 2.1a 2.2 2.3a

K2 0.7a 1.5a 1.5a 1.8 1.9a 2.1 2.1a

Paclobutrazol

P0 1.2 1.8 2.2 2.4 2.5 2.7 2.8

P1 1.3 2.1 2.2 2.4 2.4 2.6 2.7

P2 1.2 2 2.1 2.2 2.2 2.3 2.4

P3 1.3 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Mulai dari minggu pertama hingga minggu ke-7 perlakuan kontrol (K0) memiliki jumlah cabang tersier terbanyak dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, kecuali di minggu ke-4 dan 6 MST perlakuan kontrol tidak berbeda nyata. Sementara itu K1 memiliki cabang tersier yang lebih banyak dibandingkan dengan K2, pada minggu ke-7. (Gambar 9).

Jumlah Daun

Jumlah daun pada tanaman sangat berfluktuasi karena adanya daun yang gugur di setiap minggu. Tabel 5 menunjukkan jumlah daun dari minggu ke-1 hingga 15 MST. Tabel lampiran 5 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah daun dari minggu ke-1 hingga 15 MST. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa interaksi antar perlakuan tersbut (KxP), tidak berpengaruh nyata. Perlakuan K juga tidak berpengaruh nyata dalam hal jumlah daun. Perlakuan P berpengaruh nyata pada minggu ke- 3, 5, 6 dan 11 MST.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 1 2 3 4 5 6 7 C ab an g Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Gambar 9 Jumlah cabang tersier pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh

Perlakuan K dengan rata rata jumlah daun tertinggi dimiliki oleh K0 dengan jumlah daun 133.61 daun, sedangkan K1 dan K2 masing-masing memiliki jumlah daun sebanyak 133.5 dan 133.08 daun. Perlakuan ketebalan media penghambat tidak mempunyai dampak terhadap jumlah daun pada tanaman.

Perlakuan P berbeda nyata pada minggu ke-3, 5 6, dan 11 MST. Pada minggu ke-3, perlakuan kontrol memiliki jumlah daun terbanyak dengan jumlah 117 daun, berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada minggu ke-5 perlakuan P1 memiliki jumlah daun terbanyak dengan jumlah daun sebanyak 119.2 daun. Pada minggu ke-6 jumlah daun terbanyak dimiliki oleh perlakuan P2 dengan total 120.6 daun. Sedangkan pada minggu ke 11 P1 memiliki jumlah daun terbanyak dengan jumlah 159 daun.

Jumlah Bunga Non Cluster

Jumlah bunga non cluster sangat berfluktuasi karena selain adanya pertambahan bunga, jumlah bunga juga berkurang seiring dengan gugurnya bunga. Tabel 6 menunjukkan jumlah cabang tersier dari minggu ke-9 hingga 15 MST. Tabel lampiran 6 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah bunga non cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST. Dapat dilihat juga bahwa interaksi antar kedua faktor (KxP) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cluster. Perlakuan ketebalan media penghambat berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga non cluster pada minggu ke-9 hingga 15 MST, sedangkan perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh berpengaruh nyata pada minggu ke-9 hingga 11, dan juga minggu ke-15.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1 2 3 4 5 6 7 C ab an g Minggu ke -K0 K1 K2

Tabel 5 Jumlah daun dari minggu ke-1 sampai 15 MST

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Perlakuan Jumlah daun minggu ke- Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ketebalan K0 98.9 108 112.2 110.5 115.1 119.2 125.8 130.3 134.3 140.9 151.6 161 164 165.9 166.5 133.61 K1 102.6 107 110.4 110.8 114.1 117.6 125.3 129.6 134.5 132.2 155.1 161.5 162 168 171.8 133.50 K2 100.7 110.3 114 113.7 114.7 113 119.6 124.1 134 131.3 155.4 163 164.1 168.3 170 133.08 Paclobutrazol

P0 100.6 112.5 117.1b 110.1 113ab 117.7ab 121.1 125.6 132.3 129.7 153a 161.4 162.6 167.6 170.2 135.79 P1 101.3 107 109.3a 114 119.2c 118.7ab 123.4 127.7 136.5 141.1 159.5b 164 165.2 169.2 170.2 135.09 P2 103.1 109.1 112.3ab 112 117.2bc 120.6b 129.8 134.2 134.1 127.3 154.6ab 160 166.3 166.8 170.2 134.51 P3 98 106.3 110.2a 110.7 109.3a 109.4a 120 124.5 134.1 141.1 149.1a 161.3 160.2 165.8 167.3 131.15

Tabel 6 Jumlah bunga non cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST

Perlakuan Jumlah bunga non cluster minggu ke- Rata-rata

9 10 11 12 13 14 15

Ketebalan

K0 0.4a 0.6a 1a 2.3a 2.6a 3.7a 4.4a 2.71

K1 0.5a 1.5b 2.5b 4.1b 5.1b 6.1b 7.2b 2.75

K2 1b 1.9b 2.7b 4.2b 5b 5.8b 6.3ab 3.94

Paclobutrazol

P0 0.1a 1a 1.5a 3.1 3.6 4.6 5.1a 3.71

P1 0.3ab 0.7a 1.7ab 3.1 4.1 4.6 4.8a 2.14

P2 1.3b 2.5b 3.1b 4.2 4.7 5.6 6.2ab 3.85

P3 0.7c 1.2a 2a 3.8 4.6 6 7.7b 3.84

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Pada minggu ke-9 perlakuan dengan ketebalan media penghambat 10 cm (K2) berbeda nyata dengan dua pengaruh lainnya, yakni memiliki bunga non cluster sebanyak 1 bunga. Pada minggu ke-10 hingga 15 MST perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dengan bunga terendah hingga minggu ke-15 yakni sebesar 4.4 bunga. Pada minggu ke-9 hingga minggu ke-12 K2 memiliki jumlah bunga non cluster tertinggi, yakni sebesar 4.2 bunga. Namun mulai dari minggu ke-13 hingga 15 MST K1 memiliki jumlah bunga tertinggi, yakni sebesar 7.2 bunga. (Gambar 10).

Perlakuan dengan konsentrasi zat penghambat tumbuh 100 ppm (P2) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-9 hingga 11 MST. Sedangkan P3 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-15. Pada minggu ke-9 dan 10 P1 memiliki jumlah bunga terendah, yakni sebesar 0.7 bunga pada minggu ke-10. Pada mingggu ke-11 hingga 13 MST perlakuan P0 memiliki jumlah bunga terendah, yakni sebesar 4.6 pada minggu ke-14 sedangkan pada minggu ke-15 P1 memiliki jumlah bunga non cluster terendah, yakni sebesar 4.8 bunga.

Gambar 10 Jumlah bunga non cluster pada beberapa perlakuan ketebalan media 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 Ju m lah b u n g a Minggu ke-K0 K1 K2

Jumlah bunga non cluster tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2 mulai dari minggu 9 hingga 13 MST, yakni sebesar 4.7 bunga. Sedangkan pada minggu ke-14 dan 15 MST P3 memiliki jumlah bunga non cluster tertinggi dengan 7.7 bunga pada minggu ke-15. (Gambar 11).

Gambar 11 Jumlah bunga non cluster pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh

Jumlah Cluster

Tabel 7 menunjukkan jumlah cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST. Tabel lampiran 7 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST. Dapat dilihat juga bahwa interaksi antar kedua faktor (KxP) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cluster. Perlakuan ketebalan media penghambat berpengaruh nyata pada minggu ke-11 dan 12 MST, sedangkan perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh berpengaruh nyata pada minggu ke-11 hingga 15 MST.

Gambar 12 Penampakan bunga pada perlakuan K2P2 0 2 4 6 8 10 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 B u n g a Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Gambar 13 Penampakan bunga pada perlakuan K1P3

Perlakuan kontrol memiliki jumlah cluster terendah dengan 6.9 cluster pada minggu ke-15, berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-11 dan 12 MST. K2 memiliki jumlah cluster terbanyak dengan 12.4 cluster. Begitupun dengan jumlah rata-rata cluster, K2 memiliki rata-rata luster terbanyak dengan 6.92 cluster, sedangkan K0 memiliki rata-rata terendah dengan 3.28 cabang. Dari ketiga percobaan, jumlah cluster terus bertambah setiap minggunya.

Tabel 7 Jumlah cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST

Perlakuan Jumlah cluster minggu ke- Rata-rata

9 10 11 12 13 14 15 Ketebalan K0 0.1 0.1 1.1a 3.8a 5 6 6.9 3.28 K1 1 1.4 3.9b 7b 7.9 8.8 10 5.71 K2 0.7 1.9 4.7b 8.4b 9.5 10.9 12.4 6.92 Paclobutrazol

P0 0.4 1.5 3.8ab 5.3ab 6.1ab 6.5a 6.6a 4.31 P1 0.2 0.4 1.8a 4.2a 5.3a 6.2a 7.1a 3.6 P2 1.4 2.1 5.2b 7.8ab 8.6ab 9.7ab 12b 6.68 P3 0.5 0.5 2.1a 8.2b 9.8b 11.7b 13.3b 6.58 Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Tanaman mulai berbunga pada minggu ke-9.

Jumlah cluster tertinggi yang paling cepat muncul adalah pada perlakuan K2 pada minggu ke-11 dengan 4.7 cluster, selanjutnya K2 terus memiliki jumlah

cluster tertinggi. Jumlah cluster pada perlakuan kontrol lebih sedikit dibandingkan K1 pada setiap minggu nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian media penghambat pada penananaman bugenvil dapat mempercepat terbentuknya cluster bunga. (Gambar 14)

Adanya penghambat pada dasar lubang tanam membuat pertumbuhan akar menjadi terganggu. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kekuatan akar untuk mengabsorpsi hara mineral. Berkurangnya absorpsi hara terutama nitrogen akan meningkatkan nisbah C/N pada bagian pucuk. Stres air, penurunan giberelin dan peningkatan nisbah C/N pada pucuk dapat menginduksi pembungaan (Yamanishi dan Hasegawa, 1995).

Gambar 14 Jumlah cluster pada beberapa perlakuan ketebalan media Pada minggu ke-11, P2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan memiliki jumlah cluster tertinggi dengan 5.2 cluster. Sedangkan P1 tidak berbeda nyata dengan P3 dengan jumlah cluster 1.8 dan P3 memiliki jumlah cluster 2.1 cluster, namun perlakuan ini berbeda nyata dengan P0 dengan jumlah cluster 3.8 cluster. Pada minggu ke-12 hingga 15 MST, P3 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, dimana pada selang waktu tersebut P3 selalu memiliki jumlah cluster terbanyak, yakni sebesar 13.3 cluster pada minggu ke-15. Jumlah cluster terendah pada minggu ke-15 dimiliki oleh perlakuan kontrol dengan jumlah cluster sebanyak 4.3. Namun dalam rata-rata pengamatan P1 memiliki rata-rata jumlah cluster terendah dengan 3.6 cluster. (Gambar 15).

Dapat disimpulkan bahwa pemberian zat penghambat tumbuh dengan konsentrasi 50 ppm memiliki rata-rata jumlah cluster yang paling rendah dibandingkan konsentrasi lainnya. Sedangkan pemberian zat penghambat tumbuh dengan konsentrasi 200 ppm merupakan perlakuan yang memiliki efek pembentukan cluster tercepat dan terbanyak diantara konsentrasi zat penghambat tumbuh lainnya. 0 2 4 6 8 10 12 14 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 Ju m lah clu ster Minggu ke-K0 K1 K2

Gambar 15 Jumlah cluster pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh

Jumlah Bunga Total

Jumlah total bunga, sama halnya dengan jumlah bunga non cluster dan jumlah cluster, sangatlah fluktuatif. Hal ini disebabkan karena adanya bunga yang gugur di setiap minggu nya. Tabel 8 menunjukkan jumlah bunga total dari minggu ke-9 hingga 15 MST. Tabel lampiran 8 menunjukkan analisis ragam dari minggu ke-9 hingga 15 MST. Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa interaksi antara kedua perlakuan (KxP) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga total. Perlakuan ketebalan media penghambat berpengaruh nyata padda minggu ke-10, 12 dan 15 MST. Sedangkan perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh berpengaruh nyata pada minggu ke-9, 10, 12, 14 dan 15 MST.

Pada minggu ke-10 semua perlakuan berbeda nyata satu sama lain. Pada minggu ke-12 K2 berbeda nyata dibandingkan perlakuan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan K1. Pada minggu ke-15 K2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dengan jumlah bunga terbanyak, yakni sebesar 12 bunga.

Tabel 8 Jumlah bunga dari minggu ke-9 hingga 15 MST

Perlakuan Bunga total minggu ke- Rata-rata

9 10 11 12 13 14 15 Ketebalan K0 0.9 0.6a 4 10.3a 7.3 7.7 8a 5.5 K1 2.5 2.5b 10 13.4ab 8.8 9.8 11.9b 8.4 K2 2.6 5.6c 11 15.2b 9.7 11.1 12b 9.6 Paclobutrazol

P0 1.1a 4bc 8.5 7.4a 6.7 6.4a 6a 5.7 P1 0a 2.1ab 6.1 10.1a 8.5 8.2a 7.5a 6 P2 5.4b 4.5c 12.4 12.2a 7.8 10.1ab 15.1b 9.6 P3 1.5a 1.2a 6.6 22.2b 11.3 13.5b 14b 10 Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Tanaman mulai berbunga pada minggu ke-9.

0 2 4 6 8 10 12 14 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 Ju m lah clu ster Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Pada minggu ke-9 K2 memiliki jumlah bunga terbanyak, yakni sebesar 2.6 bunga, K1 dan K0 secara berurutan memiliki jumlah bunga 2.5 dan 0.9. Selanjutnya dari minggu ke-10 hingga minggu ke-15 K2 selalu memiliki jumlah bunga terbanyak dibandingkandua perlakuan lainnya. Pada minggu ke-15 K2 memiliki jumlah bunga sebanyak 12 bunga, sedangkan jumlah bunga terendah dimiliki oleh perlakuan kontrol dengan 8 bunga. Begitu juga dengan rata-rata jumlah bunga, K2 menjadi perlakuan yang memiliki jumlah bunga terbanyak sebesar 9.6 bunga (Gambar 16).

Pada minggu ke-9 P2 berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan pada minggu ke-10 semua perlakuan berbeda nyata satu sama lain, dengan P2 yang memiliki jumlah bunga terbanyak. Pada minggu ke-12 dan 14 MST perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada minggu ke-15 P0 dan P1 tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda nyata dengan P2 dan P3, sedangkan P2 tidak berbeda nyata dengan P3.

Gambar 16 Jumlah bunga pada beberapa perlakuan ketebalan media Sejak minggu ke-9 hingga 11 P2 memiliki jumlah bunga terbanyak dibandingkan perlakuan lainnya. Sedangkan P1 tidak memiliki bunga pada minggu ke-9. Pada minggu ke-12 hingga 14 P3 memiliki jumlah bunga terbanyak dibandingkan perlakuan lainnya, yakni sebesar 13.5 bunga pada minggu ke-14. Pada minggu ke-15 P2 memiliki jumlah bunga terbanyak dengan 15.1 bunga, sedangkan jumlah bunga terendah dimiliki oleh perlakuan kontrol. Begitu juga dengan rata-rata jumlah bunga P3 memiliki rata-rata jumlah bunga yang paling banyak dengan 10 bunga, sedangkan P0 memiliki rata-rata jumlah bunga yang terkecil yakni sebesar 5.7 bunga (Gambar 17).

0 2 4 6 8 10 12 14 16 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 B u n g a Minggu ke-K0 K1 K2

Gambar 17 Jumlah bunga pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh

Gambar 17 Penampakan bunga pada perlakuan K2P2 Panjang dan Bobot Akar

Perlakuan K0 memiliki nilai panjang akar terbesar dan berbeda nyata dengan perlakuan ketebalan media penghambat lainnya, yakni sebesar 23.8 cm. Sedangkan K1 dan K2 tidak berbeda nyata satu sama lain, yakni sebesar 17.3 cm dan 16.2 cm.

K2 cenderung memiliki panjang akar terkecil dibandingkan K1. Hal ini membuktikan bahwa pemberian media penghambat pada akar tanaman memiliki pengaruh yang nyata pada pertumbuhan akar.

Perlakuan P0 memiliki panjang akar terbesar dan berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi zat lainnya, yakni sebesar 23.7 cm. P1 memiliki panjang akar sebesar 20.3 cm berbeda nyata dengan P2 dan P3 yang hanya memiliki panjang akar sebesar 16.1 cm dan 16.3 cm. Hal ini membuktikan bahwa pemberian zat penghambat pada konsentrasi tertentu memiliki pengaruh yang nyata pada pertumbuhan akar. 0 5 10 15 20 25 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 B u n g a Minggu ke-P0 P1 P2 P3

Tabel 9. Panjang dan bobot akar pada akhir penelitian Perlakuan Panjang

Akar Bobot Akar Ketebalan K0 23.8b 1.2 K1 17.3a 1.1 K2 16.2a 1.1 Paclobutrazol P0 23.7b 1.4 P1 20.3ab 1.2 P2 16.1a 1.2 P3 16.3a 0.9

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Perlakuan ketebalan media penghambat tidak berbeda nyata dalam bobot kering akar tanaman, namun K1 dan K2 cenderung memiliki bobot yang lebih kecil dibandingkan K0 yakni sebesar 1.1 gram sedangkan K0 memiliki bobot kering akar sebesar 1.2 gram. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian media penghambat pada akar tidak berpengaruh dalam hal bobot akar tanaman.

Perlakuan konsentrasi zat penghambat tidak berbeda nyata dalam hal bobot kering akar tanaman, P3 cenderung memiliki bobot akar yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya, yakni sebesar 0.9 gram. P1, P2 dan P3 secara

Dokumen terkait