• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Penelitian

Suhu di wilayah Dramaga pada bulan Februari sampai Juli 2013 berkisar antara 24.10-28.10 °C, kelembaban relatif rata-rata 83.90%, curah hujan rata-rata sebesar 13.30 mm/ bulan, dan lama penyinaran sebesar 62.40%. Rata-rata suhu dan kelembaban diamati pada pukul 07.00 pagi, 13.00 siang, dan 18.00 sore (BMKG 2013).

Perkembangan tanaman mengalami gangguan yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman adalah ulat grayak (Spodoptera spp) yang menggigit bagian pucuk tanaman pada umur 5 MST, belalang (Valanga nigricornis) yang menggigit daun sebagaimana terlihat dengan banyaknya lubang pada daun tanaman, serta burung (Lonchura spp) yang menyerang pada masa pengisian biji. Penyakit yang menyerang tanaman adalah antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. Soeanartiningsih dan Rahmawati (2011) menyebutkan bahwa penyakit antraknosa menyebabkan penurunan hasil tanaman sorgum sebanyak 50%.

9

Gambar 1 Kondisi tanaman pada 5 MST Keragaan Karakter Kuantitatif

Hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi dan komponen hasil dari galur-galur sorgum menunjukkan bahwa galur berpengaruh nyata terhadap perbedaan nilai tengah dari karakter diamati (Tabel 1). Hal ini berarti masing-masing galur mempunyai karakter berbeda.

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan 10 galur sorgum

Peubah Nilai kuadrat tengah Uji F Koefisien Galur Ulangan Galur Ulangan keragaman (%) Tinggi tanaman (cm) 7949.4 15.43 757.31** 1.47tn 1.63 Diameter batang (cm) 0.22 0.03 37.04** 5.13tn 5.01 Jumlah daun (helai) 10.9 0.01 347.47** 0.21tn 2.00 Panjang daun (cm) 548.58 2.12 118.14** 0.46tn 2.95 Lebar daun (cm) 3.77 0.03 48.03** 0.36tn 4.13 Umur berbunga (HST) 186.33 3.03 73.02** 1.19tn 2.67 Panjang malai (cm) 23.7 1.25 19.09** 1.01tn 5.55 Diameter malai (cm) 0.96 0.05 10.35** 0.34tn 6.09 Bobot malai (g) 1714.45 54.92 67.19** 2.15tn 6.55 Bobot biji/ tanaman (g) 1332.44 49.07 60.86** 2.24tn 6.81

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, tn = tidak berbeda nyata

Tinggi Tanaman dan Diameter Batang

Tinggi tanaman penting untuk sorgum yang akan dipanen bijinya. Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan komponen hasil yaitu bobot biji per malai (Mutiah 2013), sehingga semakin tinggi tanaman maka bobot biji per malai semakin besar.

Galur P/I 5-193 C menghasilkan tanaman yang paling tinggi diantara galur yang diamati mencapai 290.06 cm, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman paling rendah mencapai 120.67 cm. Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan tinggi rata-rata 168.61 cm, lebih tinggi daripada deskripsinya (Balitsereal 2011) yaitu 140-160 cm, sementara galur Numbu menghasilkan tanaman setinggi 188.22 cm, sebagaimana disebutkan dalam deskripsi menurut Balitsereal (2013), ± 187 cm. Galur Kawali menghasilkan tanaman rata-rata setinggi 180.39 cm, lebih tinggi daripada deskripsi menurut Balitsereal (2012) yaitu ± 135 cm (Tabel

10

2). Ketidaksesuaian hasil dengan deskripsi merupakan indikasi bahwa lingkungan tumbuh dalam penelitian ini cukup baik.

Tinggi tanaman sorgum yang ideal dikembangkan di Indonesia adalah yang memiliki tinggi sekitar 100-140 cm (Roesmarkam et al. 1985), karena tinggi badan rata-rata penduduk Indonesia adalah 160-170 cm untuk laki-laki, dan 150-160 cm untuk perempuan (Indriati 2001). Tinggi ideal tanaman sorgum dapat memudahkan proses pemanenan dan membuat tanaman tidak mudah rebah. Untuk mengurangi tinggi tanaman dari galur-galur sorgum dapat disilangkan dengan galur introduksi P/I 150-20A dengan tinggi 120.67 cm sehingga dapat diperoleh keturunan dengan tinggi ideal.

Diameter batang terbesar dihasilkan oleh galur UPCA (1.95 cm) dan terkecil oleh galur P/I 150-20 (1.12 cm) (Tabel 2). Batang merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (Brown, 1984), diameter batang yang besar dapat menghasilkan bobot biji yang semakin besar (Mutiah 2013). Sungkono (2010) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara tinggi tanaman dan diameter tanaman sorgum.

Galur-galur yang tergolong tinggi (>180 cm) dengan diameter batang besar adalah galur N/UP 118-7 (1.87 cm), P/I 5-193 C (1.72 cm), Numbu (1.69 cm), dan Kawali (1.64 cm). Galur-galur yang tergolong pendek (<180 cm) dan menghasilkan tanaman dengan diameter besar adalah UPCA (1.95 cm).

Tabel 2 Nilai tengah karakter pertumbuhan galur-galur sorgum

Galur Tinggi tanaman Diameter batang Jumlah daun Panjang daun Lebar daun Umur berbunga (cm) (cm) (helai) (cm) (cm) (HST) N/UP 82-3 181.61e 1.25ef 7.78e 74.99c 7.13b 50.67f N/UP 118-7 181.28e 1.87a 7.78e 92.29b 8.40a 61.00d N/UP 89-3 168.94f 1.28ef 7.89e 71.10de 6.46c 53.00ef P/I 150-20 A 120.67g 1.12f 6.44g 57.48h 5.47d 67.67b P/I 10-90 A 253.06c 1.44d 11.00c 61.71g 6.56c 64.33c P/I 150-21 A 258.94b 1.53cd 9.06d 64.46fg 6.33c 51.00f P/I 5-193C 290.06a 1.72b 11.44b 67.87ef 7.64b 74.67a UPCA 168.61f 1.95a 7.22f 100.74a 7.55b 64.33c NUMBU 188.22d 1.69b 8.00e 67.69ef 4.66e 54.67e KAWALI 180.39e 1.64bc 11.83a 72.54cd 7.57b 59.00d

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% dalam kolom yang sama

Daun Tanaman

Galur Kawali merupakan galur yang menghasilkan jumlah daun terbanyak sebanyak 11.83 helai, lebih sedikit daripada deskripsi Balitseral (2012) sebanyak 13 helai, sedangkan yang paling sedikit dihasilkan oleh galur P/I 150-20 A sebanyak 6.44 helai. Jumlah daun galur UPCA adalah 7.22 helai, lebih rendah dari deskripsi yang disusun Balitseral (2011) sebanyak 13-15 helai. Demikian juga galur Numbu menghasilkan daun rata-rata 8 helai, lebih rendah daripada deskripsinya sebanyak 14 helai (Balitsereal 2013). Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan daun terlebar sebesar 8.4 cm, sedangkan galur

11

Numbu menghasilkan tanaman dengan lebar daun terkecil sebesar 4.66 cm. Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan lebar daun sebesar 7.55 cm sesuai dengan deskripsi Balitsereal (2011) ± 7-9 cm (Tabel 2). Dogget (1988) menyatakan bahwa jumlah daun mempengaruhi tinggi tanaman. Daun sorgum dalam penelitian ini banyak yang mengalami gangguan antraknosa (Colletotrichum sp.) sehingga banyak galur yang membusuk dan kering kemudian lepas dari batang sorgum.

Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan daun terpanjang yaitu 100.74 cm, lebih panjang daripada deskripsi Balitsereal (2011) ± 50-70 cm, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman dengan daun terpendek yaitu 57.48 cm (Tabel 2).

Umur Berbunga

Galur P/I 5-193C merupakan galur yang lambat berbunga yaitu 74.67 HST, sedangkan galur N/UP 82-3 merupakan galur yang cepat berbunga yaitu 50.67 HST. Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan umur berbunga yaitu 64.33 HST sesuai dengan deskripsi Balitsereal (2011) yaitu 55-69 HST. Galur Numbu menghasilkan populasi tanaman dengan umur berbunga yaitu 54.67 HST, lebih awal daripada deskripsi Balitsereal (2013) yaitu 69 HST. Galur Kawali menghasilkan populasi tanaman dengan umur berbunga saat 59 HST, lebih awal daripada deskripsi Balitsereal (2012) yaitu 70 HST (Tabel 2). Umur berbunga tidak berkorelasi positif dengan bobot biji per tanaman (Mutiah 2013). Untuk menghasilkan tanaman berumur genjah dari galur-galur sorgum dapat disilangkan dengan galur N/UP 82-3.

Tabel 3 Nilai tengah karakter komponen hasil galur-galur sorgum

Galur Panjang Malai Diameter malai Bobot malai Bobot biji per tanaman

(cm) (cm) (g) (g) N/UP 82-3 18.63bc 5.63a 100.19b 86.59b N/UP 118-7 16.81cd 5.66a 118.60a 104.24a N/UP 89-3 15.76d 5.25ab 53.88de 47.16e P/I 150-20 A 18.99b 4.34c 52.89e 46.87e P/I 10-90 A 20.73b 4.22c 62.87d 56.87d P/I 150-21A 23.58a 4.75bc 54.40de 48.92de P/I 5-193C 24.04a 4.45c 58.82de 52.72de UPCA 20.26b 5.02b 96.30b 87.55b NUMBU 18.90b 5.76a 95.59b 86.93b KAWALI 23.03a 5.04b 77.42c 69.04c

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% dalam kolom yang sama

Keragaan Malai

Galur P/I 5-193C menghasilkan tanaman dengan malai terpanjang sebesar 24.04 cm, sedangkan galur N/UP 89-3 menghasilkan tanaman dengan malai tependek sebesar 15.76 cm (Tabel 3). Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan panjang malai sebesar 20.26 cm, sesuai dengan deskripsi Balitsereal (2011) ±

20-12

22 cm. Galur Numbu menghasilkan tanaman dengan panjang malai sebesar 18.90 cm, lebih pendek daripada deskripsi Balitsereal (2013) ± 22-23 cm. Galur Kawali menghasilkan tanaman dengan panjang malai sebesar 23.03 cm, lebih pendek daripada deskripsi Balitsereal (2012) ± 28-29 cm (Tabel 3). Galur Numbu menghasilkan tanaman dengan diameter malai terbesar sebesar 5.76 cm, sedangkan galur P/I 10-90 A menghasilkan tanaman dengan diameter malai terkecil sebesar 4.22 cm (Tabel 3).

Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan bobot malai total per tanaman terbesar sebesar 118.60 gram, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman dengan bobot malai total pertanaman terkecil sebesar 52.89 gram (Tabel 3). Bobot malai yang besar menghasilkan bobot biji/ tanaman yang tinggi. Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan bobot malai tanpa biji terbesar sebesar 14.36 gram, sedangkan galur P/I 150-21 A menghasilkan tanaman dengan bobot malai tanpa biji terkecil sebesar 5.48 gram (Tabel 3). Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan bobot biji per tanaman paling besar sebesar 104.24 gram, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman dengan bobot biji per tanaman paling kecil sebesar 46.87 gram (Tabel 3). Galur Numbu dan galur N/UP 118-7 dapat digunakan sebagai calon tetua persilangan untuk menghasilkan tanaman dengan potensi hasil tinggi.

Korelasi Karakter Pertumbuhan dengan Komponen Hasil

Korelasi merupakan hubungan linear antara dua peubah (Walpole 1982). Tujuan dilakukannya analisis korelasi pada penelitian ini adalah untuk melihat keeratan hubungan antar karakter, menentukan karakter sekunder untuk seleksi (karakter umur berbunga yang genjah dan karakter tinggi tanaman yang rendah), dan mengetahui pengaruh seleksi terhadap karakter lain. Tujuan analisis korelasi tersebut mendukung tujuan pemuliaan sorgum yaitu untuk mendapatkan galur sorgum dengan tinggi kurang dari 160cm dan berdaya hasil tinggi. Karakter-karakter pertumbuhan yang memiliki korelasi nyata dengan komponen hasil dapat memberikan peluang dalam seleksi untuk mendapatkan tanaman yang memiliki potensi hasil yang tinggi.

Hasil uji korelasi antara keragaan karakter pertumbuhan dan komponen hasil menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap karakter jumlah daun, sehingga semakin besar tinggi tanaman maka semakin besar jumlah daun. Karakter tinggi tanaman juga berkorelasi positif dan nyata dengan karakter panjang malai, sehingga semakin besar tinggi tanaman maka semakin besar panjang malai. Karakter umur berbunga berkorelasi negatif dan sangat nyata dengan karakter diameter malai, sehingga semakin lama tanaman berbunga berbunga maka semakin kecil diameter malai. Bobot malai berkorelasi positif dengan diameter batang, panjang daun, dan diameter malai. Data ini memberi indikasi bahwa peningkatan diameter batang, panjang daun, atau diameter malai akan menghasilkan malai yang lebih berat (Tabel 4).

13

Tabel 4 Korelasi karakter agronomi dengan komponen hasil

Peubah Tinggi

tanaman Diameter batang Jumlah daun Panjang daun Lebar daun Umur berbunga Panjang malai Diameter malai Bobot malai Diameter batang 0.267tn Jumlah daun 0.702** 0.202tn Panjang daun -0.233tn 0.675** -0.278tn Lebar daun 0.196tn 0.454* 0.304tn 0.616** Umur berbunga 0.199tn 0.238tn 0.269tn -0.008tn 0.239tn Panjang malai 0.617** 0.237tn 0.675** -0.264tn 0.137tn 0.304tn Diameter malai -0.332tn 0.254tn -0.344tn 0.457* 0.072tn -0.579** -0.443* Bobot malai -0.275tn 0.524** -0.275tn 0.716** 0.363* -0.198tn -0.328tn 0.69**

Bobot biji/ tan 0.017tn -0.291tn -0.06tn -0.251tn -0.053tn 0.083tn -0.005tn -0.381* -0.255tn

Keterangan: * = nyata pada taraf uji P ≤ 0.05; ** sangat nyata pada taraf uji P ≤ 0.01; tn = tidak nyata pada taraf uji P ≤ 0.05 dan P ≤ 0.01

14

Karakter-karakter pertumbuhan yang dikorelasikan dengan komponen hasil tidak memiliki korelasi positif dan nyata dengan karakter bobot biji per tanaman, sehingga komponen hasil yang dipilih adalah karakter bobot malai. Karakter agronomi yang memiliki korelasi positif dan nyata dengan bobot malai adalah diameter batang, panjang daun, lebar daun, diameter malai (Tabel 4). Sungkono (2010) menyatakan bahwa diameter batang memiliki korelasi positif dan nyata dengan bobot biji per tanaman.

Karakter tanaman yang diinginkan adalah tanaman yang pendek, yang akan menghasilkan malai yang pendek. Karakter bobot malai yang diinginkan adalah bobot malai yang besar, sehingga seleksi ditujukan pada diameter batang yang besar, atau panjang daun dan diameter malai besar, karena karakter-karakter tersebut berkorelasi positif dengan bobot malai. Karakter tinggi tanaman tidak memiliki korelasi yang nyata dengan diameter batang, sehingga persilangan masih memungkinkan untuk mendapatkan tanaman dengan diameter batang besar, bobot malai besar, namun tanaman pendek. Karakter diameter batang dapat digunakan sebagai karakter seleksi untuk mendapatkan tanaman dengan bobot malai yang besar. Perbedaan hasil korelasi dengan penelitan sebelumnya (Mutiah 2013) diduga disebabkan oleh perbedaan galur yang digunakan sebagai bahan penelitian, serta adanya gangguan OPT yang mempengaruhi pertumbuhan maupun komponen hasil yang diamati.

Keragaan Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif merupakan karakter yang diamati dengan cara visual dan diberi skor sesuai dengan pedoman pengamatan. Galur Kawali menghasilkan tanaman yang memiliki kilau biji dibanding galur yang lain. Eksersi biji merupakan persentase penutupan biji oleh sekam. Galur P/I 5-193 C menghasilkan tanaman dengan eksersi biji dengan persentase terkecil sebesar 25% dan galur P/I 150-21 A menghasilkan tanaman dengan persentase eksersi biji terbesar sebesar 75%. Galur Kawali dan Numbu masing-masing menghasilkan biji berwarna kekuningan, galur UPCA, dan N/UP 82-3 masing-masing menghasilkan biji yang berwarna putih, galur P/I 5-193 C, P/I 150-21 A, P/I 10-90 A dan N/UP 89-3 masing-masing menghasilkan biji yang berwarna merah, sedangkan galur P/I 150-20 A dan N/UP 118-7 masing-masing menghasilkan biji yang berwarna abu-abu (Tabel 5).

Hasil pengamatan karakter kualitatif menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada jejanggut, biji yang terbentuk, kemontokan biji, dan kepadatan malai saat matang diatara galur-galur sorgum yang diamati (Tabel 5).

15

Tabel 5 Keragaan karakter kualitatif biji

Galur

Karakter

Kilau

biji Jejanggut

Biji Kemontokan Eksersi biji/

Warna biji terbentuk

per bulir biji panjang sekam

Kawali Berkilau Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Kekuningan Numbu Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Kekuningan UPCA Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Putih P/I 5-193 C Tidak Tidak Satu Gemuk 25% tertutup Merah P/I 150-21 A Tidak Tidak Satu Gemuk 75% tertutup Merah P/I 10-90 A Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Merah P/I 150-20 A Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Abu-abu N/UP 89-3 Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Merah N/UP 118-7 Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Abu-abu N/UP 82-3 Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Putih

Gambar 2 Warna biji sorgum: Kawali (A), Numbu (B), UPCA (C), P/I 5-193 C (D), P/I 150-21 A (E), P/I 10-90 A (F), P/I 150-20 A (G), N/UP 89-3 (H), N/UP 118-7 (I), N/UP 82-3 (J)

Stigma bunga pada galur Kawali, P/I 150-20 A, dan N/UP 82-3 berwarna kuning muda, pada galur Numbu berwarna putih. Sementara itu pada galur UPCA, P/I 10-90 A, N/UP 89-3, dan N/UP 118-7 stigma bunga berwarna putih kekuningan dan pada galur P/I 5-193 C dan P/I 150-21 A berwarna kuning medium. Galur N/UP 89-3 menghasilkan tanaman dengan tipe eksersi malai slightly exserted dan galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan tipe eksersi malai exserted, sedangkan sisanya merupakan tipe well-exserted. Galur P/I 5/193 C menghasilkan tanaman dengan bentuk malai yang lebar di bagian bawah, sedangkan galur-galur yang lain merupakan tipe simetris (Tabel 6). Berdasarkan bentuk malai, hampir semua galur dapat digunakan sebagai tetua untuk karakter eksersi malai kecuali galur N/UP 89-3 dan N/UP 118-7.

A B C D E

16

Tabel 6 Keragaan karakter kualitatif stigma dan malai

Galur

Karakter

Warna stigma Eksersi malai Kepadatan Bentuk malai matang malai Kawali Kuning muda Well exserted Padat Simetris Numbu Putih Well exserted Padat Simetris UPCA Putih kekuningan Well exserted Padat Simetris P/I 5-193 C Kuning medium Well exserted Padat Lebar di bagian bawah P/I 150-21 A Kuning medium Well exserted Padat Simetris P/I 10-90 A Putih kekuningan Well exserted Padat Simetris P/I 150-20 A Kuning muda Well exserted Padat Simetris N/UP 89-3 Putih kekuningan Slightly exserted Padat Simetris N/UP 118-7 Putih kekuningan Exserted Padat Simetris N/UP 82-3 Kuning muda Well exserted Padat Simetris

Gambar 3 Contoh warna stigma: putih (A), kuning (B) Viabilitas Serbuk Sari

Antesis secara berurutan dimulai dari malai bagian distal (hari pertama), bagian tengah malai (hari ketiga), dan bagian proksimal malai (hari kelima) (Tabel 7). Penurunan viabilitas serbuk sari terjadi secara serempak pada tiap galur (Gambar 5). Semua galur menunjukkan perubahan viabilitas serbuk sari yang sama, meningkat dari fase 2 hari sebelum antesis ke fase antesis, kemudian menurun pada fase 2 hari setelah antesis (Gambar 5). Perbedaan yang mempengaruhi penurunan dan kenaikan viabilitas serbuk sari adalah waktu pada saat antesis. Antesis terjadi tepat hari malai bagian distal mulai berbunga, bagian pada bagian tengah antesis terjadi pada hari ketiga setelah malai mulai berbunga, dan pada bagian proksimal antesis terjadi pada hari kelima setelah malai mulai berbunga.

Viabilitas serbuk sari tertinggi dicapai pada saat antesis baik pada malai bagian distal, tengah, maupun proksimal. Hal ini disebabkan oleh bunga pada malai bagian distal mekar lebih dahulu disusul dengan bunga bagian tengah dan proksimal. Poehlman dan Sleeper (1995) menyatakan bahwa perbedaan waktu pada tiap bagian malai sorgum untuk antesis dimulai dari bagian malai paling atas dan diikuti oleh bagian malai di bawahnya sampai ke bagian pangkal malai.

17

Serbuk sari dalam 1 malai tersedia hingga 6 hari. Saat terbaik untuk mengambil serbuk sari untuk melakukan penyerbukan manual atau persilangan adalah pada hari ketiga untuk malai bagian tengah (Gambar 5) dan kelima pada malai bagian proksimal (Gambar 5). Malai bagian tengah dan proksimal merupakan bagian malai yang lebih padat dibanding bagian distal, sehingga memiliki sumber serbuk sari yang lebih banyak dibanding bagian distal.

Gambar 4 Serbuk sari viabel (panah hijau) dan tidak viabel (panah merah) Warid (2009) menunjukkan bahwa uji viabilitas serbuk sari sorgum yang didapat dengan pewarna IKI sebesar 29.1% pada saat antesis, lebih rendah daripada hasil pengamatan penelitian ini. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat yaitu 35-46% pada malai bagian atas, 34-47% pada malai bagian tengah, 39-44% pada malai bagian bawah, semuanya pada saat antesis. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan galur yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 5 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari pada malai bagian atas/ distal, tengah, bawah/ proksimal

20 25 30 35 40 45 50 Viab ii lit as s er b u k s ar i (% )

Fase perkembangan bunga

Distal Tengah Proksimal A A A A-2 A-2 A-4 A+2 A+2 A+2

18

Tabel 7 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari

Galur Bagian malai Viabilitas (%) pada fase perkembangan bunga

A A+2 A+4 A+6

N/UP 82-3 Distal 42.37 37.3 - - N/UP 89-3 Distal 35.92 33.28 - - NUP 118-7 Distal 42.32 32.19 - - P/I 5-193 C Distal 38.1 30.98 - - P/I 150-20 A Distal 41.21 34.85 - - P/I 150-21 A Distal 46.34 42.69 - - P/I 10-90 A Distal 39.45 28.17 - - UPCA Distal 46.14 39.34 - - Numbu Distal 43.27 40.75 - - Kawali Distal 44.76 35.54 - - Rataan 41.99 35.51

Galur Bagian malai Viabilitas (%) pada fase perkembangan bunga

A-2 A A+2 A+4

N/UP 82-3 Tengah 36.24 41.81 37.83 - N/UP 89-3 Tengah 33.51 36.44 33.72 - NUP 118-7 Tengah 35.27 39.27 31.08 - P/I 5-193 C Tengah 32.16 34.36 30.24 - P/I 150-20 A Tengah 38.36 47.32 41.53 - P/I 150-21 A Tengah 34.61 40.19 35.21 - P/I 10-90 A Tengah 32.43 46.53 42.07 - UPCA Tengah 37.41 43.42 38.29 - Numbu Tengah 39.88 46.27 40.29 - Kawali Tengah 38.06 42.64 36.09 - Rataan 35.79 41.83 36.64

Galur Bagian malai Viabilitas (%) pada fase perkembangan bunga

A-4 A-2 A A+2

N/UP 82-3 Proksimal 21.89 35.61 39.66 32.93 N/UP 89-3 Proksimal 30.94 37.86 44.28 42.17 NUP 118-7 Proksimal 32.96 38.11 41.95 38.11 P/I 5-193 C Proksimal 34.19 39.31 41.73 36.61 P/I 150-20 A Proksimal 21.52 38.45 40.63 32.56 P/I 150-21 A Proksimal 27.85 39.37 44.87 41.51 P/I 10-90 A Proksimal 32.43 39.67 44.51 37.91 UPCA Proksimal 33.52 40.51 42.41 40.44 Numbu Proksimal 29.21 39.61 41.36 35.65 Kawali Proksimal 23.48 38.94 40.95 34.37 Rataan 28.80 38.74 42.24 37.23

Keterangan: A= antesis, A-4= 4 hari sebelum antesis, A-2= 2 hari sebelum antesis, A+2= 2 hari setelah antesis; kolom yang diisi tanda (-) menunjukkan bahwa tidak ada data yang didapat

19

Semua galur yang diuji tidak mempunyai karakter steril jantan. Jika akan digunakan sebagai tetua betina untuk persilangan, perlu dilakukan emaskulasi.

Dokumen terkait