• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMBUNGAAN SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

UNTUK SELEKSI GALUR TETUA PERSILANGAN

JOREX DANIEL MOMONGAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan sebagai Tetua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013 Jorex Daniel Momongan

(4)
(5)

ABSTRAK

JOREX DANIEL MOMONGAN. Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan ENDAH RETNO PALUPI.

Seleksi tetua dalam rangka perakitan varietas baru memerlukan informasi terkait biologi pembungaan. Percobaan ini dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Bogor terhadap 10 galur sorgum yang bertujuan untuk mendapatkan informasi morfologi dan biologi reproduksi tanaman sorgum untuk seleksi galur potensial sebagai tetua. Pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif dilakukan berdasarkan pada panduan dalam IBPGR. Galur-galur yang digunakan adalah N/UP 82-3, N/UP 118-7, N/UP 89-3, P/I 150-20 A, P/I 10-90 A, P/I 150-21 A, P/I 5-193 C, UPCA, Numbu dan Kawali. Galur-galur yang diuji mempunyai karakter agronomi yang berbeda. Galur yang sesuai untuk calon tetua persilangan untuk perbaikan tinggi tanaman adalah P/I 150-20 A, untuk perbaikan potensi hasil adalah Numbu dan N/UP 118-7. Galur-galur sorgum yang diuji mempunyai morfologi bunga yang berbeda dalam warna stigma, tipe eksersi malai dan bentuk malai, tetapi tidak berbeda dalam kepadatan malai. Semua galur dapat digunakan sebagai tetua untuk karakter eksersi malai kecuali galur N/UP 89-3 dan N/UP 118-7. Galur-galur yang diuji mempunyai umur berbunga yang berbeda. Viabilitas serbuk sari terbaik diperoleh dari tiap bagian malai (distal, tengah dan proksimal) pada hari antesis.

Kata kunci: antesis, serbuk sari, viabilitas

ABSTRACT

JOREX DANIEL MOMONGAN. Study of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Enflorescence for Selection of Parental Lines. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS and ENDAH RETNO PALUPI.

(6)

best pollen viability was obtained at anthesis from different parts of the panicle (distal, middle, proximal).

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

STUDI PEMBUNGAAN SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

UNTUK SELEKSI GALUR TETUA PERSILANGAN

JOREX DANIEL MOMONGAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan

Nama : Jorex Daniel Momongan NIM : A24090180

Disetujui oleh

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Pembimbing I

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Pembungaan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Seleksi Galur Tetua Persilangan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang telah penulis laksanakan. Penelitian ini dilaksanakan karena terdorong keinginan untuk mengetahui keragaan karakter kuantitatif serta kualitatif tanaman sorgum yang baik untuk dijadikan tetua dan hasil penelitian diajukan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ayah yaitu Bertty Desmon Momongan dan ibu yaitu Daisy Nicoline Elfrida Saroinsong yang telah mendampingi penulis selama 22 tahun kehidupan penulis, keluarga, dan kerabat yang selalu memberikan dukungan serta doa kepada penulis.

2. Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I dan Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr Desta Wirnas, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan masukannya selama penulis melaksanakan studi.

4. Rekan-rekan yang tergabung dalam tim sorgum khususnya Mayang Sari, Catur, Afidatus, Patricia, Bu Mawie, Pak Eki, dan Pak Edi yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian, serta Mayer Fitria atas dukungan dan kasihnya selama penulis melaksanakan studi di IPB.

5. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah memberikan bantuannya.

6. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan secara langsung maupun tidak langsung selama pelaksanaan studi, penelitian dan penyusunan skripsi.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa atau sivitas akademik Institut Pertanian Bogor khususnya dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Sorgum 2

Syarat Tumbuh Sorgum 3

Biologi Bunga Sorgum 4

Persilangan Sorgum 4

METODE 5

Bahan 5

Alat 5

Lokasi dan Waktu 5

Prosedur Percobaan 6

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Penelitian 8

Keragaan Karakter Kuantitatif 9

Korelasi Karakter Pertumbuhan dengan Komponen Hasil 12

Keragaan Karakter Kualitatif 14

Viabilitas Serbuk Sari 16

KESIMPULAN DAN SARAN 19

Kesimpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan genotipe-genotipe sorgum 9

2 Keragaan nilai tengah karakter pertumbuhan 10

3 Keragaan nilai tengah karakter komponen hasil 11 4 Korelasi karakter pertumbuhan dengan bobot malai 13

5 Keragaan karakter kualitatif biji 15

6 Keragaan karakter kualitatif stigma dan malai 16

7 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari 18

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 1 Kondisi tanaman pada 5 MST 9

2 Gambar 2 Warna biji sorgum: Kawali (A), Numbu (B), UPCA (C), P/I 5-193 C (D), P/I 150-21 A (E), P/I 10-90 A (F), P/I 150-20 A (G),

N/UP 89-3 (H), N/UP 118-7 (I), N/UP 82-3 (J) 15

3 Gambar 3 Contoh warna stigma: putih (A), kuning (B) 16 4 Gambar 4 Serbuk sari viabel (panah hijau) dan tidak viabel (panah

merah) 17

5 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari pada malai

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah tanaman pangan yang berasal dari Afrika (House 1985). Tanaman ini dapat dijadikan sebagai solusi krisis pangan dan energi, karena dapat dijadikan alternatif bahan makanan dan bahan bakar (Hoeman 2007). Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dasar untuk penelitian selanjutnya terkait seleksi galur yang potensial untuk dijadikan tetua betina dalam perakitan varietas baru tanaman sorgum.

Tanaman sorgum merupakan tanaman serealia terpenting kelima setelah padi, gandum, jagung, dan barley (FSD 1999). Penyebaran tanaman ini masih belum diketahui secara pasti, namun para ahli menyebutkan bahwa tanaman ini diperbanyak di Ethiopia di sepanjang sungai Nil sampai ke Timur Dekat (Near East), ke India sampai ke Thailand. Sorgum tipe Durra dipercaya telah diintroduksi ke daerah Arab ketika dimulainya Kerajaan Sabian tahun 1.000 sampai 800 sebelum Masehi, kemudian menyebar ke Timur Dekat melalui rute perdagangan (House 1985).

Sorgum merupakan tanaman pokok di banyak negara di seluruh dunia namun produksinya tidak dapat mengikuti tingkat permintaan (Ramakrishna dan Gowda 1998). Produksi sorgum dunia mencapai 54 juta ton dari luasan lahan 44 juta hektar pada tahun 1995 dan tetap pada angka tersebut pada tahun 2011 dengan luas lahan total sebanyak 35 juta ha (FAO 2013). Sorgum yang diproduksi di daerah Asia berjumlah 15 juta ton dari luasan lahan 14.1 juta hektar pada tahun 1996 (Reddy dan Rao 1998) menjadi 10.5 juta ton dari luasan lahan 9 juta ha di tahun 2011 (FAO 2013). Produksi sorgum di beberapa negara pada tahun 2011 misalnya: Australia yaitu 1.9 juta ton, India sebanyak 7 juta ton, Amerika Serikat dan Ethiopia masing-masing memproduksi 5.4 juta ton dan 3.9 juta ton sorgum (FAO 2013). Produksi negara-negara tersebut mengalami kenaikan dan penurunan, namun data dari FAO (2012) menunjukkan bahwa penurunan yang paling banyak terjadi pada negara Amerika Serikat karena pada tahun 2009 produksi sorgum negara tersebut mencapai 9 juta ton.

Produksi dan penelitian sorgum di Indonesia masih belum dipioritaskan. Namun kemampuan sorgum yang toleran kekeringan dan genangan air memiliki potensi tinggi untuk di tanam di daerah timur Indonesia. Daerah-daerah utama produksi sorgum di Indonesia antara lain: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Produksi sorgum total mencapai 26.500 ton dengan luasan lahan sekitar 18.600 hektar pada tahun 1987 namun terjadi konversi komoditas sehingga luasan total untuk penanaman sorgum tinggal 8000 hektar pada tahun 1996 (Baco et al. 1998).

(16)

2

Pembentukan varietas hibrida pada sorgum dilakukan setelah melihat kesuksesan pembentukan varietas hibrida pada jagung. Perbedaan pembentukan varietas hibrida pada sorgum dan jagung terletak pada metode. Pembentukan varietas hibrida pada jagung dilakukan dengan metode single cross hybrid, modified single cross hybrid, dan three way cross combination, sedangkan pembentukan varietas hibrida pada sorgum dilakukan dengan metode A-line B-line R-B-line. Perbedaan metode pembentukan varietas hibrida pada jagung dan sorgum disebabkan oleh tipe reproduksi kedua tanaman yang berbeda. Jagung merupakan tanaman berumah satu sehingga tidak perlu menggunakan tanaman mandul jantan untuk produksi varietas hibrida. Sedangkan sorgum merupakan tanaman hermaprodit sehingga perlu menggunakan galur mandul jantan untuk produksi varietas hibrida. Galur-galur sorgum tertentu yang disilangkan dapat menghasilkan sorgum hibrida yang sangat vigor. Sorgum hasil hibridisasi antara galur murni terpilih dapat menghasilkan 25-40% diatas standar produksi sorgum komersial. Namun, pemanfaatan sorgum hibrida masih memiliki rintangan yaitu kesalahan dalam perencanaan pemanfaatan sorgum untuk persilangan (Poehlman dan Sleeper 1995).

Suprihatno et al (1994) menjelaskan bahwa perbedaan sistem dua galur dan tiga galur adalah sistem dua galur melibatkan mandul jantan yang peka terhadap lama penyinaran atau suhu, dan galur fertil sebagai polinator, sedangkan sistem tiga galur melibatkan tiga galur tetua, yaitu galur mandul jantan sitoplasmik (cytoplasmic male sterile), galur pelestari (maintainer), dan galur pemulih kesuburan (restorer). Kriteria utama yang diperlukan untuk mengembangkan varietas sorgum hibrida adalah galur yang memiliki sifat bunga mandul jantan (male sterile). Sifat mandul jantan pada tetua betina merupakan mekanisme biologis yang sangat penting dalam perakitan varietas hibrida (Okiyo et al. 2010). Selain sifat mandul jantan, kriteria lainnya adalah produksi tinggi, daya adaptasi luas, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT), serta waktu pemasakan yang tepat dan serempak (House 1985). Oleh karena itu penelitian tentang pembungaan sorgum perlu dilakukan untuk memperoleh informasi tentang biologi pembungaan untuk memilih calon tetua dalam pembentukan varietas hibrida.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakter agronomi, morfologi bunga dan biologi bunga galur-galur sorgum untuk seleksi calon tetua persilangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Sorgum

(17)

3

subspesies drummondii yang merupakan tumbuhan jenis gulma di Afrika di tempat sorgum biji diusahakan dan kerabat dekatnya dihibridisasi, dan subspesies arundinaceum yang di dalamnya termasuk empat jenis utama dari leluhur liar dari sorgum budidaya.

Tanaman sorgum merupakan tanaman hari pendek yang pembungaannya dipercepat oleh keadaan siang hari yang cepat dan malam hari yang lebih lama (Poehlman dan Sleeper 1995). Sorgum termasuk jenis rumput kasar dengan batang setinggi 0.5-5 meter. Batangnya menyerupai tangkai jagung, beralur dan hampir oval. Tanaman sorgum muda dapat dibedakan dari tanaman jagung karena sorgum muda memiliki pinggiran daun yang menyerupai gerigi gergaji. Tiap daun muncul dari setiap ruas dan tiap helai daunnya berombak. Batang, pelepah, dan daunnya berwarna hijau keabu-abuan (Martin et al. 1976).

Sorgum memiliki sistem perakaran ekstensif, dan memiliki banyak rambut akar sekitar dua kali lipat dibanding jagung. Akar primer muncul sejak berkecambah dan jarang bercabang. Akar sekunder muncul dari ruas pertama yang kemudian berkembang menjadi perakaran adventif.

Daun sorgum tersebar di batang. Daun pada beberapa varietas terkonsentrasi di bagian dekat pangkal. Pinggiran daun berbentuk lurus, agak melingkar, atau pun hampir membentuk busur. Ukuran ujung daun bervariasi, umumnya pendek dan kecil pada daerah/ ruas bagian atas tanaman (terlihat pada daun bendera), dan sebaliknya berukuran panjang dan besar pada daerah/ ruas bagian bawah tanaman. Panjang daun bisa mencapai satu meter, dan lebar 10-15 cm.

Batang sorgum terdiri dari ruas-ruas. Bentuk batang sorgum bervariasi dari kecil hingga gemuk dengan diameter 0.5-5 cm diukur dekat pangkal. Batangnya menyempit ke arah atas dengan panjang antara 1.5-4 m (House 1985).

Syarat Tumbuh Sorgum

Sorgum dapat tumbuh di daerah hangat dan panas dengan suhu optimum sekitar 27°C dan suhu minimum untuk tumbuh sekitar 15°C. Sorgum beradaptasi dengan baik di daerah-daerah dengan hujan musim panas dengan curah hujan berkisar 430-635 mm/ tahun. Sorgum juga merupakan tanaman yang tahan kekeringan, menjadi dorman ketika terjadi krisis air, dan kembali berkembang ketika ketersediaan air cukup untuk perkembangannya (Martin et al. 1976). Sorgum membutuhkan kelembaban yang cukup (20-40%) untuk produksi maksimum, dan kelembaban ini harus selalu tersedia saat pembungaan (Schertz dan Dalton 1993). Tanaman sorgum berkembang dengan baik pada tanah ringan (tanah berpasir) maupun pada tanah-tanah berat asal diimbangi dengan pengairan yang baik. Sorgum tahan terhadap keasaman tanah dengan pH tanah yang optimal untuk pertumbuhan sekitar 5.5-7.5 (Rismunandar 1989).

(18)

4

Biologi Bunga Sorgum

Sorgum merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri dengan persentasi penyerbukan silang sebesar 2-35% dengan rataan 6%. Malai sorgum berukuran panjang 4-25 cm atau lebih dan lebar 2-20 cm atau lebih dengan tingkat kepadatan tinggi atau rendah. Bentuk malai sorgum bervariasi mulai dari padat sampai malai terbuka (open panicle). Bulir (spikelet) muncul berpasangan, satu bulir fertil dengan ukuran lebih besar dan satu bulir steril dengan ukuran lebih kecil.

Pemunculan semua bunga pada tiap malai memerlukan enam sampai sembilan hari tergantung kondisi lingkungan (Poehlman dan Sleeper 1995). Pembungaan maksimum terjadi pada hari ketiga sampai hari keenam (Freeman 1970). Antera dan stigma akan terdorong ke luar seiring dengan terbukanya sekam. Antera akan terbuka sesaat setelah keluar. Satu malai sorgum dapat menghasilkan 24-100 juta butir polen. Polen sorgum kehilangan viabilitasnya dengan cepat, dan pembentukan benih jarang didapat dari polen yang terkumpul beberapa jam sebelum pembuahan (Poehlman dan Sleeper 1995).

Stigma dalam satu malai umumnya reseptif selama 0-2 hari sebelum bunga mekar dan selama lima sampai enam belas hari setelah bunga mekar tergantung kondisi lingkungan. Umumnya, bunga sorgum mekar pada malam hari atau dini hari tergantung kondisi lingkungan dan varietas. Polen yang viabel jatuh dari antera sampai sore hari pada hari normal (Schertz dan Dalton 1993). Bunga mekar dimulai dari bagian malai paling atas dan diikuti oleh bagian malai di bawahnya sampai ke bagian pangkal malai (Poehlman dan Sleeper 1995).

Keadaan dingin dan basah dapat menunda pembungaan. Kondisi lingkungan misalnya suhu dan kelembaban mempengaruhi lama viabilitas polen. Selain itu polen mungkin jatuh lebih cepat saat keadaan berangin. Polen sorgum membutuhkan cahaya untuk berkecambah di siang hari (Schertz dan Dalton 1993).

Persilangan Sorgum

Hibridisasi adalah sebuah metode umum dalam meningkatkan variabilitas genetik untuk seleksi lebih lanjut. Variabilitas genetik dapat dikembangkan dari gen kualitatif atau kuantitatif. Karakter kuantitatif memiliki nilai tinggi dalam program pemuliaan tanaman namun dipercaya lebih sulit dalam penyeleksian dibandingkan dengan karakter kualitatif. Karakter kualitatif menunjukkan variasi aditif dan/ atau dominan, namun diperkirakan dapat berfungsi dengan cara-cara yang dapat diprediksi tergantung pilihan tetua (Stoskopf et al. 1993).

(19)

5

Pemuliaan tanaman sorgum menurut Quinby dan Schertz (1970) bergantung pada pengetahuan terhadap pewarisan karakteristik-karakteristik tertentu seperti pertumbuhan tinggi, warna biji, warna tanaman, tingkat kekeringan batang, tipe pati/ zat tepung endosperm, ada atau tidaknya jejanggut (awn) pada bulir, dan sifat mandul jantan. Tanaman mandul jantan merupakan salah satu pengendalian mekanisme genetik terpenting dalam sorgum yang memungkinkan produksi benih hibrida.

Menurut Schertz dan Dalton (1993) pengendalian polen untuk persilangan dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu: mandul jantan (male sterility), emaskulasi air panas (hot-water emasculation), emaskulasi tangan (hand emasculation), dan pengendalian pecahnya antera (control of anther dehiscence). Mandul jantan, adalah metode yang umum digunakan karena hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk menyiapkan tetua betina dan benih hibrida dapat diperoleh banyak hanya dengan sekali persilangan.

METODE

Bahan

Bahan dan tanaman yang digunakan meliputi 8 genotipe sorgum yaitu galur hasil pemuliaan IPB N/UP 82-3, N/UP 118-7, N/UP 89-3, galur introduksi P/I 150-20-A, P/I 10-90 A, P/I 150-21 A, P/I 5-193 C, serta varietas nasional UPCA-S1, Numbu dan Kawali. Bahan penunjang yang digunakan yaitu pupuk urea 150 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha, pupuk kandang, karbofuran, air, es batu, dan alcohol, serta pewarna serbuk sari (KI 1%).

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan penanaman dan pemelharaan tanaman yaitu alsintan, kertas sungkup, penggaris, timbangan, jangka sorong, dan peralatan pengamatan morfologi bunga dan viabilitas serbuk sari yaitu cool box, plastik klip, batu es, label, kantong plastik, jarum ose, deck glass cekung, kotak penyimpanan plastik, mikroskop, pinset, alat penghitung serbuk sari (counter), kertas aluminium, karet gelang, kertas tissue.

Lokasi dan Waktu

(20)

6

Prosedur Percobaan

Persiapan Lahan dan Penanaman

Persiapan lahan dilakukan seminggu sebelum penanaman dan dilakukan dengan cara membuat bedengan. Penanaman dilakukan dengan menanam benih pada barisan tanaman. Masing-masing galur ditanam dalam satu baris dengan jarak dalam baris sebesar 20 cm dan jarak antar baris sebesar 100 cm. Benih yang ditanam sebanyak dua benih per lubang dan disisakan hanya satu tanaman per lubang pada saat tanaman berumur 3 minggu.

Pemupukan dan Pemeliharaan

Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing sebesar 150 kg/ha, 100 kg/ha dan 100 kg/ha. Pembumbunan dilakukan pada pemupukan kedua. Pupuk urea dberikan 2 kali, 1/3 bagian diberikan pada saat tanam sebagai pupuk dasar bersama dengan pupuk SP-18 dan KCl, sedangkan 2/3 bagian diberikan setelah tanaman berumur 7 MST.

Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan Decis 2.5 E, pada konsentrasi 1 ml/liter. Pengairan dilakukan dari 0 MST hingga 3 MST ketika kondisi lahan yang sangat kering.

Pengujian Viabilitas Serbuk Sari

Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan untuk mendapatkan informasi periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari dengan fase perkembangan bunga. Serbuk sari diambil dari malai bagian distal, tengah, dan proksimal. Pengambilan serbuk sari dilakukan secara serempak pada semua bagian saat fase antesis pada bagian distal, di saat yang sama malai bagian tengah berada pada fase 2 hari sebelum antesis dan malai bagian proksimal berada pada fase 4 hari sebelum antesis. Pengambilan serbuk sari selanjutnya adalah fase 2 hari setelah antesis pada bagian distal, di saat yang sama pada bagian malai bagian tengah terjadi fase antesis, dan 2 hari sebelum antesis pada bagian proksimal. Selanjutnya dilakukan pengambilan serbuk sari pada fase 2 hari setelah antesis pada bagian tengah dan di saat yang sama fase antesis pada bagian proksimal. Pengambilan terakhir dilakukan fase 2 hari setelah antesis pada bagian proksimal.

Pengambilan kotak sari dilakukan pada 4 hari sebelum antesis sampai 2 hari setelah antesis pada pukul 05.00 dengan interval 2 hari dengan cara mengambil kotak sari pada bulir yang sudah mekar, kotak sari yang keluar dari bulir diambil sebagai sampel, sedangkan pada bulir yang masih menutup, bulir diambil untuk diekstrak serbuk sari dalam kotak sari di dalamnya. Kotak sari diambil dari 3 sampel yang berbeda pada masing-masing galur, tiap sampel terdiri dari bagian distal (atas), tengah, dan proksimal (bawah) malai dari tanaman yang sudah ditandai (malai tanaman ditutup menggunakan plastik). Sampel diambil sebanyak 6-10 kotak sari dimasukkan ke dalam plastik klip dan dimasukkan coolbox yang sebelumnya sudah diberi es batu.

(21)

7

dalam kotak plastik (tupperware) yang sebelumnya telah diberi tissue dan dibasahi oleh air selama 2-4 jam sampai larutan KI diserap oleh serbuk sari. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada masing-masing tanaman contoh. Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakter kuantitatif dan karakter kualitatif.

Karakter kuantitatif yang diamati antara lain: a. Karakter pertumbuhan tanaman:

1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang di permukaan tanah hingga ujung malai pada saat menjelang panen (cm),

2. Diameter batang diukur pada buku ketiga saat vegetatif maksimum (cm),

3. Jumlah daun,

4. Panjang daun (cm) diukur pada daun ketiga dari atas, 5. Lebar daun (cm) diukur pada daun ketiga dari atas,

6. Umur berbunga (HST) diamati ketika 50% tanaman telah mulai berbunga,

b. Karakter komponen hasil:

1. Panjang malai (cm) diukur dari pangkal sampai ke ujung malai, 2. Lebar malai (cm) diukur pada bagian malai yang paling lebar, 3. Bobot malai total per tanaman (g),

4. Bobot biji per tanaman (g) yaitu bobot malai dikurang bobot total biji kering.

Karakter kualitatif sorgum yang diamati antara lain:

1. Warna stigma (putih, putih kekuningan, kuning muda, kuning, kuning tua, keabu-abuan)

2. Kilau biji (berkilau, tidak berkilau), 3. Warna biji (putih, kuning, merah, cokelat) 4. Jejanggut/ awn pada biji (ada, tidak ada), 5. Biji yang terbentuk (satu, dua (kembar)),

6. Kemontokan biji (cekung (lesung pipi), gemuk),

7. Eksersi biji/ panjang sekam (25% tertutup, 50% tertutup, 75% tertutup, tertutup penuh, sekam lebih panjang dari biji), warna stigma (putih, kuning muda, kuning),

8. Eksersi malai (sedikit ter-eksersi/ slightly exserted (malai berjarak kurang dari 2 cm dari daun bendera, ter-eksersi/ exserted (malai berjarak 2-10 cm dari daun bendera), ter-eksersi dengan baik/ well-exserted (malai berjarak lebih dari 10 cm dari daun bendera), tangkai bengkok/ peduncle recurved (pembungaan di bawah daun bendera dan terbuka sepenuhnya, membelah pelepah daun),

9. Kepadatan malai saat matang/ dewasa (sangat jarang, jarang, medium, padat, sangat padat),

10.Bentuk malai (piramida terbalik, lebar di bagian atas, simetris, lebar di bagian bawah, piramida).

(22)

8

Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan melihat 3-7 bagian (ruang) menggunakan mikroskop. Satu ulangan sampel (distal, tengah, dan proksimal) terdiri dari rataan 6 subsampel. Serbuk sari yang berhasil diwarnai berwarna hitam penuh (90-100%).

Analisis Data

Penelitian ini mengunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu galur dengan tiga ulangan. Tanaman yang akan adalah galur N/UP-82-3, N/UP-118-7, N/UP-89-3, 20-A, P/I-10-90-A, P/I-150-21-A,P/I-5-193-C, serta varietas nasional UPCA-S1, Numbu dan Kawali. Tiap ulangan percobaan terdiri dari 10 petak percobaan, masing-masing ditanam sebanyak enam baris tanaman. Setiap baris tanaman terdiri dari 7 tanaman pada petak dengan luas 6x1,5m. Tanaman contoh yang diambil yaitu sebanyak 3–5 tanaman contoh per satuan percobaan.

Model rancangan yang digunakan adalah: Yij = μ + αi + βj + εij

Keterangan:

Yij = respon perlakuan galur ke-i, ulangan ke-j. μ = rataan umum.

αi = pengaruh galur ke-i.

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = galat percobaan pada galur ke-i, ulangan ke-j.

Perbedaan antar galur yang dievaluasi diuji dengan menggunakan uji F. Apabila ditemukan perbedaan diantara galur, maka dilanjutkan dengan uji DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Suhu di wilayah Dramaga pada bulan Februari sampai Juli 2013 berkisar antara 24.10-28.10 °C, kelembaban relatif rata-rata 83.90%, curah hujan rata-rata sebesar 13.30 mm/ bulan, dan lama penyinaran sebesar 62.40%. Rata-rata suhu dan kelembaban diamati pada pukul 07.00 pagi, 13.00 siang, dan 18.00 sore (BMKG 2013).

(23)

9

Gambar 1 Kondisi tanaman pada 5 MST Keragaan Karakter Kuantitatif

Hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi dan komponen hasil dari galur-galur sorgum menunjukkan bahwa galur berpengaruh nyata terhadap perbedaan nilai tengah dari karakter diamati (Tabel 1). Hal ini berarti masing-masing galur mempunyai karakter berbeda.

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan 10 galur sorgum

Peubah Nilai kuadrat tengah Uji F Koefisien Galur Ulangan Galur Ulangan keragaman (%) Tinggi tanaman (cm) 7949.4 15.43 757.31** 1.47tn 1.63 Diameter batang (cm) 0.22 0.03 37.04** 5.13tn 5.01 Jumlah daun (helai) 10.9 0.01 347.47** 0.21tn 2.00 Panjang daun (cm) 548.58 2.12 118.14** 0.46tn 2.95 Lebar daun (cm) 3.77 0.03 48.03** 0.36tn 4.13 Umur berbunga (HST) 186.33 3.03 73.02** 1.19tn 2.67 Panjang malai (cm) 23.7 1.25 19.09** 1.01tn 5.55 Diameter malai (cm) 0.96 0.05 10.35** 0.34tn 6.09 Bobot malai (g) 1714.45 54.92 67.19** 2.15tn 6.55 Bobot biji/ tanaman (g) 1332.44 49.07 60.86** 2.24tn 6.81

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, tn = tidak berbeda nyata

Tinggi Tanaman dan Diameter Batang

Tinggi tanaman penting untuk sorgum yang akan dipanen bijinya. Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan komponen hasil yaitu bobot biji per malai (Mutiah 2013), sehingga semakin tinggi tanaman maka bobot biji per malai semakin besar.

(24)

10

2). Ketidaksesuaian hasil dengan deskripsi merupakan indikasi bahwa lingkungan tumbuh dalam penelitian ini cukup baik.

Tinggi tanaman sorgum yang ideal dikembangkan di Indonesia adalah yang memiliki tinggi sekitar 100-140 cm (Roesmarkam et al. 1985), karena tinggi badan rata-rata penduduk Indonesia adalah 160-170 cm untuk laki-laki, dan 150-160 cm untuk perempuan (Indriati 2001). Tinggi ideal tanaman sorgum dapat memudahkan proses pemanenan dan membuat tanaman tidak mudah rebah. Untuk mengurangi tinggi tanaman dari galur-galur sorgum dapat disilangkan dengan galur introduksi P/I 150-20A dengan tinggi 120.67 cm sehingga dapat diperoleh keturunan dengan tinggi ideal.

Diameter batang terbesar dihasilkan oleh galur UPCA (1.95 cm) dan terkecil oleh galur P/I 150-20 (1.12 cm) (Tabel 2). Batang merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (Brown, 1984), diameter batang yang besar dapat menghasilkan bobot biji yang semakin besar (Mutiah 2013). Sungkono (2010) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara tinggi tanaman dan diameter tanaman sorgum.

Galur-galur yang tergolong tinggi (>180 cm) dengan diameter batang besar adalah galur N/UP 118-7 (1.87 cm), P/I 5-193 C (1.72 cm), Numbu (1.69 cm), dan Kawali (1.64 cm). Galur-galur yang tergolong pendek (<180 cm) dan menghasilkan tanaman dengan diameter besar adalah UPCA (1.95 cm).

Tabel 2 Nilai tengah karakter pertumbuhan galur-galur sorgum

Galur

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% dalam kolom yang sama

Daun Tanaman

(25)

11

Numbu menghasilkan tanaman dengan lebar daun terkecil sebesar 4.66 cm. Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan lebar daun sebesar 7.55 cm sesuai dengan deskripsi Balitsereal (2011) ± 7-9 cm (Tabel 2). Dogget (1988) menyatakan bahwa jumlah daun mempengaruhi tinggi tanaman. Daun sorgum dalam penelitian ini banyak yang mengalami gangguan antraknosa (Colletotrichum sp.) sehingga banyak galur yang membusuk dan kering kemudian lepas dari batang sorgum.

Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan daun terpanjang yaitu 100.74 cm, lebih panjang daripada deskripsi Balitsereal (2011) ± 50-70 cm, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman dengan daun terpendek yaitu 57.48 cm (Tabel 2).

Umur Berbunga

Galur P/I 5-193C merupakan galur yang lambat berbunga yaitu 74.67 HST, sedangkan galur N/UP 82-3 merupakan galur yang cepat berbunga yaitu 50.67 HST. Galur UPCA menghasilkan tanaman dengan umur berbunga yaitu 64.33 HST sesuai dengan deskripsi Balitsereal (2011) yaitu 55-69 HST. Galur Numbu menghasilkan populasi tanaman dengan umur berbunga yaitu 54.67 HST, lebih awal daripada deskripsi Balitsereal (2013) yaitu 69 HST. Galur Kawali menghasilkan populasi tanaman dengan umur berbunga saat 59 HST, lebih awal daripada deskripsi Balitsereal (2012) yaitu 70 HST (Tabel 2). Umur berbunga tidak berkorelasi positif dengan bobot biji per tanaman (Mutiah 2013). Untuk menghasilkan tanaman berumur genjah dari galur-galur sorgum dapat disilangkan dengan galur N/UP 82-3.

Tabel 3 Nilai tengah karakter komponen hasil galur-galur sorgum

Galur Panjang Malai Diameter malai Bobot malai Bobot biji per tanaman

(cm) (cm) (g) (g)

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% dalam kolom yang sama

Keragaan Malai

(26)

20-12

22 cm. Galur Numbu menghasilkan tanaman dengan panjang malai sebesar 18.90 cm, lebih pendek daripada deskripsi Balitsereal (2013) ± 22-23 cm. Galur Kawali menghasilkan tanaman dengan panjang malai sebesar 23.03 cm, lebih pendek daripada deskripsi Balitsereal (2012) ± 28-29 cm (Tabel 3). Galur Numbu menghasilkan tanaman dengan diameter malai terbesar sebesar 5.76 cm, sedangkan galur P/I 10-90 A menghasilkan tanaman dengan diameter malai terkecil sebesar 4.22 cm (Tabel 3).

Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan bobot malai total per tanaman terbesar sebesar 118.60 gram, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman dengan bobot malai total pertanaman terkecil sebesar 52.89 gram (Tabel 3). Bobot malai yang besar menghasilkan bobot biji/ tanaman yang tinggi. Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan bobot malai tanpa biji terbesar sebesar 14.36 gram, sedangkan galur P/I 150-21 A menghasilkan tanaman dengan bobot malai tanpa biji terkecil sebesar 5.48 gram (Tabel 3). Galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan bobot biji per tanaman paling besar sebesar 104.24 gram, sedangkan galur P/I 150-20 A menghasilkan tanaman dengan bobot biji per tanaman paling kecil sebesar 46.87 gram (Tabel 3). Galur Numbu dan galur N/UP 118-7 dapat digunakan sebagai calon tetua persilangan untuk menghasilkan tanaman dengan potensi hasil tinggi.

Korelasi Karakter Pertumbuhan dengan Komponen Hasil

Korelasi merupakan hubungan linear antara dua peubah (Walpole 1982). Tujuan dilakukannya analisis korelasi pada penelitian ini adalah untuk melihat keeratan hubungan antar karakter, menentukan karakter sekunder untuk seleksi (karakter umur berbunga yang genjah dan karakter tinggi tanaman yang rendah), dan mengetahui pengaruh seleksi terhadap karakter lain. Tujuan analisis korelasi tersebut mendukung tujuan pemuliaan sorgum yaitu untuk mendapatkan galur sorgum dengan tinggi kurang dari 160cm dan berdaya hasil tinggi. Karakter-karakter pertumbuhan yang memiliki korelasi nyata dengan komponen hasil dapat memberikan peluang dalam seleksi untuk mendapatkan tanaman yang memiliki potensi hasil yang tinggi.

(27)

13

Tabel 4 Korelasi karakter agronomi dengan komponen hasil

Peubah Tinggi

tanaman Diameter batang Jumlah daun Panjang daun Lebar daun Umur berbunga Panjang malai Diameter malai Bobot malai Diameter batang 0.267tn

Jumlah daun 0.702** 0.202tn

Panjang daun -0.233tn 0.675** -0.278tn

Lebar daun 0.196tn 0.454* 0.304tn 0.616**

Umur berbunga 0.199tn 0.238tn 0.269tn -0.008tn 0.239tn

Panjang malai 0.617** 0.237tn 0.675** -0.264tn 0.137tn 0.304tn

Diameter malai -0.332tn 0.254tn -0.344tn 0.457* 0.072tn -0.579** -0.443*

Bobot malai -0.275tn 0.524** -0.275tn 0.716** 0.363* -0.198tn -0.328tn 0.69**

Bobot biji/ tan 0.017tn -0.291tn -0.06tn -0.251tn -0.053tn 0.083tn -0.005tn -0.381* -0.255tn

Keterangan: * = nyata pada taraf uji P ≤ 0.05; ** sangat nyata pada taraf uji P ≤ 0.01; tn = tidak nyata pada taraf uji P ≤ 0.05 dan P ≤ 0.01

(28)

14

Karakter-karakter pertumbuhan yang dikorelasikan dengan komponen hasil tidak memiliki korelasi positif dan nyata dengan karakter bobot biji per tanaman, sehingga komponen hasil yang dipilih adalah karakter bobot malai. Karakter agronomi yang memiliki korelasi positif dan nyata dengan bobot malai adalah diameter batang, panjang daun, lebar daun, diameter malai (Tabel 4). Sungkono (2010) menyatakan bahwa diameter batang memiliki korelasi positif dan nyata dengan bobot biji per tanaman.

Karakter tanaman yang diinginkan adalah tanaman yang pendek, yang akan menghasilkan malai yang pendek. Karakter bobot malai yang diinginkan adalah bobot malai yang besar, sehingga seleksi ditujukan pada diameter batang yang besar, atau panjang daun dan diameter malai besar, karena karakter-karakter tersebut berkorelasi positif dengan bobot malai. Karakter tinggi tanaman tidak memiliki korelasi yang nyata dengan diameter batang, sehingga persilangan masih memungkinkan untuk mendapatkan tanaman dengan diameter batang besar, bobot malai besar, namun tanaman pendek. Karakter diameter batang dapat digunakan sebagai karakter seleksi untuk mendapatkan tanaman dengan bobot malai yang besar. Perbedaan hasil korelasi dengan penelitan sebelumnya (Mutiah 2013) diduga disebabkan oleh perbedaan galur yang digunakan sebagai bahan penelitian, serta adanya gangguan OPT yang mempengaruhi pertumbuhan maupun komponen hasil yang diamati.

Keragaan Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif merupakan karakter yang diamati dengan cara visual dan diberi skor sesuai dengan pedoman pengamatan. Galur Kawali menghasilkan tanaman yang memiliki kilau biji dibanding galur yang lain. Eksersi biji merupakan persentase penutupan biji oleh sekam. Galur P/I 5-193 C menghasilkan tanaman dengan eksersi biji dengan persentase terkecil sebesar 25% dan galur P/I 150-21 A menghasilkan tanaman dengan persentase eksersi biji terbesar sebesar 75%. Galur Kawali dan Numbu masing-masing menghasilkan biji berwarna kekuningan, galur UPCA, dan N/UP 82-3 masing-masing menghasilkan biji yang berwarna putih, galur P/I 5-193 C, P/I 150-21 A, P/I 10-90 A dan N/UP 89-3 masing-masing menghasilkan biji yang berwarna merah, sedangkan galur P/I 150-20 A dan N/UP 118-7 masing-masing menghasilkan biji yang berwarna abu-abu (Tabel 5).

(29)

15

Tabel 5 Keragaan karakter kualitatif biji

Galur

Karakter

Kilau

biji Jejanggut

Biji Kemontokan Eksersi biji/

Warna biji terbentuk

per bulir biji panjang sekam

Kawali Berkilau Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Kekuningan Numbu Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Kekuningan UPCA Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Putih P/I 5-193 C Tidak Tidak Satu Gemuk 25% tertutup Merah P/I 150-21 A Tidak Tidak Satu Gemuk 75% tertutup Merah P/I 10-90 A Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Merah P/I 150-20 A Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Abu-abu N/UP 89-3 Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Merah N/UP 118-7 Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Abu-abu N/UP 82-3 Tidak Tidak Satu Gemuk 50% tertutup Putih

Gambar 2 Warna biji sorgum: Kawali (A), Numbu (B), UPCA (C), P/I 5-193 C (D), P/I 150-21 A (E), P/I 10-90 A (F), P/I 150-20 A (G), N/UP 89-3 (H), N/UP 118-7 (I), N/UP 82-3 (J)

Stigma bunga pada galur Kawali, P/I 150-20 A, dan N/UP 82-3 berwarna kuning muda, pada galur Numbu berwarna putih. Sementara itu pada galur UPCA, P/I 10-90 A, N/UP 89-3, dan N/UP 118-7 stigma bunga berwarna putih kekuningan dan pada galur P/I 5-193 C dan P/I 150-21 A berwarna kuning medium. Galur N/UP 89-3 menghasilkan tanaman dengan tipe eksersi malai slightly exserted dan galur N/UP 118-7 menghasilkan tanaman dengan tipe eksersi malai exserted, sedangkan sisanya merupakan tipe well-exserted. Galur P/I 5/193 C menghasilkan tanaman dengan bentuk malai yang lebar di bagian bawah, sedangkan galur-galur yang lain merupakan tipe simetris (Tabel 6). Berdasarkan bentuk malai, hampir semua galur dapat digunakan sebagai tetua untuk karakter eksersi malai kecuali galur N/UP 89-3 dan N/UP 118-7.

A B C D E

(30)

16

Tabel 6 Keragaan karakter kualitatif stigma dan malai

Galur

Karakter

Warna stigma Eksersi malai Kepadatan Bentuk malai matang malai Kawali Kuning muda Well exserted Padat Simetris Numbu Putih Well exserted Padat Simetris UPCA Putih kekuningan Well exserted Padat Simetris P/I 5-193 C Kuning medium Well exserted Padat Lebar di bagian bawah P/I 150-21 A Kuning medium Well exserted Padat Simetris P/I 10-90 A Putih kekuningan Well exserted Padat Simetris P/I 150-20 A Kuning muda Well exserted Padat Simetris N/UP 89-3 Putih kekuningan Slightly exserted Padat Simetris N/UP 118-7 Putih kekuningan Exserted Padat Simetris N/UP 82-3 Kuning muda Well exserted Padat Simetris

Gambar 3 Contoh warna stigma: putih (A), kuning (B) Viabilitas Serbuk Sari

Antesis secara berurutan dimulai dari malai bagian distal (hari pertama), bagian tengah malai (hari ketiga), dan bagian proksimal malai (hari kelima) (Tabel 7). Penurunan viabilitas serbuk sari terjadi secara serempak pada tiap galur (Gambar 5). Semua galur menunjukkan perubahan viabilitas serbuk sari yang sama, meningkat dari fase 2 hari sebelum antesis ke fase antesis, kemudian menurun pada fase 2 hari setelah antesis (Gambar 5). Perbedaan yang mempengaruhi penurunan dan kenaikan viabilitas serbuk sari adalah waktu pada saat antesis. Antesis terjadi tepat hari malai bagian distal mulai berbunga, bagian pada bagian tengah antesis terjadi pada hari ketiga setelah malai mulai berbunga, dan pada bagian proksimal antesis terjadi pada hari kelima setelah malai mulai berbunga.

Viabilitas serbuk sari tertinggi dicapai pada saat antesis baik pada malai bagian distal, tengah, maupun proksimal. Hal ini disebabkan oleh bunga pada malai bagian distal mekar lebih dahulu disusul dengan bunga bagian tengah dan proksimal. Poehlman dan Sleeper (1995) menyatakan bahwa perbedaan waktu pada tiap bagian malai sorgum untuk antesis dimulai dari bagian malai paling atas dan diikuti oleh bagian malai di bawahnya sampai ke bagian pangkal malai.

(31)

17

Serbuk sari dalam 1 malai tersedia hingga 6 hari. Saat terbaik untuk mengambil serbuk sari untuk melakukan penyerbukan manual atau persilangan adalah pada hari ketiga untuk malai bagian tengah (Gambar 5) dan kelima pada malai bagian proksimal (Gambar 5). Malai bagian tengah dan proksimal merupakan bagian malai yang lebih padat dibanding bagian distal, sehingga memiliki sumber serbuk sari yang lebih banyak dibanding bagian distal.

Gambar 4 Serbuk sari viabel (panah hijau) dan tidak viabel (panah merah) Warid (2009) menunjukkan bahwa uji viabilitas serbuk sari sorgum yang didapat dengan pewarna IKI sebesar 29.1% pada saat antesis, lebih rendah daripada hasil pengamatan penelitian ini. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat yaitu 35-46% pada malai bagian atas, 34-47% pada malai bagian tengah, 39-44% pada malai bagian bawah, semuanya pada saat antesis. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan galur yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 5 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari pada malai bagian atas/ distal, tengah, bawah/ proksimal

(32)

18

Tabel 7 Periode produksi serbuk sari yang viabel selama 7 hari

Galur Bagian malai Viabilitas (%) pada fase perkembangan bunga

A A+2 A+4 A+6

Galur Bagian malai Viabilitas (%) pada fase perkembangan bunga

A-2 A A+2 A+4

Galur Bagian malai Viabilitas (%) pada fase perkembangan bunga

(33)

19

Semua galur yang diuji tidak mempunyai karakter steril jantan. Jika akan digunakan sebagai tetua betina untuk persilangan, perlu dilakukan emaskulasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Galur-galur yang diuji mempunyai karakter agronomi yang berbeda. Galur yang sesuai untuk calon tetua persilangan untuk perbaikan tinggi tanaman adalah P/I 150-20 A dan untuk perbaikan potensi hasil adalah Numbu dan N/UP 118-7.

Galur-galur sorgum yang diuji mempunyai morfologi bunga yang berbeda dalam warna stigma, tipe eksersi malai dan bentuk malai, tetapi tidak berbeda dalam kepadatan malai. Semua galur dapat digunakan sebagai tetua untuk karakter eksersi malai kecuali galur N/UP 89-3 dan N/UP 118-7.

Galur-galur yang diuji mempunyai umur berbunga yang berbeda. Viabilitas serbuk sari tertinggi diperoleh dari tiap bagian malai (distal, tengah dan proksimal) pada hari antesis.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan tentang viabilitas serbuk sari sorgum dan masa reseptif stigma sorgum dengan metode yang berbeda sehingga bisa menunjukkan hasil yang maksimal dan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan lainnya dalam pemilihan calon tetua persilangan.

DAFTAR PUSTAKA

Aribisala AO. 1990. Industrial Utilization of Sorghum in Nigeria. Di dalam: ICRISAT, editor. Summary Proceedings of a Symposium on the Current Status and Potential of Industrial Uses of Sorghum in Nigeria; 1989 Des 4-6; Kano, Nigeria. Kano (NG): ICRISAT. hlm 13-14

Baco D, Mejaya M, dan Singgih S. 1998. Sorghum research and development for dryland in Indonesia, Di dalam: Gowda CLL dan Stenhouse JW, editor. Strengthening Sorghum Research Collaboration in Asia; 1997 Nov 18-21; Suphan Buri, Thailand. India (IN): ICRISAT. hlm 47-48.

[Balitsereal] Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2011. Varietas UPCA-S1 (Sorgum). [Internet]. [diunduh pada 2 Desember 2013]. Tersedia pada http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vi ew=article&id=245:upca-s1-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum.

[Balitsereal] Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2012. Varietas Kawali (Sorgum). [Internet]. [diunduh pada 2 Desember 2013]. Tersedia pada http://bali tsereal.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article &id=116:kawali-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum.

(34)

20

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data Iklim.Bogor [ID]: BMKG.

Brown RH. 1984. Growth of the green plant. Tesar MB, editor. Physiological Basis of Crop Growth and Development. Wisconsin (US). hlm 153-173. Burton, GW. 1984. Plant breeding 1910-1984. Di dalam: Gustafson JP, editor.

Gene Manipulation in Plant Improvement. 16th Stadler Genetics Symposium. New York (US): Springer. hlm 1-13.

Dogget H. 1988. Sorghum. London (UK): Longman.

[FAO] Food and Agricultural Organization. 2012. Discussion paper on fungi and mycotoxins in sorghum. [Internet]. [diunduh 6 November 2012]. Tersedia pada ftp://ftp.fao.org/codex/meetings/cccf/cccf6/cf06_14e.pdf.

[FAO] Food and Agricultural Organization. 2013. FAO statistics. [Internet].

[diunduh 28 Januari 2013]. Tersedia pada

http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx?PageID=567#ancor. Freeman, J.E. 1970. Development and structure of the sorghum plant and its fruit.

Di dalam: Wall JS dan Ross WM, editor. Sorghum Production and Utilization. Connecticut [US]: Avi Publishing Company. hlm 28-72.

[FSD] Foundation for Sustainable Development. 1999. Sorghum: Post-harvest operations. [Internet]. [diunduh 7 November 2012]. Tersedia pada http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/inpho/docs/Post_Harvest_Compen dium_-_SORGHUM.pdf.

Hoeman S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum. Jakarta (ID): Dirjenbun.

House LR. 1985. A Guide to Sorghum Breeding.. Andhra Pradesh (IN): ICRISAT. Ed ke-2.

Human S, Sihono. 2010. Sorghum breeding for improved drought tolerance using induced mutation with gamma irradiation. J Agron Indonesia 38(2):95-99. Indriati E. 2001. Tinggi Badan Laki-laki dan Perempuan Masyarakat Bali Zaman

Perunggu dan Tinggi Badan Manusia dari Masa ke Masa. [Internet]. [diunduh pada 2 Desember 2013]. Tersedia pada http://lib.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=479. Lansac AR, Sullivan CY, Johnson BE, Lee KW. 1994. Viability and germination

of the pollen of sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Annals of Botany 74(1):27-33.

Martin JH, Leonard WH, Stamp DL. 1976. Principles of Field Crop Production. London (GB): Collier Macmillan Publishers. Ed ke-3.

Mutiah Z. 2013. Uji daya hasil sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di tanah masam, Jasinga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Okiyo T, Gudu S, Kiplagat O, Owuoche J. 2010. Heterosis in sorghum and potential for hybrid sorghum production in Kenya. [Internet]. [diunduh 14 Desember 2012]. Tersedia pada http://www.kari.org/biennialconference/ conference12/docs/HETEROSIS%20IN%20SORGHUM%20AND%20POTE NTIAL%20FOR%20HYBRID%20SORGHUM%20PRODUCTION%20IN% 20KENYA.pdf.

(35)

21

Poehlman JM, Sleeper DA. 1995. Breeding Field Crops. Iowa (US): Iowa State Univ Pr. Ed ke-4

Quinby JR, Schertz KF. 1970. Sorghum genetics, breeding, and hybrid seed production. Di dalam: Wall JS dan Ross WM, editor. Sorghum Production and Utilization. Connecticut (US): Avi Publishing Company. hlm 73-117. Ramakrishna, A, Gowda CLL. 1998. Working groups for collaborative sorghum

research in Asia. Di dalam: Gowda CLL dan Stenhouse JW, editor. Strengthening Sorghum Research Collaboration in Asia; 1997 Nov 18-21; Suphan Buri, Thailand. India (IN): ICRISAT. hlm 11-12.

Reddy BVS, Rao P. 1998. Diversification of sorghum male-sterile lines at ICRISAT. Di dalam: Gowda CLL dan Stenhouse JW, editor. Strengthening Sorghum Research Collaboration in Asia; 1997 Nov 18-21; Suphan Buri, Thailand. India (IN): ICRISAT. hlm 13-16.

Reddy, BVS, Ramesh S, Reddy PS. 2006. Sorghum genetic resources, cytogenetics, and improvement. Di dalam: Singh RJ, Jauhar PP, editor. Genetic Resources, Chromosome Engineering, and Crop Improvement. Boca Raton (US): CRC Pr. hlm 322-363.

Rismunandar, 1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung (ID): Penerbit Sinarbaru.

Roesmarkam S, Subandi E, Muchlis. 1985. Hasil Penelitian Tanaman Sorgum. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Scherzt KF, Dalton LG. 1993. Sorghum. Di dalam: Fehr WR, Hadley H, editor. Hybridization of Crop Plants. Wisconsin (US): American Society of Agronomy, Inc and Crop Science Society of America. hlm 577-588.

Soenartiningsih dan Rahmawati. 2011. Ketahanan beberapa varietas/ galur sorgum terhadap penyakit antraknosa. Di dalam: Rahayu NE, Suyanti D, Rapar C, Wafa WE, editor. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2011; 2011 Okt 3-4; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balitsereal. hlm 489-493.

Stoskopf NC, Tomes DT, Christie BR. 1993. Plant Breeding: Theory and Practice. Oxford (GB): Westview Pr.

Sungkono, Trikosoemaningtyas, Wirnas D, Sopandie D, Human S, dan Yudianto MA. 2009. Pendugaan parameter genetik dan seleksi galur mutan sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di tanah masam. Bul. Agron. Indonesia 37(3):220-225.

Sungkono. 2010. Seleksi galur mutan (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk produktivitas biji dan bioetanol tinggi di tanah masam melalui pendekatan Participatory Plant Breeding [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suprihatno BB, Sutaryo B, Silitonga TS. 1994. Hybrid rice research in Indonesia. Di dalam: Virmani SS, editor. Selected Papers from the International Rice Research Conference, Hybrid Rice Technology: New Development and Future Prospect. International Rice Research Institute (PH): IRRI . hlm 195-205.

Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia. Terjemahan dari: Introduction to Statistics.

(36)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 24 Februari 1991 dari ayah Bertty Desmon Momongan dan ibu Daisy Nicoline Elfrida Saroinsong. Penulis adalah putra satu-satunya dalam keluarga. Tahun 2007 penulis masuk SMA Negeri 1 Manado dan menyelesaikan studi pada tahun 2009. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan 10 galur sorgum
Tabel 2 Nilai tengah karakter pertumbuhan galur-galur sorgum
Tabel 3 Nilai tengah karakter komponen hasil galur-galur sorgum
Tabel 4 Korelasi karakter agronomi dengan komponen hasil
+5

Referensi

Dokumen terkait

Proses untuk mengubah teks cerita ulang menjadi bentuk teks lain dinamakan dengan istilah mengonversi.. Dalam mengonversi

Karakteristik ini ditambah dengan konsistensi yang sangat licin menyebabkan manitol menjadi eksipien pilihan untuk formulasi tablet kunyah.

Sebagai upaya untuk menuju kondisi ideal yang diharapkan, maka perlu dilakukan upaya terobosan yang melibatkan semua pihak terkait dalam pendayagunaan aparatur

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.. Kediri, 17 November 2015 Saya

Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara

i Rencana Strategis R RI 2015-2019 secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan dalam kurun waktu 2015-2019 yang mengandung koordinasi dan identiikasi

Gambar 1.1 Kondisi Kamar Mandi Sekolah SD Tut Wuri Handayani Menyadari akan pentingnya peranan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Selain itu, perlu dilakukan studi inventarisasi, taksonomi, ekologi, genetik, perilaku, fisiologi, ekogeografi flora dan fauna yang belum diketahui secara ilmiah, termasuk