• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang ada di permukaan bumi. Menurut Lo (1995) salah satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan dan penutupan lahan terletak pada skema pemilihan klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Kemudian Ambarita dkk (2003) menyatakan bahwa citra penginderaan jauh sangat bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan pesisir karena daerah yang sulit dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan dengan menggunakan citra.

Hasil klasifikasi dengan menggunakan citra Landsat desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tipe penutupan lahan yaitu: hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, badan air (sungai) dan tambak. Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan data citra Landsat TM (Land Satelite Thematic Mapper) serta data pendukung dari lapangan. Sedangkan penentuan tipe-tipe penutupan lahan tersebut berdasarkan pada survey pendahuluan yang telah dilakukan sehingga memudahkan dalam melakukan analisis perubahan penutupan lahan.

Klasifikasi penutupan lahan pada citra Landsat dilakukan secara digitasi

onscreen. Menurut Sambah dan Zainul (2008) digitasi onscreen adalah proses

merubah data analog atau data digital yang berformat raster (jpeg, tiff, gif, dll) yang ada pada layar komputer menjadi data digital berformat vektor (shp, dwg, dxf) dan mempunyai data atribut. Metode ini digunakan karena pada citra Landsat tahun 2006 dan tahun 2009 pada

wilayah penelitian mengalami kerusakan pada kanal SLC, sehingga citra mengalami strip/garis – garis pada hasil pemotretannya (Stripping). Garis – garis tersebut merupakan area yang tidak terpotret oleh satelit disamping itu banyak terdapat tutupan awan pada lokasi penelitian.

Pemberian atribut polygon tutupan lahan dilakukan berdasarkan interpretasi secara visual pada masing-masing citra dengan menggunakan kriteria/unsur interpertasi dan untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan dilakukan pengecekan/pengamatan langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Lillesand dan Keifer (1994) menyatakan bahwa unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis dalam intrepetasi tipe tutupan lahan meliputi: ukuran, rona (tone), warna, tekstur, pola dan resolusi. Sedangkan untuk mencocokkan tipe tutupan lahan hasil interpetasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan dilakukan pengecekan yang meliputi batas-batas poligon dan pengkodean legenda peta. Untuk lebih jelasnya hasil digitasi onscreen pada citra Landsat dapat dilihat pada Gambar 5.

G amb ar 5 P eta H as il D ig ita si O n scr een P ad a C it ra L an d sat

Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Secara umum desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera Utara diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tipe penutupan lahan, yaitu : hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Hasil dari keenam penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 6.

(2)

Gambar 6. Berbagai Tipe Penutupan Lahan Di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai : (1) Mangrove, (2) Pemukiman, (3) Perkebunan, (4) Sawah, (5) Sungai, (6)Tambak

(1) (2)

(3) (4)

Hutan mangrove adalah hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai dan sungai yang belum maupun yang telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan. Pada citra Landsat kombinasi band 543, hutan mangroveditandai dengan rona agak gelap s/d terang, Warna hijau keunguan, tekstur agak halus, pola tidak teratur, terletak di daerah pantai dan muara sungai-sungai besar dan biasanya terdapat bukaan tambak dan lahan terbuka.

Pemukiman adalah kawasan permukiman baik perkotaan, perdesaan, industri yang memperlihatkan pola alur rapat. Pada lokasi penelitian citra Landsat kombinasi band 543, pemukiman ditandai dengan rona terang, warna merah muda, tekstur agak kasar, pola seragam, terdapat jaringan jalan dan kenampakan lahan terbangun.

Perkebunan adalah seluruh kawasan perkebunan baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Pada citra Landsat kombinasi band 543, ditandai dengan rona agak terang, warna hijau muda sampai tua, tekstur agak halus dan kasar, bentuk beraturan, pola seragam dan adanya jaringan jalan bangunan. Sedangkan sawah adalah semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang, pada citra dengan rona agak terang sampai gelap, warna biru bercak merah muda, dekat dengan pemukiman dan perairan, tekstur halus dan pola seragam.

Sungai adalah kenampakan perairan pada daratan. Pada citra Landsat kombinasi band 543, sungai ditandai dengan rona gelap, warna biru kehitaman, tekstur halus dan pola tidak teratur. Sedangkan tambak adalah aktivitas perikanan darat atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar pantai.

Pada citra Landsat kombinasi band 543, tambak ditandai dengan rona agak terang, warna biru kehitaman, tekstur halus, pola seragam, terdapat lahan terbangun/jalan dan dekat dengan muara sungai/pinggir laut.

Berdasarkan hasil intrepretasi dan klasifikasi tipe penutupan lahan pada citra Landsat tahun 2002, 2006 dan 2009 di desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai, maka diperoleh luasan dari masing-masing tipe penutupan lahan. Dari setiap kelas tutupan lahan dari tahun ke tahun ( 3 priode pengamatan ) ada yang mengalami penambahan luasan dan ada yang mengalami penurunan luasan. Untuk hasil pengamatan tipe-tipe penutupan lahan desa-seda pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002, 2006 dan 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Penutupan

lahan Tahun 2002 Tahun 2006 Tahun 2009

Perubahan 2002 - 2006 Perubahan 2006 - 2009 Perubahan 2002 - 2009

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)

Mangrove 2707,73 2507,17 2174,74 -200,56 -1,07 -332,43 -1,77 -532,99 -2,84 Pemukiman 2094,70 2184,52 2272,36 +89,96 +0,48 +87,10 +0,46 +177,06 +0,94 Perkebunan 2450,84 2866,05 3721,06 +415,20 +2,21 +855,01 +4,56 +1270,21 +6,77 Sawah 8124,53 7948,60 7673,76 -175,93 -0,94 -274,85 -1,46 -450,77 -2,40 Sungai 393,32 387,82 381,09 -5,50 -0,03 -6,72 -0,04 -12,22 -0,07 Tambak 2978,66 2855,62 2526,77 -123,03 -0,66 -328,86 -1,75 -451,89 -2,41 Total 18749,78 18749,78 18749,78

Sumber : Analsisi GIS

Keterangan : Tanda (-) menunjukkan tutupan lahan mengalami pengurungan luasan Tanda (+) menunjukkan tutupan lahan mengalami penambahan luasan

Berdasarkan hasil klasifikasi data citra Landsat tahun 2002, diperoleh hasil bahwa kondisi penutupan lahan di desa – desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai sudah mengalami perubahan tutupan lahan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat bahwa tutupan lahan tambak lebih besar dari pada hutan mangrove. Untuk tambak 2.978,65 Ha dan mangrove 2.707,73 Ha. Pertanyaan ini juga diperkuat dari hasil interview dengan masyarakat sekitar, bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan dari hutan mangrove menjadi tambak di era tahun 1990-an. Sedangkan tutupan lahan sawah merupakan jenis tutupan lahan yang terbesar yaitu 8.124,53 Ha dan sungai merupakan tutupan lahan dengan luasan terkecil yaitu 393,31 Ha.

Hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2006 (Tabel 5) menunjukkan telah terjadi perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih merupakan jenis tutupan lahan yang terluas sebesar 7.948,60 Ha. Hal ini sesuai dengan pernyataan USU (1999) yang menyatakan bahwa kawasan pesisir bahwa tanaman pertanian cocok tumbuh di kawasan pesisir, kemudian BPS (2008) menambahkan bahwa pada umumnya kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai mayoritas mata pencahariannya petani. Kemudian disusul secara berturut-turut perkebunan sebesar 2.866,04 Ha, tambak sebesar 2855,62 Ha, mangrovesebesar 2507,17 Ha, pemukiman sebesar 2.184,52 Ha dan terakhir sungai sebesar 387,815 Ha.

Pada citra Landsat tahun 2009 (Tabel 5) menunjukkan tidak terjadi perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih merupakan jenis tutupan lahan terluas sebesar 7.673,76 Ha, kemudian disusul secara berturut-turut perkebunan sebesar 3.721,06 Ha, tambak sebesar

2.526,77 Ha, pemukiman sebesar 2.272,36 Ha, mangrovesebesar 2.174,74 Ha dan sungai sebesar 381,09 Ha.

Perubahan Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Menurut (Lillesand dan Kiefer, 1994) perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan karena manusia mengalami kondisi yang berubah dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada waktu yang berbeda. Deteksi perubahan mencakup perubahan keadaan suatu lahan dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada wilayah tertentu yang dipotret oleh suatu satelit dari luar angkasa yang mempunyai orbit tertentu dan hasilnya dapat dipetakan dan dibandingkan.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi. Sebagai akibatnya wilayah ini merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai kegiatan manusia. Akibat aktifitas manusia yang tinggi di wilayah ini dan akibat posisi geografisnya, maka wilayah pesisir rentan terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini terjadi pada desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai karena adanya kepentingan untuk kehidupan maka terjadi perubahan lahan.

Berdasarkan hasil pengecekan titik sampel yang telah dilakukan di lapangan sebanyak 80 titik (Lampiran 3). Titik sampel yang sesuai dengan hasil interpretasi dan mengalami perubahan lahan sebanyak 69 titik, sehingga diperoleh nilai akurasinya sebesar 86,25%. Menurut Short (1982) dan Estes dalam Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap akurat. 11 titik sampel tidak sesuai dengan hasil diperoleh karena kesalahan waktu proses pembuatan digitasi yang disebabkan citra Landsat yang mengalami kerusakan.

Hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit landsat ETM tahun 2002, 2006 dan tahun 2009, kawasan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai mengalami perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan ada yang mengalami penambahan dan pengurangan luasan dari satiap tipe-tipe penutupan lahan. Perubahan tutupan lahan itu dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu : perubahan tahun 2002 – 2006, perubahan tahun 2006 – 2009 dan perubahan tahun 2002 – 2009. Untuk hasil analisis dari setiap perubahan desa pesissir Kabupaten Serdang Bedagai dapat di dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perubahan Tutupan Lahan di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2002, 2006 dan 2009.

Hasil perbandingan perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai selama tiga (3) periode pengamatan (Tahun 2002-2006, Tahun 2006-2009 dan Tahun 2002-2009) menunjukkan bahwa tutupan lahan yang secara terus-menerus mengalami pengurangan areal adalah lahan mangrove, sawah,

sungai dan tambak. Sedangkan tutupan lahan yang terus-menerus mengalami penambahan luasan adalah pemukiman dan perkebunan. Untuk total luasan perubahan dari setiap pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7.

Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Perubahan bentuk tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai selama tiga (3) periode pengamatan dapat diketahui dengan menggunakan tools Change Detection pada Arc View GIS 3.3. Hasil dari setiap perubahan bentuk tutupan lahan adalah sebagai berikut:

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002- 2006.

Berdasarkan hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit landsat ETM tahun 2002 dan tahun 2006 kawasan desa pesisir mengalami perubahan bentuk penutupan lahan. Bentuk perubahan tutupan lahan tersebut menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan luas. Perubahan tersebut terjadi pada semua jenis penggunaan lahan yang ada di kawasan desa pesisir tersebut yaitu hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Kondisi bentuk perubahan penutupan lahan tahun 2002 – 2006 seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bentuk-Bentuk dan Luas Perubahan Tutupan Lahan Desa Berpesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2002-2006

Sumber : Hasil Analisis Citra Tahun 2002 dan 2006 2006

2002

Mangrove Pemukiman Perkebunan Sawah Sungai Tambak

Total Proporsi Total Proporsi Luasan Luasan Berubah Berubah

(Ha) (%) (Ha) (%) Mangrove 2.507,17 10,06 110,00 - - 80,50 2.707,73 14,28 200,56 39,71 Pemukiman - 2.184,66 - - - - 2.184,66 11,05 - - Perkebunan - - 2.866,05 - - - 2.866,05 14,06 - - Sawah - 75,03 100,90 7.948,60 - - 8.124,53 42,85 175,93 34,84 Sungai - 5,50 - - 387,82 - 393,32 2,05 5,50 1,09 Tambak - - 123,03 - - 2.855,62 2.978,66 15,71 123,03 24,36 Total Luasan 2.507,17 2.275,25 3.199,98 7.948,60 383,52 2.936,12 19.250,64 100 505,02 100 Proposi Luasan 13,02 11,82 16,62 41,29 1,99 15,25 100 100 - - Total Berubah - 90,59 333,93 - - 80,50 505,02 - 505,02 - Proposi Berubah - 17,94 66,12 - - 15,94 100 - - 100

Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2002-2006 (Tabel 6) menunjukkan telah terjadi perubahan penutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana total luas perubahan yang mengalami perubahan peningkatan luas wilayah yang paling besar adalah hutan mangrove sebesar 200,56 Ha atau 39,71%, kemudian disusul secara berturut- turut sawah 175,93 Ha atau 34,84%, tambak sebesar 123,03 Ha atau 24,36%, dan terakhir sungai sebesar 5,50 Ha atau 1,089%. Sedangkan tutupan lahan pemukiman dan perkebunan tidak mengalami pengurangan luasan justru mengalami penambahan luasan. Peta hasil perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 8.

G am ba r 8. P et a B ent uk P er uba ha n P enut upa n L ah an D i D es a P es is ir K abupa te n S er da ng B eda ga i T ahun 2002 -2006

Hutan mangrove merupakan tutupan lahan yang mengalami penekanan perubahan yang cukup besar dibandingkan tutupan lahan yang lainnya. Bentuk perubahan tutupan lahannya adalah pemukiman sebesar 10,06 Ha disusul perkebunan sebesar 110,00 Ha dan tambak sebesar 80,50 Ha. Hal ini sesuai yang dilaporkan Onrizal (2010) menyatakan luas hutan mangrovedengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dalam 4 (empat) kali pengukuran berbeda (1977, 1988/1989, 1997 dan 2006) di pesisir timur Sumatera Utara dari tahun ketahun terus-menerus mengalami penurunan. Kemudian Styawan dan Winarno (2006) menegaskan bahwa faktor yang menyumbang paling besar terhadap kerusakan ekosistem mangroveberdasarkan hasil penelitian di kawasan pesisir kabupaten Rembang, Jawa Tengah adalah: pertambakan, penebangan pepohonan, reklamasi dan sedimentasi, serta pencemaran lingkungan. Untuk hasil analisis peta perubahan lahan mangrove tahun 2002 – 2006 kawasan pesisir Serdang Bedagai dapat di lihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Bentuk Perubahan Penutupan Lahan MangroveDi Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2002-2006.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan perubahan tutupan lahan mangrovemenjadi pemukiman disebabkan karena pertambahan jumlah penduduk yang cukup signifikan (BPS, 2002 dan 2006) yang konsekuensinya membutuhkan ruang yang lebih luas untuk pemukiman dan penghidupan. Disamping itu perubahan lahan ini juga ditandai dengan peningkatan jumlah para nelayan seperti di desa Sialang Buah dan desa Kuala Lama dengan berdirinya pemukiman para nelayan.

Perubahan tutupan lahan mangroveberalih fungsi menjadi perkebunan dan tambak disebabkan karena sepanjang tahun 2002 – 2006 disepanjang kawasan pesisir Serdang Bedagai mulai berdiri perusahaan perkebunan dan tambak yang menghabiskan ekosistem mangrove. Perubahan lahan perkebunan dapat dijumpai pada desa Gelam Sei Sarimah dan Bandar Kalipah. Sedangkan perubahan lahan menjadi tambak dapat dijumpai pada desa Kota Pari.

Pada penutupan lahan pemukiman dan perkebunan berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan extention Change Detection

tidak mengalami penurunan luasan melainkan mengalami penambahan luas

tutupan. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah bangunan baru yang singkron dengan meningkatnya jumlah penduduk dan juga bertambah banyaknya tumbuh tanaman perkebunan sawit baik itu milik perusahaan maupun milik warga masyarakat setempat. Bertambahnya luasan tutupan lahan perkebunan di kawasan pesisir Serdang Bedagai menurut Hakim (2010) dikarenakan masyarakat pesisir melihat cerahnya prospek hasil perkebunan kelapa sawit. Alasan ini diperkuat karena harga dari penjualan minyak kelapa sawit di Indonesia yang pada saat ini

sangat menguntungkan untuk dikembangkan oleh masyarakat pesisir maupun perusahaan swasta.

Pada tutupan lahan sawah dari tahun 2002 – 2006 mengalami pengurangan luasan menjadi pemukiman sebesar 75,02 Ha dan Perkebunan sebesar 100,90 Ha. Pengurangan luasan menjadi pemukiman disebabkan karena pesatnya pembangunan di berbagai bidang dan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang menyebabkan semakin banyak kebutuhan lahan baik untuk kebutuhan pembangunan di berbagai sektor maupun untuk tempat tinggal. Sedangkan alih fungsinya sawah menjadi perkebunan berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat petani dan Kurdianto (2010) menyatakan karena hasil usaha tani sawit lebih tinggi dari pada usaha tanam padi disamping itu usaha tani sawit lebih rendah dan nilai jual/anggunan kebun kelapa sawit nilanya lebih tinggi.

Penutupan lahan sungai mengalami alih fungsi menjadi pemukiman sebesar 5,50 Ha disebabkan karena dipinggiran sungai banyak berdiri bangunan untuk tempat pengumpulan hasil tanggapan para nelayan yang biasa disebut jambur. Hal ini sesuai yang dinyatakan Purwoko (2002) menyatakan bahwa perubahan lahan sungai menjadi pemukiman di kawasan pesisir dengan menggunakan citra satelit berbasis sistem imformasi geografis karena adanya kegiatan perikanan yang dilakukan persis di tepi sungai/alur.

Pada tutupan lahan tambak hanya mengalami perubahan menjadi perkebunan sebesar 123,03 Ha. Perubahan lahan ini terjadi karena tambak hampir sepanjang kawasan pesisir Serdang Bedagai sejak tahun 2000-an sudah tidak berfungsi lagi. Tambak yang sudah tidak berfungsi lagi dibiarkan saja sehingga

para pemilik lahan tambak mengkonversinya menjadi perkebunan sawit. Beralih fungsinya tambak menjadi perkebunan menurut Ramli dan Purwoko (2003) karena untuk memulai penanaman produksi kelapa sawit cukup murah, hanya memiliki syarat tanah liat gembur dan tanah gambut yang memiliki pengairan cukup bagus seperti yang terjadi pada kasus lahan pertambakan dan perkebunan kepala sawit.

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2006 – 2009

Hasil analisis citra landsat ETM tahun 2006 dan 2009, menunjukkan bahwa desa-desa pesisir Serdang Bedagai mengalami bentuk perubahan penutupan lahan yang tidak berbeda dengan perubahan tutupan lahan tahun 2002- 2006. Perubahan tersebut terjadi pada semua jenis penggunaan lahan yang ada yaitu: hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Bentuk dan luas perubahan lahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bentuk-Bentuk dan Luas Perubahan Tutupan Lahan Desa Berpesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2006-2009

2009 2006

Mangrove Pemukiman Perkebunan Sawah Sungai Tambak

Total Proporsi Total Proporsi Luasan Luasan Berubah Berubah

(Ha) (%) (Ha) (%) Mangrove 2.174,74 32,19 300,23 - - - 2.507,17 12,66 332,43 35,26 Pemukiman - 2.271,76 - - - - 2.271,76 11,55 - - Perkebunan - - 3721,06 - - - 3.721,06 18,92 - - Sawah - 20,71 254,02 7673,76 - - 7.948,49 40,41 274,73 29,14 Sungai 2,00 2,21 2,51 - 381,09 - 387,82 1,98 6,72 0,71 Tambak 18,09 - 310,77 - - 2.526,77 2.855,62 14,48 328,86 34,88 Total Luasan 2.194,84 2.326,88 4.588,59 7.673,76 381,09 2.526,77 19.691,92 100 942,74 100 Proposi Luasan 11,15 11,82 23,30 38,97 1,94 12,83 100 100 - - Total Berubah 20,09 55,12 867,53 - - - 942,74 - 942,74 - Proposi Berubah 2,13 5,85 92,02 - - - 100 - - 100

Bentuk perubahan lahan yang mengalami total perubahan yang paling besar sepanjang tahun 2006 – 2009 (Tabel 5) adalah hutan mangrovesebesar 332,43 Ha atau 35,26%, kemudian disusul secara berturut – turut tambak sebesar 328,86 Ha atau 34,88%, sawah sebesar 274,73 Ha atau 29,14% dan terakhir sungai sebesar 6,72 Ha atau 0,71% dari total luasan. Sedangkan tutupan lahan pemukiman dan perkebunan tidak mengalami alih fungsi lahan justru mengalami penambahan luasan dari tahun ketahun. Peta perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 10.

G am ba r 10. P et a B ent uk P er uba ha n P enut upa n L aha n D i D es a P es is ir K abupa te n S er da ng B eda ga i T ahun 2006 -2009

Berdasarkan analisis perubahan lahan tahun 2006 dan 2009 (Tabel 7 dan Gambar 10) menunjukkan bahwa desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tiap tahunnya mengalami peningkatan perubahan lahan. Tutupan lahan yang terus-menerus mengalami penambahan luasan adalah perkebunan sebesar 855,01 Ha dan pemukiman 87,10 Ha (hasil dari pengurangan total luasan tahun 2009 dikurangi tahun 2006). Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah penduduk (BPS, 2006 dan 2009) sehingga membutuhkan ruang yang luas untuk tempat tinggal serta memandang perkebunan sawit memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Pada tutupan lahan sawah mengalami pengurangan luasan menjadi pemukiman sebesar 20,71 Ha dan perkebunan sebesar 254,02 Ha. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan petani, beralih fungsinya lahan sawah menjadi perkebunan karena modal untuk tanaman pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman sawit, disamping itu banyak masyarakat menjual lahannya kepada para pemilik modal. Pernyataan ini ditegaskan oleh Harian Kompas (2010) beralihnya fungsi lahan irigasi disebabkan tidak sesuainya hasil panen dengan biaya tanam. Dikuasai atau dijual kepada orang- orang diluar daerah yang mempunyai kantong tebal. Kurangnya pengawasan untuk memberi pengertian kepada masyarakat.

Tutupan lahan sungai mengalami perubahan bentuk menjadi perkebunan sebesar 2,51 Ha, pemukiman sebesar 2,21 Ha dan mangrove sebesar 2,01 Ha. Perubahan lahan sungai menjadi perkebunan terjadi pada sungai-sungai kecil yang dekat pemukiman penduduk dan persawahan. Masyarakat menanam perkebunan sawit di sepanjang pinggiran sungai, sedangkan lahan sungai menjadi manggove karena tumbuhan mangrove tumbuh dengan sendirinya dipinggiran sungai

semakin lama menjadi banyak dan besar . Perubahan ini banyak terjadi pada sungai – sungai kecil dekat pinggiran laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11.

( a ) ( b )

Gambar 11. (a) Perubahan lahan sungai menjadi perkebunan (b) Perubahan lahan sungai menjadi mangrove

Pada tutupan lahan tambak mengalami perubahan bentuk menjadi perkebunan sebesar 310, 765 Ha dan hutan mangrove sebesar 10,24 Ha. Perubahan ini terjadi karena pada lahan tambak yang tidak aktif lagi dibiarkan begitu saja dalam waktu lama, sehingga tambak itu tumbuh tumbuhan mangrove. Di samping itu ada kegiatan rehabilitasi hutan mangroveyang telah dilakukan oleh dinas Perikanan dan Kelautan di Desa Kuala Lama dan desa Bogak Besar tahun 2006. Sedangkan perubahan lahan tambak menjadi perkebunan mengalami peningkatan yang cukup besar dibanding perubahan lahan tahun 2002 dan 2006. Perubahan lahan ini dilakukan para pemilik tambak karena perkebunan sawit memiliki prospek yang cerah kedepannya. Perubahan lahan tambak menjadi perkebunan berdasarkan observasi

di lapangan dapat di jumpai di desa Kuala Lama dan desa Kota Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12.

( a ) ( b )

Gambar 12. ( a ) dan ( b ) perubahan lahan dari tambak menjadi perkebunan sawit Menurut Passaribu (2004) permasalahan-permasalahan utama yang melatar belakangi terjadinya degradasi hutan mangrove di Sumatera Utara diantranya : tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, penebangan liar, pembukaan tambak udang secara liar dan lemahnya penegakan hukum. Hal inilah yang terjadi pada hutan mangrove kawasan desa pesisir Serdang Bedagai dari tahun ke tahun terus mengalami degradasi. Degradsi ini terjadi karena para pemilik lahan baik itu masyarakat maupun perusahaan swasta yang mempunyai modal mengkonversi hutan mangrovemenjadi perkebunan sawit. Hasil analisis perubahan bentuk luasan hutan mangrove (Tabel 7) menunjukkan hutan mangrovemengalami bentuk menjadi pemukiman sebesar 15,625 Ha dan perkebunan sebesar 300,234 Ha. Untuk peta perubahan lahan mangrovedari tahun 2006 – 2009 dapat di lihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Peta Bentuk Perubahan Penutupan Lahan Hutan MangroveDi Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2006-2009

Berdasarkan hasil peta (Gambar 13) tutupan lahan mangrove yang paling besar mengalami alih fungsi lahan terdapat di desa Kayu Besar, Pekan Bandar Kalipah, Gelam Sei Sarimah, Tebing Tinggi dan Sei Naga Lawan. Hasil observasi di lapangan di temukan alat berat yang masih aktif membuka hutan untuk lahan perkebunan tepatnya di desa Kayu Besar. Hal ini sesuai yang dinyatakan Onrizal (2010) perubahan hutan mangrove menjadi areal non hutan mangrovedi akibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan, perkebunan, pemukiman dan areal pertanian lainnya. Sedangkan dengan kondisi hutan mangrove yang dijumpai sekarang Purwoko dan Onrizal (2001) menyatakan kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan lagi bagi vegetasi dan satwa untuk berlindung dan bergenerasi secara alami.

Perubahan bentuk lahan tahun 2002 – 2009

Sepanjang tahun 2002 – 2009 perubahan lahan di sepanjang kawasan pesisir Serdang Bedagai tidak terlalu signifikan. Perubahan lahan besar-besaran terjadi pada era tahun 1990-an dengan dibuka besar-besaran areal hutan mangrovemenjadi lahan tambak. Dampak yang ditimbulkan sekarang adalah terjadi abrasi pantai karena fungsi fisik dari hutan mangrove untuk menjaga

Dokumen terkait