PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN
LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG
BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh:
HARIANTO 061201029
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN
LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG
BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh:
HARIANTO
061201029/ MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
Nama : Harianto
NIM : 061201029
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Manajemen Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D Riswan S.Hut
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
HARIANTO : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.
Penelitian analisis perubahan penutupan lahan telah dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan system informasi geografis(SIG). Identifikasi peta perubahan bentuk penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan Extention Change Detection Arc View Gis 3,3 pada citra Landsat ETM tahun 2002, 2006 dan 2009 (hasil digitasi skala 1: 250.000) diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan (manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak).
Hasil analisis bentuk perubahan tutupan lahan pada tahun 2002-2006 yakni hutan manggrove berkurang 39,713%, sawah berkurang 34,836%, sungai berkurang 1,089 dan tambak berkurang 24,362%. Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2006 – 2009 yakni hutan manggrove berkurang 35,258%, sawah 29,150%, sungai 0,713% dan tambak 34,879%. Perubahan tutupan lahan tahun 2002 – 2009 yaitu hutan manggrove berkurang 36,315%, sawah 31,691%, sungai 0,768 dan tambak 31,225%. tutupan lahan pemukiman dan perkebunan terus – menerus mengalami penambahan luasan. Untuk tutupan lahan pemukiman dan perkebunan dari tahun ketahun terus – menerus mengalami penambahan luasan.
ABSTRACT
Harianto : Mapping Land Level Changes in the coastal village of Serdang
Bedagai Supervised by Rahmawaty and Riswan
The study of land cover change analysis had been conducted using remote sensing methods (remote sensing) and geographic information systems (GIS). The identification of shape changes in land cover maps by using extensions Change Detection Arc View GIS 3.3 on Landsat ETM 2002, 2006 and 2009 (the digitized scale 1: 250,000) obtained 6 (six) classes of land cover (mangrove, settlements, plantations , fields, rivers and -ponds).
Results of analysis of land cover changes in the year 2002-2006 is, mangrove forests reduced 39.713%, 34.836% reduced rice fields, rivers and ponds reduced reduced 1.089 24.362%. Results of land cover change in 2006 - 2009 which reduced the mangrove forests 35.258%, 29.150% rice fields, rivers and ponds 0.713% 34.879%. Changes in land cover in 2002 - 2009 which reduced the mangrove forests 36.315%, 31.691% rice fields, rivers and ponds 0.768 31.225%. land cover settlements and plantations continue - constantly experiencing the addition of an area. For residential and farm land cover from year to year continue - constantly experiencing the addition of an area.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Kerasaan II Kabupaten Simalungun pada tanggal 4 Agustus 1987 dari pasangan yang berbahagia ayahanda Paeran dan ibunda Nurati. Penulis merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kerasaan II lulus tahun 2000, pendidikan lanjutan di SMP SATYRA BUDI lulus tahun 2003, pendidikan menengah di SMA N 2 Bandar lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk ke PTN USU pada program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Geodesi dan Kartografi, Inventarisasi Hutan, Keteknikan Hutan, dan Ilmu Ukur Kayu. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) RABBANI dan Tim Syuro’ Fakultas Pertanian (TSFP). Pada tahun 2007 penulis pernah menjabat posisi strategis sebagai Wakil Ketua Badan Kenaziran Mushola Baitul Asyjaar Kehutanan USU dan pada tahun 2009-2010. Selain itu, penulis aktif dalam organisasi eksternal kampus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan
penelitian yang berjudul Evaluasi Kerusakan Lahan Ekosistem Hutan Manggrove
diKabupaten Serdang Bedagai.
Pada Kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada
Ibu Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Bapak Riswan S.Hut selaku ketua dan
komisi pembimbing yang telah membimbing dan telah memberikan berbagai
masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, mencari literatur
dan sampai melakukan penelitian.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan usulan
penelitian ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih.
Medan, Maret 2011
DAFTAR ISI
Fungsi mangrove ... 9
Gambaran Kerusakan Mangrove ... 10
Penyebab Kerusakan Mangrove ... 12
Tingkat pendapatan masyarakat yang relative rendah ... 12
Penebangan liar (Illegal logging) ... 12
Pembukaan tambak udang secara liar ... 13
Presepsi yang keliru tentang mangrove ... 13
Lemahnya penegakan hukum ... 14
Sistem Informasi Geografis ... 14
Pengertian dan fungsi GIS ... 14
Komponen dasar dalam penggunaan GIS ... 16
Sub-sistem GIS ... 17
Sistem Satelit Landsat ... 18
Aplikasi GIS ... 20
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 22
Bahan dan Alat ... 23
Prosedur Penelitian ... 23
Pengumpulan data ... 23
Analisis data ... 24
Pembuatan penutupan lahan ... 24
Perubahan penutupan lahan ... 29
Survey lapangan ... 32
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak wilayah ... 33
Pemerintahan ... 33
Kecamatan Pantai Cermin ... 34
Kecamatan Bandar Kalipah ... 34
Kecamatan Tanjung Beringin ... 35
Kecamatan Perbaungan ... 36
Kecamtan Teluk Mengkudu ... 37
HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Tutupan Lahan ... 38
Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 41
Perubahan Tutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 46
Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Desa Pesisir Sergei ... 48
Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002 - 2006 ... 48
Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2006 - 2009 ... 56
Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002 - 2009 ... 64
Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Kecamatan Pesisir Sergei ... 68
Perubahan bentuk lahan di kecamatan tahun 2002-2006 ... 68
Perubahan bentuk lahan di kecamatan tahun 2006-2009 ... 70
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 73
Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Keanekaragaman jenis tumbuhan manggrove di beberapa negara ... 7
2. Perubahan penggunaan lahan dan budi daya tambak di pesisir timur Sumatera Utara tahun 1977 dan 1988/1989 ... 8
3. Deskripsi singkat band dalam Landsat TM 7 dan kegunaannya... 17
4. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ... 38
5. Analisis tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Sergei ... 46
6. Bentuk-bentuk dan luas perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 – 2006 ... 49
7. Bentuk-bentuk dan luas perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 – 2009 ... 57
8. Perubahan bentuk tutupan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 – 2006 ... 69
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 22
2. Tahapan analisis citra dengan metode digitasi onscreen ... 25
3. Analisis perubahan tutupan lahan dengan change detection ... 30
4. Analisis peruabahn tutupan lahan di kecamatan pesisir Sergei ... 31
5. Peta hasil digitasi Onscreen pada citra Landsat ... 38
6. Tipe penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 41
7. Perubahan tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 , 2006 dan 2009 ... 46
8. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2006 ... 51
9. Peta bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2006 ... 53
10. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 - 2009 ... 59
11. Perubahan tutupan lahan sungai menjadi perkebunan ... 61
12. Perubahan tutupan lahan tambak menjadi perkebunan ... 62
13. Peta bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 - 2009 ... 63
14. Bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2009 ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Nama – nama desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 75
2. Jumlah penduduk desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 77
ABSTRAK
HARIANTO : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.
Penelitian analisis perubahan penutupan lahan telah dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan system informasi geografis(SIG). Identifikasi peta perubahan bentuk penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan Extention Change Detection Arc View Gis 3,3 pada citra Landsat ETM tahun 2002, 2006 dan 2009 (hasil digitasi skala 1: 250.000) diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan (manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak).
Hasil analisis bentuk perubahan tutupan lahan pada tahun 2002-2006 yakni hutan manggrove berkurang 39,713%, sawah berkurang 34,836%, sungai berkurang 1,089 dan tambak berkurang 24,362%. Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2006 – 2009 yakni hutan manggrove berkurang 35,258%, sawah 29,150%, sungai 0,713% dan tambak 34,879%. Perubahan tutupan lahan tahun 2002 – 2009 yaitu hutan manggrove berkurang 36,315%, sawah 31,691%, sungai 0,768 dan tambak 31,225%. tutupan lahan pemukiman dan perkebunan terus – menerus mengalami penambahan luasan. Untuk tutupan lahan pemukiman dan perkebunan dari tahun ketahun terus – menerus mengalami penambahan luasan.
ABSTRACT
Harianto : Mapping Land Level Changes in the coastal village of Serdang
Bedagai Supervised by Rahmawaty and Riswan
The study of land cover change analysis had been conducted using remote sensing methods (remote sensing) and geographic information systems (GIS). The identification of shape changes in land cover maps by using extensions Change Detection Arc View GIS 3.3 on Landsat ETM 2002, 2006 and 2009 (the digitized scale 1: 250,000) obtained 6 (six) classes of land cover (mangrove, settlements, plantations , fields, rivers and -ponds).
Results of analysis of land cover changes in the year 2002-2006 is, mangrove forests reduced 39.713%, 34.836% reduced rice fields, rivers and ponds reduced reduced 1.089 24.362%. Results of land cover change in 2006 - 2009 which reduced the mangrove forests 35.258%, 29.150% rice fields, rivers and ponds 0.713% 34.879%. Changes in land cover in 2002 - 2009 which reduced the mangrove forests 36.315%, 31.691% rice fields, rivers and ponds 0.768 31.225%. land cover settlements and plantations continue - constantly experiencing the addition of an area. For residential and farm land cover from year to year continue - constantly experiencing the addition of an area.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kawasan pesisir
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Selain menempati wilayah yang sangat
luas, kawasan pesisir yang terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti
ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah
tersebut memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumberdaya alam seperti
ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi. Kemudahan akses terhadap
kawasan pesisir cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir
ditahun-tahun mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumber daya ekonomi
maupun pemanfaatan ruang.
Secara geografis, letak wilayah pesisir yang berada di antara daratan dan
lautan, menyebabkan tingginya tingkat keterkaitan dan saling mempengaruhi
antara ekosistem di daratan dengan ekosistem di pesisir. Hal ini mengakibatkan
wilayah pesisir sangat rentan terhadap berbagai dampak kegiatan yang dilakukan
di daerah atas (hulu). Pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di daratan terutama
yang terletak pada ekosistem daerah aliran sungai dan pemanfaatan sumberdaya
wilayah pesisir dapat memberikan kontribusi dan keuntungan finansial yang
sangat besar bagi pembangunan. Namun apabila pemanfaatan tersebut dilakukan
tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan karakteristik sumber dayanya maka
dampak berupa kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya akan sangat besar.
Salah satu sumber daya alam yang penting di kawasan pesisir adalah
ekosistem mangrove. Mangrove merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir,
digunakan untuk menyebut ekosistem hutan pada lahan pasang surut di pantai
berlumpur). Umumnya ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam
(natural resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan
masyarakat. Lokasi ekosistem mangrove mudah dijangkau dan berada pada
kawasan-kawasan yang sudah cukup terbuka/berkembang. Selain itu, potensi
ekonomi hutan mangrove cukup tinggi dan didukung oleh kemudahan
pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hubungan antar ekosistem dan antar sektor
yang sangat kuat di wilayah pesisir mendorong laju kerusakan ekosistem
mangrove.
Kerusakan ekosistem hutan mangrove telah terjadi di kawasan pantai timur
Sumatera Utara. Salah satu faktor kerusakannya menurut Onrizal dan Cecep
(2008) adalah konversi lahan untuk tambak dan pengambilan pohon mangrove
untuk kayu arang. Dapat dilihat pada tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya
berada pada tingkat semai dan panjang, sedangkan pada tingkat pohon tidak
dijumpai. Hal ini juga terjadi pada kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.
Berdasarkan laporan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (2010) bahwa
kawasan luas hutan mangrove mengalami penurunan ditandai dengan rendahnya
angka kecukupan luas hutan dan penutupan hutan, hanya meliputi angka 3,57%
kawasan hutan dengan kondisi kritis, dibawah jauh dari angka minimal 30%.
Dengan memperhatikan fenomena di atas, maka diperlukan data-data
spasial kawasan pesisir yang berguna dalam pemanfaatan dan pengelolaaan
sumberdaya dan ruang di kawasan pesisir yang direncanakan secara
lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan
2009.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penutupan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang
Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.
2. Untuk mengetahui perubahan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang
Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.
3. Untuk mengetahui perubahan tutupan lahan kecamatan pesisir Kabupaten
Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi para stake
holder pengelolaan ekosistem mangrove pesisir di Kabupaten Serdang bedagai
maupun bagi kalangan akademisi dan dunia ilmu pengetahuan yaitu diperolehnya
data-data ilmiah berbasis spasial tentang perubahan lahan yang terjadi pada
TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Pesisir
Menurut Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
(2003) wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang
saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik
maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus
sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan.
Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin
laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dengan
memperhatikan aspek kewenangan daerah di wilayah laut, dapat disimpulkan
bahwa pesisir masuk ke dalam wilayah administrasi daerah propinsi dan daerah
kabupaten/kota.
Provinsi Sumatera Utara terletak pada pesisir geografis antara 1°- 4° LU
dan 98° - 100° BT dengan luas areal 711.680 km² (3,72% dari luas areal
Republik Indonesia). Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai
sepanjang 545 km terdiri dari 7 Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Langkat, Kota
Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu,
Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah Pantai Timur
Sumatera Utara menurut Nurdin (2004) dapat dikelompokkan menjadi 2 wilayah
1. Wilayah up-land adalah kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) yang
merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan
dibawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut). Yang termasuk wilayah
up-land adalah Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Langkat,
Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang
Bedagai
2. Wilayah low-land adalah daerah aliran sungai (DAS) yang masih dipengaruhi
oleh pasang surut pada keenam Kabupaten/Kota tersebut sampai 4 mil ke arah
laut.
Peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan
dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir,
pembuangan limbah ke laut, erosi pantai (abrasi), akresi pantai (penambahan
pantai) dan sebagainya. Dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan
taraf hidupnya, manusia melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan
sumberdaya alam sehingga berpengaruh terhadap lingkungan di wilayah pesisir
khususnya garis pantai. Kerusakan pantai (abrasi) sepanjang pantai disebabkan
oleh fenomena alam dan oleh masyarakat yang mengambil pasir diperairan pantai.
Sedangkan penambahan pantai (akresi) disebabkan oleh masyarakat setempat
dengan membuat tanggul pantai kearah laut untuk dijadikan sebagai lahan
tambak (Tarigan, 2007).
Hutan Mangrove
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal
woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan
berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut
Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di
daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai)
yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora
dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara
batas air pasang dan surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi,
gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer
(perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap
endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa
ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh subur dan luas di daerah delta
dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai yang tidak ada
sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi
besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan bersalinitas tinggi di
mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh (Irwanto, 2006).
Pembagian kawasan mangrove berdasarkan perbedaan penggenaannya
Arief (2003) adalah sebagai berikut:
1. Zona proksimal yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona ini
biasanya akan ditemukan jenis-jenis Rizophora mucronata, Rizophora
apiculata dan Soneratia alba.
2. Zona midle yaitu kawasan (zona) yang terletak di antara laut dan darat. Pada
Rizhopora alba, Bruguera gymnorrhiza, Avicenia marina, Avicenia officinalis
dan Ceriops tagal.
3. Zona distal yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan
ditemukan jenis-jenis Heritiera hitoralis, Pongamia, Pandanus spp, dan
Hibiscus tiliaceus.
Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia mempunyai
keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove yang paling tinggi (101 jenis),
sementara itu Victoria – Australia dan Selandia Baru hanya mempunyai satu jenis
mangrove (Avicennia marina). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di beberapa negara
No Negara Jumlah Jenis Pustaka
Sumber : Cecep Kusmana, 1996
Dalam hal fauna, secara umum hutan mangrove berasosiasi dengan fauna laut dan
darat. Fauna darat misalnya monyet ekor panjang (Macaca spp.), biawak
(Varanus salvator), burung, ular dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi
oleh Moluska dan Krustase. Golongan Moluska umumnya didominasi oleh
Gastropoda, sedangkan golongan Krustase didominasi Brachyura. Dalam hal ini
Sumber : Onrizal, 2010.
Perubahan luas hutan mangrove primer menjadi hutan mangrove sekunder
disebabkan oleh aktivitas penebangan, baik untuk industri kayu arang maupun
kayu bakar dan perancah. Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder
menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama
pembukaan areal untuk pertambakan, perkebunan, permukiman dan areal
pertanian lainnya. Selain itu, areal hutan mangrove juga berkurang akibat abrasi
yang diawali oleh rusaknya tegakan hutan mangrove akibat konversi dan
penebangan dalam skala yang besar. Perubahan penggunaan lahan dan dampak
budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan
1988/1989 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan dan dampak budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989
Dampak terhadap tutupan hutan mangrove/penggunaan lahan antara tahun 1977 dan 1988/1989
Langkat Deli
Serdang Asahan
Labuhan
Batu Total
Hutan sekunder di lahan bekas
hutan primer 1.127 1.060 2.879 4.461 9.527 Hutan sekunder di bekas lahan
garapan 1.262 3.097 1.098 2.363 7.820
Hutan gundul di bekas hutan
primer 72 112 249 106 539
Hutan gundul di bekas hutan
sekunder 5 43 0 22 70
Tambak yang sudah ada tahun
1977 0 308 0 0 308
Tambak udang yang berlokasi di
bekas hutan primer 2.394 3.078 808 14 6.294 Tambak udang yang berlokasi di
bekas hutan sekunder 835 696 108 18 1.657 Tambak udang yang berlokasi di
bekas lahan garapan 1.233 1.012 137 0 2.382 Luas total perubahan dari hutan
primer dan hutan belukar sekunder 3.229 3.774 916 32 7.951 Luas garapan yang berlokasi di
bekas hutan primer 1.104 1.184 3.505 1.218 7.011 Luas garapan yang berlokasi di
bekas hutan sekunder 1.281 403 2.444 913 5.041 Areal hutan primer dalam luasan <
50 ha 1.261 1.329 477 328 3.395
Areal hutan sekunder dalam luasan
Hutan mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara yang terletak di
sistem lahan KJP (kajapah) dan PTG (putting) disusun oleh 20 jenis flora
mangrove, dengan jenis paling dominan adalah Avicenia marina yang merupakan
jenis pionir. Tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada tingkat semai
dan pancang, sedangkan tingkat pohon tidak dijumpai, sehingga tergolong hutan
mangrove muda. Parameter tanah dan kualitas air yang penting bagi pertumbuhan
mangrove, secara umum tidak melampaui ambang batas yang diperkenankan,
kecuali potensi pirit yang terdapat di kedua sistem lahan yang akan mengancam
pertumbuhan mangrove jika tidak segera teratasi, karena bersifat racun bagi
tumbuhan (Kusmana dan Onrizal, 2008).
Fungsi Mangrove
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk
menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing
sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat
pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang,
dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman
biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman
anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai
sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan
tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).
Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut,
kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah
tersebut. Pada daerah ini akan terdapat ekosistem terumbu karang, ekosistem
yang satu dengan lainnya. Dengan demikian, terjadinya kerusakan/gangguan pada
ekosistem yang satu tentu saja akan mengganggu ekosistem yang lain. Sebaliknya
keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan
memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir khususnya para
nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah
satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota laut
lainnya (Sudarmadji, 2001).
Hutan mangrove tidak hanya merupakan ekosistem berbagai jenis ikan,
udang, kepiting, kerang, reptil dan mamalia, tetapi akarnya yang kuat mampu
menahan gelombang, abrasi pantai dan intrusi air laut. Bahkan akarnya mampu
menetralkan berbagai senyawa beracun yang terbawa air laut. Disamping itu hutan
mangrove juga menjadi tempat berkembang biaknya satwa liar seperti elang
Bondol (Halistur indus), burung raja udang (Halcyon chloris), belibis
(Dendrocygna SP), dan teruwok (Amaurornis phoenicurus). Bahkan monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) dan bekantan (Nasalis larvatus) juga hidup di
hutan mangrove. Sejak dahulu, mangrove digunakan sebagai kayu bakar bagi
penduduk local (Ambarwulan dkk, 2003).
Gambaran Kerusakan Ekosistem Mangrove
Pada dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove
secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti
mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah
berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki
boundary yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 s/d tahun
kasus lokal di kawasan Hutan Mangrove Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
(termasuk Serdang Bedagai) yang diteliti dilaporkan oleh Purwoko dan Onziral
(2001) yang menyatakan bahwa berdasarkan kondisi ekosistem yang dijumpai
tersebut, kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan lagi bagi
vegetasi dan satwa untuk berlindung dan beregenerasi secara alami.
Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan
sumber daya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan
pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Kasus-kasus adanya
keluhan penurunan hasil tangkapan oleh nelayan menurut laporan Ramli dan
Purwoko (2003) terjadi di beberapa tempat seperti di Pantai Cermin, Pantai Labu,
Secanggang, Pantai Pandan dan Sei Berombang.
Di Kabupaten Serdang Bedagai, hutan mangrove umumnya memiliki
tingkat keterbukaan wilayah yang tinggi dan relatif dekat dengan sentra-sentra
kegiatan perekonomian masyarakat. Kondisi ini membuat hutan mangrove di
Kabupaten Serdang Bedagei memiliki interaksi sosio-ekosistem yang tinggi.
Menurut Purwoko dan Onrizal (2002), interaksi yang tinggi antara masyarakat
dengan kawasan hutan biasanya membawa dampak yang cukup serius terhadap
ekosistem kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya. Dari satu sisi, hal
ini mengindikasikan bahwa keterlibatan sektor kehutanan dalam perekonomian
dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif. Namun di
sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya terhadap perekonomian
wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius. Padahal kelestarian
mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan ekosistem kehidupan di sekitar
kawasan pesisir.
Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove
Kerusakan hutan mangrove merupakan permasalahan yang kompleks yang
terdapat pada berbagai level kegiatan yang pada akhirnya mempengaruhi
ekosistem mangrove secara menyeluruh. Permasalahan-permasalahan utama yang
melatar belakangi terjadinya degradasi hutan mangrove di Sumatera Utara
menurut Passaribu (2004) tidak terlepas dari :
1. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah
Kebanyakan masyarakat di kawasan pesisir bekerja sebagai nelayan
tradisional. Meskipun cukup potensial namun tingkat kesejahteraan masyarakat
pesisir relatif masih rendah jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain.
Hal ini disebabkan terbatasnya peralatan yang dimiliki nelayan tradisional yang
mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan penghasilan nelayan. Dalam satu
bulan nelayan tradisional hanya efektif bekerja 20 hari. Untuk mengisi waktu saat
tidak melaut nelayan melakukan pekerjaan sampingan untuk menambah
pendapatan seperti beternak kepiting, ikan kerapu dan mencari kayu bakar.
Pencarian kayu bakar dilakukan di hutan mangrove di sekitar mereka dengan
penebangan yang tidak memenuhi aturan sehingga mengakibatkan percepatan
kerusakan.
2. Penebangan liar (illegal logging)
Kayu mangrove termasuk bahan baku terbaik dalam pembuatan arang,
yang bernilai ekonomi untuk dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor ke luar
mengakibatkan masyarakat mendirikan dapur arang yang beroperasi secara liar.
Untuk memenuhi bahan bakar tidak jarang masyarakat melakukan penebangan
liar di kawasan lindung dan sempadan pantai yang seyogianya terlarang bagi
pengambilan kayu. Izin yang dikeluarkan bagi pengusaha dapur arang sebanyak
42 izin tetapi terdapat 250 dapur arang lainnya yang beroperasi secara liar di
Kabupaten Langkat.
3. Pembukaan tambak udang secara liar
Peningkatan harga udang di pasaran nasional sejak tahun delapan puluhan,
menyebabkan banyak masyarakat membuka lahan tambak di daerah pantai yang
menimbulkan konversi lahan. Kawasan mangrove berubah menjadi hamparan
tambak dan kerusakan mangrove di perparah oleh kurangnya kesadaran
pengusaha dan masyarakat dalam melakukan pelestarian di daerah lindung dan
sempadan. Pembukaan tambak tidak hanya dilakukan di kawasan hutan produksi
yang secara umum diperkenankan, juga dijumpai oknum-oknum tertentu
melakukan ekstensifikasi tambak sampai ke hutan lindung.
4. Persepsi yang keliru tentang mangrove
Banyak masyarakat maupun birokrat yang berhubungan dengan bidang
kesehatan mempunyai pandangan yang keliru tentang mangrove. Mangrove
dianggap sebagai tempat kotor untuk tempat bersarang dan berkembang biak
nyamuk malaria, lalat dan berbagai jenis serangga lainnya. Hal ini telah
mendorong terjadinya pembabatan mangrove yang berlebihan untuk mengatasi
5. Lemahnya penegakan hukum
Pada dasarnya telah banyak peraturan perundangan yang bertujuan untuk
mengatur dan melindungi sumberdaya mengrove melalui cara-cara pengelolaan
yang didasarkan pada prinsip-pirnsip kelestarian namun demikian belum
dibarengi dengan pelaksanaan penegakan hukum yang memadai. Sehingga dari
waktu ke waktu semakin banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan tanpa
adanya upaya penegakan hukum yang berarti.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pengertian dan fungsi SIG
Sistem informasi geografis (SIG) adalah Suatu komponen yang terdiri dari
perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang
bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki,
memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan
menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (UNDP, 2007). SIG
mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik
tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan
hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah
data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem
koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat
menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi
lainnya.
Sistem Informasi Geografis mempunyai tiga fungsi utama yaitu : (1)
diambil, (2) mengartikan dan menganalisis data komponen geografis yang
berhubungan secara khusus, (3) mengorganisasikan dan mengelola sejumlah data
dengan berbagai cara sehingga informasi dapat diperoleh dengan mudah oleh para
pengguna (Budiyanto, 2002).
Sistem Informasi Geografis (SIG) sudah cukup lama dikenal sejak awal
tahun 1960 di Kanada dan Amerika Serikat, yang saat itu banyak digunakan untuk
keperluan Land Information System. Saat ini SIG sudah banyak digunakan untuk
keperluan lain seperti pengembangan wilayah, perpetaan, lingkungan dan
sebagainya. SIG mulai dimanfaatkan di Indonesia pada awal tahun 1980 terutama
dalam pembuatan peta, pengelolaan wilayah, analisis lingkungan dan agraria.
Teknologi ini pada dasarnya memiliki ciri dapat memasukkan, menyimpan,
mengolah dan menyajikan data dalam suatu sistem komputer, dengan data dapat
berupa gambar maupun tulisan atau angka (Sukojo, 2003).
Komponen dasar dalam penggunaan SIG
Menurut Anam (2005), komponen yang membangun SIG ada lima bagian
yaitu :
1. Perangkat Lunak (Software)
Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS dan juga
perangkat software pendukung lainnya yaitu operating system dan software
database lainnya seperti oracle.
2. Perangkat Keras (Hardware)
Hardware komputer ini digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS. Dan
juga komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter,
3. Sumberdaya Manusia
Untuk menjalankan GIS diperlukan operator komputer GIS, untuk pembuatan
aplikasi GIS dibutuhkan ahli programmer, untuk mendesain suatu sistem GIS
diperlukan ahli analisis system GIS.
4. Data
Komponen ini sangat menentukan kualitas informasi dari output GIS.
Pemahaman sistem data, termasuk didalamnya adalah sistem referensi spasial.
5. Metode
Metode adalah prosedur atau ketentuan pembangunan GIS.
Sub-sistem SIG
Anam (2005) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada
dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu :
1. Input Data
Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data
atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data
tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang
disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid.
Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori :
a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus,
catatan lapangan dan data tabuler lainnya.
b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra
penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.
c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari
2. Pemrosesan Data
Pemrosesan terdiri dari manipulasi dan analisis data. Fungsi dari
manipulasi dan analisis data dilakukan untuk kepentingan geometrik yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pencarian lokasi
atau luas areal yang sesuai dengan kriteria tertentu atau dapat pula dalam
pencarian informasi yang ada dalam suatu tempat tertentu. Manipulasi dilakukan
dengan rotasi, pengubahan dan penskalaan koordinat, konversi koordinat geografi,
registrasi, analisis spasial dan statistik. Analisis data yang ada pada database
dilakukan dengan menggunakan overlaying beberapa layer tematik yang
berkaitan.
3. Output Data
Output dari SIG dapat berupa peta hasil cetak warna, peta digital, dan data
tabuler. Peta hasil cetak dapat berupa peta garis (dengan menggunakan plotter)
maupun peta biasa (dengan menggunakan printer).
Sistem Satelit Landsat
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang
dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.
Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua.
Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3. Satelit generasi
kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor
Thematic Mapper (TM).
Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran
terutama dititikberatkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi
tentang kegunaan masing-masing band dapat dilihat pada Tabel 3. Terakhir
kalinya akhir era 2000- an NASA menambahkan penajaman sensor band
pankromatik yang ditingkatkan resolusi spasialnya menjadi 15m x 15m sehingga
dengan kombinasi didapatkan citra komposit dengan resolusi 15m x 15 m.
Tabel 2. Saluran Citra Landsat TM Saluran Kisaran
Gelombang (µ m) Kegunaan Utama
1 0,45 – 0,52
Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.
2 0,52 – 0,60
Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat
3 0,63 – 0,69
Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil
4 0,76 – 0,90
Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.
5 1,55 – 1,75
Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.
6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
7 10,40 – 12,50
Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.
8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang
Tabel 3. Deskripsi Singkat Band Dalam Landsat TM7 dan Kegunaannya Band Contoh aplikasi
1 Pemetaan wilayah pantai dan perairan, pembuatan batimetri, pemetaan sedimentasi
2 Pemetaan vegetasi, identifikasi reflektansi klorofil
3 Identifikasi absorbsi klorofil, pembedaan spesies tumbuhan, dan biomasa 4 Spesiaes vegetasi, biomasa, kelembaban tanah
5 Pembatasan fenomena tanah dan tumbuhan, pemetaan wilayah pemukiman
6 Pemetaan evapotranspirasi, pemetaan suhu permukaan, kelembaban tanah
7 Geologi, pemetaan tipe batuan dan mineral, pembatasan badan air, pemetaan tingkat kelembaban tumbuhan
Sumber : Indrawan Suryadi, 2007
Citra penginderaan jauh sangat bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan
pesisir karena daerah yang sulit dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan
dengan menggunakan citra. Dengan menggunakan citra, subyektifitas dalam
pengukuran obyek bisa ditekan, meskipun dalam proses klasifikasi ketelitiannya
juga masih sangat tergantung pada keahlian, pengalaman maupun pengenalan
akan wilayah kajian yang dimiliki oleh interpreter. Semakin baik pengetahuan
interpreter mengenai karakteristik citra dan kondisi penutup lahan di wilayah
kajian, maka hasil klasifikasi akan semakin teliti. Namun demikian, ketelitian
hasil juga sangat tergantung pada resolusi spasial citra. Sebagai contoh, citra
satelit Landsat dengan ukuran piksel 30 x 30 meter (900 m2), maka obyek pada
luasan satu piksel yang lebih kecil dari ukuran tersebut tidak dapat dirinci lagi.
Kelas obyek yang muncul adalah obyek yang dominan (Ambarwulan dkk, 2003).
Aplikasi SIG
Penggunaan GIS telah banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti :
pertanian, militer, pemasaran, industri, transportasi, lingkungan, dan kehutanan.
sumber daya alam karena GIS merupakan suatu alat manajemen yang ampuh
untuk perencanaan dan pengelolaan. Beberapa aplikasi GIS dalam perencanaan
dan pengelolaan sumber daya alam antara lain : perubahan penggunan lahan,
inventarisasi hutan, penilaian dampak lingkungan, perencanaan jalan, pelacakan
spesies terancam punah, kemampuan klasifikasi penilaian dan penggunaan
lahan (Rahmawaty, 2002).
Salah satu aplikasi GIS untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan
yang telah dilakukan oleh Rahmawaty (2009) pada DAS Besitang Sumatera
Utara dengan membandingkan perubahan lahan tahun 1990 , 2001 dan 2006.
Kemudian Purwoko dkk (2006) menggunakan GIS untuk analisis perubahan
fungsi lahan di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat dengan
menggunakan citra satelit Landsat hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
penurunan luas areal hutan mangrove primer yaitu sebesar 4.905,98 ha (64,27%).
Sementara, terdapat peningkatan luas pada bentuk-bentuk penutupan
lahan/penggunaan ruang seperti hutan mangrove sekunder sebesar 4123,89 ha
(54,04%), tambak sebesar 350,51 ha (4,55%), badan air sebesar 102,53 ha
(1,34%), lahan kosong 291,45 ha (3,82%) dan pemukiman sebesar 37,47 ha
(0,48%).
Sistem Informasi Geografis (SIG) banyak digunakan dalam bidang ilmu
penelitian, salah satunya untuk mengetahui perubahan luasan mangrove di pantai
timur Ogan Komering Ilir (OKI) provinsi Sumatera Selatan menggunakan data
citra Landsat TM diperoleh bahwa distribusi dan luasan mangrove mengalami
penurunan, karena adanya konversi besar-besaran dalam kurun waktu 11 tahun
luas pemukiman dan lahan terbuka, serta timbulnya kelas baru pada daerah
mangrove yaitu pertambakan. Kondisi luasan total hutan mangrove di sepanjang
Pantai Timur OKI pada tahun 1992 sebesar 56.418,57 ha, 8 tahun kemudian
(2000) menyusut menjadi 47.781 ha lalu pada tahun 2003 luasannya hanya
Peta Negara Indonesia Peta Sumatera Utara
Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan
Desember 2010, dengan perincian pada bulan Agustus sampai September 2010
kegiatan pengumpulan data, pada bulan September sampai November 2010
kegiatan menganalisis data dan pada bulan November sampai Desember 2010
kegiatan ground check lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di desa-desa pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 23 desa. Pada kecamatan Pantai Cermin
sebanyak 7 (tujuh) desa, kecamatan Perbauangan sebanyak 1 (satu) desa,
kecamatan Teluk Mengkudu sebanyak 7 (tujuh) desa, kecamatan Tanjung
Beringin sebanyak 5 (lima) desa dan kecamatan Bandar Khalifah sebanyak 3
(tiga) (Gambar 1). Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan
Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data spasial dan non
spasial untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian
Jenis Data Nama Data Sumber Tahun Keterangan
Data spasial
Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2002 Bagus Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2006 Rusak Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2009 Rusak Peta Administrasi Kab. Sergei Dishut Sumatera Utara 2008 Bagus Peta RBI lokasi penelitian Dishut Sumatera Utara 2008 Bagus Data Non
spasial
Penggunaan / penutupan lahan Hasil interpretasi dan klasifikasi citra
2010 -
Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer (perangkat keras dan
lunak) dengan software Erdas 8.5 dan software ArcView GIS 3.3, Global
Positioning System (GPS), kamera, kalkulator, seperangkat peralatan survei
lapangan dan alat tulis serta printer untuk mencetak peta dan data.
Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan data
Dari sumbernya data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data
primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan
cara pengecekan langsung di lapangan pada lokasi penelitian. Data sekunder yang
dikumpulkan dalam penelitian ini berupa citra Landsat TM tahun 2002, 2006 dan
2009 Kabupaten Serdang Bedagai, Peta Administrasi Kabupaten Serdang
Bedagai, dan peta rupa bumi kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah
Pada tahap ini dilakukan pra survey di wilayah yang akan diteliti. Adapun
persiapan yang diperlukan diantaranya adalah persiapan administrasi berupa
perizinan untuk melakukan penelitian, transportasi menuju wilayah penelitian,
serta literatur – literatur yang mendukung penelitian. Pada tahap ini ditentukan
juga kapan waktu pelaksanaan kegiatan pengambilan data di lapangan.
Tutupan lahan yang dianalisis pada penelitian ini sebanyak 6 (enam) kelas.
Banyaknya kelas penutupan/penggunaan lahan berdasarkan hasil survey awal
yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan kemampuan citra Landsat yang
berkaitan dengan resolusi spasialnya 30 x 30 m untuk setiap pixel pengamatan.
Adapun tutupan lahan yang dianalisis meliputi : hutan manggrove, pemukiman,
perkebunan, sawah, sungai dan tambak.
2. Analisis Data
2.1 Pembuatan Penutupan Lahan
Pembuatan tutupan lahan merupakan tahap yang paling penting dalam
analisa data. Kegiatan dilakukan dengan manggunakan alat digitizer atau
menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi onscreen yang dilakukan
pada masing-masing citra. Proses dalam pembuatan tutupan lahan dari mulai
awal sampai akhir kegiatan adalah sebagai berikut:
2.1.1 Citra pembuatan peta penutupan lahan
Citra Landsat TM 7 dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta
penggunaan lahan (Land Use) dari kawasan yang diteliti. Menurut Sukojo dan
Susilowati (2003) pengelolaan citra Landsat TM 7 bertujuan untuk mengekstrak
informasi-informasi yang terdapat pada citra baik yang bersifat informasi spasial
Gambar 2. Tahapan Analisis Citra Landsat dengan Metode Digitasi Onscreen digital dengan bantuan komputer. Kegiatan dalam menganalisis penutupan lahan
masing-masing citra (2002, 2006 dan 2009) dapat dilakukan dalam enam tahap
yang digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 2.
Citra Landsat 129/57
Citra Landsat 128/58
Mosaik Image
Subset image
Koreksi Citra
Perbaikan Citra ( Imange Enhacement)
Interpretasi Citra
Peta Penutupan Lahan
Digitasi Onscreen
Citra Terkoreksi No
2.1.1.1 Mosaik image
Mosaik image adalah penggabungan dua citra atau lebih yaitu
menggabungkan citra Landsat TM 7 Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002,
2006 dan 2009 yang terdiri dari Path 129 Row 57 dan Path 129 Row 58. Pada
kegiatan mosaik image dilakukan pada program Arc View Gis 3.3 dengan
menggunakan Extention Image Analisys yang tersedia pada program.
Tahapan dalam proses mosaik image pada masing-masing citra adalah
sebagai berikut :
1. Buka citra tahun 2002 Path Rows 129 57, Path Rows 128 58 pada jendela
View.
2. Dengan bantuan Extention Image Analisys lakukan proses mosaik dan tunggu
samapai proses selesai.
3. Lakukan hal yang sama pada citra tahun 2006 dan citra tahun 2009. Sehingga
pada proses mosaik citra ini diperoleh tiga (3) citra Landsat.
2.1.1.2 Subset image
Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah
kawasan yang akan diteliti dari hasil mosaik citra. Kegiatan subset image citra
dilakukan pada program Erdas Imagine 8.5. Adapun tahapan dalam proses subset
image adalah:
1. Buka citra hasil mosaik pada program Erdas Imagine 8.5
2. Tentukan poligon acuan yang digunakan untuk mensubset citra
3. Poligon acuan subset pertama digunakan untuk subset citra selanjutnya
2.1.1.3 Koreksi citra
Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai
dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami
berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, media antara, dan
objeknya sendiri sehingga dipulihkan kembali. Kegiatan dalam koreksi citra
dalam penelitian adalah koreksi geometris.
Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) koreksi geometris disebabkan oleh
pergeseran posisi terhadap sistem koordinat referensi dengan menggunakan data
titik kontrol tanah yang prosesnya disebut resampling. Resampling adalah suatu
proses transportasi citra diskrit dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat
lain yang merupakan fungsi pemetaan transformasi spasial. Adapun tujuan dari
koreksi geometris adalah :
- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat citra sesuai dengan
koordinat geografi.
- Mencocokkan (registrasi) posisi citra lainnya atau menstransformasikan sistem
koordinat citra multispektral dan multitemporal.
- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang
menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.
Koreksi geometris citra dilakukan pada program Erdas Imagine 8.5 pada
ketiga citra hasil subset image. Untuk kegiatan ini yang menjadi citra acuan
adalah citra Landsat tahun 2002. Hal ini dikarenakan citra Landsat tahun 2002
kondisinya lebih bagus dibandingkan citra tahun 2006 dan 2009. Disamping itu
pengambilan titik hasil survey awal untuk penentuan tutupan lahan yang akan
Landsat tahun 2006 dan 2009. Adapun prosedur koreksi geometris adalah sebagai
berikut:
1. Pada program Erdas Imagine 8.5 buka citra Landsat tahun 2006 pada viewer
#1 sebagai citra belum terkoreksi dan buka citra Landsat tahun 2002 pada
viewer #2 sebagai citra terkoreksi.
2. Buat GCP ( Ground Control Point ) menyebar pada seluruh areal sampai nilai
RMS Error di bawah 0.5.
3. Jika prosesnya tidak berhasil mengahasilkan gambar yang miring
(tidak beraturan), maka ulangi proses koreksi geometris.
4. Kemudian lakukan koreksi geometris citra tahun 2002 dengan dengan citra
tahun 2009.
2.1.1.4 Perbaikan citra (Image Enhancement)
Imange Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra, baik
untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra.
Proses perbaikan citra ini menggunakan Tools Imange Analisys Arc View 3.3
dengan cara mengubah hubungan linear antara digital number dengan nilai display
menggunakan histogram. Dengan adanya perbaikan citra ini akan lebih muda
untuk melakukan digitasi onscreen.
2.1.1.5 Digitasi onscreen
Digitasi ini dilakukan untuk mengubah data spasial analog dari berbagai
peta dasar yang digunakan ke dalam format digital yaitu penerjemah dalam
koordinat (x,y). Proses digitasi dilakukan pada citra Landsat dengan membuat
Sebelum melakukan digitasi onscreen pada masing-masing citra Landsat,
dilakukan batasan area studi dengan tujuan mempermudah dalam menganalisis
perubahan penutupan lahan. Adapun prosedur digitasi onscreen adalah :
1. Buka citra Landsat tahun 2002 pada program Arc View 3.3, kemudian
tampalkan poligon yang menjadi area studi.
2. Dengan menggunakan feature yang terdapat pada Arc View 3.3
maka lakukan proses digit (deliniasi) berdasarkan tutupan lahan yang terdapat
pada citra. Sehingga diperoleh poligon-poligon yang mewakili tutupan lahan
yang terdapat citra.
3. Lakukan pemberian atribut pada masing-masing poligon yang menjadi kelas
tutupan lahan yang akan dianalisis pada theme table sperti pada gambar
berikut
4. Lakukan proses digitasi onscreen pada citra Landsat tahun 2006 dan tahun
2009. Sehingga diperoleh tiga (3) peta tutupan lahan.
2.2 Perubahan Penutupan Lahan
Metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan
di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dari citra Landsat tahun 2002,
X Y
Change detection
Z
Tools ( ) ini merupakan tambahan yang disediakan oleh program Arc View
3.3, sehingga untuk menggunakan tools ini harus aktifkan dulu.
Menurut Sumantri (2006) Change detection adalah suatu analisis deteksi
perubahan (change-detection analysis) dilakukan untuk menentukan laju/tingkat
perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh
(remote sensing) dalam menentukan perubahan di objek studi khusus diantara dua
atau lebih periode waktu. Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan
(2002,2006 dan 2009) dapat digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 3.
Gambar 3. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Dengan Change Detection
Proses kegiatan dalam menganalisis perubahan penutupan lahan adalah
sebagai berikut :
1. Hasil digitasi citra penutupan lahan tahun 2002 dengan citra penutupan lahan
tahun 2006 yang memilki 6 (enam) kelas tutupan lahan pada program Keteranga :
X = Peta tutupan lahan tahun x
Y = Peta tutupan lahan tahun y
Z = Perubahan tutupan lahan tahun
Gambar 4. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatn Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
X Y
Overlay
Z
Arc View 3.3 dilakukan change detection sehingga diperoleh perubahan
tutupan lahan tahun 2002 dan 2006.
2. Penutupan lahan tahun 2006 dengan penutupan lahan tahun 2009 dilakukan
change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2009.
3. Penutupan lahan tahun 2002 dengan penutupan lahan tahun 2009 dilakukan
change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2002 dan 2009.
4. Dari setiap perubahan tutupan lahan di buat peta.
2.3 Perubahan Penutupan Lahan Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
Tujuan dari análisis perubahan tutupan lahan kecamatan pesisir Kabupaten
Serdang Bedagai, agar lebih mudah mengetahui perubahan yang terjadi di setiap
kecamatan pesisir selama dua (2) periode pengamatan yaitu dari tahun 2002-2006
dan tahun 2006-2009. Metode yang digunakan yaitu dengan mengoverlaikan hasil
peta perubahan tutupan lahan dengan dengan peta administrasi Kabupaten
Serdang Bedagai pada program Arc View 3.3. Untuk proses kegiatan dapat dilihat
pada Gambar 4.
Keteranga :
X = Peta perubahan tutupan lahan tahun
a dan b
Y = Peta Administrasi Kabupaten Sergei
Z = Peta Perubahan tutupan lahan di
Prosedur menganalisis perubahan tutupan lahan di setiap kecamatan
pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :
1. Buka peta perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002-2006 dan peta
Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai pada program Arc View Gis 3.3.
2. Dengan memanfaatkan Extention Xtool yang terdapat pada Arc View Gis 3.3
maka lakukan proses overlay antara atribut perubahan tutupan
lahan dengan kecamatan, sehingga diperoleh peta yang mempunyai atribut
perubahan tutupan lahan dengan kecamatan.
3. Analisis perhitungan luasan perubahan dilakukan pada program Excell.
4. Lakukan kegiatan yang sama untuk análisis perubahan lahan tahun
2006-2009.
3. Survey lapangan
Kegiatan survey lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran
klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi
lahan ekosistem pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Pengecekan dilakukan
dengan bantuan Global Position System (GPS). Alat ini dapat menentukan
keberadaan lokasi contoh tersebut melalui ketepatan koordinat lokasi yang
di-ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan
overlaying dengan peta digital hasil interpretasi untuk melihat kesesuaian hasil
pengecekan lapangan dengan hasil interpretasi. Kemudian ditententukan nilai
akurasi hasil groundcheck di lapangan, Menurut Short (1982) dan Estes dalam
Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah
dianggap benar. Rumus untuk menentukan nilai akurasi adalah :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Klasifikasi Tutupan Lahan
Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis
kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang ada di permukaan bumi.
Menurut Lo (1995) salah satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan
pemetaan penggunaan dan penutupan lahan terletak pada skema pemilihan
klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Kemudian
Ambarita dkk (2003) menyatakan bahwa citra penginderaan jauh sangat
bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan pesisir karena daerah yang sulit
dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan dengan menggunakan citra.
Hasil klasifikasi dengan menggunakan citra Landsat desa pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 6
(enam) tipe penutupan lahan yaitu: hutan mangrove, pemukiman, perkebunan,
sawah, badan air (sungai) dan tambak. Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan
data citra Landsat TM (Land Satelite Thematic Mapper) serta data pendukung dari
lapangan. Sedangkan penentuan tipe-tipe penutupan lahan tersebut berdasarkan
pada survey pendahuluan yang telah dilakukan sehingga memudahkan dalam
melakukan analisis perubahan penutupan lahan.
Klasifikasi penutupan lahan pada citra Landsat dilakukan secara digitasi
onscreen. Menurut Sambah dan Zainul (2008) digitasi onscreen adalah proses
merubah data analog atau data digital yang berformat raster
(jpeg, tiff, gif, dll) yang ada pada layar komputer menjadi data digital
berformat vektor (shp, dwg, dxf) dan mempunyai data atribut.
wilayah penelitian mengalami kerusakan pada kanal SLC, sehingga citra
mengalami strip/garis – garis pada hasil pemotretannya (Stripping). Garis – garis
tersebut merupakan area yang tidak terpotret oleh satelit disamping itu banyak
terdapat tutupan awan pada lokasi penelitian.
Pemberian atribut polygon tutupan lahan dilakukan berdasarkan
interpretasi secara visual pada masing-masing citra dengan menggunakan
kriteria/unsur interpertasi dan untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan
dilakukan pengecekan/pengamatan langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lillesand dan Keifer (1994) menyatakan bahwa unsur-unsur yang digunakan
sebagai dasar analisis dalam intrepetasi tipe tutupan lahan meliputi: ukuran, rona
(tone), warna, tekstur, pola dan resolusi. Sedangkan untuk mencocokkan tipe
tutupan lahan hasil interpetasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan dilakukan
pengecekan yang meliputi batas-batas poligon dan pengkodean legenda peta.
Untuk lebih jelasnya hasil digitasi onscreen pada citra Landsat dapat dilihat pada
G
amb
ar
5
P
eta
H
as
il D
ig
ita
si
O
n
scr
een
P
ad
a C
it
ra L
an
d
Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
Secara umum desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera
Utara diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tipe penutupan lahan, yaitu : hutan
mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Hasil dari
keenam penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 6.
(2)
Gambar 6. Berbagai Tipe Penutupan Lahan Di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai : (1) Mangrove, (2) Pemukiman, (3) Perkebunan, (4) Sawah, (5) Sungai, (6)Tambak
(1) (2)
(3) (4)
Hutan mangrove adalah hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di
sekitar pantai dan sungai yang belum maupun yang telah memperlihatkan bekas
penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan. Pada citra Landsat
kombinasi band 543, hutan mangroveditandai dengan rona agak gelap s/d terang,
Warna hijau keunguan, tekstur agak halus, pola tidak teratur, terletak di daerah
pantai dan muara sungai-sungai besar dan biasanya terdapat bukaan tambak dan
lahan terbuka.
Pemukiman adalah kawasan permukiman baik perkotaan, perdesaan,
industri yang memperlihatkan pola alur rapat. Pada lokasi penelitian
citra Landsat kombinasi band 543, pemukiman ditandai dengan rona terang,
warna merah muda, tekstur agak kasar, pola seragam, terdapat jaringan jalan dan
kenampakan lahan terbangun.
Perkebunan adalah seluruh kawasan perkebunan baik yang sudah ditanami
maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Pada citra Landsat kombinasi
band 543, ditandai dengan rona agak terang, warna hijau muda sampai tua, tekstur
agak halus dan kasar, bentuk beraturan, pola seragam dan adanya jaringan jalan
bangunan. Sedangkan sawah adalah semua aktivitas pertanian lahan basah yang
dicirikan oleh pola pematang, pada citra dengan rona agak terang sampai gelap,
warna biru bercak merah muda, dekat dengan pemukiman dan perairan, tekstur
halus dan pola seragam.
Sungai adalah kenampakan perairan pada daratan. Pada citra Landsat
kombinasi band 543, sungai ditandai dengan rona gelap, warna biru kehitaman,
tekstur halus dan pola tidak teratur. Sedangkan tambak adalah aktivitas perikanan
Pada citra Landsat kombinasi band 543, tambak ditandai dengan rona agak terang,
warna biru kehitaman, tekstur halus, pola seragam, terdapat lahan terbangun/jalan
dan dekat dengan muara sungai/pinggir laut.
Berdasarkan hasil intrepretasi dan klasifikasi tipe penutupan lahan pada
citra Landsat tahun 2002, 2006 dan 2009 di desa-desa pesisir Kabupaten Serdang
Bedagai, maka diperoleh luasan dari masing-masing tipe penutupan lahan. Dari
setiap kelas tutupan lahan dari tahun ke tahun ( 3 priode pengamatan ) ada yang
mengalami penambahan luasan dan ada yang mengalami penurunan luasan. Untuk
hasil pengamatan tipe-tipe penutupan lahan desa-seda pesisir Kabupaten Serdang
Tabel 5. Analisis Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
Penutupan
lahan Tahun 2002 Tahun 2006 Tahun 2009
Perubahan 2002 - 2006
Perubahan 2006 - 2009
Perubahan 2002 - 2009
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
Mangrove 2707,73 2507,17 2174,74 -200,56 -1,07 -332,43 -1,77 -532,99 -2,84
Pemukiman 2094,70 2184,52 2272,36 +89,96 +0,48 +87,10 +0,46 +177,06 +0,94
Perkebunan 2450,84 2866,05 3721,06 +415,20 +2,21 +855,01 +4,56 +1270,21 +6,77
Sawah 8124,53 7948,60 7673,76 -175,93 -0,94 -274,85 -1,46 -450,77 -2,40
Sungai 393,32 387,82 381,09 -5,50 -0,03 -6,72 -0,04 -12,22 -0,07
Tambak 2978,66 2855,62 2526,77 -123,03 -0,66 -328,86 -1,75 -451,89 -2,41
Total 18749,78 18749,78 18749,78
Sumber : Analsisi GIS
Berdasarkan hasil klasifikasi data citra Landsat tahun 2002, diperoleh hasil
bahwa kondisi penutupan lahan di desa – desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
sudah mengalami perubahan tutupan lahan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat
bahwa tutupan lahan tambak lebih besar dari pada hutan mangrove. Untuk tambak
2.978,65 Ha dan mangrove 2.707,73 Ha. Pertanyaan ini juga diperkuat dari hasil
interview dengan masyarakat sekitar, bahwa telah terjadi perubahan yang
signifikan dari hutan mangrove menjadi tambak di era tahun 1990-an. Sedangkan
tutupan lahan sawah merupakan jenis tutupan lahan yang terbesar yaitu
8.124,53 Ha dan sungai merupakan tutupan lahan dengan luasan terkecil yaitu
393,31 Ha.
Hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2006 (Tabel 5) menunjukkan telah
terjadi perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih
merupakan jenis tutupan lahan yang terluas sebesar 7.948,60 Ha. Hal ini sesuai
dengan pernyataan USU (1999) yang menyatakan bahwa kawasan pesisir bahwa
tanaman pertanian cocok tumbuh di kawasan pesisir, kemudian BPS (2008)
menambahkan bahwa pada umumnya kawasan pesisir Kabupaten Serdang
Bedagai mayoritas mata pencahariannya petani. Kemudian disusul secara
berturut-turut perkebunan sebesar 2.866,04 Ha, tambak sebesar 2855,62 Ha,
mangrovesebesar 2507,17 Ha, pemukiman sebesar 2.184,52 Ha dan terakhir
sungai sebesar 387,815 Ha.
Pada citra Landsat tahun 2009 (Tabel 5) menunjukkan tidak terjadi
perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih
merupakan jenis tutupan lahan terluas sebesar 7.673,76 Ha, kemudian disusul