• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN

LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

HARIANTO 061201029

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN

LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

HARIANTO

061201029/ MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Harianto

NIM : 061201029

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D Riswan S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

HARIANTO : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.

Penelitian analisis perubahan penutupan lahan telah dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan system informasi geografis(SIG). Identifikasi peta perubahan bentuk penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan Extention Change Detection Arc View Gis 3,3 pada citra Landsat ETM tahun 2002, 2006 dan 2009 (hasil digitasi skala 1: 250.000) diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan (manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak).

Hasil analisis bentuk perubahan tutupan lahan pada tahun 2002-2006 yakni hutan manggrove berkurang 39,713%, sawah berkurang 34,836%, sungai berkurang 1,089 dan tambak berkurang 24,362%. Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2006 – 2009 yakni hutan manggrove berkurang 35,258%, sawah 29,150%, sungai 0,713% dan tambak 34,879%. Perubahan tutupan lahan tahun 2002 – 2009 yaitu hutan manggrove berkurang 36,315%, sawah 31,691%, sungai 0,768 dan tambak 31,225%. tutupan lahan pemukiman dan perkebunan terus – menerus mengalami penambahan luasan. Untuk tutupan lahan pemukiman dan perkebunan dari tahun ketahun terus – menerus mengalami penambahan luasan.

(5)

ABSTRACT

Harianto : Mapping Land Level Changes in the coastal village of Serdang

Bedagai Supervised by Rahmawaty and Riswan

The study of land cover change analysis had been conducted using remote sensing methods (remote sensing) and geographic information systems (GIS). The identification of shape changes in land cover maps by using extensions Change Detection Arc View GIS 3.3 on Landsat ETM 2002, 2006 and 2009 (the digitized scale 1: 250,000) obtained 6 (six) classes of land cover (mangrove, settlements, plantations , fields, rivers and -ponds).

Results of analysis of land cover changes in the year 2002-2006 is, mangrove forests reduced 39.713%, 34.836% reduced rice fields, rivers and ponds reduced reduced 1.089 24.362%. Results of land cover change in 2006 - 2009 which reduced the mangrove forests 35.258%, 29.150% rice fields, rivers and ponds 0.713% 34.879%. Changes in land cover in 2002 - 2009 which reduced the mangrove forests 36.315%, 31.691% rice fields, rivers and ponds 0.768 31.225%. land cover settlements and plantations continue - constantly experiencing the addition of an area. For residential and farm land cover from year to year continue - constantly experiencing the addition of an area.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kerasaan II Kabupaten Simalungun pada tanggal 4 Agustus 1987 dari pasangan yang berbahagia ayahanda Paeran dan ibunda Nurati. Penulis merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kerasaan II lulus tahun 2000, pendidikan lanjutan di SMP SATYRA BUDI lulus tahun 2003, pendidikan menengah di SMA N 2 Bandar lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk ke PTN USU pada program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Geodesi dan Kartografi, Inventarisasi Hutan, Keteknikan Hutan, dan Ilmu Ukur Kayu. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) RABBANI dan Tim Syuro’ Fakultas Pertanian (TSFP). Pada tahun 2007 penulis pernah menjabat posisi strategis sebagai Wakil Ketua Badan Kenaziran Mushola Baitul Asyjaar Kehutanan USU dan pada tahun 2009-2010. Selain itu, penulis aktif dalam organisasi eksternal kampus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa

atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan

penelitian yang berjudul Evaluasi Kerusakan Lahan Ekosistem Hutan Manggrove

diKabupaten Serdang Bedagai.

Pada Kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan

mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada

Ibu Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Bapak Riswan S.Hut selaku ketua dan

komisi pembimbing yang telah membimbing dan telah memberikan berbagai

masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, mencari literatur

dan sampai melakukan penelitian.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan usulan

penelitian ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun

untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih.

Medan, Maret 2011

(8)

DAFTAR ISI

Fungsi mangrove ... 9

Gambaran Kerusakan Mangrove ... 10

Penyebab Kerusakan Mangrove ... 12

Tingkat pendapatan masyarakat yang relative rendah ... 12

Penebangan liar (Illegal logging) ... 12

Pembukaan tambak udang secara liar ... 13

Presepsi yang keliru tentang mangrove ... 13

Lemahnya penegakan hukum ... 14

Sistem Informasi Geografis ... 14

Pengertian dan fungsi GIS ... 14

Komponen dasar dalam penggunaan GIS ... 16

Sub-sistem GIS ... 17

Sistem Satelit Landsat ... 18

Aplikasi GIS ... 20

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 22

Bahan dan Alat ... 23

Prosedur Penelitian ... 23

Pengumpulan data ... 23

Analisis data ... 24

Pembuatan penutupan lahan ... 24

Perubahan penutupan lahan ... 29

(9)

Survey lapangan ... 32

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak wilayah ... 33

Pemerintahan ... 33

Kecamatan Pantai Cermin ... 34

Kecamatan Bandar Kalipah ... 34

Kecamatan Tanjung Beringin ... 35

Kecamatan Perbaungan ... 36

Kecamtan Teluk Mengkudu ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Tutupan Lahan ... 38

Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 41

Perubahan Tutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 46

Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Desa Pesisir Sergei ... 48

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002 - 2006 ... 48

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2006 - 2009 ... 56

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002 - 2009 ... 64

Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Kecamatan Pesisir Sergei ... 68

Perubahan bentuk lahan di kecamatan tahun 2002-2006 ... 68

Perubahan bentuk lahan di kecamatan tahun 2006-2009 ... 70

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 73

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Keanekaragaman jenis tumbuhan manggrove di beberapa negara ... 7

2. Perubahan penggunaan lahan dan budi daya tambak di pesisir timur Sumatera Utara tahun 1977 dan 1988/1989 ... 8

3. Deskripsi singkat band dalam Landsat TM 7 dan kegunaannya... 17

4. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ... 38

5. Analisis tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Sergei ... 46

6. Bentuk-bentuk dan luas perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 – 2006 ... 49

7. Bentuk-bentuk dan luas perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 – 2009 ... 57

8. Perubahan bentuk tutupan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 – 2006 ... 69

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 22

2. Tahapan analisis citra dengan metode digitasi onscreen ... 25

3. Analisis perubahan tutupan lahan dengan change detection ... 30

4. Analisis peruabahn tutupan lahan di kecamatan pesisir Sergei ... 31

5. Peta hasil digitasi Onscreen pada citra Landsat ... 38

6. Tipe penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 41

7. Perubahan tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 , 2006 dan 2009 ... 46

8. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2006 ... 51

9. Peta bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2006 ... 53

10. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 - 2009 ... 59

11. Perubahan tutupan lahan sungai menjadi perkebunan ... 61

12. Perubahan tutupan lahan tambak menjadi perkebunan ... 62

13. Peta bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 - 2009 ... 63

14. Bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2009 ... 65

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Nama – nama desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 75

2. Jumlah penduduk desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 77

(13)

ABSTRAK

HARIANTO : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.

Penelitian analisis perubahan penutupan lahan telah dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan system informasi geografis(SIG). Identifikasi peta perubahan bentuk penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan Extention Change Detection Arc View Gis 3,3 pada citra Landsat ETM tahun 2002, 2006 dan 2009 (hasil digitasi skala 1: 250.000) diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan (manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak).

Hasil analisis bentuk perubahan tutupan lahan pada tahun 2002-2006 yakni hutan manggrove berkurang 39,713%, sawah berkurang 34,836%, sungai berkurang 1,089 dan tambak berkurang 24,362%. Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2006 – 2009 yakni hutan manggrove berkurang 35,258%, sawah 29,150%, sungai 0,713% dan tambak 34,879%. Perubahan tutupan lahan tahun 2002 – 2009 yaitu hutan manggrove berkurang 36,315%, sawah 31,691%, sungai 0,768 dan tambak 31,225%. tutupan lahan pemukiman dan perkebunan terus – menerus mengalami penambahan luasan. Untuk tutupan lahan pemukiman dan perkebunan dari tahun ketahun terus – menerus mengalami penambahan luasan.

(14)

ABSTRACT

Harianto : Mapping Land Level Changes in the coastal village of Serdang

Bedagai Supervised by Rahmawaty and Riswan

The study of land cover change analysis had been conducted using remote sensing methods (remote sensing) and geographic information systems (GIS). The identification of shape changes in land cover maps by using extensions Change Detection Arc View GIS 3.3 on Landsat ETM 2002, 2006 and 2009 (the digitized scale 1: 250,000) obtained 6 (six) classes of land cover (mangrove, settlements, plantations , fields, rivers and -ponds).

Results of analysis of land cover changes in the year 2002-2006 is, mangrove forests reduced 39.713%, 34.836% reduced rice fields, rivers and ponds reduced reduced 1.089 24.362%. Results of land cover change in 2006 - 2009 which reduced the mangrove forests 35.258%, 29.150% rice fields, rivers and ponds 0.713% 34.879%. Changes in land cover in 2002 - 2009 which reduced the mangrove forests 36.315%, 31.691% rice fields, rivers and ponds 0.768 31.225%. land cover settlements and plantations continue - constantly experiencing the addition of an area. For residential and farm land cover from year to year continue - constantly experiencing the addition of an area.

(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kawasan pesisir

dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Selain menempati wilayah yang sangat

luas, kawasan pesisir yang terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti

ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah

tersebut memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumberdaya alam seperti

ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi. Kemudahan akses terhadap

kawasan pesisir cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir

ditahun-tahun mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumber daya ekonomi

maupun pemanfaatan ruang.

Secara geografis, letak wilayah pesisir yang berada di antara daratan dan

lautan, menyebabkan tingginya tingkat keterkaitan dan saling mempengaruhi

antara ekosistem di daratan dengan ekosistem di pesisir. Hal ini mengakibatkan

wilayah pesisir sangat rentan terhadap berbagai dampak kegiatan yang dilakukan

di daerah atas (hulu). Pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di daratan terutama

yang terletak pada ekosistem daerah aliran sungai dan pemanfaatan sumberdaya

wilayah pesisir dapat memberikan kontribusi dan keuntungan finansial yang

sangat besar bagi pembangunan. Namun apabila pemanfaatan tersebut dilakukan

tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan karakteristik sumber dayanya maka

dampak berupa kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya akan sangat besar.

Salah satu sumber daya alam yang penting di kawasan pesisir adalah

ekosistem mangrove. Mangrove merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir,

(16)

digunakan untuk menyebut ekosistem hutan pada lahan pasang surut di pantai

berlumpur). Umumnya ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam

(natural resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan

masyarakat. Lokasi ekosistem mangrove mudah dijangkau dan berada pada

kawasan-kawasan yang sudah cukup terbuka/berkembang. Selain itu, potensi

ekonomi hutan mangrove cukup tinggi dan didukung oleh kemudahan

pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hubungan antar ekosistem dan antar sektor

yang sangat kuat di wilayah pesisir mendorong laju kerusakan ekosistem

mangrove.

Kerusakan ekosistem hutan mangrove telah terjadi di kawasan pantai timur

Sumatera Utara. Salah satu faktor kerusakannya menurut Onrizal dan Cecep

(2008) adalah konversi lahan untuk tambak dan pengambilan pohon mangrove

untuk kayu arang. Dapat dilihat pada tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya

berada pada tingkat semai dan panjang, sedangkan pada tingkat pohon tidak

dijumpai. Hal ini juga terjadi pada kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.

Berdasarkan laporan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (2010) bahwa

kawasan luas hutan mangrove mengalami penurunan ditandai dengan rendahnya

angka kecukupan luas hutan dan penutupan hutan, hanya meliputi angka 3,57%

kawasan hutan dengan kondisi kritis, dibawah jauh dari angka minimal 30%.

Dengan memperhatikan fenomena di atas, maka diperlukan data-data

spasial kawasan pesisir yang berguna dalam pemanfaatan dan pengelolaaan

sumberdaya dan ruang di kawasan pesisir yang direncanakan secara

(17)

lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan

2009.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penutupan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang

Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

2. Untuk mengetahui perubahan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang

Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

3. Untuk mengetahui perubahan tutupan lahan kecamatan pesisir Kabupaten

Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi para stake

holder pengelolaan ekosistem mangrove pesisir di Kabupaten Serdang bedagai

maupun bagi kalangan akademisi dan dunia ilmu pengetahuan yaitu diperolehnya

data-data ilmiah berbasis spasial tentang perubahan lahan yang terjadi pada

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Pesisir

Menurut Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah

(2003) wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang

saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik

maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus

sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan.

Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun

terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin

laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup

bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat

seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan

manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dengan

memperhatikan aspek kewenangan daerah di wilayah laut, dapat disimpulkan

bahwa pesisir masuk ke dalam wilayah administrasi daerah propinsi dan daerah

kabupaten/kota.

Provinsi Sumatera Utara terletak pada pesisir geografis antara 1°- 4° LU

dan 98° - 100° BT dengan luas areal 711.680 km² (3,72% dari luas areal

Republik Indonesia). Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai

sepanjang 545 km terdiri dari 7 Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Langkat, Kota

Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu,

Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah Pantai Timur

Sumatera Utara menurut Nurdin (2004) dapat dikelompokkan menjadi 2 wilayah

(19)

1. Wilayah up-land adalah kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) yang

merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan

dibawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut). Yang termasuk wilayah

up-land adalah Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Langkat,

Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang

Bedagai

2. Wilayah low-land adalah daerah aliran sungai (DAS) yang masih dipengaruhi

oleh pasang surut pada keenam Kabupaten/Kota tersebut sampai 4 mil ke arah

laut.

Peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan

dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir,

pembuangan limbah ke laut, erosi pantai (abrasi), akresi pantai (penambahan

pantai) dan sebagainya. Dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan

taraf hidupnya, manusia melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan

sumberdaya alam sehingga berpengaruh terhadap lingkungan di wilayah pesisir

khususnya garis pantai. Kerusakan pantai (abrasi) sepanjang pantai disebabkan

oleh fenomena alam dan oleh masyarakat yang mengambil pasir diperairan pantai.

Sedangkan penambahan pantai (akresi) disebabkan oleh masyarakat setempat

dengan membuat tanggul pantai kearah laut untuk dijadikan sebagai lahan

tambak (Tarigan, 2007).

Hutan Mangrove

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan

(20)

berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di

daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai)

yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang

komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora

dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara

batas air pasang dan surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi,

gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer

(perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap

endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa

ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh subur dan luas di daerah delta

dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai yang tidak ada

sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi

besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan bersalinitas tinggi di

mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh (Irwanto, 2006).

Pembagian kawasan mangrove berdasarkan perbedaan penggenaannya

Arief (2003) adalah sebagai berikut:

1. Zona proksimal yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona ini

biasanya akan ditemukan jenis-jenis Rizophora mucronata, Rizophora

apiculata dan Soneratia alba.

2. Zona midle yaitu kawasan (zona) yang terletak di antara laut dan darat. Pada

(21)

Rizhopora alba, Bruguera gymnorrhiza, Avicenia marina, Avicenia officinalis

dan Ceriops tagal.

3. Zona distal yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan

ditemukan jenis-jenis Heritiera hitoralis, Pongamia, Pandanus spp, dan

Hibiscus tiliaceus.

Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia mempunyai

keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove yang paling tinggi (101 jenis),

sementara itu Victoria – Australia dan Selandia Baru hanya mempunyai satu jenis

mangrove (Avicennia marina). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di beberapa negara

No Negara Jumlah Jenis Pustaka

Sumber : Cecep Kusmana, 1996

Dalam hal fauna, secara umum hutan mangrove berasosiasi dengan fauna laut dan

darat. Fauna darat misalnya monyet ekor panjang (Macaca spp.), biawak

(Varanus salvator), burung, ular dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi

oleh Moluska dan Krustase. Golongan Moluska umumnya didominasi oleh

Gastropoda, sedangkan golongan Krustase didominasi Brachyura. Dalam hal ini

(22)

Sumber : Onrizal, 2010.

Perubahan luas hutan mangrove primer menjadi hutan mangrove sekunder

disebabkan oleh aktivitas penebangan, baik untuk industri kayu arang maupun

kayu bakar dan perancah. Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder

menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama

pembukaan areal untuk pertambakan, perkebunan, permukiman dan areal

pertanian lainnya. Selain itu, areal hutan mangrove juga berkurang akibat abrasi

yang diawali oleh rusaknya tegakan hutan mangrove akibat konversi dan

penebangan dalam skala yang besar. Perubahan penggunaan lahan dan dampak

budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan

1988/1989 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan dan dampak budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989

Dampak terhadap tutupan hutan mangrove/penggunaan lahan antara tahun 1977 dan 1988/1989

Langkat Deli

Serdang Asahan

Labuhan

Batu Total

Hutan sekunder di lahan bekas

hutan primer 1.127 1.060 2.879 4.461 9.527 Hutan sekunder di bekas lahan

garapan 1.262 3.097 1.098 2.363 7.820

Hutan gundul di bekas hutan

primer 72 112 249 106 539

Hutan gundul di bekas hutan

sekunder 5 43 0 22 70

Tambak yang sudah ada tahun

1977 0 308 0 0 308

Tambak udang yang berlokasi di

bekas hutan primer 2.394 3.078 808 14 6.294 Tambak udang yang berlokasi di

bekas hutan sekunder 835 696 108 18 1.657 Tambak udang yang berlokasi di

bekas lahan garapan 1.233 1.012 137 0 2.382 Luas total perubahan dari hutan

primer dan hutan belukar sekunder 3.229 3.774 916 32 7.951 Luas garapan yang berlokasi di

bekas hutan primer 1.104 1.184 3.505 1.218 7.011 Luas garapan yang berlokasi di

bekas hutan sekunder 1.281 403 2.444 913 5.041 Areal hutan primer dalam luasan <

50 ha 1.261 1.329 477 328 3.395

Areal hutan sekunder dalam luasan

(23)

Hutan mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara yang terletak di

sistem lahan KJP (kajapah) dan PTG (putting) disusun oleh 20 jenis flora

mangrove, dengan jenis paling dominan adalah Avicenia marina yang merupakan

jenis pionir. Tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada tingkat semai

dan pancang, sedangkan tingkat pohon tidak dijumpai, sehingga tergolong hutan

mangrove muda. Parameter tanah dan kualitas air yang penting bagi pertumbuhan

mangrove, secara umum tidak melampaui ambang batas yang diperkenankan,

kecuali potensi pirit yang terdapat di kedua sistem lahan yang akan mengancam

pertumbuhan mangrove jika tidak segera teratasi, karena bersifat racun bagi

tumbuhan (Kusmana dan Onrizal, 2008).

Fungsi Mangrove

Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk

menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing

sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat

pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang,

dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman

biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman

anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai

sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan

tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut,

kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah

tersebut. Pada daerah ini akan terdapat ekosistem terumbu karang, ekosistem

(24)

yang satu dengan lainnya. Dengan demikian, terjadinya kerusakan/gangguan pada

ekosistem yang satu tentu saja akan mengganggu ekosistem yang lain. Sebaliknya

keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan

memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir khususnya para

nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah

satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota laut

lainnya (Sudarmadji, 2001).

Hutan mangrove tidak hanya merupakan ekosistem berbagai jenis ikan,

udang, kepiting, kerang, reptil dan mamalia, tetapi akarnya yang kuat mampu

menahan gelombang, abrasi pantai dan intrusi air laut. Bahkan akarnya mampu

menetralkan berbagai senyawa beracun yang terbawa air laut. Disamping itu hutan

mangrove juga menjadi tempat berkembang biaknya satwa liar seperti elang

Bondol (Halistur indus), burung raja udang (Halcyon chloris), belibis

(Dendrocygna SP), dan teruwok (Amaurornis phoenicurus). Bahkan monyet ekor

panjang (Macaca fascicularis) dan bekantan (Nasalis larvatus) juga hidup di

hutan mangrove. Sejak dahulu, mangrove digunakan sebagai kayu bakar bagi

penduduk local (Ambarwulan dkk, 2003).

Gambaran Kerusakan Ekosistem Mangrove

Pada dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove

secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti

mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah

berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki

boundary yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 s/d tahun

(25)

kasus lokal di kawasan Hutan Mangrove Kabupaten Langkat dan Deli Serdang

(termasuk Serdang Bedagai) yang diteliti dilaporkan oleh Purwoko dan Onziral

(2001) yang menyatakan bahwa berdasarkan kondisi ekosistem yang dijumpai

tersebut, kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan lagi bagi

vegetasi dan satwa untuk berlindung dan beregenerasi secara alami.

Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan

sumber daya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan

pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada

menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Kasus-kasus adanya

keluhan penurunan hasil tangkapan oleh nelayan menurut laporan Ramli dan

Purwoko (2003) terjadi di beberapa tempat seperti di Pantai Cermin, Pantai Labu,

Secanggang, Pantai Pandan dan Sei Berombang.

Di Kabupaten Serdang Bedagai, hutan mangrove umumnya memiliki

tingkat keterbukaan wilayah yang tinggi dan relatif dekat dengan sentra-sentra

kegiatan perekonomian masyarakat. Kondisi ini membuat hutan mangrove di

Kabupaten Serdang Bedagei memiliki interaksi sosio-ekosistem yang tinggi.

Menurut Purwoko dan Onrizal (2002), interaksi yang tinggi antara masyarakat

dengan kawasan hutan biasanya membawa dampak yang cukup serius terhadap

ekosistem kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya. Dari satu sisi, hal

ini mengindikasikan bahwa keterlibatan sektor kehutanan dalam perekonomian

dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif. Namun di

sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya terhadap perekonomian

wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius. Padahal kelestarian

(26)

mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan ekosistem kehidupan di sekitar

kawasan pesisir.

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Kerusakan hutan mangrove merupakan permasalahan yang kompleks yang

terdapat pada berbagai level kegiatan yang pada akhirnya mempengaruhi

ekosistem mangrove secara menyeluruh. Permasalahan-permasalahan utama yang

melatar belakangi terjadinya degradasi hutan mangrove di Sumatera Utara

menurut Passaribu (2004) tidak terlepas dari :

1. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah

Kebanyakan masyarakat di kawasan pesisir bekerja sebagai nelayan

tradisional. Meskipun cukup potensial namun tingkat kesejahteraan masyarakat

pesisir relatif masih rendah jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain.

Hal ini disebabkan terbatasnya peralatan yang dimiliki nelayan tradisional yang

mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan penghasilan nelayan. Dalam satu

bulan nelayan tradisional hanya efektif bekerja 20 hari. Untuk mengisi waktu saat

tidak melaut nelayan melakukan pekerjaan sampingan untuk menambah

pendapatan seperti beternak kepiting, ikan kerapu dan mencari kayu bakar.

Pencarian kayu bakar dilakukan di hutan mangrove di sekitar mereka dengan

penebangan yang tidak memenuhi aturan sehingga mengakibatkan percepatan

kerusakan.

2. Penebangan liar (illegal logging)

Kayu mangrove termasuk bahan baku terbaik dalam pembuatan arang,

yang bernilai ekonomi untuk dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor ke luar

(27)

mengakibatkan masyarakat mendirikan dapur arang yang beroperasi secara liar.

Untuk memenuhi bahan bakar tidak jarang masyarakat melakukan penebangan

liar di kawasan lindung dan sempadan pantai yang seyogianya terlarang bagi

pengambilan kayu. Izin yang dikeluarkan bagi pengusaha dapur arang sebanyak

42 izin tetapi terdapat 250 dapur arang lainnya yang beroperasi secara liar di

Kabupaten Langkat.

3. Pembukaan tambak udang secara liar

Peningkatan harga udang di pasaran nasional sejak tahun delapan puluhan,

menyebabkan banyak masyarakat membuka lahan tambak di daerah pantai yang

menimbulkan konversi lahan. Kawasan mangrove berubah menjadi hamparan

tambak dan kerusakan mangrove di perparah oleh kurangnya kesadaran

pengusaha dan masyarakat dalam melakukan pelestarian di daerah lindung dan

sempadan. Pembukaan tambak tidak hanya dilakukan di kawasan hutan produksi

yang secara umum diperkenankan, juga dijumpai oknum-oknum tertentu

melakukan ekstensifikasi tambak sampai ke hutan lindung.

4. Persepsi yang keliru tentang mangrove

Banyak masyarakat maupun birokrat yang berhubungan dengan bidang

kesehatan mempunyai pandangan yang keliru tentang mangrove. Mangrove

dianggap sebagai tempat kotor untuk tempat bersarang dan berkembang biak

nyamuk malaria, lalat dan berbagai jenis serangga lainnya. Hal ini telah

mendorong terjadinya pembabatan mangrove yang berlebihan untuk mengatasi

(28)

5. Lemahnya penegakan hukum

Pada dasarnya telah banyak peraturan perundangan yang bertujuan untuk

mengatur dan melindungi sumberdaya mengrove melalui cara-cara pengelolaan

yang didasarkan pada prinsip-pirnsip kelestarian namun demikian belum

dibarengi dengan pelaksanaan penegakan hukum yang memadai. Sehingga dari

waktu ke waktu semakin banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan tanpa

adanya upaya penegakan hukum yang berarti.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pengertian dan fungsi SIG

Sistem informasi geografis (SIG) adalah Suatu komponen yang terdiri dari

perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang

bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki,

memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan

menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (UNDP, 2007). SIG

mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik

tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan

hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah

data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem

koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat

menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan

pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi

lainnya.

Sistem Informasi Geografis mempunyai tiga fungsi utama yaitu : (1)

(29)

diambil, (2) mengartikan dan menganalisis data komponen geografis yang

berhubungan secara khusus, (3) mengorganisasikan dan mengelola sejumlah data

dengan berbagai cara sehingga informasi dapat diperoleh dengan mudah oleh para

pengguna (Budiyanto, 2002).

Sistem Informasi Geografis (SIG) sudah cukup lama dikenal sejak awal

tahun 1960 di Kanada dan Amerika Serikat, yang saat itu banyak digunakan untuk

keperluan Land Information System. Saat ini SIG sudah banyak digunakan untuk

keperluan lain seperti pengembangan wilayah, perpetaan, lingkungan dan

sebagainya. SIG mulai dimanfaatkan di Indonesia pada awal tahun 1980 terutama

dalam pembuatan peta, pengelolaan wilayah, analisis lingkungan dan agraria.

Teknologi ini pada dasarnya memiliki ciri dapat memasukkan, menyimpan,

mengolah dan menyajikan data dalam suatu sistem komputer, dengan data dapat

berupa gambar maupun tulisan atau angka (Sukojo, 2003).

Komponen dasar dalam penggunaan SIG

Menurut Anam (2005), komponen yang membangun SIG ada lima bagian

yaitu :

1. Perangkat Lunak (Software)

Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS dan juga

perangkat software pendukung lainnya yaitu operating system dan software

database lainnya seperti oracle.

2. Perangkat Keras (Hardware)

Hardware komputer ini digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS. Dan

juga komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter,

(30)

3. Sumberdaya Manusia

Untuk menjalankan GIS diperlukan operator komputer GIS, untuk pembuatan

aplikasi GIS dibutuhkan ahli programmer, untuk mendesain suatu sistem GIS

diperlukan ahli analisis system GIS.

4. Data

Komponen ini sangat menentukan kualitas informasi dari output GIS.

Pemahaman sistem data, termasuk didalamnya adalah sistem referensi spasial.

5. Metode

Metode adalah prosedur atau ketentuan pembangunan GIS.

Sub-sistem SIG

Anam (2005) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada

dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu :

1. Input Data

Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data

atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data

tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang

disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid.

Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori :

a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus,

catatan lapangan dan data tabuler lainnya.

b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra

penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.

c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari

(31)

2. Pemrosesan Data

Pemrosesan terdiri dari manipulasi dan analisis data. Fungsi dari

manipulasi dan analisis data dilakukan untuk kepentingan geometrik yang

digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pencarian lokasi

atau luas areal yang sesuai dengan kriteria tertentu atau dapat pula dalam

pencarian informasi yang ada dalam suatu tempat tertentu. Manipulasi dilakukan

dengan rotasi, pengubahan dan penskalaan koordinat, konversi koordinat geografi,

registrasi, analisis spasial dan statistik. Analisis data yang ada pada database

dilakukan dengan menggunakan overlaying beberapa layer tematik yang

berkaitan.

3. Output Data

Output dari SIG dapat berupa peta hasil cetak warna, peta digital, dan data

tabuler. Peta hasil cetak dapat berupa peta garis (dengan menggunakan plotter)

maupun peta biasa (dengan menggunakan printer).

Sistem Satelit Landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang

dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.

Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua.

Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3. Satelit generasi

kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor

Thematic Mapper (TM).

Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran

terutama dititikberatkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi

(32)

tentang kegunaan masing-masing band dapat dilihat pada Tabel 3. Terakhir

kalinya akhir era 2000- an NASA menambahkan penajaman sensor band

pankromatik yang ditingkatkan resolusi spasialnya menjadi 15m x 15m sehingga

dengan kombinasi didapatkan citra komposit dengan resolusi 15m x 15 m.

Tabel 2. Saluran Citra Landsat TM Saluran Kisaran

Gelombang (µ m) Kegunaan Utama

1 0,45 – 0,52

Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.

2 0,52 – 0,60

Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat

3 0,63 – 0,69

Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil

4 0,76 – 0,90

Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.

5 1,55 – 1,75

Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.

6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

7 10,40 – 12,50

Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.

8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

(33)

Tabel 3. Deskripsi Singkat Band Dalam Landsat TM7 dan Kegunaannya Band Contoh aplikasi

1 Pemetaan wilayah pantai dan perairan, pembuatan batimetri, pemetaan sedimentasi

2 Pemetaan vegetasi, identifikasi reflektansi klorofil

3 Identifikasi absorbsi klorofil, pembedaan spesies tumbuhan, dan biomasa 4 Spesiaes vegetasi, biomasa, kelembaban tanah

5 Pembatasan fenomena tanah dan tumbuhan, pemetaan wilayah pemukiman

6 Pemetaan evapotranspirasi, pemetaan suhu permukaan, kelembaban tanah

7 Geologi, pemetaan tipe batuan dan mineral, pembatasan badan air, pemetaan tingkat kelembaban tumbuhan

Sumber : Indrawan Suryadi, 2007

Citra penginderaan jauh sangat bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan

pesisir karena daerah yang sulit dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan

dengan menggunakan citra. Dengan menggunakan citra, subyektifitas dalam

pengukuran obyek bisa ditekan, meskipun dalam proses klasifikasi ketelitiannya

juga masih sangat tergantung pada keahlian, pengalaman maupun pengenalan

akan wilayah kajian yang dimiliki oleh interpreter. Semakin baik pengetahuan

interpreter mengenai karakteristik citra dan kondisi penutup lahan di wilayah

kajian, maka hasil klasifikasi akan semakin teliti. Namun demikian, ketelitian

hasil juga sangat tergantung pada resolusi spasial citra. Sebagai contoh, citra

satelit Landsat dengan ukuran piksel 30 x 30 meter (900 m2), maka obyek pada

luasan satu piksel yang lebih kecil dari ukuran tersebut tidak dapat dirinci lagi.

Kelas obyek yang muncul adalah obyek yang dominan (Ambarwulan dkk, 2003).

Aplikasi SIG

Penggunaan GIS telah banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti :

pertanian, militer, pemasaran, industri, transportasi, lingkungan, dan kehutanan.

(34)

sumber daya alam karena GIS merupakan suatu alat manajemen yang ampuh

untuk perencanaan dan pengelolaan. Beberapa aplikasi GIS dalam perencanaan

dan pengelolaan sumber daya alam antara lain : perubahan penggunan lahan,

inventarisasi hutan, penilaian dampak lingkungan, perencanaan jalan, pelacakan

spesies terancam punah, kemampuan klasifikasi penilaian dan penggunaan

lahan (Rahmawaty, 2002).

Salah satu aplikasi GIS untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan

yang telah dilakukan oleh Rahmawaty (2009) pada DAS Besitang Sumatera

Utara dengan membandingkan perubahan lahan tahun 1990 , 2001 dan 2006.

Kemudian Purwoko dkk (2006) menggunakan GIS untuk analisis perubahan

fungsi lahan di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat dengan

menggunakan citra satelit Landsat hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

penurunan luas areal hutan mangrove primer yaitu sebesar 4.905,98 ha (64,27%).

Sementara, terdapat peningkatan luas pada bentuk-bentuk penutupan

lahan/penggunaan ruang seperti hutan mangrove sekunder sebesar 4123,89 ha

(54,04%), tambak sebesar 350,51 ha (4,55%), badan air sebesar 102,53 ha

(1,34%), lahan kosong 291,45 ha (3,82%) dan pemukiman sebesar 37,47 ha

(0,48%).

Sistem Informasi Geografis (SIG) banyak digunakan dalam bidang ilmu

penelitian, salah satunya untuk mengetahui perubahan luasan mangrove di pantai

timur Ogan Komering Ilir (OKI) provinsi Sumatera Selatan menggunakan data

citra Landsat TM diperoleh bahwa distribusi dan luasan mangrove mengalami

penurunan, karena adanya konversi besar-besaran dalam kurun waktu 11 tahun

(35)

luas pemukiman dan lahan terbuka, serta timbulnya kelas baru pada daerah

mangrove yaitu pertambakan. Kondisi luasan total hutan mangrove di sepanjang

Pantai Timur OKI pada tahun 1992 sebesar 56.418,57 ha, 8 tahun kemudian

(2000) menyusut menjadi 47.781 ha lalu pada tahun 2003 luasannya hanya

(36)

Peta Negara Indonesia Peta Sumatera Utara

Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan

Desember 2010, dengan perincian pada bulan Agustus sampai September 2010

kegiatan pengumpulan data, pada bulan September sampai November 2010

kegiatan menganalisis data dan pada bulan November sampai Desember 2010

kegiatan ground check lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di desa-desa pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 23 desa. Pada kecamatan Pantai Cermin

sebanyak 7 (tujuh) desa, kecamatan Perbauangan sebanyak 1 (satu) desa,

kecamatan Teluk Mengkudu sebanyak 7 (tujuh) desa, kecamatan Tanjung

Beringin sebanyak 5 (lima) desa dan kecamatan Bandar Khalifah sebanyak 3

(tiga) (Gambar 1). Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan

Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(37)

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data spasial dan non

spasial untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian

Jenis Data Nama Data Sumber Tahun Keterangan

Data spasial

Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2002 Bagus Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2006 Rusak Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2009 Rusak Peta Administrasi Kab. Sergei Dishut Sumatera Utara 2008 Bagus Peta RBI lokasi penelitian Dishut Sumatera Utara 2008 Bagus Data Non

spasial

Penggunaan / penutupan lahan Hasil interpretasi dan klasifikasi citra

2010 -

Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer (perangkat keras dan

lunak) dengan software Erdas 8.5 dan software ArcView GIS 3.3, Global

Positioning System (GPS), kamera, kalkulator, seperangkat peralatan survei

lapangan dan alat tulis serta printer untuk mencetak peta dan data.

Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan data

Dari sumbernya data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data

primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan

cara pengecekan langsung di lapangan pada lokasi penelitian. Data sekunder yang

dikumpulkan dalam penelitian ini berupa citra Landsat TM tahun 2002, 2006 dan

2009 Kabupaten Serdang Bedagai, Peta Administrasi Kabupaten Serdang

Bedagai, dan peta rupa bumi kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah

(38)

Pada tahap ini dilakukan pra survey di wilayah yang akan diteliti. Adapun

persiapan yang diperlukan diantaranya adalah persiapan administrasi berupa

perizinan untuk melakukan penelitian, transportasi menuju wilayah penelitian,

serta literatur – literatur yang mendukung penelitian. Pada tahap ini ditentukan

juga kapan waktu pelaksanaan kegiatan pengambilan data di lapangan.

Tutupan lahan yang dianalisis pada penelitian ini sebanyak 6 (enam) kelas.

Banyaknya kelas penutupan/penggunaan lahan berdasarkan hasil survey awal

yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan kemampuan citra Landsat yang

berkaitan dengan resolusi spasialnya 30 x 30 m untuk setiap pixel pengamatan.

Adapun tutupan lahan yang dianalisis meliputi : hutan manggrove, pemukiman,

perkebunan, sawah, sungai dan tambak.

2. Analisis Data

2.1 Pembuatan Penutupan Lahan

Pembuatan tutupan lahan merupakan tahap yang paling penting dalam

analisa data. Kegiatan dilakukan dengan manggunakan alat digitizer atau

menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi onscreen yang dilakukan

pada masing-masing citra. Proses dalam pembuatan tutupan lahan dari mulai

awal sampai akhir kegiatan adalah sebagai berikut:

2.1.1 Citra pembuatan peta penutupan lahan

Citra Landsat TM 7 dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta

penggunaan lahan (Land Use) dari kawasan yang diteliti. Menurut Sukojo dan

Susilowati (2003) pengelolaan citra Landsat TM 7 bertujuan untuk mengekstrak

informasi-informasi yang terdapat pada citra baik yang bersifat informasi spasial

(39)

Gambar 2. Tahapan Analisis Citra Landsat dengan Metode Digitasi Onscreen digital dengan bantuan komputer. Kegiatan dalam menganalisis penutupan lahan

masing-masing citra (2002, 2006 dan 2009) dapat dilakukan dalam enam tahap

yang digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 2.

Citra Landsat 129/57

Citra Landsat 128/58

Mosaik Image

Subset image

Koreksi Citra

Perbaikan Citra ( Imange Enhacement)

Interpretasi Citra

Peta Penutupan Lahan

Digitasi Onscreen

Citra Terkoreksi No

(40)

2.1.1.1 Mosaik image

Mosaik image adalah penggabungan dua citra atau lebih yaitu

menggabungkan citra Landsat TM 7 Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002,

2006 dan 2009 yang terdiri dari Path 129 Row 57 dan Path 129 Row 58. Pada

kegiatan mosaik image dilakukan pada program Arc View Gis 3.3 dengan

menggunakan Extention Image Analisys yang tersedia pada program.

Tahapan dalam proses mosaik image pada masing-masing citra adalah

sebagai berikut :

1. Buka citra tahun 2002 Path Rows 129 57, Path Rows 128 58 pada jendela

View.

2. Dengan bantuan Extention Image Analisys lakukan proses mosaik dan tunggu

samapai proses selesai.

3. Lakukan hal yang sama pada citra tahun 2006 dan citra tahun 2009. Sehingga

pada proses mosaik citra ini diperoleh tiga (3) citra Landsat.

2.1.1.2 Subset image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah

kawasan yang akan diteliti dari hasil mosaik citra. Kegiatan subset image citra

dilakukan pada program Erdas Imagine 8.5. Adapun tahapan dalam proses subset

image adalah:

1. Buka citra hasil mosaik pada program Erdas Imagine 8.5

2. Tentukan poligon acuan yang digunakan untuk mensubset citra

3. Poligon acuan subset pertama digunakan untuk subset citra selanjutnya

(41)

2.1.1.3 Koreksi citra

Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai

dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami

berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, media antara, dan

objeknya sendiri sehingga dipulihkan kembali. Kegiatan dalam koreksi citra

dalam penelitian adalah koreksi geometris.

Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) koreksi geometris disebabkan oleh

pergeseran posisi terhadap sistem koordinat referensi dengan menggunakan data

titik kontrol tanah yang prosesnya disebut resampling. Resampling adalah suatu

proses transportasi citra diskrit dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat

lain yang merupakan fungsi pemetaan transformasi spasial. Adapun tujuan dari

koreksi geometris adalah :

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat citra sesuai dengan

koordinat geografi.

- Mencocokkan (registrasi) posisi citra lainnya atau menstransformasikan sistem

koordinat citra multispektral dan multitemporal.

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang

menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.

Koreksi geometris citra dilakukan pada program Erdas Imagine 8.5 pada

ketiga citra hasil subset image. Untuk kegiatan ini yang menjadi citra acuan

adalah citra Landsat tahun 2002. Hal ini dikarenakan citra Landsat tahun 2002

kondisinya lebih bagus dibandingkan citra tahun 2006 dan 2009. Disamping itu

pengambilan titik hasil survey awal untuk penentuan tutupan lahan yang akan

(42)

Landsat tahun 2006 dan 2009. Adapun prosedur koreksi geometris adalah sebagai

berikut:

1. Pada program Erdas Imagine 8.5 buka citra Landsat tahun 2006 pada viewer

#1 sebagai citra belum terkoreksi dan buka citra Landsat tahun 2002 pada

viewer #2 sebagai citra terkoreksi.

2. Buat GCP ( Ground Control Point ) menyebar pada seluruh areal sampai nilai

RMS Error di bawah 0.5.

3. Jika prosesnya tidak berhasil mengahasilkan gambar yang miring

(tidak beraturan), maka ulangi proses koreksi geometris.

4. Kemudian lakukan koreksi geometris citra tahun 2002 dengan dengan citra

tahun 2009.

2.1.1.4 Perbaikan citra (Image Enhancement)

Imange Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra, baik

untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra.

Proses perbaikan citra ini menggunakan Tools Imange Analisys Arc View 3.3

dengan cara mengubah hubungan linear antara digital number dengan nilai display

menggunakan histogram. Dengan adanya perbaikan citra ini akan lebih muda

untuk melakukan digitasi onscreen.

2.1.1.5 Digitasi onscreen

Digitasi ini dilakukan untuk mengubah data spasial analog dari berbagai

peta dasar yang digunakan ke dalam format digital yaitu penerjemah dalam

koordinat (x,y). Proses digitasi dilakukan pada citra Landsat dengan membuat

(43)

Sebelum melakukan digitasi onscreen pada masing-masing citra Landsat,

dilakukan batasan area studi dengan tujuan mempermudah dalam menganalisis

perubahan penutupan lahan. Adapun prosedur digitasi onscreen adalah :

1. Buka citra Landsat tahun 2002 pada program Arc View 3.3, kemudian

tampalkan poligon yang menjadi area studi.

2. Dengan menggunakan feature yang terdapat pada Arc View 3.3

maka lakukan proses digit (deliniasi) berdasarkan tutupan lahan yang terdapat

pada citra. Sehingga diperoleh poligon-poligon yang mewakili tutupan lahan

yang terdapat citra.

3. Lakukan pemberian atribut pada masing-masing poligon yang menjadi kelas

tutupan lahan yang akan dianalisis pada theme table sperti pada gambar

berikut

4. Lakukan proses digitasi onscreen pada citra Landsat tahun 2006 dan tahun

2009. Sehingga diperoleh tiga (3) peta tutupan lahan.

2.2 Perubahan Penutupan Lahan

Metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan

di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dari citra Landsat tahun 2002,

(44)

X Y

Change detection

Z

Tools ( ) ini merupakan tambahan yang disediakan oleh program Arc View

3.3, sehingga untuk menggunakan tools ini harus aktifkan dulu.

Menurut Sumantri (2006) Change detection adalah suatu analisis deteksi

perubahan (change-detection analysis) dilakukan untuk menentukan laju/tingkat

perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh

(remote sensing) dalam menentukan perubahan di objek studi khusus diantara dua

atau lebih periode waktu. Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan

(2002,2006 dan 2009) dapat digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 3.

Gambar 3. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Dengan Change Detection

Proses kegiatan dalam menganalisis perubahan penutupan lahan adalah

sebagai berikut :

1. Hasil digitasi citra penutupan lahan tahun 2002 dengan citra penutupan lahan

tahun 2006 yang memilki 6 (enam) kelas tutupan lahan pada program Keteranga :

X = Peta tutupan lahan tahun x

Y = Peta tutupan lahan tahun y

Z = Perubahan tutupan lahan tahun

(45)

Gambar 4. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatn Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

X Y

Overlay

Z

Arc View 3.3 dilakukan change detection sehingga diperoleh perubahan

tutupan lahan tahun 2002 dan 2006.

2. Penutupan lahan tahun 2006 dengan penutupan lahan tahun 2009 dilakukan

change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2009.

3. Penutupan lahan tahun 2002 dengan penutupan lahan tahun 2009 dilakukan

change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2002 dan 2009.

4. Dari setiap perubahan tutupan lahan di buat peta.

2.3 Perubahan Penutupan Lahan Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Tujuan dari análisis perubahan tutupan lahan kecamatan pesisir Kabupaten

Serdang Bedagai, agar lebih mudah mengetahui perubahan yang terjadi di setiap

kecamatan pesisir selama dua (2) periode pengamatan yaitu dari tahun 2002-2006

dan tahun 2006-2009. Metode yang digunakan yaitu dengan mengoverlaikan hasil

peta perubahan tutupan lahan dengan dengan peta administrasi Kabupaten

Serdang Bedagai pada program Arc View 3.3. Untuk proses kegiatan dapat dilihat

pada Gambar 4.

Keteranga :

X = Peta perubahan tutupan lahan tahun

a dan b

Y = Peta Administrasi Kabupaten Sergei

Z = Peta Perubahan tutupan lahan di

(46)

Prosedur menganalisis perubahan tutupan lahan di setiap kecamatan

pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :

1. Buka peta perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002-2006 dan peta

Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai pada program Arc View Gis 3.3.

2. Dengan memanfaatkan Extention Xtool yang terdapat pada Arc View Gis 3.3

maka lakukan proses overlay antara atribut perubahan tutupan

lahan dengan kecamatan, sehingga diperoleh peta yang mempunyai atribut

perubahan tutupan lahan dengan kecamatan.

3. Analisis perhitungan luasan perubahan dilakukan pada program Excell.

4. Lakukan kegiatan yang sama untuk análisis perubahan lahan tahun

2006-2009.

3. Survey lapangan

Kegiatan survey lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran

klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi

lahan ekosistem pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Pengecekan dilakukan

dengan bantuan Global Position System (GPS). Alat ini dapat menentukan

keberadaan lokasi contoh tersebut melalui ketepatan koordinat lokasi yang

di-ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan

overlaying dengan peta digital hasil interpretasi untuk melihat kesesuaian hasil

pengecekan lapangan dengan hasil interpretasi. Kemudian ditententukan nilai

akurasi hasil groundcheck di lapangan, Menurut Short (1982) dan Estes dalam

Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah

dianggap benar. Rumus untuk menentukan nilai akurasi adalah :

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis

kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang ada di permukaan bumi.

Menurut Lo (1995) salah satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan

pemetaan penggunaan dan penutupan lahan terletak pada skema pemilihan

klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Kemudian

Ambarita dkk (2003) menyatakan bahwa citra penginderaan jauh sangat

bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan pesisir karena daerah yang sulit

dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan dengan menggunakan citra.

Hasil klasifikasi dengan menggunakan citra Landsat desa pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 6

(enam) tipe penutupan lahan yaitu: hutan mangrove, pemukiman, perkebunan,

sawah, badan air (sungai) dan tambak. Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan

data citra Landsat TM (Land Satelite Thematic Mapper) serta data pendukung dari

lapangan. Sedangkan penentuan tipe-tipe penutupan lahan tersebut berdasarkan

pada survey pendahuluan yang telah dilakukan sehingga memudahkan dalam

melakukan analisis perubahan penutupan lahan.

Klasifikasi penutupan lahan pada citra Landsat dilakukan secara digitasi

onscreen. Menurut Sambah dan Zainul (2008) digitasi onscreen adalah proses

merubah data analog atau data digital yang berformat raster

(jpeg, tiff, gif, dll) yang ada pada layar komputer menjadi data digital

berformat vektor (shp, dwg, dxf) dan mempunyai data atribut.

(48)

wilayah penelitian mengalami kerusakan pada kanal SLC, sehingga citra

mengalami strip/garis – garis pada hasil pemotretannya (Stripping). Garis – garis

tersebut merupakan area yang tidak terpotret oleh satelit disamping itu banyak

terdapat tutupan awan pada lokasi penelitian.

Pemberian atribut polygon tutupan lahan dilakukan berdasarkan

interpretasi secara visual pada masing-masing citra dengan menggunakan

kriteria/unsur interpertasi dan untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan

dilakukan pengecekan/pengamatan langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat

Lillesand dan Keifer (1994) menyatakan bahwa unsur-unsur yang digunakan

sebagai dasar analisis dalam intrepetasi tipe tutupan lahan meliputi: ukuran, rona

(tone), warna, tekstur, pola dan resolusi. Sedangkan untuk mencocokkan tipe

tutupan lahan hasil interpetasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan dilakukan

pengecekan yang meliputi batas-batas poligon dan pengkodean legenda peta.

Untuk lebih jelasnya hasil digitasi onscreen pada citra Landsat dapat dilihat pada

(49)

G

amb

ar

5

P

eta

H

as

il D

ig

ita

si

O

n

scr

een

P

ad

a C

it

ra L

an

d

(50)

Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Secara umum desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera

Utara diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tipe penutupan lahan, yaitu : hutan

mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Hasil dari

keenam penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 6.

(2)

Gambar 6. Berbagai Tipe Penutupan Lahan Di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai : (1) Mangrove, (2) Pemukiman, (3) Perkebunan, (4) Sawah, (5) Sungai, (6)Tambak

(1) (2)

(3) (4)

(51)

Hutan mangrove adalah hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di

sekitar pantai dan sungai yang belum maupun yang telah memperlihatkan bekas

penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan. Pada citra Landsat

kombinasi band 543, hutan mangroveditandai dengan rona agak gelap s/d terang,

Warna hijau keunguan, tekstur agak halus, pola tidak teratur, terletak di daerah

pantai dan muara sungai-sungai besar dan biasanya terdapat bukaan tambak dan

lahan terbuka.

Pemukiman adalah kawasan permukiman baik perkotaan, perdesaan,

industri yang memperlihatkan pola alur rapat. Pada lokasi penelitian

citra Landsat kombinasi band 543, pemukiman ditandai dengan rona terang,

warna merah muda, tekstur agak kasar, pola seragam, terdapat jaringan jalan dan

kenampakan lahan terbangun.

Perkebunan adalah seluruh kawasan perkebunan baik yang sudah ditanami

maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Pada citra Landsat kombinasi

band 543, ditandai dengan rona agak terang, warna hijau muda sampai tua, tekstur

agak halus dan kasar, bentuk beraturan, pola seragam dan adanya jaringan jalan

bangunan. Sedangkan sawah adalah semua aktivitas pertanian lahan basah yang

dicirikan oleh pola pematang, pada citra dengan rona agak terang sampai gelap,

warna biru bercak merah muda, dekat dengan pemukiman dan perairan, tekstur

halus dan pola seragam.

Sungai adalah kenampakan perairan pada daratan. Pada citra Landsat

kombinasi band 543, sungai ditandai dengan rona gelap, warna biru kehitaman,

tekstur halus dan pola tidak teratur. Sedangkan tambak adalah aktivitas perikanan

(52)

Pada citra Landsat kombinasi band 543, tambak ditandai dengan rona agak terang,

warna biru kehitaman, tekstur halus, pola seragam, terdapat lahan terbangun/jalan

dan dekat dengan muara sungai/pinggir laut.

Berdasarkan hasil intrepretasi dan klasifikasi tipe penutupan lahan pada

citra Landsat tahun 2002, 2006 dan 2009 di desa-desa pesisir Kabupaten Serdang

Bedagai, maka diperoleh luasan dari masing-masing tipe penutupan lahan. Dari

setiap kelas tutupan lahan dari tahun ke tahun ( 3 priode pengamatan ) ada yang

mengalami penambahan luasan dan ada yang mengalami penurunan luasan. Untuk

hasil pengamatan tipe-tipe penutupan lahan desa-seda pesisir Kabupaten Serdang

(53)

Tabel 5. Analisis Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Penutupan

lahan Tahun 2002 Tahun 2006 Tahun 2009

Perubahan 2002 - 2006

Perubahan 2006 - 2009

Perubahan 2002 - 2009

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)

Mangrove 2707,73 2507,17 2174,74 -200,56 -1,07 -332,43 -1,77 -532,99 -2,84

Pemukiman 2094,70 2184,52 2272,36 +89,96 +0,48 +87,10 +0,46 +177,06 +0,94

Perkebunan 2450,84 2866,05 3721,06 +415,20 +2,21 +855,01 +4,56 +1270,21 +6,77

Sawah 8124,53 7948,60 7673,76 -175,93 -0,94 -274,85 -1,46 -450,77 -2,40

Sungai 393,32 387,82 381,09 -5,50 -0,03 -6,72 -0,04 -12,22 -0,07

Tambak 2978,66 2855,62 2526,77 -123,03 -0,66 -328,86 -1,75 -451,89 -2,41

Total 18749,78 18749,78 18749,78

Sumber : Analsisi GIS

(54)

Berdasarkan hasil klasifikasi data citra Landsat tahun 2002, diperoleh hasil

bahwa kondisi penutupan lahan di desa – desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

sudah mengalami perubahan tutupan lahan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat

bahwa tutupan lahan tambak lebih besar dari pada hutan mangrove. Untuk tambak

2.978,65 Ha dan mangrove 2.707,73 Ha. Pertanyaan ini juga diperkuat dari hasil

interview dengan masyarakat sekitar, bahwa telah terjadi perubahan yang

signifikan dari hutan mangrove menjadi tambak di era tahun 1990-an. Sedangkan

tutupan lahan sawah merupakan jenis tutupan lahan yang terbesar yaitu

8.124,53 Ha dan sungai merupakan tutupan lahan dengan luasan terkecil yaitu

393,31 Ha.

Hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2006 (Tabel 5) menunjukkan telah

terjadi perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih

merupakan jenis tutupan lahan yang terluas sebesar 7.948,60 Ha. Hal ini sesuai

dengan pernyataan USU (1999) yang menyatakan bahwa kawasan pesisir bahwa

tanaman pertanian cocok tumbuh di kawasan pesisir, kemudian BPS (2008)

menambahkan bahwa pada umumnya kawasan pesisir Kabupaten Serdang

Bedagai mayoritas mata pencahariannya petani. Kemudian disusul secara

berturut-turut perkebunan sebesar 2.866,04 Ha, tambak sebesar 2855,62 Ha,

mangrovesebesar 2507,17 Ha, pemukiman sebesar 2.184,52 Ha dan terakhir

sungai sebesar 387,815 Ha.

Pada citra Landsat tahun 2009 (Tabel 5) menunjukkan tidak terjadi

perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih

merupakan jenis tutupan lahan terluas sebesar 7.673,76 Ha, kemudian disusul

Gambar

Tabel 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di beberapa negara
Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan dan dampak budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989
Tabel 2. Saluran Citra Landsat TM Kisaran
Gambar 1.  Peta Wilayah Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan model Picture and Picture dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran berbicara krama lugu. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perolehan skor

Dengan kedudukan dan kelembagaan yang lebih kuat berdasarkan Undang-Undang, maka kewenangan Pengadilan TIPIKOR tidak lagi terbatas pada perkara-perkara melibatkan

Untuk menentukan bahwa isolat hanya mampu tumbuh pada media yang mengandung histamin, isolat selanjutnya ditumbuhkan pada media TSA maupun Glukosa 10% yang diperkaya dengan

Persoalan yang umumnya dihadapi dalam pengembangan komoditas pangan jagung di Papua adalah teknologi yang sudah tersedia belum diterapkan petani, sehingga masih

 “ Model dalam menyediakan akses jaringan yang mudah dan sesuai kebutuhan kepada suatu kumpulan sumber daya komputasi (seperti jaringan, server , penyimpanan/ storage , aplikasi

33 ( information 

dengan anda melakukannya karena tersugesti mengikuti tulisan ini. Meditasi ini isa dilakukan dengan cara duduk di kursi, atau duduk Meditasi ini isa dilakukan dengan cara duduk

[r]