• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agros Vol. 17 No.2, Juli 2015: ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Agros Vol. 17 No.2, Juli 2015: ISSN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

INTRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL POLA PENGELOLAAN

TANAMAN TERPADU DATARAN RENDAH KABUPATEN JAYAPURA

INTRODUCTION SUPERIOR VARIETIES CORN ON INTEGRATED PLANT

MANAGEMENT IN LOWLAND DISTRICT JAYAPURA

Petrus A. Beding1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua ABSTRACT

Jayapura is a potential dry land in Papua and mostly untapped. Corn is a food that has been developed by farmers. However, average corn productivity over past five years is 1.8 tons per ha in terms of yield potential of new varieties of corn can reach six up to eight tons per ha. Study conducted in Jayapura, Nimbokrang District, Kampong Nimbokrang. The activities carried out in December 2014 until March 2015. This activity aims to get two up to three popular varieties superior adaptive and can increase production of corn ≥ 5 tons per ha and it is hoped this activity will increase the choice of farmers to popular varieties of corn in accordance with agro-ecosystem dry land and accordance with consumer tastes and market prospects, and to determine ability of technology adoption PTT corn specific location in center of development in order to increase productivity of corn and increase farmers' income. By using on-farm research (OFR), involving six cooperator farmers on an area of 10 ha with a repeat four times. Study showed that not all farmers willing and able to apply 100 percent of recommended technology increase productivity of corn, treatment varieties showed significant differences on all parameters were observed, except for number of cobs per plant and weight of 100 seed.

Key-words: adaptation, corn, adoption INTISARI

Jayapura merupakan satu potensi lahan kering di Papua yang sebagian besar belum dimanfaatkan. Jagung merupakan komoditas pangan yang banyak dikembangkan petani, baik lokal maupun pendatang, namun rata-rata produktivitasnya selama lima tahun terakhir hanya 1,8 ton per ha, padahal potensi hasil varietas unggul baru jagung dapat mencapai enam hingga delapan ton per ha. Pengkajian dilaksanakan di kabupaten Jayapura, Distrik Nimbokran, Kampung Nimbokran pada Desember 2014 sampai Maret 2015. Tujuan: mendapatkan dua sampai tiga varietas unggul yang adaptif dan dapat meningkatkan produksi jagung lima ton per ha atau lebih dan diharapkan dapat menambah pilihan petani terhadap variatas jagung sesuai agroekosistem dan selera konsumen serta prospek pasar. Selain itu mengetahui kemampuan adopsi teknologi PTT jagung spesifik lokasi di sentra pengembangan dalam upaya peningkatan produktivitas jagung dan pendapatan petani. Menggunakan metode on farm research, melibatkan enam petani koperator pada luasan 10 ha, ulangan empat kali. Hasil: belum semua petani koperator mau dan mampu menerapkan 100 persen teknologi anjuran peningkatan produktivitas jagung. Perlakuan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap semua parameter yang diamati, kecuali terhadap jumlah tongkol per tanaman dan bobot 100 biji.

Kata kunci: adaptasi, jagung, adopsi.

1

(2)

PENDAHULUAN

.

Jagung (Zea mays Linn) merupakan

komoditas penting kedua setelah padi dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Dalam kedudukannya sebagai bahan pangan yang strategis dan bernilai ekonomis, jagung mensuplai tujuh persen angka kecukupan gizi (AKG) dengan kandungan 132 kalori, 11 persen lemak, 76 persen karbohidrat, 13 persen protein, serta banyak lagi kandungan

gizi lainnya. Perkembangan jumlah

penduduk yang semakin pesat, memacu

perkembangan industri pakan yang

mencapai 50 persen, industri makanan olahan 6,4 persen dan produk industri turunan berbasis jagung (integrated corn industry) 7,7 persen sehingga jagung tidak hanya menjadi sumber karbohidrat, tetapi juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan penyedia bahan baku industri (Susanto & M.P. Sirappa 2005; Ramli & Sunanto 2009). Selain itu jagung menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan industri hilir di dalam sistem dan usaha agribisnis (Dirjentan 2006; Subandi dkk. 2006).

Laju peningkatan produksi jagung

di Indonesia relatif masih lamban,

sedangkan di sisi lain permintaan jagung sangat dinamis terkait dengan meningkatnya harga minyak bumi. Permintaan jagung untuk energi alternatif, bahan baku industri pangan dan industri pakan mengalami peningkatan yang lebih cepat. Perubahan pola permintaan jagung ke depan perlu dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan nasional (Kasryni et.al.

2007). Produksi jagung nasional

diproyeksikan tumbuh 4,63 persen per tahun, pada tahun 2009 mencapai 13,98 juta ton. Pada tahun 2015 produksi jagung diharapkan telah mencapai 17,93 juta ton (Deptan 2005). Dalam 20 tahun ke depan

penggunaan jagung untuk bahan pakan

diperkirakan terus meningkat, bahkan

setelah tahun 2020 lebih dari 60 persen dari total kebutuhan nasional (Badan Litbang Pertanian 2007).

Upaya peningkatan produksi dan

pengembangan jagung memerlukan

peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas

produksi, peningkatan nilai tambah,

perbaikan akses pasar, pengembangan unit

usaha bersama, perbaikan sistem

permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Dari aspek teknis, teknologi yang

diperlukan untuk mendukung

pengembangan agribisnis jagung adalah

perbaikan teknologi budidaya dengan

pendekatan pengelolaan sumberdaya dan tanaman terpadu (PTT) dan teknologi pasca panen untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.

Persoalan yang umumnya dihadapi dalam pengembangan komoditas pangan jagung di Papua adalah teknologi yang sudah tersedia belum diterapkan petani, sehingga masih terdapat kesenjangan hasil

antara produksi di tingkat lembaga

penelitian dan hasil petani. Sistem usaha tani jagung di Papua pada umumnya belum mengarah ke industri, dengan tingkat produktivitas baru mencapai rata-rata 17 kw

per ha, sedangkan hasil penelitian

menggunakan varietas unggul dan

menerapkan teknologi bisa mencapai tujuh hingga 10 ton per ha.

Usaha pengembangan jagung belum banyak dilaksanakan dan produktivitasnya masih sangat rendah. Rendahnya hasil selain berhubungan erat dengan kendala fisika-kimia lahan, juga berhubungan dengan pemilihan dan penerapan teknologi yang

(3)

masih belum mengacu pada kondisi spesifik lokasi dan kelembagaan terkait kondisi

sosial-budaya masyarakat setempat.

Teknologi produksi jagung yang diterapkan oleh petani terutama di Kabupaten Jayapura

masih sangat sederhana dengan

menggunakan varietas seadanya sehingga sangat rentan terhadap penyimpangan iklim. Diantara teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, varietas unggul sangat menonjol peranannya, baik dalam peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen pengendalian hama dan Penyakit (Subandi et al. 1998). Hasil Farm Record Keeping (FRK) yang dilakukan di lahan kering Desa Patas menunjukkan bahwa petani pada umumnya membudidayakan jagung varietas lokal dengan produksi lebih kurang 3,0 ton per ha (Suprapto et al. 2000). Sistem usaha tani jagung di Papua pada umumnya masih bersifat tradisional, dengan tingkat produktivitas di bawah dua ton per ha, sedangkan hasil penelitian

menggunakan varietas unggul dan

menerapkan teknologi tujuh hingga delapan ton per ha. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan suatu inovasi pertanian sebagai upaya peningkatan produktivitas jagung, terutama di sentra produksi, salah satunya

adalah melalui introduksi pengelolaan

tanaman terpadu (PTT) jagung. Kajian pengembangan sistem usaha tani jagung diharapkan dapat meningkatkan produksi dan indeks pertanaman jagung di Kabupaten Jayapura.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan VUB, yaitu Arjuna, Srikandi Kuning, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, dan Bima 3. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali, dengan jarak tanam 70 x 40 cm.

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara olah tanah sempurna. Pemupukan diberikan sesuai perlakuan dan diberikan dua kali. Pemupukan pertama pada 14 hari

hst dan kedua diberikan 30 hst.

Pemeliharaan tanaman yang meliputi

penyiangan, penyulaman, dan pengaturan air disesuaikan kondisi lapang. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan Pengelolahan Hama Terpadu (PHT) jagung.

Lokasi dan Waktu. Pengkajian akan

dilaksanakan di Kampung Nimbokrang Distrik Nimborang kabupaten Jawijaya pada

lokasi yang terpilih pada sentra

pengembangan jagung. Pengkajian

dilakukan dari bulan Desember sampai April 2015.

Bahan dan Metode. Kegiatan pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan metode

on farm research (OFR), melibatkan 10 petani koperator pada luasan 10 ha. Paket teknologi yang dikaji tertera pada Tabel 1. Paket teknologi ditawarkan kepada petani koperator, kemudian di bawah kontrol serta

pendampingan peneliti dan penyuluh

dilakukan skoring kemampuan petani

mengadopsi komponen teknologi PTT jagung.

Pengamatan dan Pengumpulan Data.

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang telah ditentukan, yaitu tanaman yang ada di bagian tengah. Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman (cm), panjang tongkol, diameter tongkol (mm), jumlah baris, bobot tongkol (g), 100 biji, ubinan (kg) dan produksi (ton per ha). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan

Analysis of Variance (Anova) dan untuk melihat perbedaan masing-masing varietas dilakukan uji rerata DMRT pada taraf lima persen.

(4)

Tabel 1. Komponen Teknologi PTT Jagung, di Kabupaten Jayapura Tahun 2014

Komponen Teknologi Paket PTT Jagung

Pengolahan tanah Sempurna, dibuat saluran drainase

Varietas Komposit (Bima 3, Arjuna, Srikandi Kuning,

Lamuru, Bisma, Sukmaraga)

Benih Berlabel 15 – 20 kg/ha

Cara Tanam Tugal dalam baris

Jumlah benih per lubang 2

Waktu Tanam

Jarak tanam 75 cm x 40 cm

Pemupukan:

Pengendalian Gulma Manual 2 kali + Herbisida jika dibutuhkan

Pengendalian hama/penyakit Sesuai ambang kendali

Data dan Analisis. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Analysis of Variance (Anova) dan untuk melihat

perbedaan masing-masing varietas

dilakukan uji rerata DMRT pada taraf lima persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Pengkajian.

Kabupaten Jayapura merupakan

salah satu wilayah administrasi provinsi Papua yang terletak antara 139o15’ hingga 140o45’ Bujur Timur dan antara 2o15’ hingga 3o45’ Lintang Selatan. Luas wilayah kabupaten Jayapura adalah 17.516,6 km2 yang terdiri dari 19 distrik (kecamatan). Batas wilayah kabupaten Jayapura meliputi: sebelah utara berbatasan dengan Samudra Pasifik dan kabupaten Sarmi; sebelah selatan berbatasan dengan Pegunungan Bintang dan kabupaten Tolikara; sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sarmi; dan sebelah timur berbatasan dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom.

Topografi bervariasi mulai dari dataran rendah, bukit sampai gunung dengan

ketinggian dari nol hingga 2.000 m dari permukaan laut (dpl) dan elevasi mulai dari datar, bergelombang, sampai curam dengan kemiringan nol persen sampai lebih dari 65 persen. Kabupaten Jayapura didominasi oleh lahan dengan tingkat kemiringan sangat curam (41 sampai lebih dari 65 persen), yakni meliputi 72,41 persen dari total luas

wilayah, selebihnya daerah datar

(kemiringan nol hingga dua persen) sebesar 18,61 persen, bergelombang (kemiringan tiga hingga 15 persen) sebesar 5,81 persen, dan curam (kemiringan 16 hingga 40 persen) sebesar 3,17 persen dari total luas wilayah.

Eksistensi Teknologi Jagung. Inovasi jagung sudah banyak yang dihasilkan, baik melalui program penelitian, pengkajian, maupun diseminasi, namun belum banyak

dimanfaatkan oleh petani, sehingga

penyebaran informasi inovasi relatif lambat dan kurang tersedia, akibatnya produktivitas jagung masih tergolong sangat rendah. Budidaya jagung di distrik Nimbokrang,

kabupaten Jayapura walaupun sudah

(5)

produktivitas hanya mencapai 2,5 ton per ha.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada saat PRA diketahui bahwa: teknik budidaya jagung di lokasi pengkajian belum sepehuhnya mengikuti paket anjuran.

Budidaya dilakukan masih sederhana,

umumnya pengolahan tanah dengan cara tidak sempurna (tanpa olah tanah), hanya menggunakan herbisida untuk persiapan lahan. Benih yang ditanam tidak berasal dari varietas unggul bermutu, hanya disiapkan sendiri oleh petani yang berasal dari benih hibrida yang sudah merupakan turunan tiga

hingga empat. Walaupun penanaman

dilakukan dengan cara tugal, akan tetapi populasi tanaman sangat kurang karena jarak tanam yang digunakan sangat jarang yakni: 100 atau 120 cm kali 50 atau 60 cm. Penggunaan pupuk belum sesuai anjuran yaitu: 100 kg Urea ditambah 100 SP-36 ditambah 100 kg NPK per hektar, dan aplikasi pupuk dilakukan dengan cara menabur di sekitar daerah perakaran tanaman tanpa ditimbun.

Komponen Pertumbuhan dan Produksi

Jagung. Hasil pengamatan komponen

partumbuhan menunjukkan bahwa

antarvarietas yang diuji memiliki perbedaan tinggi tanaman. Varietas Bisma memiliki tinggi tanaman tertinggi (232,75 cm) dan varietas Bima-3 memiliki tinggi tanaman terendah (188,08 cm). Ini menggambarkan bahwa varietas Bima kurang didukung oleh lingkungan tumbuh pada agroekosistem

lahan sawah tadah hujan sehingga

pertumbuhan tinggi tanaman tidak optimal. Kesuburan tanah pada agroekosistem lahan sawah tadah hujan pada umumnya rendah (Sudjana & Setiyono 1993). Terhadap parameter panjang tongkol, varietas Bima terlihat memiliki angka tertinggi dibanding varietas lainnya, sedang varietas

Bima tidak berbeda dengan Bisma terhadap tinggi tongkol, namun lebih tinggi dibanding varietas Bisma (Tabel 2). Karena memiliki tinggi tanaman tertinggi, maka varietas Bima secara nyata memiliki posisi letak tongkol tertinggi dibanding varietas lainnya. Keuntungan dari tanaman jagung yang memiliki posisi letak tongkol tinggi adalah aman dari serangan hama. Selain memiliki tinggi tanaman tertinggi, varietas Bima memiliki diameter tongkol terbesar (4,62 mm) (Tabel 2)

Rata-rata jumlah 100 biji tertinggi pada varietas Bima-3 (31,98) dan yang terendah (24,14), berbeda nyata dengan lima varietas lainnya. Bobot kelobot tertinggi dicapai pada varietas Bima-3 dan yang terendah varietas arjuna (19,25), sedangkan produksi yang tertinggi dicapai pada varietas Bima-3 dan yang terendah dicapai pada varietas Srikandi Kuning (Tabel 3).

Kajian sistem usaha tani jagung di kabupaten Jayapura menganjurkan untuk penerapan paket teknologi PTT jagung yang

meliputi: penggunaan benih komposit

bermutu dari varietas unggul baru jagung, pengolahan tanah sempurna, waktu tanam tepat, jarak tanam 75 cm kali 40 atau 45 cm, cara tanam tugal dan ditimbun, teknologi pemupukan terdiri dari: dosis (200 kg Urea ditambah 100 kg SP-36 ditambah 50 kg KCl) per ha, cara aplikasi ditugal sekitar lima cm dari batang dan ditimbun, waktu aplikasi I pada nol hingga tujuh hst dengan 50 bagian Urea ditambah 100 bagian SP-36 dan KCl, aplikasi II dengan 50 bagian Urea, pengendalian gulma tepat, pengendalian hama atau penyakit sesuai ambang kendali, dan sanitasi lingkungan. Namun pada kenyataannya belum 100 persen petani koperator mau dan mampu menerapkan

(6)

Tabel 2. Komponen Pertumbuhan Tanaman pada Kegiatan Introduksi Beberapa VUB pada Kampung Nimbokrang di Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura

Varietas Tinggi Tanaman (cm) Panjang Tongkol Diameter Tongkol (mm)

Jumlah Baris Bobot Tongkol (g) Bima 3 188,08 d 17.30 a 4,62 a 13,35 ab 187,00 b Arjuna 198,04 cd 14.17 c 3,97 c 12,41 b 114,17 c S. Kuning 212,50 bcd 15,84 b 4,30 b 13,35 ab 162,75 b Lamuru 221,54 abc 14,72 bc 4,30 b 13,83 a 133,07 c Bisma 232,75 ab 17,42 a 4,43 ab 14,05 a 168,00 b Sukmaraga 240,29 a 17,89 a 4,40 ab 13,80 ab 215,00 a

Tabel 3. Komponen Produksi Jagung di Kampung Nimbokrang, Kabupaten Nimbokrang Varietas Bobot kelobot (g) 100 bibit (g) Ubinan (kg) Produksi (t/ha) Bima 3 31,24 a 31,98 a 1,95 a 4.64 a Arjuna 19,25 c 24,14 c 1,3 b 3.15 b S. Kuning 24,85 b 27,57 c 1,2 b 2.86 b Lamuru 21,35 bc 24,57 c 1,6 ab 3.81 ab Bisma 30,22 a 28,35 b 1,85 a 4.40 a Sukmaraga 31,34 a 29,80 ab 1,6 ab 3.81 ab

yang dianjurkan. Hanya terdapat 65 persen petani yang mengadopsi paket teknologi. Berdasarkan hasil analisis tampak adanya korelasi yang kuat antara tingkat adopsi dan produktivitas jagung yang dicapai.

Analisis Usaha Tani Ubijalar. Komponen biaya usaha tani jagung terdiri dari: harga benih, harga pupuk, harga insektisida, harga

herbisida, dan biaya tenaga kerja.

Pendapatan usaha tani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usaha tani. Adapun penerimaan usaha tani adalah fungsi dari produktivitas dengan harga satuan jagung.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Varietas unggul Bima 3 dapat

menghasilkan peningkatan

produktivitas sebesar 4.64 ton per ha dan yang terendah varietas Srikandi Kuning

2. Belum semua petani koperator mau dan mampu menerapkan 100 persen

teknologi anjuran peningkatan

produktivitas jagung.

3. Kemampuan adopsi teknologi

anjuran berkorelasi positif terhadap

pertumbuhan dan produktivitas

(7)

Tabel 4. Rincian Biaya Usaha Tani Jagung, Nimbokrang, 2014

No Uraian Volume Harga Satuan Jumlah

1. Benih (kg) 20 8.500 170.000 2. Pupuk (zak) : - Urea - SP-36 - KCl 4 2 1 90.000 110.000 300.000 360.000 200.000 300.000 3. Insektisida (l) 2 150.000 300.000 4. Herbisida (l) 2 100.000 240.000 5. Upah (OH) 40 50.000 2.000.000

Total Biaya Produksi 3.570.000

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2007.

Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Jagung. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian,

Departemen Pertanian.

Dirjentan. 2006. Program dan

Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Agribisnis Jagung. Prosiding Seminar Nasional Jagung. Puslibangtan. Bogor.

Ramli, M., & Sunanto, 2009. Potensi pengembangan jagung di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Serealia. Puslitbangtan. Bogor.

Subandi, & I. Manwan. 1998.

Penelitian dan Teknologi Peningkatan

Produksi Jagung di Indonesia. Laporan Khusus Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor hal. 67.

_______, Zubachtirodin, S. Saenong, dan I.U. Firmansyah. 2006. Ketersediaan

teknologi produksi dan program

penelitian jagung. Prosiding seminar nasional jagung. Puslitbangtan. Bogor. Suprapto, N. Adijaya, M. R. Yasa, dan K. Mahaputra. 2000. Sistem Usahatani Diversifikasi pada Lahan Marginal. Laporan Akhir IPPTP Denpasar.

Susanto, A.N., dan M.P. Sirappa. 2005. Prospek dan strategi pengembangan jagung untuk mendukung ketahan pangan di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian, 24 (2):70-79.

Gambar

Tabel 1. Komponen Teknologi  PTT  Jagung, di Kabupaten Jayapura Tahun 2014
Tabel 2. Komponen  Pertumbuhan Tanaman pada Kegiatan  Introduksi  Beberapa VUB  pada  Kampung  Nimbokrang  di Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura
Tabel 4.  Rincian Biaya Usaha Tani Jagung, Nimbokrang, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Apabila persembahan Bapak, Ibu, Saudara/i, tidak / belum tercantum dalam Warta Jemaat atau tidak sesuai dengan jumlah pemberian, kami mohon segera menghubungi Kantor

Dengan memperhatikan kenyataan ini, maka menarik untuk dilakukan penelitian terkait dengan inovasi sehingga industri kerajinan perak di Bali dapat membuat perhiasan

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Arioctafianti (2007) yang menyimpulkan bahwa tingkat perputaran modal kerja dan struktur modal tidak berpengaruh

Intensitas gelombang ini tidak ditentukan oleh aktivitas listrik neuron secara total, sebab sekalipun aktivitas totalnya besar tetapi bila timbulnya tidak secara sinkron

Beberapa komponen yang dapat dianalisis dan disimpulkan meliputi: Bentuk komodifikasi sarana upacara Umat Hindu di Pasar Karang Lelede Kota Mataram yaitu: Bentuk

Maka dari itu, peluang investasi yang ditawarkan dari Kabupaten Merauke adalah pengembangan pertanian tanaman padi.. Hal ini sejalan dengan besarnya kontribusi dari

Selvi Warobay adalah rekan kerja Irewa di salah satu kantor di Distrik Yar yang juga mempengaruhi konstruksi gender pada tokoh Irewa. Ibu Selvi adalah camatatau kepala distrik baru.

Terselenggaranya upaya untuk meningkatkan pengendalian factor risiko penyakit dan kecelakaan pada sarana dan bangunan umum.. Lingkungan Pemukiman antara lain perumahan, asrama, pondok